Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang ibu merupakan mimpi bagi semua wanita dan

merupakan anugerah dari sang pencipta. Kehamilan dimulai dari penyatuan

spermatozoa dan ovum dan dilajutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila

dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan

berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut

kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester

kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke

13 hingga ke 27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke

40) (Prawirohardjo, 2010).

Setelah 40 minggu bayi yang ibu kandung akan dilahirkan. Proses

melahirkan dapat dilakukan secara normal maupun melalui pembedahan.

Sectio Caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk membantu

persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah kesehatan

ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai pembedahan untuk

melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus, vagina

atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Sectio

Caesarea memang memungkinkan seorang wanita yang akan bersalin untuk

merekayasa hari persalinan sesuai keinginan lebih besar.


2

Menurut hasil survei global WHO yang dilakukan di 9 (Sembilan)

negara Asia pada tahun 2007 dan 2008, di Kamboja, China, Nepal, Filipina,

Srilangka, Thailand, dan Vietnam diketahui bahwa persentase persalinan

Sectio Caesarea sekitar 27,3%. Survei ini meneliti hampir 108.000 persalinan

di 122 rumah sakit. Sectio Caesarea dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas maternal, sehingga Sectio Caesarea seharusnya dilakukan hanya

karena adanya indikasi medis. Indikasi tersebut antara lain hipertensi dalam

kehamilan (HDK), ketuban pecah dini (KPD), kehamilan lewat waktu,

oligohidramnion, korioamnionitis, preeklamsi, kematian janin (IUFD),

pertumbuhan janin terhambat (IUGR), insufiensi plasenta, perdarahan

antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler (Ayuba et al, 2013).

Berdasarkan latar belakang masalah penyembuhan luka dipengaruhi

oleh jumlah hemoglobin, sehingga anemia akan mengakibatkan penghambat

penyembuhan luka post Sectio Caesarea. Maka penulis tertarik untuk

menyusun asuhan keperawatan pada Ny.F P3A0 hamil 37 minggu dengan

Post Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) di

RSUD Kabupaten Bekasi 2019.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Post

Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) dalam

penerapan langsung ke pasien Ny. F di RSUD Kabupaten Bekasi 2019


3

2. Tujuan khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan Post Sectio

Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) di RSUD

Kabupaten Bekasi 2019.

b. Dapat menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Post

Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) di

RSUD Kabupaten Bekasi 2019.

c. Dapat membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan

Post Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

(HDK) di RSUD Kabupaten Bekasi 2019.

d. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Post

Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) di

RSUD Kabupaten Bekasi 2019.

e. Dapat mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek pada pasien

dengan Post Sectio Caesarea atas indikasi Hipertensi Dalam

Kehamilan (HDK) di RSUD Kabupaten Bekasi 2019.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi rumah sakit

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam

upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya penerapan

asuhan keperawatan pada pasien Post Sectio Caesarea atas indikasi

Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK)


4

2. Bagi Institusi pendidikan

Dapat menjadi acuan sebagai literatur untuk kelengkapan perkuliahan

terutama pada mata kuliah keperawatan maternitas, karena mahasiswa/i ini

akan bergabung menjadi bagian dari petugas kesehatan dalam memberikan

tindakan keperawatan

3. Bagi klien dan keluarga

Dapat menambah pengetahuan mengenai hipertensi dalam kehamilan

dan perawatan luka Post Sectio Caesarea


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep PNC

1. Definisi

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta

dan selaput janin dari tubuh ibu. (Bagian Obstetri Ginekologi FKUPB, 2005).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu

maupun pada janin. (Bari, 2011).

Persalinan normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak

belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa alat serta

tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui

jalan lahir.

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :

Kala I : In partu (partu mulai) ditandai dengan keluar nya lendir bercampur darah,

serviks mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari pecahnya

pembuluh darah kapiler, kanalis servikalis.


6

Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :

a.    Fase laten :

·  Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan

pembukaan serviks secar bertahap.

·  Berlangsung hingga seviks membuka kurang dari 4 cm

·  Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

b.    Fase aktif :

· Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bartahap

(kontraksi dianggap akurat/ memadai jika terjadi 3 kali atau lebih

dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)

· Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10

cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau

primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).

Kala II : (Pengeluaran janin) His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3

menit sekali, kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga

terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek

menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa

seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin

mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his

mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh badan janin.

Kala II pada primi 1,5-2 jam, pada multi 0.5 jam.

Kala III : (Pengeluaran plasenta) Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi

dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim
7

istirahat sebentar, uterus teraba keras, plasenta menjadi tebal 2x

sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his, dalam waktu 5-10 menit,

seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara

spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri,

seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran

plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc. Tanda-

tanda lepasnya plasenta: perubahan ukuran dan bentuk uterus, tali pusat

memanjang, semburan darah tiba-tiba.

Kala III terdiri dari 2 fase:

a) Fase pelepasan uri

Cara lepasnya uri ada beberapa cara :

      Schultze  :lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini paling sering

terjadi. Yang lepas duluan adalah bagian tengah lalu terjadi retroplasental

hematoma yang menolak uri mula-mula pada bagian tengah kemudian

seluruhnya. Menurut cara ini perdarahan ini biasanya tidak ada sebelum uri

lahir.

      Duncan: lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi pinggir uri lahir duluan.

Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Atau serempak dari

tengah dan pinggir plasenta.

b)        Fase pengeluaran uri

      Kustner: dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada/di atas

simfisis. Tali pusat diteganggangkan maka bila tali pusat masuk artinya

belum lepas, bila diam atau maju artinya sudah lepas.


8

      Klein: sewaktu ada his, rahim kita dorong, bila tali pusat kembali

artinya belum lepas. Diam atau turun artinya lepas.

    Strassman: tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat

bergetar artinya belum lepas. Tak bergetar artinya sudah lepas.

Kala IV : Kala empat persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir

selama  2 jam. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena

perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi

yang dilakukan, antara lain :

 Tingkat kesadaran ibu

 Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi, pernafasan

 Kontraksi uterus

 Terjadinya perdarahan

Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400

– 500 cc. Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir,

mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum.

2. Penyebab

Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti

atau jelas. Terdapat beberapa teori antara lain :

a. Penurunan kadar progesteron : Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot

rahim, sebaliknya estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan


9

terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah,

tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.

b. Teori oxytocin : Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah oleh karena itu

timbul kontraksi otot-otot rahim.

c. Keregangan otot-otot : Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila

dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk

mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya

kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.

d. Pengaruh janin : Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga

memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama

dari biasa.

e. Teori Prostaglandin : Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka

menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan

menunjukkan bahwa prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena,

intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur

kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi

baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum

melahirkan atau selama persalinan.

f. Teori Iritasi Mekanik: Di belakang servik terlihat ganglion servikal (fleksus

franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin

akan timbul kontraksi uterus.

3. Mekanisme Persalinan

Mekanisme persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar

pada saat persalinan. Gerakan utama pada mekanisme persalinan :


10

a) Engagement

1) Diameter biparietal melewati PAP

2) Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan

3) Multipara terjadi permulaan persalinan

4) Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP-Flexi

Ringan

b) Descent (Turunnya Kepala)

Turunnya presentasi pada inlet disebabkan oleh 4 hal :

1) Tekanan cairan ketuban

2) Tekanan langsung oleh fundus uteri

3) Kontraksi diafragma dan otot perut (kala II)

4) Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.

c) Flexion

Majunya kepala mendapat tekanan dari serviks, dinding panggul atau dasar

panggul, flexi (dagu lebih mendekati dada).

d) Rotation Internal

1) Bagian terendah memutar ke depan ke bawah symphisis

2) Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir (Bidang

tengah dan PBP)

3) Terjadinya bersama dengan majunya kepala

4) Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.

e) Extension
11

Defleksi kepala, karena sumbu PBP mengarah ke depan dan atas.

f) Rotation External

Setelah kepala lahir, kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk

menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam.Ukuran bahu menempatkan

pada ukuran muka belakang dari PBP.

g) Ekpulsi

Bahu depan di bawah symphisis sebagai hypomoklion, lahir bahu belakang, bahu

depan, badan seluruhnya.

B. Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim (Prawirardjo,2014). Sectio

Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut

dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).


12

2. Etiologi

a. Indikasi Ibu

1) Panggul sempit absolute

2) Placenta previa

3) Ruptura uteri mengancam  

4) Partus Lama

5) Partus Tak Maju

6) Pre eklampsia, dan Hipertensi dalam kehamilan


13

b. Indikasi Kelainan Letak Janin

1) Letak lintang bila terjadi kesempitan panggul, maka Sectio Caesarea adalah

jalan atau cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak

lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan

letak lintang harus ditolong dengan Sectio Caesarea walaupun tidak ada

perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu

ditolong dengan cara lain.

2) Letak belakang Sectio Caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak

belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar.

3) Gawat Janin

4) Janin Besar

Kontra Indikasi dilakukanya Sectio Caesarea

a. Janin Mati

b. Syok, anemia berat.

c. Kelainan kongenital Berat

3. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta

previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri

mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre eklamsia, distosia serviks, dan

malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan


14

pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan

tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga

akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan

kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas

perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan

post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam

proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen

sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf

- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan

prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses

pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi,

yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.  

4. Komplikasi

a. Infeksi Puerpuralis

1) Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut

sedikit kembung

3) Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai

pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena

ketuban yang telah pecah terlalu lama.

b. Pendarahan disebabkan karena :

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia Uteri

3) Pendarahan pada plasenta


15

c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonalisasi terlalu tinggi.

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada

dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.

5. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

a. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)

1) Sectio Caesarea Transperitonealis

a) Sectio Caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada

corpus uteri.

b) Sectio Caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.

2) Sectio Caesarea Ekstraperitonealis: Merupakan sectio caesarea tanpa

membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum

abdominalis.

b. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)

c. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan

memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih memanjang


16

2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonial

yang baik.

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. Rupture

uteri karena luka bekas Sectio Caesarea klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka Sectio Caesarea profunda. Rupture uteri karena

luka bekas Sectio Caesarea klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,

sedangkan pada luka bekas Sectio Caesarea profunda biasanya baru terjadi

dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan rupture uteri, dianjurkan

supaya ibu yang telah mengalami Sectio Caesarea jangan terlalu lekas hamil

lagi. Sekurang – kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah

memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka

dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang

konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke

rongga perineum
17

4) Perdarahan lebih sedikit dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan

rupture uteri spontan lebih kecil

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan

arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

2) Keluhan utama pada kandung kemih post operasi tinggi.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra

operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

d. Urinalisis atau kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit

7. Penatalaksanaan Medis Post Sectio Caesarea

a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa

diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah

tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah

sesuai kebutuhan.
18

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi,

berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar

3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada

hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan

d. Kateterisasi Kandung kemih

Menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi

uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam atau

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.


19

e. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda

setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita

dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

4) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila

basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

5) Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah

suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

C. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Definisi
Ketuban pecah dini atau bisa disebut dengan spontaneous/early premature of
the membrane (PROM) merupakan pecahnya ketuban sebelum inpartu atau
juga disebut sebelum terdapat tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ketuban pecah
dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum pembukaan 5
cm.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum
waktu melahirkan yang juga terjadi pada saa6 akhir kehamilan maupun jauh
sebelumnya (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini yang merupakan pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan yang dimulai dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban juga pecah dini terjadi pada
kehamilan atern lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 mingu tidak
terlalu banyak (Manuaba, 2009).
2. Anatomi Fisiologi
20

Air ketuban (liquar Amnio)/Tiris


Di dalam amnio uang juga diliputi oleh Sebagian selaput janin yang juga
terfdiri dari selaput ketuban (amnio) dan juga selaput pembungkus (Chorion)
yang terdapat ait ketuban (loquor amnii). Volume air ketuban pada ibu hamil
yang cukup bulan 1000-1500ml: warna agak keruh, serta mempunyai bau yang
khas, agak amis. Cairan ini dengan berat jenis 1,007-1,008 yang terdiir atas 97-
98% air. Sisaya juga terdiri atas garam anorganik serta bahan organic dan bila
diteliti dengan benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari
bayi). Protein ini ditemukan rata-rata 2,6% perliter, Sebagian besar sebagai
albumin.
Warna air ketuban ini akan menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan juga mengeluarkan
mepedu). Untuk membuat diagnosis umunya dipakai sel-sel yang juga terdapat di
dalam air ketuban dengan melakukan fungsi kedalam ruang ketuban Rahim yang
melalui dinding depan perut untuk memperoleh sampel cairan ketuban
(amniocentesis). Umumnya pada kehamilan minggu ke-14 hingga minggu ke 16
dengan ultra sonografi ditentukan sebelum letak plasenta, untuk menghindari
plasenta ditembus. Fungsi melalui plasenta juga dapat menimbulkan perdarahan
dan pencemaran liquir amni oleh darah, mengadakan analisis kimiawi dan
sitotrauma pada janin. Plasenta percamputran darah anatara janin dan ibu dengan
kemungkinan sensitive (sensitization), dan abortus, meskipun ini juga jarang
terjadi, maka dari hal itu, amnioncentesis hendaknya hanya dikerjakan apabila
ada indikasi yang tepat.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
a. Melindungi janin terhadap trauma luar
b. Memungkinkan janin untuk bergerak bebas
c. Melindungi suhu tubuh pada janin
d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saat partus, sehingga serviks akan
membuka
e. Memberfsihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan juga
akan mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi tidak akan
mengalami infeksi.
f. Untuk menambah suplai cairan pada janin, dengan cara ditlan/diminum yang
kemudian akan dikeluarkan melalui kencing.
21

Fisiologi selaput ketuban.

Amnion manusia juga dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus.


Ketika amnion membesar dan perlahan-lahan kantong ini meliputi embrio yang
sedang berkembang, yang juga akan prolaps kedalam rongganya. Distensi
kantong amnion akhirnya mengakibatkan kantong tersebut akan menempel
dengan bagian di dalam ketuban (interior korion), dan amnion dekat akhir
trimester pertama yang mengakibatkan kantong tersebut akan menempel dengan
bagian yang ada di dalam ketuban (entrior korinon), amnion dan korinon
walapupun sedikit menempel mereka tidak pernah berhubungan erat dan mereka
juga biasanya dapat dipisahkan dengan mudahnya, bahkan pada waktu atterm,
amnion yang normal mempunyai ketebalan 0,02 sampai 0,5 mm.

3. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui dan juga tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan juga menyebutkan factor-faktor yang sangat berhubungan
erat dengan ketuban pecah dini (KPD), namun kita tidak tahu factor mana
yang lebih berperan yang sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi factor
predisposisi adalah:
a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari suatu vagina atau infeksi pada cairan ketuban yang bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkopetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau juga meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma. Trauma yang juga
didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintetis yang menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya letak sungsang, sehingga tidak ada bagian yang
terendah yang juga menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
4. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan
terjadi pembukaan pada prematutre serviks, lalu pada kulit ketuban juga akan
22

mengalami devaskularasi. Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi


selanjutnya kulit juga ketuban juga mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat
yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban
juga dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu enzim
proteolotik dan kolagenase yang juga diikuti oleh ketuban yang ketuban
spontan.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang terjadi merupakan cairan ketuban yang
merembes melalui vagina, aroma air ketuban yang berbau, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan pernah berhenti atau juga kering karena uterus diproduksi
sampai kelahiran mendatang. Tetapi bila duduk dan juga berdiri , kepala janin
yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal”atau “menyumbat”
kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam , bercak vagina yang
banyak, nyeri pada perut, denyut jantung janin yang bertambah cepat yang
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (sunarti, 2017).
6. Komplikasi
a. Komplikasi pada janin yang Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat
(2009) komplikasi yang seri ng terjadi pada janin karena KPD adalah
sindrom distress pernafasan dan prematuritas. Sindrom distress pernafasan
pada yang terjadi karena pada ibu dengan KPD yang mengalami
oligohidramnion.
b. Komplikasi pada ibu Menurut (Achadiat, 2010) komplikasi yang sering
terjadi adalah infeksi sampai dengan sepsis. Membran pada janin yang
berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya infeksi.
Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin akan beresiko infeksi hal ini
juga terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk
mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering dilakukan
pemeriksaan dalam. Komplikasi yang kedua adalah peritonitis khususnya
jika dilakukan pembedahan dan komplikasi yang ketiga adalah rupture
uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada pelindung antara janin
dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami
kerusakan.

7. Penatalaksaan Medis
23

Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini (KPD) yaitu :


a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk kerumah sakit.
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusatnya, ibu akan dirujuk
dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila memmungkinkan
dengan posisi bersujud.
c. Bila perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat
tidak akan tertekan kepala janinnya.
d. Jika tapi pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang juga dilapisi
plastik.
e. Jika ada demam atau khawatir akan terjadi infeksi saat melakukan rujukan
atau KPD lebih dari 6 jam dan berikan antibiotik.
f. Bila keluarga ibu menolak untuk dirujuk , ibu juga diharuskan beristirahat
dengan posisi berbaring miring dan berikan antibiotik.
g. Pada kehamilan yang kurang dari 32 minggu harus dilakukan Tindakan
konservatif, yaitu tirah baring dan juga berikan sedative, antibiotik dan
juga tokolisis.
h. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 2 jam
setelah itu lakukan induksi persalinan.
i. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu , bila ada his, pimpin mengeran dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri.
j. Bila tidak ada his maka lakukan Tindakan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pada pelvik kurang dari 5 atau ketuban
pecah didni lebih dari 6 jam dan skor pelvik juga lebih dari 5.
k. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan juga dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1) Induksi
Induksi merupakan proses stimulasi untuk merangsang kontraksi
Rahim sebelum kontraksi alami terjadi, dengan tujuan untuk
mempercepat proses pada persalinan.
2) Persalinan secara normal/pervagina
Persalinan normal merupakan proses persalinan yang melalui
kejadian secara alami dengan adanya kontraksi Rahim ibu dan akan
dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi.
24

3) Section caesarea
Menurut (Heldayani, 2009), section caesarea adalah suatu cara untuk
melahirkan janin dengan membuat sayatan pda dinding uterus melalui
dinding depan perut untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
8. Penatalaksanaan dan Pengobatan kasus Ketuban Pecah Dini
Konservatif
a. Pengelolaan konservatif yang dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada janinnya) dan juga harus di rawat di rumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicillin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
dengan obat ampicillin) dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak akan keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada tanda-tanda
infeksi, tes buss negative dan berikan dexametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah masuk inpartu, tidak ada tanda-
tanda infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexametason dan induksi
sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada tanda-tanda infeksi, berikan
antibiotic daan lakukan induksi.
g. Nilai apakah ada tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intra uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan streroid, untuk memicu
kematangan paru-paru pada janin dan jika memungkinkan periksa kadar
lesitin dan juga spingomielin tiap minggu. Pada dosis betametason 12 mg
sehari dosis tungga selama 2 hari dan dexametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.

Aktif

a. Kehamilan pada >37 minggu dan lakukan induksi dengan oksitosin bila
gagal seksio caesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal
tiap 6 jam maksimal diberikan 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan
juga diakhiri.
25

c. Bila skor pelvik <5 maka lakukan pematangan pada serviks kemudian
lakukan induksi. Jika tidak berhasil maka akhiri persalinan dengan seksio
caesarea.
d. Bila skor pelvik >5 lakukan induksi persalinan dengan partus pervaginam.
D. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir
1. Definisi
Bayi baru lahir (neonates) merupakan bayi yang berusia 0-28 hari (kemenkes
RI, 2010). Bayi baru lahir merupakan bayi yang berusia satu jam pada usia
kehamilan 37-42 minggu dan dengan berat badan 2.500-4000 gram (Dewi, 2010).
Bayi baru lahir normal memiliki Panjang badan 48-52 cm dan lingkar dada 30-
38 cm. lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160x/menit,
pernapasan 40-60x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh dengan
sempurna dan kuku agak Panjang dan juga lemas, nilai APGAR >7, refleks-
refleksnya juga sudah mulai terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro,
grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki yaitu testis sudah berada pada
skrotum dan penisnya juga berlubang dan pada bayi perempuan vagina dan juga
uretranya berlubang serta adanya labia minora dan juga labia mayora, meconium
sudah keluar dalam waktu 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi,
2010).
2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
Ciri-ciri bayai normal anatar lain(kementrian Kesehatan RI, 2010):
Dilahirkan pada umur kehamilan anatara 37-42 minggu dengan berat lahir 2500-
4000 gram, Panjang badan waktu dilahirkan 48-51 cm, warna kulitnya merah
muda/pink dan kulit diliputi verniks caseosa, lanugo tidak seberapa lagi hanya
pada bahu dan punggung bayi, pada dahi jelas perbatasan tumbuhnya rambut
kepala, bayi kelihatan montok karena jaringan lemak di bawah kulit bayi yang
cukup, tulang rawan pada hidung dan juga telinga sudah tumbuh dengan jelas,
kuku telah tumbuh dan sudah melewati ujung jari, menangis kuat, refleks
menghisap bayi baik, pernafasan juga berlangsung dengan baik (40-60x/menit),
pergerakan pada anggota badan baik, alat pencernaan juga mulai berfungsi
dengan baik sejak di dalam kandungan yang ditandai dengan adanya / keluarnya
meconium dalam waktu 24 jam pertama, alat perkemihan juga sudah berfungsi
sejak dalam kandungan yang ditandai dengan keluarnya air kemih setelah 6 jam
pertama kehidupan bayi. Pada bayi laki-laki testis sudah turun ke dalam skrotum
dan pada bayi perempuan labia minora sudah ditutupi oleh labia mayora dan juga
anus berlubang.

3. Penatalaksaaan Bayi Baru Lahir


a. Pemotongan tali pusat
Pemotongan dan juga perawatan tali pusat adalah dengan atau tidak
membungkus tali pusat atau juga mengoleskan cairan/bahan apapun pada tali
pusat (Kemenkes Ri, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah dengan
selalu mencuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tapi pusat agar tetap
kering dan terpapar dengan udara, membersihkannya dengan air,
menghindari dengan memberikan alcohol karena akan menghambat
pelepasan tali pusat dan juga akan melipat popok dibawah umbilicus
(Lissauer, 2013).
b. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
26

Kulit bayi yang kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD
selama 1 jam. Biarkan bayi mencari dan juga menemukan putting untuk
mulai menyusu. Jika bayi belum menemukan putting ibu dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan putting ibu dan biarkan kontak kulit
dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi juga masih belum
menemukan IMD dalam waktu 2 jam maka lanjutkan asuhan keperawatan
neonatal esensial lainnya (menimbang pemberian vitamin K, salep mata dan
juga serta berikan gelang pengenal) kemudia dikembalikan lagi kepada
ibunya untuk dilakukan latihan belajar menyusu (Kemenkes RI, 2013).
c. Pencegahan Kehilangan Panas
Pendegahan kehilangan panas dilakukan melalui tunda mandi selama 6 jam,
kontak kulit bayi dan juga kulit ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi
(Kemenkes RI, 2013).
d. Pemberian Salep Mata/ Tetes Mata
Pemberian salep mata atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi
pada mata. Beri bayi salep mata atau tetes mata antibiotic, pemberian salep
mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi pada
mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran
(Kemenkes RI, 2013).

Anda mungkin juga menyukai