Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK


DI WISMA MAWAR
UPT PSTW JEMBER
PERIODE TANGGAL 28 JUNI – 3 JULI 2021

Oleh :

NAMA : REZA ADJI LAKSONO


NIM : 192303101049

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
1. Konsep Penyakit
A. Definisi

CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah ini aka menguramgi
suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak (Hartono,
2010).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin,
2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa detik atau
secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala
atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012).

B. Etiologi

Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yang menyumbat


pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan dapat
berkembang dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah.
Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang
subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor
resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau
kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).

C. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis, Klasifikasi

1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan kontrol
2. volunter terhadap gerakan motorik.
3. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti


yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
4. Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan
sensori.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka.
6. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal/bedpan.

Gangguan peredaran darah otak atau stroke menurut Muttaqin (2008)


diklasifikasikan menjadi :
a. Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid.Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu.Biasanya terjadi saat melakukan
aktivitas atausaat aktif, namun bisa terjadi saat istirahat.Kesadaran klien biasanya
menurun. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Perdarahan intracranial
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak membentuk masa yang
menekan jaringan otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.
2) Pendarahan subaraknoid.
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.Aneurisma
yang pecah in berasal dari pembuluh arah sirkulasi Willisi dan cabang -
cabngnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub struktur mengakibatkan nyeri, dan vasopasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemi sensorik,
afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang
subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
merenggangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Seringpula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaraan.Pendarahan subaraknoid
dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.Vasospasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
3) Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristiahat, baru bngun tidur atau di pagi hari.Tidak
terjadi pendarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.Kesadaran umumnya baik.

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiograf cerebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifk
seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
b. CT Scan: memperlihatkan adanya oedem
c. MRT: mewujudkan daerah yang mengalami infrak
d. Penilaian kekuatan otot
e. EEG: mengidentifikasi masalah didasari pada gelombang otak 

E. Penatalaksanaan
A. Farmakologis

1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,


tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
B. Non Farmakologis

1) Terapi wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara,
maupun mengerti kembali kata – kata (Farida & Amalia, 2009).
2) Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi
stroke stadium akut bertujuan untuk :
a. Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring
yang lama
b. Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada
peningkatan tonus
c. Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah
sisi sakit
d. Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak
dan koordinasi gerak
e. Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional
(Farida & Amalia, 2009).
3) Senam Ergonomik
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan gerakan-
gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi
penderitanya. Senam ergonomik diawali dengan menarik napas
menggunakan pernapasan dada. Hal ini bertujuan supaya paru-paru
dapat lebih banyak menghimpun udara. Ketika napas, oksigen dialirkan
keotak yang memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak supaya
dapat berfungsi dengan baik. Dengan demikian, senam ergonomik dapat
dikatakan membantu penderita stroke karena kondisi stroke merupakan
terganggunya suplai oksigen ke otak (Farida & Amalia, 2009).
4) Terapi musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan
musik setiap hari, penderita akan mengalami peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih
baikdibandingkan dengan penderita stroke yang tidak
mendengarkan musik. Selain itu, mendengarkan musik pada
tahap awal pascastroke dapat meningkatkan pemulihan daya
kognitif dan mencegah munculnya perasaan negatif (Wiwit,
2010)
5) Terapi Nutrisi
Beberapa zat gizi yang membantu dalam proses terapi nutrisi terkait
stroke, diantaranya, yaitu :
 Vitamin A. Vitamin A berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah terbentuknya tumpukan (plak) kolestrol dalam
pembuluh darah, misalnya wortel. Penelitian Harvard
menunjukkan adanya penurunan risiko terkena stroke hingga
68% pada orang yang mengonsumsi lima porsi wortel dalam
seminggu.
 Asam folat. Asam folat dapat menurunkan risiko penyempitan
pembuluh darah otak. Asam folat terkandung
 Vitamin C. Vitamin C dan bioflavonoid yang banyak terdapat
pada nanas dapat membantu mengencerkan darah, sehingga
mengurangi hipertensi. Dengan jauh dari resiko hipertensi, maka
risiko stroke menurun (Farida & Amalia, 2009). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mustaqimah, Sari, & Jainah (2016) selama
10 hari terhadap 15 responden yang menderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Pekauman didapatkan hasil
pengukuran tekanan darah sesudah konsumsi mix jus seledri dan
jus nanas terjadi penurunan tekanan darah.
6) Terapi herbal
Terapi herbal membantu meningkatkan fleskibilitas pembuluh darah
dan menstimulasi sirkulasi darah (Farida & Amalia, 2009). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Agita Devi, Ndapajaki, & Riscai Putri
(2018) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh obat herbal ekstrak
wortel dan jambu biji terhadap penderita hipertensi lansia.
F. Komplikasi
a. Komplikasi Dini ( 0- 48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya akan menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari/7-14 hari pertama)


1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi Jangka Panjang Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain:
penyakit vaskuler perifer. Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke, yaitu:
1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
2) Penurunan darah serebral
3) Embolisme serebral

G. Patofisiologi
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting trhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis
diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac
arrest.
Pathway

A. Pengkajian

T
II. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma
serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar (Padila,
2012)
b) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak pada saat klien
melakukan aktivitas. Biasanya terjadinya nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan di dalam intrakranial.Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma(Mutaqin, 2011)
c) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah
otak menjadi menurun (Padila, 2012).
d) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
e) Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya.Kebiasaan sosial dengan
menanyakan pola hidup misalnya minuman alkohol atau obat tertentu.Kebiasaan
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok.Sudah berapa lama, berapa
batang perhari, dan jenis rokok (Muttaqin, 2011).
3. Pulmonary respon
Perlu dikaji adanya :
 Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks
batuk.
 Adakah tanda-tanda lidah jatuh kebelakang
 Auskultasi suara nafas mungkin ada stridor
 Catat jumlah dan irama nafas (Padila, 2012)
4. Syaraf Kranial
 Saraf I (olfaktorius) : Pada pasien srtoke perdarahan tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
 Saraf II (optikus) : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spasial
sering terlihat pada pasien dengan hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen) : stroke mengakibatkan
paralisis pada satu sisi otot okularis, sehingga didapatkan penurunan
kemampuan gerak dan lapang pandang pada sisi yang sakit.
 Saraf V (trigeminus) :
Optalmikus : reflek kornea menurun, sensasi kulit wajahdahi dan paranasal
menurun.
 Saraf VII (fasialis) : wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat.
 Saraf VIII (vestibulokoklearis) : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus) : terganggunya kemampuan menelan
dan kesulitan membuka mulut.
 Saraf XI (aksesorius) : atrofi otot ekstremitas sesisi akibat kurangnya
pergerakan ekstremitas sekunder terhadap kelemahan atau kelumpuhan sesisi.
 Saraf XII (hipoglossus) :Lidah mencong

5. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor,
soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan
pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis
dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal

c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas

d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik

3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah

4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea
mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus
VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi
tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.

5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°,
visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan
bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman
penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya
pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung

7) Mulut dan gigi


Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara

8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas

9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami
gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak

a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri
dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada
fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat
dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek
caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan
pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa (reflek gordon (+)).
saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).
B. Diagnosa Keperawatan Utama
a) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
b) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
c) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
keperawatan diharapkan motorik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan mobilitas fisik tidak 2. Ajarkan pasien untuk
fisik atau satu atau lebih ekstremitas terganggu kriteria hasil : melakukan ROM
secara mandiri dan terarah minimal 4x perhari bila
1. Peningkatan aktifitas fisik mungkin
Batasan karakteristik : 2. Tidak ada kontraktur otot 3. Bila pasien di tempat
1. Penurunan kemampuan 3. Tidak ada ankilosis pada tidur, lakukan tindakan
melakukan keterampilan motorik sendi untuk meluruskan
halus 4. Tidak terjadi postur tubuh
2. Penurunan kemampuan penyusutan otot a. Gunakan papan kaki
melakukan keterampilan motorik b. Ubah posisi sendi
kasar bahu tiap 2-4 jam
c. Sanggah tangan dan
Faktor yang berhubungan : pergelangan pada
1. Gangguan neuromuskular kelurusan alamiah
2. Gangguan sensoriporseptual 4. Observasi daerah yang
tertekan, termasuk
warna, edema atau
tanda lain gangguan
sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama
pada daerah tertekan,
beri bantalan lunak
6. Lakukan massage pada
daerah tertekan
7. Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi
elektrik
9. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat
tidur anti dekubitus
Resiko Jatuh Kriteria Hasil  Identifikasi
kebutuhan keamanan
pasien dari fisik,
Faktor Resiko : · Keseimbangan :
fungsi kognitif dan
Dewasa kemampuan untuk
kebiasaan perilaku
mempertahankan
·Usia 65 tahun atau lebih pasien.
ekuilibrium
· Riwayat jatuh  Identifikasi bahaya
· Gerakan terkoordinasi :
keselamatan pasien
· Tinggal sendiri kemampuan otot untuk
di lingkungan (ex:
· Prosthesis eksremitas bawah bekerja sama secara
fisik, biologis,
volunter untuk melakukan
· Penggunaan alat bantu (mis, kimia).
gerakan yang bertujuan
walker, tongkat)  Hilangkan risiko dari
· Penggunaan kursi roda lingkungan jika
memungkinkan.
Kognitif
·Penurunan status mental  Modifikasi
lingkungan untuk
Lingkungan meminimalkan
·Lingkungan yang tidak resiko dan bahaya.
terorganisasi  Menentukan kemampuan
·Ruang yang memiliki pasien untuk berpartisipasi
pencahayaan yang redup dalam aktivitas yang
·Tidak ada meteri yang antislip memerlukan
dikamar mandi
keseimbangan.
·Tidak ada materi yang antislip
ditempat mandi pancuran  Berkolaborasi dengan

·Pengekangan therapist dalam

·Karpet yang tidak rata/terlipat mengembangkan dan

·Ruang yang tidak dikenal melaksanakan program


latihan.
·Kondisi cuaca (mis, lanta basah,
es)  Konsultasi ke therapist
fisik untuk tipe, lama dan
Medikasi rangkaian dari pola
·Penggunaan alcohol pergerakan wajib untuk
·Inhibitor enzyme pengubah meningkatkan
angiotensin keseimbangan.
·Agen anti ansietas  Mengevaluasi fungsi
·Agens anti hipertensi sensoris.
· Deuretik
· Hipnotik  Menyediakan lingkungan

· Narkotik/opiate yang aman untuk

· Obat penenang melakukan latihan.

· Antidepresan trisiklik  Mengatur lingkungan

Fisiologis untuk memudahkan

Sakit akut konsentrasi.

Anemia  Menetukan kesiapan

Arthritis pasien untuk melakukan

Penurunan kekuatan ekstremitas aktivitas atau latihan.


bawah  Berkolaborasi dengan
Diare therapist dalam
Kesulitan gaya berjalan mengembangkan dan
Vertigo saat mengekstensikan melaksanakan program
leher latihan.
Masalah kaki
 Mengevaluasi fungsi
Kesulitan mendengar sensori.
Gangguan keseimbangan
 Menjelaskan rasional
Gangguan mobilitas fisik
untuk tipe latihan kepada
Inkontinensia pasien atau kelaurga
Neoplasma (mis., Ietih/mobilitas pasien.
terbatas)
 Memberikan privasi
Neuropati
kepada pasien untuk
Hipotensi ortostatisk
melakukan latihan, jika
Kondisi postoperative
diinginkan.
 Perubahan gula darah
postprandial  Mengatur pencahayaan,

Deficit proprioseptif temperature ruangan, dan

Ngantuk tingkat kegaduhan untuk

Berkemih yang mendesak meningktkan kemampuan

Penyakit vaskuler pasien dalam

Kesulitan melihat berkonsentrasi pada


aktivitas latihan.
 Identifikasi kognitif dan
kekurangan fisik dari
pasien yang mungkin
meningkatkan potensial
untuk jatuh.
 Identifikasi kebiasaan dan
factor risiko yang
mempengaruhi untuk
jatuh.
 Cari informasi riwayat
jatuh pasien dan keluarga.
 Identifikasi karakteristik
lingkungan yang bisa
meningkatkan potensial
untuk jatuh.
 Monitor gaya berjalan,
keseimbangan, dan level
kelelahan.
 Tanyakan kepada pasien
tentang persepsi
keseimbangan, jika
diindikasikan.

Nyeri akut Kriteria Hasil  Pemberian Analgesik


Nyeri akut adalah pengalaman Pengendalian Nyeri, yang : Menggunakan
dibuktikan oleh indikator agens farmakologi
sensori dan emosi yang tidak
sebagai berikut (sebutkan 1-5: untuk mengurangi
menyenangkan akibat adanya tidak pernah, jarang, kadang-
kerusakan jaringan yang aktual atau menghilangkan
kadang, sering, atau selalu)
atau potensial, atau digambarkan  Mengenali awitan nyeri
dengan istilah seperti kerusakan nyeri  Pemberian Medikasi:
(International Association for the  Menggunakan Mempersiapkan,
Study of Pain); awitan yang tiba- tindakan memberikan, dan
tiba atau perlahan dengan pencegahan
mengevaluasi
 Melaporkan nyeri
intensitas ringan sampai berat keefektifan obat
dapat
dengan akhir yang dapat dikendalikan resep dan obat bebas
diantisipasi atau dapat diramalkan  Nyeri berkurang  Manajemen
dan durasinya kurang dari enam (tidak mengeluh
Medikasi:
bulan nyeri lagi)
Memfasilitasi
Batasan Karakteristik penggunaan obat
a) Subjektif resep atau obat bebas
secara aman dan
Melaporkan [nyeri] dengan efektif
isyarat (mis., menggunakan skala
nyeri)  Manajemen Nyeri:
Meringankan atau
b) Objektif
mengurangi nyeri
 Respons otonom (mis., sampai pada tingkat
diaforesis; perubahan tekanan kenyamanan yang
darah, pernapasan, atau denyut dapat diterima oleh
jantung; dilatasi pupil) pasien
 Perilaku distraksi (mis.,  Bantuan Analgesia
mondar-mandir, mencari yang Dikendalikan
orang dan/atau aktivitas lain, oleh Pasien (Patient-
aktivitas berulang) Controlled Analgesia
 Perilaku ekspresif (mis., [PCA]: Memudahkan
gelisah, merintih, menangis, pengendalian
kewaspadaan berlebihan, peka pemberian dan
terhadap rangsang, dan pengaturan anal-
menghela napas panjang) gesik oleh pasien
 Wajah topeng
 Manajemen Sedasi :
 Sikap melindungi
Memberikan sedatif,
 Fokus menyempit (mis.,
memantau respons
gangguan persepsi waktu,
pasien, dan
gangguan proses pikir,
memberikan
interaksi dengan orang lain
dukungan fisiologis
fokm atau lingkungan
yang dibutuhkan
menurun)
selama prosedur
 Bukti nyeri yang dapat diamati
diagnostik atau
 Posisi untuk menghindari terapeutik
nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap
melindungi
 Gangguan tidur (mata terlihat
kuyu, gerakan tidak ter atur
atau tidak menentu, dan
menyeringai)

Faktor Yang Berhubungan :


Agens-agens penyebab cidera
(mis., biologis, kimia, fisik, dan
psikologis
Daftar Pustaka

KATRISNANI, RETNO. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. NG DENGAN


SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA NY. T MENGALAMI POST STROKE
HAEMORHAGIC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANTRIJERON KOTA
YOGYAKARTA. Diss. poltekkes kemenkes yogyakarta, 2018.
Wati, Kadek Lidya Mustika. GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN GANGGUAN MENELAN DI RUANG
DAHLIA GARING TAHUN 2019. Diss. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan, 2019.
Mudzalifah, Nadita Fitri. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON
HEMORAGIK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HAMBATAN KOMUNIKASI
VERBAL Di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Diss. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2019.
Wilkinson, Judith M. 2014 ; alih bahasa, Esti Wahyuningsih. Diagnosis Keperawatan.
Edisi 10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai