Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KORUPSI KOLUSI NEPOTISME

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila


Dosen pembimbing : Fayakun S.H., M.Hum.

Dibuat oleh :

Nama : Retno Diah Ayu Wulandari


NIM : A2R20076

PROGRAM STUDI : SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT IB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
2020- 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji ya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Korupsi Kolusi Nepotisme ”

Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk


menyelesaikan tugas mata kuliah. Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis.

Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun


dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan.

Dalam menyusun makalah ini kami tidak terlepas mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya Kepada Yang Terhormat :

Bapak Fayakun S.H., M.Hum. sebagai dosen pengajar sekaligus


sebagai dosen pembimbing mata kuliah pada judul Korupsi Kolusi Nepotisme.

Teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIkes Hutama
Abdi Husada Tulungagung. Kami sadar bahwa, makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan.Untuk itu, kepada dosen pembimbing
saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Tulungagung, 27 Juni 2021

Penyusun

Retno Diah Ayu Wulandari


DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ....................................................................


2.2 Dampak dan Implementasi KKN di Indonesia ..........................................................
2.3 Strategi pemberantasan KKN ....................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
3.2 Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama
tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi
di Indonesia disinyalir terjadi disemua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi
setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadibukan hanya
pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus
ketingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi
praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai
kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu
Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk
komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ?
2. Bagaimanakah dampak KKN di Indonesia (terutama dalam hal jabatan) ?
3. Bagaimanakah strategi-strategi pemberantasan KKN ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menambah wawasan akan pengertian Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Untuk mengetahui dampak KKN di Indonesia (terutama dalam hal jabatan).
3. Mempelajari upaya-upaya pemberantasan KKN.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


1. Korupsi
Korupsi diambil dari bahasa latin yaitu corruption dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak,menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok. Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus, politis maupun pegawai negri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang ada
didekatnya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan
korupsi di dalamnya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan orang untuk
memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan dan sebagainya.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk
sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walaupun korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang,
dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan.
Dari sudut pandang hukum, korupsi memenuhi hal-hal berikut ini;
a. Perbuatan melawan hukum,
b. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Di Indonesia, telah terjadi banyak sekali kasus korupsi. Di bawah
ini adalah daftar beberapa di antara sekian kasus korupsi yang telah terjadi di
Indonesia yaitu :
a. Kasus dugaan korupsi Soeharto : dakwaan atas tindak korupsi ditujuh
yayasan,
b. Pertamina : dalam Technical Assistance Contract dengan PT. Ustaindo
Petro Gas,
c. Bapindo : pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh
Eddy Tansil,
d. Abdullah Puteh : korupsi APBD.
e. Nunun Nurbaeti : Kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi
Gubernur Senior BI.

2. Kolusi
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan atau
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu
sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Seringkali kolusi ini
dimaksudkan untuk menjatuhkan atau setidaknya merugikan lawan pihak-
pihak yang berkolusi.
Dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi dalam satu bidang
industri di saat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk
kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu jenis
pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama
dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin
agar segala urusannya menjadi lancar.
3. Nepotisme
Nepotisme (berasal dari kata Latin nepos, yang berarti keponakan
atau cucu) berarti lebih memilih (mengedepankan) saudara atau teman akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini
biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Nepotisme biasanya
dilakukan oleh para pejabat atau pemegang kekuasaan pemerintah lokal
sampai nasional, pemimpin perusahaan negara, pemimpin militer maupun
sipil, serta tokoh-tokoh politik. Mereka menempatkan para anggota atau
kaum keluarganya tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya.
Walaupun praktek nepotisme ini sudah berlangsung sejak lama,
istilah nepotisme mulai di gunakan secara luas di Indonesia sejak tahun
1998. Fakta yang terjadi sampai sekarang, praktek nepotisme masih kerap
dilakukan di Indonesia, bahkan sudah menjadi rahasia umum dalam proses
perekrutan pengawal baru, baik di instansi-instansi pemerintah dan
perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta. Masyarakat masih
menganggap bahwa tindakan nepotisme tidak melanggar hukum seperti
halnya korupsi. Padahal, pengesahan Undang-Undang No 28 tahun 1999,
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu sudah merupakan dasar
hukum sah yang melarang praktek nepotisme, bersama dengan korupsi dan
kolusi.

2.2 DAMPAK DAN IMPLEMENTASI KKN DI INDONESIA ( TERUTAMA


DALAM HAL JABATAN )

Dalam implementasinya, korupsi, kolusi, dan nepotisme


menimbulkan banyak sekali dampak negatif baik pada pelaku maupun orang
lain. Ada pula dampak positif bagi pelaku dan beberapa orang bersangkutan
jika ditinjau secara duniawi. Namun dampak positif atau keuntungan itu didapat
hanya jika kejahatan mereka tidak diketahui atau berhasil lolos dari mata
hukum. Sedangkan jika ditinjau secara religius, setiap perbuatan buruk akan
mendapat balasan setimpal. Tidak ada lagi kata “tidak ketahuan” maupun “lolos
dari mata hukum”.
Dibawah ini merupakan beberapa di antara sekian banyak
implementasi dan dampak KKN :
1. Terjadi wrong person in the wrong place. Yaitu orang yang tidak seharusnya
dan tidak cocok untuk mengisi suatu jabatan atau kedudukan ditempatkan
pada kedudukan tersebut. Sedang orang yang memiliki kemampuan untuk
mengisi suatu kedudukan malah tidak bisa mengisi jabatan tersebut karena
tidak menyogok, tidak menggunakan uang pelicin, tidak memiliki koneks
(hubungan persaudaraan, persahabatan, atau lainnya) dengan orang yang
bersangkutan, tidak ahli membuat koneksi (bekerja sama atau membangun
hubungan kolusi) dengan orang yang bersangkutan, maupun alasan lainnya
yang biasanya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kedudukan
tersebut dan harusnya tidak diterapkan dalam profesionalitas.

2. Terjadi pembagian dana yang tidak semestinya. Misal dana yang harusnya
diberikan semuanya pada penerima sebagian besar malah diterima pihak
lain. Mekanismenya yaitu dana mengalir dari sumber pada pihak satu. Pihak
satu mengkorupsi sebagian dana dan memberikan sisanya pada pihak dua.
Pihak dua mengkorupsi sebagian dana dan memberikan sisanya pada pihak
tiga. Dan terus begitu hingga akhirnya penerima menerima dana dalam
jumlah yang tidak sesuai dengan seharusnya. Dalam peristiwa ini, terjadi
penggembungan dana milik pihak-pihak yang berkedudukan di atas.
Semakin atas kedudukannya, semakin gembung dompetnya. Apabila hal
semacam ini terjadi, maka akan terjadi kekurangan dana pada penerima.

3. Terjadi kemacetan dalam proses tertentu sebab tidak ada uang pelicin. Misal
pada proses pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi). Mereka yang
menggunakan uang pelicin dapat menyelesaikan tahap-tahap pembuatan
SIM denga mudah dan cepat. Bahkan dapat pula mereka mengikuti tahap-
tahap hanya sebagai formalitas. Sedang hasilnya sudah pasti mereka lulus.
Sebaliknya bagi yang mengikuti tahap-tahap ujian dengan bersih, jujur, dan
tanpa uang pelicin. Seleksi mereka akan terjadi secara ketat. Bahkan
terkadang sengaja dibuat lebih sulit, berbelit-belit, panjang, dan lama. Dan
nampaknya petugas pun merasa enggan untuk melayani.

4. Terjadi saling menjatuhkan antara pihak bersih-jujur dengan pihak tidak


jujur. Tapi seringkali yang terjadi adalah pihak tidak jujur menjatuhkan yang
bersih-jujur disebabkan oleh rasa khawatir dan kurang aman akan
keberadaan si bersih-jujur atau hanya sekedar kecemburuan. Misalkan si A
menjadi pegawai daerah tingkat II karena murni usaha dan kemampuannya.
Sedang si B dan si C menghalalkan berbagai cara. Karena merasa harus
mengeluarkan banyak dana untuk mendapat posisinya sedang si A tidak
perlu melakukan itu, si B dan C merasa cemburu. Mereka melakukan kolusi
untuk menjebak si A dalam suatu insiden agar minimal nama baiknya
tercoreng.

5. Mengutamakan memilih saudara, relatif, sahabat, atau lainnya untuk mengisi


suatu jabatan. Misal A adalah seseorang yang diberi amanat menyeleksi
pegawai baru suatu koperasi. Dan di antara para pelamar pekerjaan adalah B,
saudara si A, dan si C, bukan siapa-siapa si A. Setelah melalui beberapa
tahap, ternyata si C lebih cocok mengisi jabatan kosong tersebut. Namun
karena mempertimbangkan si B sebagai saudaranya, si A lebih memilih si B
untuk mengisi jabatan.
Tindak korupsi sangatlah merugikan berbagai pihak, korupsi juga semakin
menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila
sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah sedemikian menganga, maka
korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara
tidak sehat (tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi sebagaimana mestinya).
Koruptor makin kaya, yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena
uang gampang diperoleh, sikap konsumtif jadi terangsang. Tidak ada
dorongan ke pola produktif, sehingga timbul inefisieansi dalam pemanfaatan
sumber daya ekonomi.

2.3 STARTEGI PEMBERANTASAN KKN


Cara paling efektif dan efisien untuk menghapus KKN adalah dengan
kesadaran masing-masing individu. Hanya saja sekiranya hal itu sulit
diwujudkan dengan kondisi moral, mental, dan kesadaran bangsa Indonesia
yang relatif buruk. Maka dari itu, untuk memberantas KKN perlu diupayakan
banyak hal dan perlu pula kerja sama dari setiap stake holder dengan perannya
masing-masing. Di bawah ini adalah stake holder dengan peranannya masing-
masing :
1. Pemerintah dan Perangkat Kenegaraan
a. Membuat dan menegakkan peraturan perundangan yang melarang
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b. Membuat maupun mendukung lembaga-lembaga pemberantasan
KKN.
c. Mengadakan maupun mensponsori event-event yang mendukung
pemberantasan KKN, misalnya penyuluhan, workshop, dan
sebagainya.
d. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
e. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat
itu baik pada sesama aparatur kenegaraan maupun pada orang lain.

2. Guru, Dosen, dan Keluarga, dan Lainnya


a. Mengajarkan pada generasi muda tentang seberapa negatif KKN.
b. Memberi pendidikan yang mengarah pada kesadaran diri agar sebisa
mungkin selalu jujur dan adil di setiap tindakan.
c. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
d. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat
itu baik pada sesama guru maupun pada lainnya.
3. Siswa dan Mahasiswa
a. Mempelajari KKN dan seluk-beluknya untuk mengetahui seberapa
negatif KKN itu.
b. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
c. Membiasakan diri jujur dalam setiap tindakan.
d. Mempersiapkan masa depan Indonesia bersih dari KKN dimulai dari
penerapan gerakan anti-KKN pada diri sendiri dan dilanjutkan dengan
mengalirkan semangat anti-KKN pada orang di sekitar terutama teman,
sesama generasi muda.

4. Pegawai pemerintah
a. Sebisa mungkin menjauhi praktik KKN sekalipun dalam porsi kecil.
b. Menumbuhkan jiwa anti-KKN dalam diri dan menularkan semangat itu
pada masyarakat.
c. Mengadakan maupun mensponsori kegiatan-kegiatan yang mendukung
anti-KKN seperti penyuluhan, workshop, dan sebagainya di tingkat
masing-masing (desa, kecamatan, kabupaten, dan lain-lain).

Cara-cara yang telah disebutkan di atas dapat benar-benar


menghapuskan KKN jika seluruh pihak dapat bekerja sama dengan baik dan
pihak-pihak tersebut sudah memiliki kesadaran akan kenegatifan KKN sejak
awal. Fakta menunjukkan bahwa budaya dan stigma akan KKN terlanjur
mengakar kuat. Sedang semangat anti-KKN sulit sekali bahkan hampir tidak
mungkin dimunculkan karena para generasi tua yang berpemikiran semi-
tradisional bahkan tradisional. Mereka ingin mempertahankan nilai- nilai yang
sudah ada dan sangat sulit bahkan tidak mau menerima hal baru. Sekalipun hal-
hal yang mereka pertahankan itu belum tentu benarnya seperti stigma akan
KKN.
Cara lain untuk memberantas KKN adalah melalui jalur hukum.
Yaitu dengan membuat dan mempertegas peraturan perundangan tentang
pelarangan KKN. Serta mempraktikkan pemberian sanksi pada mereka yang
melanggar sesuai peraturan tersebut seadil-adilnya. Hanya saja faktanya
petugas peradilan dan perangkatnya pun sudah terjerat KKN dan sulit untuk
melepaskan diri. Hanya ada beberapa di antara mereka yang masih jujur-bersih.
Banyak sekali kendala untuk mengubah generasi tua. Tidak sampai
25% kemungkinan keberhasilan memperbaharui generasi tua. Maka dari itu, ya
sudah biar saja generasi tua begitu. Setelah semua pilihan seakan tidak
mungkin, tinggal satu pilihan tersisa. Yaitu memperbaharui generasi muda agar
nantinya dapat membawa Indonesia yang baru yang bersih dari KKN.
Permbaharuan tersebut adalah melalui revolusi pendidikan. Yaitu perubahan
mekanisme pendidikan untuk menghasilkan siswa bermoral dan bermental baik
dengan jiwa anti-KKN. Untuk membuat hal tersebut terwujud, diperlukan pula
banyak tenaga pengajar yang profesional, dapat diandalkan, dan merupakan suri
tauladan yang baik. Ironinya, tidak semua guru memenuhi persyaratan tersebut.
Sebagian besar dari mereka hanya mengajarkan pada siswanya
mengenai ilmu pengetahuan tanpa mengajarkan moral dan mental yang
baik.Untuk meningkatkan produktifitas tenaga pengajar agar memenuhi syarat,
maka dapat diadakan workshop, pelatihan kerja, dan sebagainya. Dan untuk
melakukan itu diperlukan banyak dana, berhubung jumlah guru di Indonesia
tidaklah sedikit. Itu pun belum tentu menghasilkan tenaga pengajar sesuai
standar untuk pelaksanaan revolusi pendidikan.
Dari semua pilihan yang mungkin ditempuh, presentasi
keberhasilan paling besar adalah melakukan revolusi pendidikan. Itu pun
presentasenya tidak sampai 50%. Namun, sekalipun seakan hampir tidak
mungkin untuk menghapus KKN, bangsa Indonesia harus tetap optimis dalam
memberantas KKN. Sekalipun tidak dapat menggunakan cara efektif dan
efisien, setidaknya masih bisa merangkak sedikit demi sedikit menuju negara
bebas KKN. Yaitu dengan memulai dari diri sendiri. Caranya :
1. Perbaiki moral dan mental diri.
2. Tumbuhkan semangat anti-KKN dalam diri.
3. Praktikkan anti-KKN dalam setiap perbuatan.
4. Pengaruhi orang lain agar semangat anti-KKN tumbuh dalam
kepribadiannya.
5. Buat atau ikuti komunitas anti-KKN untuk mengumpulkan maupun
berkumpul dengan orang-orang yang memiliki ideologi serupa.
6. Bersama, adakan kegiatan seperti penyuluhan, workshop, pembelajaran, atau
lainnya sebagai upaya mengurangi KKN di Indonesia.
7. Teruslah aktif dalam mengurangi KKN.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip transparan dan
bebas konflik kepentingan. Transparansi membuka akses publik terhadap
sistem yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga
masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari strategi
pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi informasi di
sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya. Strategi
pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu,
sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang.
Sehingga semua strategi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan
objektif.

3.2 SARAN
1. Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-
undang yang ada pun dapat dipergunakan sebaik-baiknya agar korupsi tidak
lagi menjadi budaya di negara ini.
2. Perlu kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan proyek
penghapusan KKN di Indonesia. Karenanya, perlu dilakukan upaya untuk
menarik minat masyarakat agar mau berpartisipasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://desti48.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/29
http://6serigalamalam9.blogspot.com/2013/04
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolusi
http://id.wikipedia.org/wiki/Nepotisme

Anda mungkin juga menyukai