Dibuat oleh :
Segala puji ya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Korupsi Kolusi Nepotisme ”
Dalam menyusun makalah ini kami tidak terlepas mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya Kepada Yang Terhormat :
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIkes Hutama
Abdi Husada Tulungagung. Kami sadar bahwa, makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan.Untuk itu, kepada dosen pembimbing
saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun
COVER ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi
di Indonesia disinyalir terjadi disemua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi
setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadibukan hanya
pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus
ketingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi
praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai
kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk
komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
2. Kolusi
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan atau
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu
sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Seringkali kolusi ini
dimaksudkan untuk menjatuhkan atau setidaknya merugikan lawan pihak-
pihak yang berkolusi.
Dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi dalam satu bidang
industri di saat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk
kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu jenis
pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama
dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin
agar segala urusannya menjadi lancar.
3. Nepotisme
Nepotisme (berasal dari kata Latin nepos, yang berarti keponakan
atau cucu) berarti lebih memilih (mengedepankan) saudara atau teman akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini
biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Nepotisme biasanya
dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal
sampai nasional, pemimpin perusahaan negara, pemimpin militer maupun
sipil, serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau
kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya.
Walaupun praktek nepotisme ini sudah berlangsung sejak lama,
istilah nepotisme mulai di gunakan secara luas di Indonesia sejak tahun
1998. Fakta yang terjadi sampai sekarang, praktek nepotisme masih kerap
dilakukan di Indonesia, bahkan sudah menjadi rahasia umum dalam proses
perekrutan pengawal baru, baik di instansi-instansi pemerintah dan
perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta. Masyarakat masih
menganggap bahwa tindakan nepotisme tidak melanggar hukum seperti
halnya korupsi. Padahal, pengesahan Undang-Undang No 28 tahun 1999,
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu sudah merupakan dasar
hukum sah yang melarang praktek nepotisme, bersama dengan korupsi dan
kolusi.
2. Terjadi pembagian dana yang tidak semestinya. Misal dana yang harusnya
diberikan semuanya pada penerima sebagian besar malah diterima pihak
lain. Mekanismenya yaitu dana mengalir dari sumber pada pihak satu. Pihak
satu mengkorupsi sebagian dana dan memberikan sisanya pada pihak dua.
Pihak dua mengkorupsi sebagian dana dan memberikan sisanya pada pihak
tiga. Dan terus begitu hingga akhirnya penerima menerima dana dalam
jumlah yang tidak sesuai dengan seharusnya. Dalam peristiwa ini, terjadi
penggembungan dana milik pihak-pihak yang berkedudukan di atas.
Semakin atas kedudukannya, semakin gembung dompetnya. Apabila hal
semacam ini terjadi, maka akan terjadi kekurangan dana pada penerima.
3. Terjadi kemacetan dalam proses tertentu sebab tidak ada uang pelicin. Misal
pada proses pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi). Mereka yang
menggunakan uang pelicin dapat menyelesaikan tahap-tahap pembuatan
SIM denga mudah dan cepat. Bahkan dapat pula mereka mengikuti tahap-
tahap hanya sebagai formalitas. Sedang hasilnya sudah pasti mereka lulus.
Sebaliknya bagi yang mengikuti tahap-tahap ujian dengan bersih, jujur, dan
tanpa uang pelicin. Seleksi mereka akan terjadi secara ketat. Bahkan
terkadang sengaja dibuat lebih sulit, berbelit-belit, panjang, dan lama. Dan
nampaknya petugas pun merasa enggan untuk melayani.
4. Pegawai pemerintah
a. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
b. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat itu
pada masyarakat.
c. Mengadakan maupun mensponsori kegiatan-kegiatan yang mendukung
anti-KKN seperti penyuluhan, workshop, dan sebagainya di tingkat
masing-masing (desa, kecamatan, kabupaten, dan lain-lain).
3.1 KESIMPULAN
Sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip transparan dan
bebas konflik kepentingan. Transparansi membuka akses publik terhadap
sistem yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga
masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari strategi
pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi informasi di
sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya. Strategi
pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu,
sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang.
Sehingga semua strategi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan
objektif.
3.2 SARAN
1. Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-
undang yang ada pun dapat dipergunakan sebaik-baiknya agar korupsi tidak
lagi menjadi budaya di negara ini.
2. Perlu kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan proyek
penghapusan KKN di Indonesia. Karenanya, perlu dilakukan upaya untuk
menarik minat masyarakat agar mau berpartisipasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://desti48.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/29
http://6serigalamalam9.blogspot.com/2013/04
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolusi
http://id.wikipedia.org/wiki/Nepotisme