Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga memiliki sebuah visi,
yakni menjadi Fakultas Kedokteran terkemuka di tingkat nasional dan
internasional, mandiri, inovatif, pelopor pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi kedokteran, dan humaniora berdasarkan moral agama.
Untuk mencapai visi tersebut, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga memiliki misi, yakni sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan pendidikan akademik, vokasional dan profesi,
berbasis teknologi pembelajaran modern.
b. Menyelenggarakan penelitian dasar, terapan dan penelitian kebijakan
yang inovatif untuk menunjang pengembangan pendidikan dan
pengabdian kepada masyarakat.
c. Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
humaniora, dan seni kepada masyarakat.
d. Mengupayakan pengembangan kelembagaan manajemen modern yang
berorientasi pada mutu dan kemampuan bersaing secara internasional.
Salah satu bentuk nyata dari perwujudan visi dan misi tersebut
adalah dengan diadakannya kegiatan Kepaniteraan Klinik II (Paklin II)
bagi dokter muda, dengan salah satu kegiatan yang dilakukan di Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di wilayah Kota Surabaya, salah
satunya di Puskesmas Banyu Urip Surabaya. Dengan diadakannya
kegiatan ini, para dokter muda diharapkan dapat mempelajari mengenai
alur pelayanan primer di puskesmas, pengelolaan program pelayanan
kesehatan di Puskesmas, cara melakukan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat, sistem pelaporan di Puskesmas, serta melatih diri untuk
mengetahui tata cara pemecahan suatu masalah kesehatan,

1
salah satunya dengan membuat suatu miniproject, demi tercapainya visi dan
misi Fakultas kedokteran Universitas Airlangga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes) no. 75 th. 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi
paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat,
pemerataan, teknologi tepat guna, serta keterpaduan dan kesinambungan.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama,
yang meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana,
pelayanan gizi, serta pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan unit pelaksana


teknis (UPT) dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas menjadi
ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang: memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan yang sehat, dan memiliki
derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.

Demi mewujudkan Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat,


puskesmas menyelenggarakan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan
UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, puskesmas kawasan
perkotaan memiliki karakteristik yaitu memprioritaskan kegiatan UKM,
kegiatan UKM melibatkan masyarakat, dan UKP yang diselenggarakan oleh
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau masyarakat.

UKM terdiri atas UKM esensial dan UKM pengembangan. UKM


esensial meliputi: (1) pelayanan promosi kesehatan; (2) pelayanan kesehatan
lingkungan; (3) pelayanan KIA dan; (4) pelayanan gizi; (5) pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit dan (6) upaya kesehatan dasar.
Sedangkan UKM pengembangan merupakan upaya yang bersifat inovatif
dan/atau ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan
prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja, dan potensi sumber
daya yang tersedia di masing- masing puskesmas. Penyelenggaran UKP
dalam bentuk: (1) rawat jalan; (2) pelayanan gawat darurat; (3) pelayanan
satu hari; (4) home care; dan/atau (5) rawat inap berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan.

Kinerja puskesmas dapat dinilai dalam beberapa bentuk laporan


seperti PKP (Penilaian Kinerja Puskesmas), AMP (Audit Maternal dan
Perinatal), dan laporan bulanan. Laporan-laporan tersebut berisi indikator
target/harapan dan capaian berbagai program puskesmas. Adanya selisih
yang bermakna dari target/harapan dengan capaian akan dijadikan sebagai
suatu masalah yang kemudian akan disusun berdasarkan prioritas masalah.
Selanjutnya akan dilakukan analisis faktor determinan yang menyebabkan
masalah tersebut muncul, lalu disusun usulan rencana tindak lanjut untuk
menghasilkan suatu program yang diharapkan mampu mengatasi masalah
tersebut.

Dokter Muda Paklin II Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga


melalui Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat- Kedokteran Pencegahan
(IKM-KP) mengikuti kepaniteraan di Puskesmas wilayah Surabaya. Dokter
muda diharapkan dapat mengidentifikasi masalah kesehatanyang ada di
wilayah kerja puskesmas danmemberi solusi untuk menyelesaikan masalah
tersebut melalui suatu mini project.
1.2 Tujuan Mini Project
1.2.1 Tujuan Umum
Melatih Dokter Muda untuk mengetahui tata cara pemecahan
suatu masalah kesehatan berdasarkan telaah ilmiah (Evidence Based
Medicine), serta memahami kinerja Puskesmas, utamanya dalam
pengelolaannya sebagai unit organisasi fungsional yang melaksanakan
usaha pokok kesehatan secara menyeluruh, terarah, dan terpadu
kepada masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami keadaan demografis dan geografis wilayah
kerja Puskesmas Banyu Urip Surabaya.
2. Mempelajari struktur organisasi Puskesmas Banyu Urip Surabaya.
3. Mengetahui manajemen dan sumber daya Puskesmas Banyu Urip
Surabaya.
4. Mengetahui program-program Puskesmas Banyu Urip
Surabaya, pelaksanaannya, serta kendalanya.
5. Mengetahui bentuk pencatatan dan pelaporan Puskesmas Banyu
Urip Surabaya.
6. Memberi solusi atas masalah kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Banyu Urip Surabaya yang menjadi
prioritas.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat untuk Puskesmas
1. Memperoleh masukan dari laporan dan saran yang
diberikan oleh dokter muda yang dapat digunakan
penyelesaian masalah kesehatan yang menjadi prioritas.
2. Memperoleh masukan dari laporan dan saran yang
diberikan oleh dokter muda untuk perbaikan serta
peningkatan mutu pelayanan upaya kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Banyu Urip Surabaya.
1.3.2 Manfaat untuk Dokter Muda Paklin II
1. Dokter muda mendapatkan pengetahuan mengenai
struktur organisasi, fungsi, maupun manajemen
Puskesmas Banyu Urip Surabaya.

2. Dokter muda mendapatkan pengetahuan mengenai


sarana dan lingkungan Puskesmas Banyu Urip
Surabaya.
3. Dokter muda mendapatkan pengetahuan mengenai tata
cara pelaporan di Puskesmas Banyu Urip Surabaya.
4. Dokter muda mendapatkan kesempatan untuk dapat
menerapkan ilmu yang didapat sebelum dan saat
menjalani kepaniteraan di Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kedokteran Pencegahan (IKM-KP), baik dalam bentuk
promotif, preventif dan kuratif.
5. Dokter muda mendapatkan pengetahuan tentang
program pokok Puskesmas Banyu Urip Surabaya
berikut pelaksanaannya.
6. Dokter muda memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam membuat miniproject sebagai solusi masalah
kesehatan yang menjadi prioritas di Puskesmas Banyu
Urip Surabaya

5
BAB 2

PROFIL PUSKESMAS

2.1 Identitas Puskesmas


1 Nama Puskesmas : Banyu Urip
2 Nomor Kode Puskesmas : P3578170103
3 Alamat : Jl. Banyu Urip Kidul VI/8, Sawahan, Kota
Surabaya, Jawa Timur, 60254
4 Nomor Telepon : (031) 5685424/ (031) 5615292
5 Tipe Puskesmas : Rawat Inap Bersalin Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
6 Struktur Organisasi Puskesmas : (lihat Lampiran 1.)

2.2 Sejarah Puskesmas


Puskesmas Banyu Urip berdiri tahun 1986.

2.3 Visi & Misi Puskesmas


2.3.1 Visi
Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk
meningkatkan kemandirian masyarakat menuju kecamatan sehat
2.3.2 Misi
1) Mengutamakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau
2) Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme dalam
pelaksanaan kesehatan

3) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan


inovatif

4) Mendorong kemandirian masyarakat dengan perilaku hidup


bersih dan sehat

2.3.3 Motto

Kepuasan Anda Adalah Kebahagiaan Kami.


2.4 Wilayah Kerja Puskesmas
2.4.1 Data Geografis
1. Batas Wilayah Kerja
1) Sebelah Utara : Kelurahan Petemon
2) Sebelah Selatan : Kelurahan Putat Jaya
3) Sebelah Barat : Kelurahan Simo Mulyo
4) Sebelah Timur : Kelurahan Dr. Soetomo
2. Kondisi Geografis
Lokasi berada di jalan raya yang mudah dijangkau dengan kendaraan
umum.
3. Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah Puskesmas Banyu Urip : 1.56 Km2 yang
terdiri atas 2 kelurahan yaitu: Kelurahan Banyu Urip dan
Kelurahan Kupang Krajan.
4. Peta Wilayah Kerja
(lihat Lampiran 2. Denah Lokasi Puskesmas Banyu Urip)

2.4.2 Data Demografis


a. Jumlah Penduduk : 63.753 orang
1) Laki-laki : 31.390 orang
2) Perempuan : 32.183 orang

2.5 Kondisi Internal Puskesmas


2.5.1 Ketenagaan
Tabel 2.1 Daftar Petugas di Puskesmas Banyu Urip

NON
Jenis Tenaga PNS Jumlah
PNS

4 2 6
Dokter
2 1 3
Dokter gigi
- 2 2
SKM/Tenaga Promosi Kesehatan
- - -
Bidan:
3 5 8
- D3 Kebidanan
- - -
Bidan Kelurahan:
- 2 2
- D3 Kebidanan
- - -
Perawat Kesehatan:
5 3 8
- D3 Keperawatan
1 - 1
Perawat Gigi / D4
- 1 1
Sanitarian/D3 Kesling
1 1 2
Petugas Gizi/ Proses penyetaraan D3 Gizi
- 1 1
Apoteker
- 1 1
Pendamping 1000HPK
2 - 2
Asisten Apoteker
1 1 2
Analis laboratorium/D3 Laboratorium
1 1 2
Tenaga Administrasi/TU
- 1 1
Tenaga IT
- 1 1
Tenaga Kestrad
- 1 1
Petugas Rekam Medis
2 - 2
Petugas Loket
1 1 2
Pembantu Bidan
1 - 1
Pembantu Pengurus Barang
- 2 2
Sopir Ambulance
- 2 2
Petugas Kebersihan
- 2 2
Petugas Linmas
- 1 1
Psikolog
Petugas Entry Jaminan Kesehatan Nasional
S - 1 1
(JKN)
u
Sumber dari: Profil PKM tahun 2019

2.5.2 Upaya Kesehatan Puskesmas


A) UKM Esensial : 1) Upaya Promosi Kesehatan
2) Upaya KIA-KB
3) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
4) Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit
5) Upaya Kesehatan Lingkungan
6) Upaya Perawatan
Kesehatan Masyarakat
B) UKM Pengembangan 1) Upaya Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
2) Upaya Pelayanan Kesehatan Tradisional
3) Upaya Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
4) Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut 5)Upaya Pelayanan Kesehatan Indera
6) Upaya Pelayanan Kesehatan Jiwa
7) Upaya Pelayanan Kesehatan Olahraga
8) Upaya Kesehatan Kerja

C) Program Unggulan : 1) Ruang Santun Lansia


D) Program Inovasi : 1) Program Sapu Bersih (Saber) TB
2) Program Ayo Bangun Jamban Keluarga
(AYO BANGGA)
E) Upaya Kesehatan Perseorangan
A. Puskesmas induk
 Ruang Pendaftaran
 Ruang Pengobatan Umum
 Ruang Kesehatan Gigi dan Mulut
 Ruang KIA-KB
 Ruang Perpanjangan Rujukan
 Laboratorium
 Ruang Kesehatan Tradisional
 Ruang MTBS
 Ruang Farmasi
 Ruang TB
 Ruang Santun Lansia
 Rawat Inap Bersalin
 Ruang Konsultasi 3 in 1 ( Gizi – Promkes – Kesling )
 Ruang Gawat Darurat
B. Puskesmas Pembantu
1) Pustu Simokratungan
 Poli Umum
 Poli Gigi
 Poli Battra
 Apotek
C. Pos Kesehatan Kelurahan
D. Puskesmas Keliling
BAB 3

METODE KEGIATAN

3.1 Waktu Kegiatan


Kegiatan kepaniteraan IKM-KP dilaksanakan pada 23 September – 12
Oktober 2019.
3.2 Tempat Kegiatan
Kegiatan kepaniteraan IKM-KP dilaksanakan di Puskesmas Banyu Urip.
3.3 Pelaksana Kegiatan
Pelindung : Ketua Departemen IKM-KP Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga
Pembimbing : Dr. Sri Umijati, dr., MS
Mukhlis, dr.
Anggota : Williana Suwirman, S.Ked.
Kusuma Islami, S.Ked.
Wandya Hikmahwati, S.Ked.
Deorina Roully Gratia Siregar, S.Ked.
Rachma Windiyanti, S.Ked.
Muhammad Nanda Firdaus, S.Ked.
3.4 Mekanisme Kegiatan
Kegiatan kepaniteraan IKM-KP di Puskesmas Banyu Urip
dilaksanakan mulai tanggal 23 September – 12 Oktober 2019, diikuti oleh
tujuh dokter muda kepaniteraan klinik II (DM Patklin II) Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga dengan bimbingan Kepala Puskesmas
Banyu Urip beserta dosen pembimbing dari Departemen IKM-KP Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. DM Patklin II mengikuti kegiatan UKP,
mengikuti beberapa program, mengadakan penyuluhan kesehatan, dan home
visit pasien. Kepaniteraan ini dilakukan dengan metode praktik kerja secara
langsung di lapangan.

Dalam laporan Puskesmas kali ini, kelompok kami fokus membahas


mengenai kinerja Puskesmas. Untuk memudahkan evaluasi, kami membuat
logic model. Logic model yang dimaksud terdiri dari input, process, output,

20
outcome, dan impact.
Input terdiri dari man, money, method, market, management, dan
machine. Input dibutuhkan sebelum menjalankan proses / kegiatan. Tanpa
input yang baik, proses tidak akan berjalan baik. Process yang dimaksud
adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk dapat mencapai output dan
outcome. Output bisa merupakan angka cakupan dari yang ditargetkan.
Outcome merupakan kualitas yang diharapkan. Outcome merupakan target
yang dicapai dalam jangka pendek sedangkan impact merupakan target
akhir yang ingin dicapai dalam jangka lebih panjang. Logic model
digunakan untuk memudahkan dalam pencarian sumber masalah yang dapat
menyebabkan kegagalan dalam pencapaian target. Sistem evaluasi yang
kami gunakan untuk menganalisa program adalah CDC framework
evaluation dengan langkah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Kerja untuk evaluasi


Program dalam Kesehatan Masyarakat (CDC,
2017).

Evaluasi dilakukan dengan menjalin kerjasama yang baik dengan


perangkat puskesmas, mengidentifikasi program yang akan dievaluasi,
menentukan metode analisa program (yaitu dengan logic model),
mengumpulkan data dari perangkat puskesmas, mengambil kesimpulan
dari analisis yang dilakukan, dan mengusulkan pemecahan masalah terkait
program yang telah dievaluasi.
BAB 4

ANALISIS MASALAH

4.1 Ringkasan Proses Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan check list dan
identifikasi masalah kesehatan sesuai SKDI 2012 di Puskesmas
(lihat Lampiran 3). Data yang digunakan berdasarkan Penilaian
Kinerja Puskesmas (PKP) 2019 Puskesmas Banyu Urip.
PUSKESMAS : Puskesmas Banyu Urip
PERIODE : 23 September - 12 Oktober 2019
Beberapa bidang masih belum mencapai target capaian
apabila dilihat dari 21 daftar masalah sesuai dengan SKDI 2012
pada tabel, beberapa masalah berdasarkan data yang didapatkan
pada Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP) Semester I tahun 2019
Puskesmas Banyu Urip adalah:
1. Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB) (7,2%)
2. Terduga TB yang Mendapatkan Pelayanan Diagnostik Baku (21,1%)
3. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Pada Wanita Usia 30 – 50 Tahun
(2,1%)

Tabel 4.1. Masalah Kesehatan Terpilih 1: Pengawasan Sarana


Air Bersih (SAB)

Temuan
Acuan
No Sumber Informasi TerkaitPermasalahan
Penelusuran
Terpilih

1 Dokumen Perencanaan a. Inspeksi sanitasi depot


RUK/RPK PKM kegiatan yang telah air minum (DAM)
dilakukan terkait b. Sampling DAM
masalah kesehatan c. Inspeksi sanitasi sumur gali
(SGL)
d. Sampling SGL
2 Dokumen Kesepakatan Tidak ada data.
Lokakarya Mini mengenai kegiatan
PKM dalam periode
berjalan

3 Laporan Bulanan Trend perbaikan Januari 2019 : 142 (6,16%)


PKM atau penurunan Februari 2019 : 144
masalah kesehatan (6,3%)Maret 2019 : 143 (6,2%)
Ada trend perbaikan yang tidak
terlalu signifikan terjadi pada
pertengahan triwulan 1 tahun
2019
4 Laporan Triwulan Data tambahan Tidak tercapainya target
PKM triwulan 1 tahun 2019

5 Laporan Kejadian Data tambahan Tidak ada laporan


Luar Biasa PKM

6 Laporan atau Data tambahan Tidak ada


Dokumen Lain

7 Laporan Kunjungan Data tambahan Tidak didapatkan data


PKM

8 Jurnal Ilmiah Prevalensi, insiden, Berdasarkan Undang-Undang


dan penyebab Dasar (UUD) 1945 pasal 33
masalah ayat 3 menyatakan bahwa
“bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal ini berarti bahwa negara
menjamin setiap warga negara
untuk memperoleh hak atas air.
Ketersediaan air bersih
berhubungan dengan
kondisi
kependudukan di suatu wilayah.
Penyediaan air untuk memenuhi
kebutuhan
masyarakat merupakan salah
satu agenda penting dalam
menjamin kebutuhan dasar
masyarakat. Namun hingga saat
ini, pemerintahmasih belum
mampu mengatasi persoalan
ketersediaan air bersih karena
berbagai kendala, antara lain
terkait dengan pertumbuhan dan
kepadatan penduduk. Kepadatan
penduduk yang tinggi akan
membuat ahli fungsi lingkungan,
daerah yang sebelumnya menjadi
wilayah serapan air berubah
menjadi pemukiman dan gedung-
gedung baru. Perubahan fungsi
lahan ini juga menyebabkan
kekeringan pada musim
kemarau, sehingga akses air
bersih semakin sulit (Alihar,
2018).

9. Wawancara dengan Potential terget Tidak tercapainya target ini


Stakeholders interven disebabkan oleh karena pada
bulan puasa dan banyak rumah
yang tidak bisa dikunjungi sebab
ditinggal mudik oleh pemiliknya

24
Berdasarkan hasil penelusuran yang ditampilkan di tabel
4.1, dapat disusun rumusan masalah terkait capaian pelayanan
nifas oleh tenaga kesehatan belum mencapai target, yaitu:

1) Apa saja yang menyebabkan tidak tercapainya target cakupan air


bersih dalam satu wilayah Puskesmas?
2) Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
capaian Cakupan air bersih dalam satu wilayah Puskesmas?

Tabel 4.2 Masalah Kesehatan Terpilih 2: Terduga TBC yang


Mendapatkan Pelayanan Diagnostik Baku

Acuan Temuan Terkait


ini Sumber Informasi
Penelusuran Permasalahan Terpilih
No
1 Dokumen Perencanaan
RUK/RPK PKM kegiatan yang telah
dilakukan terkait
masalah kesehatan

2 Dokumen Kesepakatan Tidak data (IVA)


Lokakarya Mini mengenai kegiatan
PKM dalam periode
berjalan

3 Laporan Bulanan Trend perbaikan


PKM atau penurunan
masalah kesehatan
4 Laporan Triwulan Data tambahan Tidak ada data
PKM

5 Laporan Kejadian Data tambahan Tidak ada data


Luar Biasa PKM

6 Laporan atau Data tambahan Tidak ada data


Dokumen Lain

7 Laporan Kunjungan Data tambahan Tidak ada data


PKM

8 Jurnal Ilmiah Prevalensi, insiden, Secara global, pada tahun 2016


dan penyebab terdapat 10,4 juta kasus insiden
masalah TB yang setara dengan
120 kasus per 100.000
penduduk. Di Indonesia, yang
termasuk 5 negara dengan
jumlah kasus
TB terbanyak, jumlah kasus baru
pada tahun 2017 adalah 175.696
wanita dan 145.298 pria.
Angka prevalensi TB Indonesia
pada tahun 2014 sebesar 297 per
100.000 penduduk (Riskesdas,
2018). Menurut Awusi, dkk
tahun 2009, yang secara
bermakna memengaruhi temuan
baru kasus
TB adalah pelatihan DOTS yang
telah diberikan kepada petugas
TB, pelayanan KIE yang
diberikan petugas TB, dan upaya
penjaringan suspek TB.
Sedangkan untuk pengetahuan
petugas
TB, lama kerja petugas TB,
petugas TB dengan tugas
rangkap, insentif, dan jarak
tempat tinggal
suspek TB dengan pelayanan
puskemas, tidak secara
bermakna memengaruhi temuan
baru kasus
TB.
9 Wawancara dengan Potential target
Stakeholders interven

Berdasarkan hasil penelusuran yang ditampilkan di tabel 4.2, dapat disusun


rumusan masalah terkait capaian kasus TB yang ditemukan dan diobati belum
mencapai target, yaitu:
1. Apa saja yang mempengaruhi rendahnya angka kasus TB yang ditemukan
dan diobati di wilayah kerja Puskesmas Banyu Urip?
2. Bagaimana cara mencapai target kasus TB yang ditemukan dan diobati?
Tabel 4.3 Masalah Kesehatan Terpilih 3: Deteksi Dini Kanker Leher Rahim pada
Wanita usia 30-50 tahun

Acuan Temuan Terkait


ini Sumber Informasi
Penelusuran Permasalahan Terpilih
No
1 Dokumen Perencanaan Sosialisasi pencegahan kanker
RUK/RPK PKM kegiatan yang telah serviks pada murid SMA dan
dilakukan terkait mahasiswi
masalah kesehatan

2 Dokumen Kesepakatan Tidak data (IVA)


Lokakarya Mini mengenai kegiatan
PKM dalam periode
berjalan

3 Laporan Bulanan Trend perbaikan Target pasien usia 30-50 tahun


PKM atau penurunan yang diperiksa IVA periode
masalah kesehatan 2019 = 530 pasien
Total pasien usia 30-50 tahun
diperiksa IVA periode Januari –
Juni 2019 = 141 pasien
(26,67%)

4 Laporan Triwulan Data tambahan Tidak ada data


PKM
5 Laporan Kejadian Data tambahan Tidak ada data
Luar Biasa PKM

6 Laporan atau Data tambahan Tidak ada data


Dokumen Lain

7 Laporan Kunjungan Data tambahan Tidak ada data


PKM

8 Jurnal Ilmiah Prevalensi, Tingkat pengetahuan, sikap,


insiden, dan akses informasi, dan dukungan
penyebab masalah suami berhubungan dengan
keikutsertaan WUS dalam
deteksi dini kanker serviks
metode IVA di Puskesmas Kota
Padang tahun 2018. Dukungan
suami merupakan faktor yang
paling dominan mempengaruhi
keikutsertaan WUS dalam
deteksi dini kanker serviks
metode IVA. Disarankan kepada
pihak Puskesmas dalam hal ini
bidan untuk meningkatkan
promosi kesehatan yang
dilakukan secara rutin dan
intensif mengenai kanker serviks
dan deteksi dini kanker serviks
metode IVA kepada WUS dan
memperluas sasaran promosi
kesehatan kepada para pria dan
suami WUS agar mereka dapat
mendukung dan memotivasi
pasangannya untuk melakukan
deteksi dini kanker serviks
melalui tes IVA (Fauza et al,
2019).
9 Wawancara dengan Potential target Kebanyakan pasien yang
Stakeholders interven menjalani IVA berusia 20-30
tahun. Di Puskesmas Banyu
Urip, sudah ada program
pemeriksaan IVA gratis setiap
bulan setiap tanggal 1 – 10.

Berdasarkan hasil penelusuran yang ditampilkan di tabel 4.3, dapat


disusun rumusan masalah terkait deteksi dini kanker leher rahim pada wanita usia
30-50 tahun, yaitu:
1. Apa saja yang mempengaruhi rendahnya angka deteksi dini kanker leher
rahim pada wanita usia 30-50 tahun di wilayah kerja Puskesmas Banyu Urip?
2. Bagaimana cara mencapai target angka deteksi dini kanker leher rahim pada
wanita usia 30-50 tahun?

Berdasarkan tabel 4.1, tabel 4.2, dan tabel 4.3, selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas masalah dengan menggunakan metode USG (Urgency,
Seriousness, and Growth) yang ditampilkan pada tabel 4.4, sebagai berikut:
Tabel 4.4 Penentuan prioritas masalah metode USG pada masalah terpilih di
Puskesmas Banyu Urip Surabaya pada semster 1 tahun 2019.
Urgency Seriousness Growth Total
Masalah Kesehatan UxSxG
(1-5) (1-5) (1-5) Score
Cakupan air bersih 3 2 2 7 12
Cakupan suspek TB 5 5 4 14 100
Deteksi dini kanker 4 3 1 18 12
serviks pada usia 30-50
tahun

Urgency
1. Cakupan air bersih tidak mencapai target, mempunyai nilai 3 karena air
merupakan salah satu komponen lingkungan hidup yang sangat penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Air juga
merupakan hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi pemerintah.
2. Cakupan suspek TB tidak tercapai, mempunyai nilai 5 karena berdasarkan
PKP semester 1 tahun 2019 terdapat 2 pasien meninggal akibat menderita
TB di Puskesmas Banyu Urip.
3. Deteksi dini kanker serviks pada usia 30-50 tahun tidak tercapai,
mempunyai nilai 4 karena berdasarkan data WHO tahun 2014, tardapat
266 ribu kasus kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia sehingga
penting dilakukan deteksi dini.

Seriousness
1. Cakupan air bersih tidak mencapai target, mempunyai nilai 2 karena salah
satu penyebab tidak tercapainya adalah banyak rumah yang ditinggal pergi
pemiliknya untuk mudik lebaran.
2. Cakupan suspek TB tidak tercapai, mempunyai nilai 5 karena TB
merupakan penyakit yang mudah menular dan di wilayah Puskesmas
Banyu Urip memiliki pasien TB MDR terbanyak se Puskesmas di
Surabaya yaitu sebanyak 8 orang.
3. Deteksi dini kanker serviks pada usia 30-50 tahun tidak tercapai,
mempunyai nilai 3 karena di wilayah Puskesmas Banyu Urip pasien yang
dilakukan deteksi dini lebih banyak pada usia 20-30 tahun sehingga tidak
masuk dalam data PKP ini.

Growth
1. Cakupan air bersih tidak mencapai target, mempunyai nilai 2 karena angka
capaian air bersih pada triwulan I dan triwulan II terdapat peningkatan
namun kurang signifikan.
2. Cakupan suspek TB tidak tercapai, mempunyai nilai 4 karena berdasarkan
data triwulan I dan triwulan II didapatkan peningkatan jumlah pasien TB
dan pasien TB MDR.

Deteksi dini kanker serviks pada usia 30-50 tahun tidak tercapai,
mempunyai nilai 1 karena berdasarkan data bulanan Puskesmas Banyu Urip
tidak didapatkan pasien yang terdiagnosis kanker serviks.

4.2 Penentuan Prioritas dan Determinan Masalah


Proses penentuan determinan masalah dengan menggunakan diagram
Ishikawa dibawah ini.

Gambar 4.1 Penentuan Prioritas dan Determinan Masalah


Berdasarkan diagram Ishikawa diatas, dapat dijabarkan mengenai masalah
cakupan suspek TB yang tidak tercapai diantaranya dipengaruhi olah hal sebagai
berikut.
Man : Dari sisi petugas kesehatan yang mengurus program TB
jumlahnya hanya 1 orang sehingga dinilai sangat kurang, namun
untuk kualifikasi dalam pengobatan, mendiagnosis, maupun
mencari suspek TB sudah baik. Jumlah kader TB setiap RW
hanya 1 orang sehingga dinilai kurang untuk menangani wilayah
yang cukup luas, kualifikasi kader cukup baik. Namun peran
kader dinilai kurang berjalan dengan baik sehingga cakupan
suspek TB belum tercapai. Pengetahuan dan kesadaran
masyarakat mengenai penyakit TB dinilai kurang karena
sebagian besar masyarakat berpendidikan SD.
Money : Dana anggaran untuk mendiagnosis dan pengobatan TB sudah
tersedia dari pusat. Dana untuk kader terbatas.
Marketing : Peran lintas sektor seperti dokter swasta, BPM (Bidan Praktik
Mandiri), dan RS sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
cakupan suspek TB. Koordinasi sudah dilakukan namun belum
ada mekanisme pelaporan yang efektif. Penyuluhan dilakukan
setiap bulan dinilai kurang untuk memberi retensi memori pada
masyarakat. Tempat umum seperti pasar dapat menjadi tempat
yang strategis karena ramai.
Material : Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis TB seperti
pemeriksaan dahak (BTA) dan TCM (Tes Cepat Molekuler)
sudah ada. Obat untuk pengobatan TB diberi dari pusat. Media
penyuluhan seperti leafleat, poster, dan video edukasi dinilai
masih kurang. Sarana prasarana seperti masker gratis masih
belum efektif.
Methods : Kader TB sudah ada, namun pengumpulan datanya masih
kurang maksimal. Pengawas minum obat untuk pasien TB sudah
ada, biasanya keluarga dari pasien tersebut. Penggunaan masker
jarang dilakukan oleh masyarakat dengan keluhan batuk.
Environment : Wilayah kerja Puskesmas luas sehingga target penemuan suspek
TB lebih tinggi. Merupakan wilayah padat penduduk sehingga
penularan cukup tinggi. Tempat umum dapat menjadi tempat
penularan penyakit karena banyak orang berkumpul dan tidak
diketahui orang tersebut memiliki penyakit apa. Jumlah pasar di
Kecamatan Sawahan ada 4. Akses ke pelayanan kesehatan
mudah dijangkau dengan kendaraan.
BAB 5

PEMECAHAN MASALAH

5.1 Usulan Strategi Kegiatan Pemecahan Masalah


Pada Puskesmas Banyu Urip, terdapat masalah pada cakupan suspek
TB yang belum mencapai target, yaitu 21,2% dari target 50% pada
pertengahan tahun 2019. Masalah yang teridentifikasi yaitu pada determinan
man berupa kurangnya jumlah dan keaktifan kader serta kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Terdapat juga masalah pada
determinan material yaitu kurangnya media penyuluhan. Mini project ini
dibuat berdasarkan sumber daya:
a. orang : Penanggung Jawab Program TB serta 14 pasien TB yang telah
melakukan pengobatan minimal 2 bulan dan BTA (-)
b. waktu : Januari – Maret 2020
c. tempat : Wilayah kerja Puskesmas Banyu Urip
Tujuan mini project ini adalah meningkatkan cakupan suspek TB sebesar
10,5% dalam kurun waktu 3 bulan, dan dikerjakan lintas sektor bersama
kader TB dari masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Banyu Urip.
Dengan mempertimbangkan program terkait yang telah berjalan di
Puskesmas Banyu Urip mengenai upaya peningkatan cakupan suspek TB,
maka penulis mengusulkan miniproject berupa:
1. Kegiatan
a. Pembuatan kader informal TB. Pada kegiatan ini, 14 pasien TB
yang telah menjalani pengobatan minimal 2 bulan dan dinyatakan
BTA (-), dipilih berdasarkan empati dan ketersediaan untuk
mengedukasi dan mengajak minimal 3 orang di lingkungannya
untuk melakukan pemeriksaan dahak. Kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat
mengenai TB dan meningkatkan cakupan suspek TB.
b. Pembuatan Media Cetak “SELAMI TB (Selamatkan Diri Anda
dan Masyarakat dari Tuberkulosis”. Kegiatan ini bertujuan
meningkatkan pengetahuan suspek TB dan mengajak masyarakat
terduga tuberkulosis untuk berobat. Buklet berisi biodata kader
informal TB, diary TB (berisi pengalaman kader informal TB saat
sakit TB dan manfaat yang dirasakan setelah menjalani terapi),
pengetahuan mengenai gejala TB dan penularan TB, dan formulir
biodata suspek TB yang telah dijaring dan diedukasi. Buklet akan
dibagikan kepada 14 pasien TB yang telah terpilih sebagai media
edukasi dan pembinaan. Buklet ini juga menjadi sarana
monitoring untuk mengetahui capaian yang telah dipenuhi
masing-masing kader informal.

c. Pembuatan Media Cetak “Modul Kader SELAMI TB”. Kegiatan


ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan psikomotor
dari para kader informal TB untuk dapat mengedukasi, membina,
dan menjaring suspek TB secara lebih efektif. Modul ini berisi
materi mengenai Tuberkulosis dan komunikasi efektif.

d. Melakukan pembinaan terhadap para kader informal TB dengan


materi mengenai tuberkulosis dan komunikasi efektif.

e. Melakukan pencatatan nama-nama suspek TB yang sudah


diedukasi dan diajak berobat oleh kader informal TB, saat kader
informal TB datang ke puskesmas untuk menjalani pengobatan
tahap lanjutan, dan memberi tanda tangan pada buklet bila ada
suspek TB terjaring yang sudah datang memeriksakan diri ke
puskesmas.
2. Metode
1. Memilih 14 pasien TB yang telah menjalani pengobatan minimal 2
bulan dan telah dinyatakan BTA (-) sebagai kader informal.
2. Pembuatan media cetak untuk 14 pasien TB terpilih berupa buklet
SELAMI TB berisi biodata kader informal TB, diary TB (berisi
pengalaman kader informal TB saat sakit TB dan manfaat yang
dirasakan setelah menjalani terapi), pengetahuan mengenai gejala TB
dan penularan TB, dan formulir biodata suspek TB yang telah
dijaring dan diedukasi.
3. Pembuatan modul untuk 5 orang pelaksana kegiatan yang berisi
materi mengenai Tuberkulosis dan komunikasi efektif.
4. Melakukan pembinaan terhadap para kader informal TB dengan
materi mengenai tuberkulosis dan komunikasi efektif.
5. Pasien TB yang telah terpilih melakukan edukasi serta mengajak
minimal 3 orang untuk melakukan pemeriksaan dahak. Kader
informal TB mengisi lembar form pada buklet, berisi nama dan
alamat suspek TB yang sudah diedukasi, tanggal edukasi, dan tanda-
tangan dari suspek TB.
6. Melakukan pencatatan nama-nama suspek TB yang sudah diedukasi
dan diajak berobat oleh kader informal TB, saat kader informal TB
datang ke puskesmas untuk menjalani pengobatan tahap lanjutan,
dan memberi tanda tangan pada buklet bila ada suspek TB terjaring
yang sudah datang memeriksakan diri ke puskesmas.
3. Periode
Dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2020).

4. Sasaran
Sasaran media cetak “SELAMI TB” : Suspek TB pada wilayah
Puskesmas Banyu Urip yang belum melakukan pemeriksaan dahak.
Sasaran media cetak “Modul Kader SELAMI TB”: 14 pasien TB yang
terpilih sebagai kader informal.
5. Pelaksana
Petugas Puskesmas Banyu Urip bagian TB.
6. Penanggung Jawab
Penanggung jawab Program TB Puskesmas Banyu Urip.
7. Dana
Dana JKN, dengan alokasi dana sebagai berikut:
Buklet Rp10.000 x 19 buah = Rp190.000
Pembinaan Rp 5.000 x 19 = Rp 95.000
Transport Rp 5.000 x 19 = Rp 95.000
Modul Rp 5.000 x 5 = Rp 25.000
Sewa tempat pembinaan Rp 25.000 x 2 = Rp 50.000
Total: Rp 455.000

8. Indikator Capaian
Peningkatan angka cakupan suspek TB sebesar 10,5% dalam kurun
waktu 3 bulan.
9. Cara Pengukuran
1. Evaluasi dari penanggung jawab program.
2. Penghitungan cakupan suspek TB.

10. Waktu Evaluasi


Setiap 3 bulan sekali (per trimester)

5.2 Artikel Ilmiah


5.2.1 Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis,
M. leprae dsb. yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) (Kemenkes, 2014).
5.2.2 Prevalensi Tuberkulosis

Secara global, pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden
TB yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Di
Indonesia, yang termasuk 5 negara dengan jumlah kasus TB
terbanyak, jumlah kasus baru pada tahun 2017 adalah 175.696 wanita
dan 145.298 pria. Angka prevalensi TB Indonesia pada tahun 2014
sebesar 297 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2018).
5.2.3 Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk, pasien dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Infeksi akan terjadi
apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut (Kemenkes, 2014).

Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan


BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut
bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA
negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien
TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%
(Kemenkes, 2019).

5.2.4 Penyebab Tuberkulosis (Kemenkes, 2014)

TBC disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).


Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya
TBC ditularkan oleh pasien TB, penularan dapat terjadi dengan
beberapa cara:

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik


renik dahak yang dikeluarkanny, memiliki tingkat penularan
sebesar 65%.

 TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung


kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena
jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000
kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis langsung.

 Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan


menularkan penyakit TB. TB BTA negatif dengan hasil kultur
positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur
negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.

 Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang


mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. d. Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Risiko
menjadi sakit TB:

 Tidak semua orang yang terpapar TB menjadi sakit TBC, hanya


sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi


pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
5.2.5 Gejala Tuberkulosis (Kemenkes, 2014)

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3


minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu

 dahak bercampur darah

 batuk darah

 sesak nafas

 badan lemas

 nafsu makan menurun

 berat badan menurun

 malaise

 berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik

 demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru


selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat angka TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung

5.2.6 Pemeriksaan Tuberkulosis (Kemenkes, 2014)

Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,


menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.

 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,


segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di Fasyankes.

 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,


saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak
masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil
jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.

b. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.


Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan
diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :

 Pasien TB Ekstra Paru

 Pasien Tb Anak

 Pasien TB BTA Negatif Pemeriksaan tersebut dilakukan jika


keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah
memenuhi standar yang ditetapkan.

c. Uji Kepekaan Obat TB Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk


resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT.. Pemeriksaan tersebut
ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria
suspek TB-MDR.

5.2.7 Diagnosis Tuberkulosis

• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,


yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan


ditemukannya kuman TB..

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan


pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.

5.2.8 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti
Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut:

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis


obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.

 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan


lanjutan.

1. Tahap awal (intensif)


 Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara


tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA


negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap Lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih


sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman yang


masih ada sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

 Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam


bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam


pengobatan TB:

 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan


sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek
samping.

 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan


resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep

 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga


pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien

5.2.9 Penemuan Pasien Tuberkulosis


Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit, dan tipe pasien. Penemuan pasien
merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB
menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan
kematian akubat TB, penularan TB di masyarakat, dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat (Keputusan Menkes RI, 2009).

Gambar 5.1. Natural history of disease timeline (Centers for


Disease Control and Prevention. Principles of epidemiology,
2nd ed. Atlanta: U.S. Department of Health and Human
Services;1992).
Gambar 5.2. Natural history of disease. (Centers for Disease Control and
Prevention. Principles of epidemiology, 2nd ed. Atlanta: U.S. Department
of Health and Human Services;1992).

Penemuan pasien tuberkulosis ini perlu dilakukan mengingat masih


tingginya prevalensi TB di Indonesia. Menurut natural history of disease,
penemuan pasien TB termasuk dalam level prevesi sekunder dan mode
intervensi early diagnosis and treatment. Mode early diagnosis and promp
treatment ini sangatlah penting untuk mengintervensi suatu perjalanan
penyakit karena pada tahap ini seorang pasien masih belum melampaui
batas horizon klinis. Dengan adanya penemuan pasien tuberkulosis,
diharapkan perjelanan penyakit pasien tersebut tidak mencapai disability,
defect, dan chronic state.

A. Strategi Penemuan

Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok


populasi terdampak TB dan populasi rentan. Populasi rentan terdiri dari:

1. Kelompok khusus yang rentan sakit TB karena kondisi komorbiditas


seperti pada pasien dengan HIV, diabetes mellitus, dan malnutrisi.
2. Kelompok yang rentan karena memiliki kontak erat dengan pasien TB.
3. Anak di bawah umur lima tahun yang memiliki kontak dengan pasien TB
(Subuh, 2014).

Menurut Narsimhan (2013), populasi rentan TB meliputi individu


dengan kondisi imunosupresi khususnya HIV, malnutrisi, diabetes
mellitus, balita, dan tenaga kesehatan. Terkait dengan kondisi
sosioekonomi dan perilaku, individu yang merokok, mengonsumsi
alkohol, dan tinggal di lingkungan yang terpapar polusi udara (Narsimhan,
2013).

Tahapan awal penemuan dilakukan dengan menjaring populasi


rentan yang memiliki gejala utama pasien TB paru, yaitu batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain


TB. Namun, mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap pasien yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Subuh, 2014).

B. Pemeriksaan Dahak
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyankes.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien
tertentu, misal:

• Pasien TB ekstra paru.


• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang
terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan
menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk
memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.

C. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi


M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah
tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA). Hal
ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis
resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien
dengan resistan obat. Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien
TB dengan resistensi OAT, Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat
yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) di seluruh
provinsi di Indonesia.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data Puskesmas Banyu Urip, didapatkan data yang masih
menunjukkan adanya gap, concern, dan responsibility sehingga dapat
dijadikan sumber permasalahan untuk program kegiatan di Puskesmas Banyu
Urip selanjutnya. Pada laporan mini project ini, kami telah memilih tiga
masalah yang paling membutuhkan perhatian lebih, yaitu: Pengawasan
Sarana Air Bersih (SAB), terduga TBC yang mendapatkan pelayanan
diagnostik baku, dan deteksi dini kanker leher rahim pada wanita usia 30 – 50
tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh, target terduga TBC yang mendapatkan
pelayanan diagnostik baku adalah 100% sejumlah 1168 orang dalam setahun,
namun pencapaian di wilayah kerja puskesmas Banyu Urip 16,1% yaitu 64
ibu nifas (PKP Semester I Th 2019).
Dari sisi petugas kesehatan yang mengurus program TB jumlahnya hanya
1 orang sehingga sangat kurang. Jumlah kader TB setiap RW juga hanya 1
orang sehingga dinilai kurang untuk menangani wilayah yang cukup luas.
Peran kader juga dinilai kurang berjalan dengan baik sehingga cakupan
suspek TB belum tercapai. Begitu pula dengan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat mengenai penyakit TB yang masih dinilai kurang karena sebagian
besar masyarakat berpendidikan SD.
Melihat rangkaian permasalahan di atas, beberapa usulan strategi kegiatan
pemecahan yang kami sajikan untuk masalah kesehatan terkait Terduga TBC
yang mendapatkan pelayanan diagnostik baku, antara lain: (1) Pembentukan
kader informal TB yang terdiri dari 14 pasien TB yang telah menjalani
pengobatan minimal 2 bulan dan hasil BTA negatif. (2) Pembuatan Media
Cetak SELAMI TB untuk para kader TB, (3) Pembuatan Media Cetak Modul
Kader Informal TB, dan (4) Pembinaan terhadap kader informal TB.
Dari program ini, diharapkan membantu meningkatkan angka suspek TB
yang mendapat pelayanan diagnostik baku sesuai target Puskesmas Banyu
Urip yaitu 100% dalam kurun waktu 1 tahun.

6.2 Saran
Komunikasi dan koordinasi yang baik dengan para pasien TB yang
didayagunakan sebagai kader informal, serta kerjasama lintas sektor dalam
program ini sangat diperlukan agar tercapai harapan dari program ini, yakni
meningkatnya cakupan diagnosis TB di wilayah kerja Puskesmas Banyu
Urip. Tidak lupa juga, melihat perkembangan yang selalu terjadi dalam
masyarakat kita, setiap ide dan masukan yang ada dalam masyarakat penting
sekali untuk diperhatikan. Oleh karena itu, program ini perlu dimatangkan
pelaksanaannya melalui penguatan kerjasama dengan pihak terkait untuk
memberikan pelayanan yang terbaik dan selalu diperbaharui menjadi lebih
baik bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Alihar Fadjri. 2018. Penduduk dan Akses Air Bersih di Kota Semarang. Jurnal
Kependudukan Indonesia. 13:67-76

Awusi RYE, Yusrizal DS, Hadiwijoyo Y. 2009. Faktor-faktor yang


Memengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 25, no 2. Diakses dari
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/40522996/3565-6016-
1-PB.pdf?response-content- disposition=inline%3B%20filename
%3DD_Order_P._Wisnu_UGM_BKM_ and_JMPKd.pdf&X-Amz-
Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20191003%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20191003T063040Z&X-Amz-
Expires=3600&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-
Signature=77fa1baa0d192eec36d237ef827a059555d4c49a7ee8e5030fb881a
002a4f3ab Diakses pada 2 Oktober 2019.

Centers for Disease Control and Prevention. Principles of epidemiology, 2nd ed.
Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services;1992).

Fauza, Miftahul, Aprianti, Azrimaidaliza. 2019. Faktor yang Berhubungan dengan


Deteksi Dini Kanker Serviks Metode IVA di Puskesmas Kota Padang.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol 14, no 1.

Kemetrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Jakarta: Kemenkes.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Infodatin. Jakarta: Kemenkes.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulan Tuberkulosis (TB).

Narsimhan, Padmanesan et al. 2013. Risk Factor for Tuberculosis. United


Kingdom: Hindawi Publishing Corporation

Subuh, Mohammad. et al. 2014.’ Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia’.


Pedoman Nasional Penanggulanan TB di Indonesia. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.
Lampiran 1. Struktur Organisasi Puskesmas
Lampiran 2. Denah Lokasi Puskesmas Banyu Urip

53

Anda mungkin juga menyukai