Anda di halaman 1dari 9

Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain

UJI SPF IN VITRO DAN SIFAT FISIK BEBERAPA


PRODUK TABIR SURYA YANG BEREDAR
DI PASARAN
Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain
Fakultas Farmasi Ugm Yogyakarta

ABSTRAK
Produk kosmetik yang dipasarkan seharusnya memiliki efikasi sesuai
persyaratan kualitas yang telah ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu,
penentuan efikasi sediaan tabir surya sangat penting untuk melihat kepatuhan
produsen kosmetik.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian
SPF dari lima produk tabir surya yang beredar di pasaran dan mengetahui sifat
fisik (daya lekat dan daya sebar) dari lima produk tabir surya yang didapatkan
di pasaran. Sampel diuji dengan metode in vitro dengan spektrofotometer UV-
Vis, tiap 5 nm dari panjang gelombang 290 nm - 320 nm diukur absorbansinya
dan dilakukan tiga kali penentuan, selanjutnya dianalisis dengan persamaan
Mansur. Berdasarkan uji daya lekat, maka sediaan lotion dari yang memiliki
daya lekat paling lama adalah produk A, diikuti oleh produk E. Urutan sediaan
krim yang memiliki daya lekat paling lama yaitu produk B, diikuti oleh produk C
dan D. Hasil uji daya sebar, sediaan lotion yang memiliki daya sebar paling
besar yaitu produk E, diikuti oleh A. Sediaan krim yang memiliki daya sebar
paling besar adalah produk B, diikuti oleh produk C dan D. Produk B, produk C
dan produk E memiliki nilai SPF yang mendekati nilai SPF labelnya. Produk A dan
D menghasilkan nilai SPF di atas nilai SPF labelnya.
Kata Kunci: tabir surya, SPF, sifat fisik

ABSTRACT
Cosmetic products marketed should have appropriate efficacy quality
requirements set by the Government. Therefore, the determination of the
efficacy of sunscreen preparation is very important to look at the manufacturer
compliance cosmetics.The aim of this study was to determine the suitability of
five SPF sunscreen products on the market and know the physical properties
(adhesion and dispersive power) of five sunscreen products found in the market.
Samples were assayed by the method of in vitro with UV-Vis spectrophotometer,
every 5 nm of wavelength 290 nm - 320 nm was measured absorbance and
performed three times a determination, then analyzed by equation Mansur
(Mansur et. al, 1986). Based on the adhesion test, the preparation of a lotion
that has the longest adhesion is product A, followed by E. Sequence dosage
cream product which has the longest adhesion that product B, followed by C and
D. The results of product testing dispersive power, preparation lotion that has a
dispersive power, most notably products E, followed by A. Preparations cream
that has the greatest dispersive power is the product B, followed by C and D.
products Product B, product C and E have a product that approaches the value
of SPF label. Products A and D resulted in the SPF value on the label SPF value.
Keywords: sunscreen, SPF, physical properties

PENDAHULUAN
Seiring perkembangan zaman, kosmetik konsisten dan diuji sesuai dengan standar baku
seolah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian tertentu. Standar dan cara produksi kosmetika yang
kaum wanita. Hal ini membe-rikan peluang bagi baik telah diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan
industri kosmetik di Indonesia. RI no. 965/MENKES/SK/XI/1992 dan Kepala
Produsen kosmetik diwajibkan secara Badan POM RI no. HK.00.05.4.1745 (Departemen
hukum untuk memenuhi produksi mereka dengan Kesehatan, 1992).
prinsip-prinsip dan panduan-panduan CPKB (Cara Banyaknya produk tabir surya yang beredar
Pembuatan Kosmetika yang Baik) guna menjamin di pasaran juga meningkatkan kekhawatiran akan
bahwa produk kosmetik dengan efikasi yang adanya ketidaksesuaian efikasi tabir surya yang

Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 275


Uji SPF In Vitro …

dihasilkan dengan yang tercantum pada label. Oleh lapisan ozon (COLIPA, 2006). Energi dari radiasi
karena itu, perlu dilakukan penentuan nilai SPF sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi
sebagai parameter efikasi tabir surya. dapat memberikan tanda dan simptom terbakarnya
Penentuan nilai SPF secara in vitro dapat kulit. Diantaranya adalah kemerahan pada kulit
dilakukan dalam waktu yang singkat, sepanjang (eritema), rasa sakit, kulit melepuh dan terjadinya
tahun dan berbiaya rendah. Namun, hasil penentuan pengelupasan kulit. (Parrish, Jaenicke & Anderson,
nilai SPF secara in vitro baru sebagai perkiraan. Hal 1982). UV B yang memiliki panjang gelombang 290-
ini menjadi pertimbangan dilakukannya uji nilai SPF 320 nm lebih efektif dalam menyebabkan kerusakan
pada produk tabir surya yang beredar dipasaran kulit dibandingkan dengan UV A yang memiliki
secara in vitro. Definisi kosmetik menurut panjang gelombang yang lebih panjang 320-400 nm
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (McKinlay & Diffey, 1987).
No. 1176/MenKes/Per/VIII/2010 (Departemen
Kesehatan, 2010 ) adalah sebagai berikut: 2. Kulit
“Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, organ yang esensial dan vital serta merupakan
mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada
kondisi baik.” keadaan iklim, umur, ras, dan juga bergantung pada
Kosmetik digolongkan menjadi 3 kelompok lokasi tubuh. Pembagian kulit secara garis besar
(Wasitaatmadja, 1997) yaitu: tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :
1. Kosmetika Perawatan, Kosmetik ini adalah a. Lapisan epidermis, lapisan epidermis terdiri atas :
kosmetik yang digunakan untuk memelihara stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum,
kesehatan kulit agar tetap sehat dan merawat kulit stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum
yang kurang sehat agar menjadi sehat. Sesuai dengan spinosum (stratum malphigi), dan stratum basal.
cara perawatan, ada berbagai macam kosmetik b. Lapisan dermis, lapisan dermis adalah lapisan di
perawatan, yaitu kosmetika pembersih, kosmetika bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
pelembab, dan kosmetika pelindung. epidermis. Secara garis besar lapisan dermis dibagi
2. Kosmetika Dekoratif, Kosmetik ini digunakan menjadi dua, yaitu pars papilare dan pars retikulare .
untuk mengubah penampilan agar tampak lebih c. Lapisan subkutis, jaringan subkutis merupakan
cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara
tertutupi. Kosmetika ini tidak perlu menambah jaringan subkutis dan dermis tidak tegas. Ujung-
kesehatan kulit dan dianggap memadai jika tidak ujung saraf tepi, pembuluh darah. Lapisan subkutis
merusak kulit. terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
3. Kosmesetikal, Kosmetik ini bersifat memperbaiki di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak berfungsi sebagai
atau menyembuhkan disebut cosmedic, singkatan cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-
dari Medicated Cosmetic (Trenggono dkk., 2007), ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
atau cosmeceutical (Wasitaatmadja, 1997). Kulit pada manusia mempunyai peranan yang
Kosmesetikal merupakan bentuk antara kosmetik penting, selain fungsi utama yang menjamin
dan obat yang mengandung bahan aktif yang dapat kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain, yaitu
membantu merawat kulit serta menjaganya dari estetika, ras, indikator sistemik, dan sarana
berbagai gangguan (Trenggono dkk., 2007). komunikasi non-verbal antara individu satu dengan
yang lainnya. Fungsi utama kulit adalah proteksi,
1. Radiasi Ultraviolet absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh,
Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar yang pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D,
dipancarkan oleh matahari yang dapat mencapai dan keratinasi (Djuanda, 1999).
permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar
inframerah. Sinar UV berada pada kisaran panjang 3. Tabir Surya
gelombang 200-400 nm. Spektrum UV terbagi Senyawa Tabir surya merupakan zat yang
menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang megandung bahan pelindung kulit terhadap sinar
gelombang UV C (200-290), UV B (290-320) dan matahari sehingga sinar UV tidak dapat memasuki
UV A (320-400). UV A terbagi lagi menjadi dua kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar).
subbagian yaitu UV A2 (320-340) dan UV A1 (340- Tabir surya dapat melindungi kulit dengan cara
400). Tidak semua radiasi sinar UV dari matahari menyebarkan sinar matahari atau menyerap energi
dapat mencapai permukaan bumi. Sinar UV C yang radiasi matahari yang mengenai kulit, sehingga
memiliki energi terbesar tidak dapat mencapai energi radiasi tersebut tidak langsung mengenai
permukaan bumi karena mengalami penyerapan di kulit.

276 Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015


Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain

Menurut Soerati (1993), tabir surya bebas dapat berkompetisi dengan molekul target
didefinisikan sebagai senyawa yang secara fisik atau dan mengurangi atau mengacaukan efek yang
kimia dapat digunakan untuk menyerap sinar merugikan. c. Senyawa yang dapat memperbaiki
matahari secara efektif terutama daerah emisi senyawa yang rusak karena cahaya matahari,
gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan contohnya nukleotida dapat mencegah edema
pada kulit akibat pancaran langsung sinar UV. karena cahaya UV dan digunakan pada perawatan
Besarnya radiasi yang mengenai kulit bergantung kulit karena fotosensitif. Namun hal ini masih perlu
pada jarak suatu tempat dengan khatulistiwa, penelitian lebih lanjut (Black,1990).
kelembaban udara, musim, ketinggian tempat, dan
jam waktu setempat (Oroh & Harun, 2001; 4. SPF (Sun Protecting Factor)
Taufikkurohmah, 2005) Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya
Secara alami, kulit berusaha melindungi dapat ditunjukkan salah satunya adalah dengan nilai
dirinya beserta organ di bawahnya dari bahaya sinar sun protection factor (SPF), yang didefinisikan
UV, yaitu dengan membentuk butir-butir pigmen sebagai jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk
(melanin) yang akan memantulkan kembali sinar mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit
matahari. Jika kulit terpapar sinar matahari, maka yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan
akan timbul dua tipe reaksi melanin, seperti jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai
penambahan melanin secara cepat ke permukaan MED pada kulit yang tidak diberikan perlindungan.
kulit dan pembentukan tambahan melanin baru. MED didefinisikan sebagai jangka waktu terendah
Namun, apabila terjadi pembentukan tambahan atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk
melanin secara berlebihan dan terus-menerus, maka menyebabkan terjadinya erythema. (Wood &
akan terbentuk noda hitam pada kulit (Trenggono Murphy, 2000)
dkk., 2007). Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir
Menurut Wilkinson dan Moore (1982), hal- surya dapat dilakukan secara in vitro. Metode
hal yang diperlukan dalam tabir surya adalah efektif pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum
dalam menyerap sinar eritmogenik pada rentang terbagi dalam dua tipe. Tipe pertama adalah dengan
panjang gelombang 290-320 nm tanpa cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV
menimbulkan gangguan yang akan mengurangi melalui lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa
efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau biomembran. Tipe yang kedua adalah dengan
atau iritasi. Memberikan transmisi penuh pada menentukan karakteristik serapan tabir surya
rentang panjang gelombang 300-400 nm untuk menggunakan analisis secara spektrofotometri
memberikan efek terhadap tanning larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji
maksimum.Tidak mudah menguap dan resisten (Gordon, 1993; Fourneron et al., 1999; Pissavini et
terhadap air dan keringat. Memiliki sifat-sifat mudah al., 2003; Mansur et al., 1986).
larut yang sesuai untuk memberikan formulasi
kosmetik yang sesuai. Tidak berbau dan memiliki 5. Lotion
sifat-sifat fisik yang memuaskan, misalnya daya Lotion dapat berupa suatu suspensi, emulsi
lengketnya, dan lain-lain. Tidak menyebabkan atau larutan, dengan atau tanpa obat untuk
toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan penggunaan topikal. Lotion dimaksudkan untuk
sensitisas. Dapat mempertahankan daya proteksinya digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk
selama beberapa jam. Stabil dalam penggunaan. obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya
Tidak menimbulkan noda pakaian. memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat
Sebagai kosmetik, tabir surya sering pada permukaan kulit yang luas. Lotion
digunakan dalam penggunaan harian pada daerah dimaksudkan segera kering pada kulit setelah
permukaan tubuh yang luas. Selain itu, tabir surya pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari
juga dapat digunakan pada bagian kulit yang telah komponen obat pada permukaan kulit (Ansel,
rusak karena matahari. Tabir surya mungkin juga 1989).
digunakan pada semua kelompok umur dan kondisi
kesehatan yang bervariasi (Wilkinson & Moore, 6. Krim
1982). Krim didefinisikan sebagai “bentuk sediaan
Mekanisme kerja tabir surya antara lain: a. setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
Senyawa yang dapat menyerap atau menghalangi obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
cahaya UV. Fotoprotektor ini biasanya ditemukan yang sesuai. Isrilah krim ini digunakan untuk
pada sediaan topikal. b. Senyawa yang secara sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
kompetitif bersaing dengan senyawa yang dapat relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
dirusak oleh senyawa matahari. Cahaya UV dapat minyak atau minyak dalam air” (Departemen
memacu pembentukan sejumlah senyawa reaktif Kesehatan, 1995).
atau radikal bebas pada kulit. Senyawa dengan Sediaan krim terdiri atas 2 komponen utama,
kemampuan antioksidan atau penangkap radikal yaitu bahan aktif dan bahan dasar (basis) krim.
Bahan dasar krim terdiri dari fase minyak dan fase

Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 277


Uji SPF In Vitro …

air yang dicampur dengan adanya bahan pengemulsi 8. Pengamatan Sifat Fisik Lotion dan Krim
(emulgator) sehingga membentuk basis krim. Agar Pengamatan sifat fisik lotion dapat dilakukan
diperoleh suatu basis krim yang baik, maka antara lain dengan pemeriksaan identitas, viskositas,
penggunaan dan pemilihan bahan pengemulsi daya lekat, dan daya sebar.
sangat menentukan. Selain itu, dalam suatu krim a. Identitas : Salah satu kontrol kualitas untuk
untuk menunjang dan menghasilkan suatu spesifikasi produk jadi adalah kenampakan atau
karakteristik formula krim yang diinginkan, maka penampilan produk yang bersifat subyektif. Hal
sering ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti ini menunjukkan identitas produk. Warna, bau,
pengawet, pengkelat, pengental, pewarna, pelembab, dan konsistensi termasuk dalam pengamatan
pewangi, dan sebagainya (Lachman et al.,1994) identitas. Sifat-sifat ini berhubungan dengan
kenyamanan. Lotion yang baik memiliki warna
7. Emulsi yang menarik, bau yang menyenangkan, dan
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah konsistensi yang tidak terlalu kental maupun
satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, encer (Lund, 1994).
dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan b. Viskositas , Viskositas adalah besaran yang
dengan penambahan bahan pengemulsi yang menyatakan tahanan dari cairan untuk mengalir.
mencegah koalesensi yaitu penyatuan tetesan- Semakin besar viskositas maka cairan sukar
tetesan kecil menjadi satu fase tunggal yang mengalir. Hal ini mempengaruhi kemudahan
memisah (Departemen Kesehatan,1995). lotion untuk dituang. Viskositas juga
Dua macam tipe emulsi yaitu (Ansel, 1989) : berpengaruh pada kecepatan pemisahan dari
a. Emulsi o/w yaitu emulsi yang mempunyai fase lotion menjadi fase minyak dan fase air. Sesuai
dalam minyak dan fase luar air. Karena fase luar dari dengan hukum stokes, kecepatan pemisahan
suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak berbanding terbalik dengan viskositas.
dalam air bisa diencerkan atau ditambah dengan air Kecepatan pemisahan akan berkurang dengan
atau suatu preparat dalam air. meningkatnya viskositas sehingga lotion menjadi
b. Emulsi w/o yaitu emulsi yang mempunyai fase lebih stabil. Perubahan temperatur dapat
dalam air dan fase luar minyak. mempengaruhi viskositas, dimana viskositas
Umumnya untuk membuat emulsi suatu cairan akan menurun jika temperatur
diperlukan tiga fase yaitu, fase minyak, fase air, dan dinaikkan (Sinko, 2006).
fase ketiga atau zat pengemulsi (emulsifying agent) Viskositas dapat juga sebagai perbandingan
(Ansel, 1989). antara shear stress terhadap shear rate, dinyatakan
Secara umum dapat diterima bahwa istilah dalam persamaan (Sinko, 2006)
emulsi harus dibatasi pada sistem cairan dalam ............................... (1)
cairan. Secara normal emulsi dibentuk oleh
pencampuran dua cairan yang tidak saling campur. dimana : = viskositas, = shear stress, = shear
Tipe yang paling umum dari emulsi farmasi dan rate
kosmetik terdiri dari air sebagai salah satu fase dan Satuan internasional (SI) untuk viskositas
minyak atau lemak sebagai satu fase lainnya. Jika adalah pascal-second (Pa.s) tapi dapat juga diberi
tetesan-tetesan didispersikan dalam suatu air sebagai satuan poise (P). 1 Pa-s = 10 P.
fase dispers, emulsi disebut minyak dalam air (m/a), c. Rheologi, Rheologi adalah istilah yang
jika minyak merupakan fase dispers, emulsi tersebut digunakan untuk menggambarkan aliran cairan
merupakan tipe air dalam minyak (a/m) (Lachman dan deformasi dari padatan. Rheologi
et al., 1994). mempelajari hubungan antara tekanan gesek
Sampai sekarang emulsi masih terus (shearing stress) dengan kecepatan geser
digunakan dalam berbagai penggunaan farmasi dan (shearing rate) pada cairan, atau hubungan
kosmetik. Pada dasarnya penggunaan kosmetik dan antara strain dan stress pada benda padat.
farmasi pada topikal adalah serupa. Tidak diragukan Rheologi sangat penting dalam farmasi karena
lagi bahwa penerimaan oleh pasien merupakan penerapannya dalam formulasi dan analisis dari
alasan yang paling penting mengapa emulsi menjadi produk-produk farmasi seperti: emulsi, pasta,
bentuk sediaan oral dan topikal yang sering ditemui suppositoria, dan penyalutan tablet yang
dalam perdagangan. Emulsi mempunyai derajat menyangkut stabilitas, keseragaman dosis, dan
elegansi tertentu dan mudah dicuci bila diinginkan. keajekan hasil produksi. Misalnya, pabrik
Ditambah lagi, pembuat formulasi dapat pembuat krim kosmetik, pasta, dan lotion harus
mengontrol penampilan, viskositas, dan derajat mampu mneghasilkan suatu produk yang
kekasaran dari emulsi kosmetik maupun emulsi mempunyai konsistensi dan kelembutan yang
dermatologis (Lachman et al., 1994). dapat diterima oleh konsumen (Martin, dkk.,
1993). Penggolongan sistem cair menurut tipe
aliran dan deformasinya ada dua yaitu: Sistem
Newton dan Sistem non-Newton. Pada cairan
Newton, hubungan antara shearing rate dan

278 Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015


Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain

shearing stress adalah linear, dengan suatu hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada
tetapan yang dikenal dengan viskositas atau panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar
koefisien viskositas. Tipe alir ini umumnya tampak berada pada panjang gelombang 400-800
dimiliki oleh zat cair tunggal serta larutan nm. Ketika suatu atom atau molekul menyerap
dengan struktur molekul sederhana dengan cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan
volume molekul kecil. Sedangkan pada cairan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat
non-Newton, shearing rate dan shearing stress energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung
tidak memiliki hubungan linear, viskositasnya pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar
berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan
yang diberikan. Tipe aliran non-Newton terjadi elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi.
pada dispersi heterogen antara cairan dengan Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi
padatan seperti pada koloid, emulsi, dan cahaya disebut dengan kromofor (Dachriyanus,
suspensi (Martin, dkk., 1993). 2004). Kromofor merupakan semua gugus atau
d. Daya sebar, Lotion digunakan secara topikal atom dalam senyawa organik yang mampu
dengan cara dioleskan pada kulit sehingga salah menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak
satu syarat yang harus dipenuhi adalah mudah (Rohman, 2007).
dioleskan, tidak membutuhkan tekanan yang Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan
besar untuk meratakannya pada daerah aplikasi. diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi
Kemampuan daya sebar berkaitan dengan pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing
seberapa luas permukaan kulit yang kontak larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka
dengan sediaan topikal ketika diaplikasikan. suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan
Semakin besar daya sebar, luas permukaan kulit persamaan A= ε. b. C. Grafik ini disebut dengan
yang kontak dengan lotion akan semakin luas plot hukum Lambert-Beer dan jika garis yang
dan zat aktif akan terdistribusi dengan baik. dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat
Kemampuan daya sebar lotion yang dapat dikatakan bahwa hukum lambert beer dipenuhi
dilihat dari luas sebaran yang dihasilkan pada uji pada kisaran konsentrasi yang diamati (Rohman,
daya sebar. Sejumlah tertentu lotion diletakan di 2007).
pusat antara dua lempeng gelas kaca, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu METODE
dibebani oleh anak timbangan. Luas penyebaran Bahan: Lotion (Sunblock lotion SPF 15
yang dihasilkan dengan naiknya beban (Produk A, Surabaya), Sunscreen lotion SPF 18
menggambarkan suatu karakteristik untuk daya (Produk E, Sidoarjo), Krim:(Sun care SPF 17
sebar (Voigt, 1994). (Produk B, Jakarta), UV care SPF 15 (Produk C,
e. Daya lekat, Uji daya lekat lotion Sidoarjo), UV protection cream SPF 15 (Produk D,
menggambarkan kemampuan lotion melekat Bekasi), Pelarut:Etanol p.a (Merck), -Kloroform p.a
pada kulit atau mukosa saat digunakan. Lotion (Merck).
yang baik mampu melekat di kulit dengan waktu Alat: Alat-alat gelas (Pyrex®), Timbangan
kontak yang cukup sehingga tujuan elektrik (Adventurer-Pro, Ohaus), Spektrofotometer
penggunaanya tercapai. Hal ini terkait dengan UV/Vis (Genesys 10 Thermo Scientific).
efektifitas kerja lotion dan kenyamanan
penggunaan. Daya lekat ini dapat digambarkan Jalannya Penelitian
dengan waktu lekat lotion diantara dua buah Persiapan sampel, sampel ditimbang seberat
objek gelas yang ditindih dengan beban tertentu 0,5 gram dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL,
(Voigt, 1994). dilarutkan dengan campuran etanol : kloroform 1:1,
disaring melalui saringan katun. Larutan induk
9. Spektrofotometri ultraviolet-visibel diambil 1,0 mL dimasukkan di labu takar 50 mL dan
Spektrofotometeri UV-Vis adalah dilarutkan dengan campuran etanol dan kloroform
pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar 1:1 sampai mencapai volume yang dikehendaki, lalu
ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh diukur serapannya dengan spektrofotometer.
sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak Sebagai blanko digunakan larutan campuran etanol
memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan dan kloroform 1:1 tanpa sediaan.
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang Pengukuran nilai SPF, Sampel diukur
lebih tinggi. Spektrofotometri UV-Vis biasanya serapannya dengan spectrophotometer UV- Vis tiap
digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau 5 nm pada rentang panjang gelombang dari 290 nm
kompleks di dalam larutan. Spektrum ini sangat sampai panjang gelombang 320 nm dan dilakukan
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. tiga kali penentuan tiap poinnya, diikuti dengan
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa aplikasi persamaan Mansur (Mansur et. al, 1986).
ditentukan dengan mengukur absorbansi pada Uji daya sebar, Sebanyak 0,5 gram sampel
panjang gelombang tertentu dengan menggunakan diletakkan di antara 2 lempeng gelas. Lempeng gelas

Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 279


Uji SPF In Vitro …

pada bagian atas sebelumnya ditimbang terlebih pada panjang gelombang λ. Nilai EE (λ)×I (λ)
dahulu kemudian diletakkan di atas sampel. Setelah konstan. Nilai absorbansi yang didapatkan Abs (λ)
1 menit diameter sampel yang menyebar diukur dikalikan dengan masing-masing nilai EE (λ)×I (λ)
pada berbagai sisi kemudian dirata-rata. seperti yang diberikan Sayre et al. (1979). Kemudian
Penambahan beban sebesar 50 gram dilakukan dihitung hasil penjumlahannya dan dikalikan dengan
setiap 1 menit dilakukan setelah pengukuran faktor koreksi (10).
diameter penyebaran sampel hingga beban total SPF adalah pengukuran kuantitatif dari
mencapai 250 gram. keefektifan formulasi tabir surya. Untuk bisa efektif
Uji daya lekat, Sebanyak kurang lebih 100 dalam mencegah sunburn dan kerusakan kulit
mg sampel ditimbang dan diletakkan di antara 2 lainya, produk tabir surya seharusnya mempunyai
buah gelas objek yang telah ditandai luasnya 4 x 2,5 kisaran absorbansi yang lebar antara 290 sampai 400
cm. Gelas objek kemudian ditindih dengan beban nm. Evaluasi efisiensi formula tabir surya sudah
seberat 1 Kg selama 5 menit. Gelas objek sejak lama diukur melalui uji in vivo yang mana
dipasangkan pada alat uji dan diberikan beban dilakukan dengan sukarelawan manusia.
sebesar 80 gram. Dicatat waktu yang dibutuhkan Lima produk tabir surya komersial yang ada
hingga kedua gelas objek terpisah. di pasaran di evaluasi nilai SPFnya dengan
spektrofotometri UV menerapkan persamaan
HASIL DAN PEMBAHASAN matematika Mansur (Mansur et al.,1986). Tabir
Produk tabir surya diperoleh di pasar di surya yang didapatkan mempunyai nilai SPF
Semarang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berkisar 15 sampai 18. Dari tabel dapat diamati nilai
kesesuaian nilai SPF hasil uji in vitro dengan SPF SPF yang ditemukan pada sampel Produk B,
label pada berbagai merek. Semua sampel ditimbang Produk C, dan Produk E mendekati nilai SPF label.
seberat 0,5 gram lalu ditempatkan ke dalam labu Dua sampel lainnya menunjukan nilai SPF diatas
takar berukuran 50 mL sehingga konsentrasinya jumlah yang tertera di label.
sesuai dengan penelitian Elizangela dkk (2004)φ. , Bahan aktif tabir surya yang ada pada kelima
dilarutkan dengan campuran etanol dan kloroform sampel tersebut memiliki gugus kromofor yaitu
1:1 hingga mencapai volume, penggunaan campuran ikatan rangkap terkonjugasi yang bertanggung jawab
kloroform dan etanol diharapkan dapat melarutkan dalam penyerapan sinar sehingga mampu
zat aktif tabir surya yang kepolarannya berbeda mengabsorbsi sinar UV khususnya UV B dan
beda. Sebanyak 1 mL larutan ditempatkan di labu mencegah timbulnya efek merugikan pada kulit.
takar berukuran 50 mL dan dilarutkan dengan Uji normalitas diketahui nilai signifikan SPF
campuran etanol dan kloroform 1:1 sampai rata-rata percobaan sebesar 0,733 dan SPF label
mencapai volume. sebesar 0,042. Karena nilai signifikansi SPF label <
0,05 (α=5%) yang berati bahwa data SPF label tidak
Pengukuran Nilai SPF berdistribusi normal.
Hasil menunjukkan bahwa nilai SPF yang Tetapi karena asumsi normal tidak
didapatkan secara in vitro ada yang tidak sesuai terpenuhi, maka untuk mengetahui ada tidaknya
dengan yang tercantum pada label. Hasil dapat perbedaan antara SPF rata-rata percobaan dengan
dilihat pada tabel I. SPF Label digunakan pengujian nonparametrik yaitu
Sampel diukur serapannya dengan dengan menggunakan metode Mann-Whitney U.
spectrophotometer UV-Vis tiap 5 nm pada rentang Diperoleh nilai signifikansi 0,421 > 0,05
panjang gelombang dari 290 nm sampai 320 nm dan (α=5%) yang berarti tidak terdapat perbedaan antara
dilakukan tiga kali penentuan tiap poinnya, diikuti SPF rata-rata percobaan dengan SPF label.
dengan aplikasi persamaan Mansur: Dimana, CF
adalah faktor koreksi bernilai 10, EE (λ) adalah efek Daya Lekat
eritmogenik radiasi pada panjang gelombang λ dan Suatu sediaan tabir surya diharapkan dapat
Abs (λ) adalah nilai absorbansi spektrofotometrik melekat pada kulit dalam waktu yang lama, sehingga
dapat melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet
Tabel I. Data Evaluasi SPF In Vitro dalam waktu relatif lebih lama. Tabel II
menunjukkan hasil pengukuran daya lekat lima
Produk SPF label SPF in vitro sampel tabir surya.
A 15 15,82 Dari tabel II dapat diketahui urutan sediaan
lotion dari yang memiliki daya lekat paling lama
B 17 17,16
yaitu produk A kemudian diikuti oleh produk E.
C 15 15,27 Urutan sediaan krim dari yang memiliki daya lekat
D 15 16,73 paling lama yaitu produk B kemudian diikuti oleh
produk C dan terakhir adalah produk D.
E 18 17,56 Daya lekat sangat dipengaruhi oleh
konsistensi dari sampel krim atau lotion tabir surya.

280 Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015


Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain

Tabel II. Data Uji Daya Lekat Sediaan Lotion dan Krim Tabir Surya

Daya Lekat (detik)

No Lotion Krim

Produk A Produk E Produk B Produk C Produk D

1 0,57 0,47 0,88 0,78 0,53


2 0,50 0,34 0,78 0,68 0,46

3 0,44 0,41 0,67 0,56 0,44

X 0,50 0,41 0,78 0,67 0,48

SD 0,07 0,07 0,11 0,11 0,05]

Tabel III. Data Uji Daya Sebar Sediaan Lotion dan Krim Tabir Surya

Sediaan Lotion Krim

Produk A E C D B

Daya Sebar 6 8,9 6,77 5,8 6,97

Parameter yang diperhatikan dalam uji daya lekat ini berhubungan dengan viskositas sampel tabir surya.
adalah waktu lekat. Waktu lekat adalah waktu yang Sampel dengan viskositas kecil akan mempunyai
diperlukan untuk memisahkan dua gelas obyek yang daya sebar yang besar. Hasil uji daya sebar lima
telah dilekatkan dengan sampel krim atau lotion sampel tabir surya terdapat pada tabel III. Dari
tabir surya menggunakan seperangkat alat uji daya tabel, urutan sediaan lotion dari yang memiliki daya
lekat. Sejumlah sampel yang dilekatkan memiliki sebar paling besar yaitu produk E kemudian diikuti
bobot yang sama, dengan tujuan untuk mencegah oleh produk A. Urutan sediaan krim dari yang
terjadinya variasi hasil. Konsistensi sampel semakin memiliki daya sebar paling besar yaitu produk B
kental maka waktu yang diperlukan untuk kemudian diikuti oleh produk C dan terakhir adalah
memisahkan kedua gelas obyek akan semakin lama. produk D. Percobaan dilakukan pada suhu kamar
Sebaliknya, semakin encer konsistensi sampel maka dengan suhu antara 25 ºC- 30 ºC. Jika terjadi
waktu yang diperlukan untuk memisah akan perubahan suhu kamar maka akan terjadi perubahan
semakin cepat (Susanti, 2012). viskositas lotion pada saat pengukuran daya sebar.
Hasil uji normalitas diketahui nilai signifikan Perbedaan viskositas antar sampel dapat
seluruh produk > 0,05 (α=5%) maka asumsi menghasilkan daya penyebaran yang berbeda pula.
normalitas terpenuhi. Dari uji homogenitas Makin tinggi viskositas maka makin turun daya
diperoleh sig =0,747 > 0,05 (α=5%) maka asumsi penyebarannya begitu pula sebaliknya (Trilestari,
homogenitas variansi terpenuhi. Karena asumsi 2002).
normalitas dan homogenitas terpenuhi maka dapat Uji normalitas diketahui nilai signifikan
digunakan uji ANOVA. Tabel uji ANOVA seluruh produk > 0,05 (α=5%) maka asumsi
diperoleh nilai signifikansi 0,001 < 0,05 (α=5%) normalitas terpenuhi. Dari uji homogenitas
yang berarti terdapat perbedaan daya lekat pada diperoleh sig =0,244 > 0,05 (α=5%) maka asumsi
masing masing produk. homogenitas variansi terpenuhi. Karena asumsi
normalitas dan homogenitas terpenuhi maka dapat
Daya Sebar digunakan uji ANOVA.
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui Hasil uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi
kemampuan sampel yang berupa sediaan krim atau 0,000 < 0,05 (α=5%) yang berarti terdapat
lotion menyebar pada permukaan kulit ketika perbedaan daya sebar pada masing masing produk.
diaplikasikan. Sediaan sampel dengan daya sebar
terlalu kecil maka dalam penggunaannya diperlukan KESIMPULAN
tekanan yang besar untuk mengoleskan sampel Daya lekat sediaan lotion yang paling lama
tersebut pada tempat terapi, apabila daya sebar adalah produk A, diikuti oleh produk E. Sedangkan
sampel besar maka akan mudah dioleskan pada sediaan krim yang memiliki daya lekat paling lama
tempat terapi tanpa perlu penekanan yang besar adalah produk B, diikuti oleh produk C dan terakhir
selain itu penyebaran bahan aktif pada kulit lebih produk D. Daya sebar lotion yang paling besar
merata sehingga efek yang ditimbulkan bahan aktif adalah produk E, diikuti oleh produk A. Sedangkan
menjadi lebih optimal. Daya sebar sangat sediaan krim yang paling besar adalah produk B,

Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 281


Uji SPF In Vitro …

diikuti oleh produk C dan terakhir produk D. por espectrofotometria, An. Bras. Dermatol,
Kelima produk kosmetik yang diuji, produk B, C, 61, 121-24.
dan E mencantumkan nilai SPF yang sama dengan Martin, A.N., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1993,
hasil analisis, sedangkan produk A dan D memiliki Farmasi Fisik, Edisi III, Penerbit
harga SPF yang tidak sesuai dengan label. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
McKinlay A. & Diffey, B., 1987, A Refference
DAFTAR PUSTAKA Spectrum for Ultraviolet Induced
Anonim, 1992, Pemenkes RI No. 965/MenKes/ Erythema In Human Skin, CIE, 6: 17-22.
SK/XI/1992 tentang Cara Pembuatan Oroh, E. & Harun, E.S., 2001, Tabir Surya
Kosmetika yang Baik, Departemen (Sunscreen). Berkala Ilmu Penyakit dan
Kesehatan RI, Jakarta. Kelamin 13, 36-44.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Pissavini, M., Ferrero L., Alaro V., Heinrich U.,
Departemen Kesehatan Republik Tronnier H., 2003, Determination of the
Indonesia, Jakarta. in vitro SPF, Cosmet. Toiletries, Oak Park, v.
Anonim, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan 118, p. 63-72.
Republik Indonesia No. 1176/MenKes/ Rohman, A., (2007), Kimia Farmasi Analisis,
Per/VIII/2010 tentang Notifikasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal: 75,
Kosmetika, Departemen Kesehatan RI, 234,244.
Jakarta. Sayre, R.M., Agin, P.P., Levee, G.J., Marlowe, E.,
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 1979, Comparison of in vivo and in vitro
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, testing of sunscreening formulas,
Cetakan I, 376, 519, UI Press, Jakarta. Photochem. Photobiol, 29, 559-566.
Black. H.S., 1990, Antioxidants and Caretenoids as Sinko, P.J., 2006, Martin’s Physical Pharmacy and
Potential Photo-protectans dalam Pharmaceutical Sciences, Edisi V, 561, 563,
Nicholas, J.L., dan Nadim, A.S. (eds.,), 572, Lippincott Williams & Wilkins,
Sunscreen Development Evaluation and Philadelphia.
Regulatory Prospects, Volume 10, Marcel Soeratri, W., Hadinoto, I., & Anastasia, T., 1993,
Dekker Inc., New York. Penentuan Nilai SPF In-Vitro Sediaan
COLIPA, 2006, COLIPA guidelines: International Sun Krim Tabir Matahari Etilheksil-p-
Protection Factor Test Method. metoksisinamat dan Oksibenson, Majalah
Dachriyanus, 2004, Analisis Senyawa Organik secara Farmasi Airlangga, 17-25.
Spektrofotometri, cetakan pertama, Padang : Susanti, M., 2012, Stabilitas Fisik Lotion O/W
CV Trianda Anugrah Pratama. Ekstrak Buah Mahkota Dewa Pada
Djuanda, Adhi, 1999, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Formulasi Optimal dan Uji Iritasi Primer
Fakultas Kedokteran Universitas Dengan Kelinci Sebagai Tabir Surya,
Indonesia, Jakarta. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Elizângela, A.D., Goncalves, D.A., Maria, E.R., Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rocha, M.I., 2004, Determi-nation of sun Taufikurrohmah, T., 2005, Sintesis P-
protection factor (SPF) of sunscreens by Metoksisinamil dari Etil P-Metoksisinamat
ultraviolet Spectrophotometry, Brazilian J Hasil Isolasi Rimpang Kencur
Pharma. Sciences, 40, 381-86. (Kaempferia galanga L.) sebagai Kandidat
Fourneron, J. D., Faraud, F., Fauneron, A., 1999, Tabir Surya, Indonesian Journal of Chemistry 5
Sur la measure in vitro de la protection (3), 193.
solaire de cremes cosmetiques, C. R. Acad. Trenggono, R.I.S., Latifah, F., Djajadisastra, J., (ed),
Sci. Il, Paris, v.2, p 421-427. 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Gordon, V. C., 1993, Evaluation du facteur de Kosmetik, 6-7, 11-13, PT. Gramedia
protetion solaire. Parfum. Cosmet. Arom., Pustaka Utama, Jakarta.
Paris, n 112, p. 62-65. Trilestari, 2002, Hand and Body Lotion : Pengaruh
Lachman, L., Lieberman, H.A., Karrig, J.L., 1994, Penambahan Nipagin, Nipasol, dan
Teori dan Praktek Farmasi Industri, Campuran Keduanya Terhadap Stabilitas
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Jilid 2, Fisika dan Efektifitasnya sebagai Anti
Edisi III, 1081, Penerbit Universitas Jamur, Skripsi, Fakultas Farmasi
Indonesia Press, Jakarta. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex: Principles Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,
and Practice of Pharmaceutics, 12th ed., diterjemahkan oleh Soendani Noerono
Pharmaceutical Press, London. Soewandhi, Edisi 5, Gadjah Mada
Mansur, J.S., Breeder, M.N., Azulay, R.D., 1986, University Press, Yogyakarta.
Determinação do fator de proteção solar

282 Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015


Wiweka Adi Pratama dan A Karim Zulkarnain

Wasitaatmadja. S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Chemical Publishing Company, 3, 231-
Medik, Universitas Indonesia Press, 232, 240-241, 248.
Jakarta. Wood, C. & Murphy, E., 2000, Sunscreen Efficacy.
Wilkinson, J.B. & Moore, R.J., 1982, Harry’s Glob. Cosmet. Ind., Duluth, v.167: 38-44.
Cosmeticology (7th edition), New York:

Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 283

Anda mungkin juga menyukai