Anda di halaman 1dari 8

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

ANALISIS GENANGAN AIR HUJAN DI KAWASAN DELTA DENGAN


MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

Farida Hardaningrum1, M. Taufik1, dan Bangun Muljo S.1


1
Staf Pengajar Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Jl. Raya Sukolilo – Surabaya

Abstrak

Delta merupakan daerah deposit sedimen yang berada di muara sungai atau di kawasan pantai. Wilayah Sidoarjo
merupakan sebuah delta yang diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Surabaya dan Sungai Porong. Selain itu,
kawasan ini berbatasan langsung dengan kota Surabaya, sebagai daerah penyangga daerah industri dan permukiman.
Data genangan air yang terjadi pada musim penghujan tahun 2002/2003 meliputi 88 saluran/afvoer dan melewati 86
desa. Luas daerah genangan keseluruhan 1079 ha, dengan tinggi rata-rata genangan 0,5 meter.
Penelitian ini menggunakan Metode Rasional untuk menghitung debit maksimum dengan rumus: QMaks = CIA/360
m3/detik. Citra Landsat ETM 7 diolah menjadi klasifikasi tutupan lahan dan selanjutnya diubah sebagai data vektor.
Sistem Informasi Geografis diterapkan untuk menumpang susun (overlay) ketiga data vektor (tutupan lahan, tekstur
tanah dan kelerengan), guna mendapatkan harga koefisien limpasan (C). Dengan menggunakan distribusi Gumbel dan
rumus Mononobe, data curah hujan dari 28 stasiun pengamat hujan selama 10 tahun (1994-2002) diolah untuk
mendapatkan nilai intensitas maksimum (I). Sementara daerah penelitian dibagi menjadi beberapa sub DAS (A) dengan
satuan hektar.
Pada kawasan delta Brantas untuk sub DAS yang memiliki kelebihan debit, yakni sub DAS Jomblong sebesar 64,82
m3/detik dan sub DAS Pucang sebesar 5,96 m3/detik. Kelebihan ini berpotensi menjadi genangan di sekitar sub DAS
Jomblong dengan tutupan lahan mengakibatkan: tinggi genangan 50–60 cm, menyebar dalam radius 300 meter
Sedangkan untuk sub DAS, dapat mengakibatkan tinggi genangan 40–50 cm yang menyebar dalam radius 100 meter
pada lokasi genangan.

Kata kunci: Debit maksimum, Genangan air hujan, Metode Rasional, Distribusi Gumbel, Rumus Mononobe

1. PENDAHULUAN Brantas. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah


(RTRW) Kabupaten Sidoarjo 2003, curah hujan
Salah satu kegunaan penginderaan jauh dan SIG tahunan adalah 1000-2000 mm, dan keseluruhan
adalah menduga daerah rawan banjir. Untuk itu panjang sungainya mencapai 494.325 meter.
diperlukan suatu rumus hidrologi yang
disesuaikan dengan kedua metode tersebut, yakni 2. METODOLOGI PENELITIAN
memenuhi kriteria sebagai data spasial. Dalam hal
ini Metode Rasional merupakan salah satu yang Untuk mempermudah pemahaman terhadap
dapat digunakan karena mempunyai rumus yang langkah-langkah (prosedur) penelitian, berikut
sederhana untuk memperkirakan nilai debit disajikan diagram alir pengolahan data (gambar
maksimum. 1). Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian
adalah berupa peta genangan sub DAS.
Sedangkan pemilihan daerah penelitian, yakni
Kabupaten Sidoarjo, antara lain dikarenakan
hampir setiap tahun daerah ini selalu mengalami
genangan air (banjir). Sebagai kawasan yang
diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Porong
dan Sungai Brantas yang bermuara ke Selat
Madura, Sidoarjo dikenal dengan sebutan Delta

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 48


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Sumber: Peta Rupabumi


Bakosurtanal

Gambar 3. Kontur ketinggian Kabupaten Sidoarjo

3.2. Pengolahan Peta Kelerengan

Peta kelerengan diturunkan dari peta rupabumi


skala 1:25.000. Kontur dibuat berdasarkan titik
ketinggian (spot height) karena Kabupaten
Sidoarjo mempunyai ketinggian hanya dari 1
Gambar 1. Diagram alir penelitian hingga 23 meter di atas permukaan laut.

Selanjutnya peta ini diolah menjadi peta


3. DATA DAN PENGOLAHAN DATA kemiringan lereng. Pada dasarnya Kabupaten
Sidoarjo termasuk daerah yang datar, dengan
Pada penelitian ini, ada tiga jenis data yang kemiringan lereng antara 0 – 2%. Hal ini
digunakan, yakni citra satelit Landsat ETM7 berpengaruh terhadap aliran air, dimana semakin
sebagai data raster, peta topografi dan tematik datar suatu daerah, akan semakin lama air hujan
sebagai data vektor, dan data curah hujan sebagai tertahan. Akibatnya akan mudah terjadi genangan
data tabular. air.
3.1. Pengolahan Citra Satelit Untuk melihat variasi kemiringan lereng, daerah
penelitian dibagi menjadi 8 kriteria, dari 0-0,25%
Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini hingga 1,75-2% (gambar 4)
adalah citra Landsat ETM 7 (Enhanced Thematic
Mapper 7) tahun 2002 untuk daerah Sidoarjo dan
sekitarnya. Dari pengolahan didapatkan klasifikasi
tutupan lahan berupa: tambak, hutan bakau, sawah
(irigasi dan tadah hujan), dan permukiman (padat
dan renggang), industri, kebun dan lahan kosong
(gambar 2).

Gambar 4. Peta kemiringan lereng


Kabupaten Sidoarjo

Gambar 2. Peta klasifikasi tutupan lahan


Kabupaten Sidoarjo

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 49


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

3.3. Pengolahan Peta Tekstur Tanah 2. Klasifikasi yang dilakukan oleh Horton
menyebutkan bahwa suatu DAS dapat
Pada dasarnya ada tiga jenis tekstur tanah, yaitu dibagi lagi menjadi beberapa sub DAS, dan
pasir, lanau dan lempung. Ketiganya diurutkan berdasarkan jumlah percabangan
mempengaruhi daya serap (infiltrasi) air aliran air atau anak-anak sungai (Chay
limpasan, dimana pasir paling cepat menyerap air, Asdak, 1995).
lanau mempunyai daya serap sedang, dan
lempung paling sulit menyerap (Ralph & Hanson, Selain itu, dilakukan klasifikasi iklim untuk
Teknik Fondasi). menentukan jumlah bulan basah dan bulan kering.
Klasifikasi iklim untuk daerah Asia Tenggara
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas dilakukan oleh LR. Oldeman, 1974 (Benyamin
Pertanian dan Perkebunan Sidoarjo, 1998, Lakitan, 1994) dengan kriteria sebagai berikut:
wilayah timur Sidoarjo (sekitar pantai) • Klasifikasi iklim di Indonesia didasarkan
mempunyai jenis tanah aluvial hidromorf, yang pada jumlah bulan basah yang berlangsung
dicirikan oleh air tanah dangkal. Tanah ini secara berturut-turut.
merupakan hasil endapan muara sungai, sehingga • Bulan basah adalah bulan dengan total
bertekstur lempung berlumpur. Di bagian tengah curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm
terdapat dua jenis tanah, yakni aluvial kelabu • Bulan kering adalah bulan dengan total
yang bertekstur dominan lempung bercampur curah hujan kumulatif kurang dari 100 mm
dengan pasir (lempung berpasir), dan asosiasi
aluvial kelabu dan coklat keabuan dengan bahan Keenam sub DAS, luas area, stasiun hujan dan
induk endapan lanau dan pasir atau disebut lanau jumlah bulan basah/kering dapat dilihat pada tabel
berpasir. Sedangkan di sebelah barat terdapat 1. Sedangkan gambar 6 memperlihatkan lokasi
grumosol kelabu tua, dengan tekstur pasir stasiun hujan pada tiap sub DAS.
berlempung, yang merupakan hasil endapan
pesisir Sungai Porong dan Sungai Mas. Tabel 1. Pembagian sub DAS dan luas area
Pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar 5.
Nama Jml Jum. Luas
Sub DAS Stasiun hujan bulan bulan area
3.4. Pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS) basah kering (ha)
Sub DAS a. Bono
Untuk mempermudah dalam perhitung-an, daerah Buntung b. Sedati
penelitian dibagi menjadi enam sub DAS. Adapun c. Ponokawan 4 8 10.720
d. Botokan
kriteria pembagian sub DAS adalah berdasarkan: e. Ketawang
1. Menurut Kiyotoka Mori, 1975, definisi Sub DAS a. Sruni 3 9 4.701
daerah pengaliran adalah tempat presipitasi Jomblong
mengkonsentrasi ke sungai. Sub DAS a. Kemantren
Buduran b. Kr.nongko 4 8 4.652
c. Klagen
Sub DAS a. Sidoarjo
Pucang b. Sumput 3,5 8,5 10.390
c. Watutulis
d. Ketintang
Sub DAS a. Putat
Kedung- b. Kludan
uling c. Krembung
d. Durungbedug
e. Gedangrowo 3,25 8,75 17.540
f. Prambon
g. Cepiples
h. Luwung
i. Kemlaten
j. Bakalan
Gambar 5. Peta klasifikasi tekstur tanah Sub DAS a. Budukbulus
Ketapang b. Porong 3 9 7.515
Kabupaten Sidoarjo
c. Kd.cangkring
Sumber: Hasil pengamatan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 50


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Tabel 3. Harga koefisien limpasan (C)

No Nama Sub DAS Harga ‘C’


1 Buntung 0.537
2 Jomblong 0.592
3 Buduran 0.564
4 Pucang 0.535
5 Ke dunguling 0.550
6 Ketapang 0.522
Sumber: Hasil perhitungan

3.6. Pengolahan Data Curah Hujan


Gambar 6. Peta pembagian sub DAS dan
stasiun hujan Kabupaten Sidoarjo
Data curah hujan yang dipergunakan dalam
penelitian adalah data 10 tahun (1994-2003),
3.5. Penentuan Nilai Koefisien Limpasan mencakup 28 stasiun pengamat, sebagaimana
tercantum pada tabel 5. Sedangkan gambar 7
Koefisien limpasan (C) merupakan angka yang menunjukkan peta curah hujan tahunan rata-rata
secara empiris dihitung berdasarkan tiga yang diperoleh dari kontur isohyet (garis yang
parameter DAS, yakni tutupan lahan, tekstur menghubungkan curah hujan sama).
tanah dan kemiringan lereng. Pada penelitian ini,
Tabel 4. Curah Hujan rata-rata 10 tahun Kab. Sidoarjo
penentuan harga C diambil dari Soil and Water
Conservation Engineering, John Wiley & Son,
CH
1985 (tabel 2). No NAMA_STASIUN T (m) U (m)
RATA2
1 Kemlaten 662680 9176544 1274
Metode yang digunakan untuk overlay ketiga data
2 Cepiples 666410 9174983 1343
di atas adalah “intersect”, yakni pertama meng-
3 Kedungploso 665870 9178482 1468
overlay tutupan lahan dan tekstur tanah, kemudian
4 Bakalan 669009 9180360 1690
layer tersebut dioverlay dengan peta kemiringan
5 Krian 674416 9180862 2081
lereng. Hasil perhitungan tersaji dalam tabel 3.
6 Ketawang 680080 9182258 1896
Tabel 2. Koefisien limpasan (C) menurut Metode 7 Botokan 683813 9183390 1842
Rasional 8 Ponokawan 675962 9182227 1898
9 Durugbedug 683006 9174503 1632
Tekstur tanah 10 Ketintang 680462 9176983 1620
Tutupan Topo-
Lahan grafi Pasir Lempung Lanau 11 Kludan 687698 9170564 1488
Datar 0.1 0.3 0.4 12 Putat 691007 9169946 1454
Hutan Bergelom 0.25 0.35 0.5 13 Bono 694757 9183856 1687
bang 0.3 0.5 0.6
14 Sruni 690319 9181748 1908
Berbukit
Datar 0.1 0.3 0.4 15 Sedati 694720 9184214 1697
Padang Bergelom 0.16 0.36 0.55 16 Banjarkemantren 689453 9179856 1629
rumput bang 0.22 0.42 0.6 17 Ketegan 688182 9187582 1743
Berbukit
18 Kedungcangkring 689530 9165366 1582
Datar 0.3 0.5 0.6
Perke- Bergelom 0.4 0.6 0.7 19 Porong 685774 9165870 1678
bunan bang 0.52 0.72 0.82 20 Sidoarjo 690567 9176248 1935
Berbukit 21 Sumput 685989 9177749 1865
Datar renggang sedang rapat
Perkotaan Bergelom 0.4 0.55 0.65
22 Klagen 683280 9179494 1788
bang 0.5 0.65 0.8 23 Karangnongko 684441 9180773 1878
Sumber: Soil and Water Conservation Engineering, 24 Krembung 678953 9169815 1762
John Wiley & Son, New York, 1985 25 Gedangrowo 673969 9173253 1719
26 Budugbulus 685042 9170003 1482

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 51


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

No NAMA_STASIUN T (m) U (m)


CH perkiraan debit maksimum, sebaiknya
RATA2 menggunakan kala ulang yang pendek, yakni 2, 5
27 Prambon 671530 9174147 1892 dan 10 tahun.
28 Watutulis 673281 9177625 1703 3. Menghitung intensitas hujan maksimum
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Karangploso Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi
curah hujan per satuan waktu. Untuk
mendapatkan intensitas hujan selama waktu
konsentrasi, digunakan rumus Mononobe
(Kyotoka Mori, 1975):

I = ( ( R24 / 24 ) x ( 24 / Tc ) ) 2/3

Adapun waktu konsentrasi (Tc) dihitung dengan


menggunakan rumus Kirpich (VT Chow, 1988):

Tc = 0,945 x ( L1,156 / D 0,385 )

Gambar 7. Peta curah hujan tahunan rata-rata dimana:


Kabupaten Sidoarjo I: Intensitas hujan selama waktu
konsentrasi (mm/jam)
3.7 Prosedur Pengolahan Data Curah Hujan R24 Curah hujan maksimum harian dalam
24 jam (mm)
1. Menghitung curah hujan rata-rata tiap sub Tc: Waktu konsentrasi
DAS L: Panjang sungai / alur utama (km)
D: Beda tinggi sungai utama
Rrt = ( R1 + R2 + R3 + ..... + Rn) / n Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum
disajikan pada tabel 5.
dimana:
Rrt : Curah hujan daerah (mm) 3.8. Penerapan Metode Rasional.
R1 .. Rn : Curah hujan harian maksimum di
stasiun 1 s/d stasiun n Metode Rasional adalah salah satu metode
n : Banyaknya stasiun dalam sub DAS empiris dalam hidrologi. Rumus matematis
2. Menghitung curah hujan rencana dengan metode ini adalah:
distribusi Gumbel
Debit Maksimum (QMaks) =CIA/ 360 (m3 /detik)
XTr = X + Sx ( 0,78 y - 0,45 )
Sx = √ (( ∑ Xi - X ) / ( n – 1 )) Dalam hal ini:
y = - Ln ( - Ln ((( T – 1 ) / T ))) C adalah koefisien limpasan
I adalah intensitas hujan yang dihitung
dimana: dalam mm/jam
XTr : Curah hujan dengan kala ulang Tr thn A adalah luas area setiap sub DAS,
X : Curah hujan rata-rata dihitung dalam hektar.
Sx : Simpangan baku
y : Perubahan reduksi Tabel 5. Nilai intensitas hujan maksimum
n : Jumlah data
Intensitas maks. (mm/jam)
Xi : Data curah hujan Nama Sub
Tr=2 Tr=5 Tr=10
T : Kala ulang dalam tahun No DAS
tahun tahun tahun
Dari pengolahan ini, akan diperoleh curah hujan 1 Buntung 4,36 4,98 5.39
dengan kala ulang (periode berkala) selama Tr 2 Jomblong 10,74 12,58 13.81
3 Buduran 5,57 5,99 6.27
tahun (2, 5, 10, 25, 50, 100 dan 200 tahun). Untuk 4 Pucang 6,28 6,8 7.14
5 Kedunguling 3,85 4,27 4.55
6 Ketapang 6,62 8,03 8.97
Sumber: Hasil perhitungan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 52


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Tabel 6. Perhitungan debit maksimum Selisih ini artinya, jika nilai debit pada hasil
perhitungan lebih tinggi dari debit eksisting tiap
Nama Qmaks (m3 /detik) sungai, maka terjadi luapan pada sungai tersebut.
No
Sub DAS Tr=2 Tr=5 Tr=10 Luapan tersebut akan menjadi genangan. Dari
1 Buntung 69,75 79,68 86,25 gambar tersebut terlihat, diantara keenam sub
DAS, ada dua yang nilai debit perhitungan lebih
2 Jomblong 83,02 97,28 106,72
tinggi dari debit eksisting, yaitu sub DAS
3 Buduran 40,57 43,66 45,70 Jomblong dan sub DAS Pucang. Sub DAS Pucang
4 Pucang 96,96 104,96 110,26 hanya kelebihan debit sebesar 5,96 m3/detik,
sementara Jomblong sangat besar, yaitu 64,82
5 Kedunguling 103,20 114,43 121,86 m3/detik. Dengan demikian, menurut perhitungan
6 Ketapang 72,17 87,54 97,71 dengan Metode Rasional, diperkirakan kedua sub
Sumber: Hasil perhitungan DAS tersebut rawan terkena genanganair hujan.

Tabel 7. Data debit maksimum eksisting 4.2. Analisa Spasial

Ditinjau dari segi keruangan (spasial), yakni


Nama sungai Q (m3 /detik) dengan menumpang susun (overlay) beberapa
1 Buntung 94.2 layer peta, didapat informasi sebagai berikut:
2 Jomblong 18.2 a) Hasil overlay antara sub DAS rawan genangan,
3 Buduran 45.5 layer tutupan lahan, batas tekstur tanah dan
4 Pucang 91 kontur isohyet (gambar 9) menunjukkan sub
5 Kedunguling 115 DAS rawan genangan terletak pada:
6 Ketapang 120.7 • Tutupan lahan berupa permukiman (padat
Sumber: Dinas PU Pengairan dan renggang), sawah irigasi, tambak,
dan sebagian hutan bakau.
Hasil perhitungan debit maksimum disajikan pada • Tekstur tanah berupa lempung dan
tabel 6. lempung berlumpur, di mana kedua jenis
ini sulit menyerap air
Selanjutnya, hasil ini diperbandingkan dengan • Curah hujan yang cukup tinggi, yaitu
debit eksisting tiap-tiap sungai (tabel 7). antara 1700 – 2000 mm per tahun.
b) Hasil overlay antara sub DAS rawan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN genangan dan layer kemiringan lereng
(gambar 10) menunjukkan, sub DAS
4.1. Analisa Statistik rawan genangan terletak pada kemiringan
lereng yang cukup bervariasi, yaitu 0-
Dengan melakukan perbandingan antara data 0,25% hingga 1,25-1,5%.
debit eksisting dan hasil perhitungan, didapat
suatu selisih debit maksimum seperti tampak pada
gambar 8.

Perbandingan Debit Eksisting dengan Hasil Perhitungan

140

120

100
Debit M aksim um

80

60

40

20

0
Buntung Jomblong Buduran Pucang Kedunguling Ketapang
Gambar 9. Overlay antara sub DAS rawan genangan,
Debit Eksisting Debit Hasil Perhitungan
tutupan lahan, batas tekstur tanah, dan isohyet
Gambar 8. Perbandingan debit maksimum data
eksisting dengan hasil perhitungan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 53


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Gambar 10. Overlay antara sub DAS rawan genangan


dengan layer kemiringan lereng

Gambar 12. Peta prediksi daerah rawan genangan air


Kabupaten Sidoarjo

- luas genangan dalam radius 100 meter pada


setiap lokasi genangan

Dari informasi di atas, ditunjang dengan data


daerah rawan genangan yang diperoleh dari Dinas
PU Pengairan 2003, maka penulis dapat membuat
prediksi daerah-daerah yang diperkirakan rawan
Gambar 11. Overlay antara sub DAS rawan genangan genangan di Kabupaten Sidoarjo, seperti terlihat
dengan layer batas administrasi
pada gambar 12.

Penjelasan:
c) Hasil overlay antara sub DAS rawan genangan
¾ Poligon berwarna ungu menunjukkan prediksi
dan layer batas administrasi (gambar 11)
daerah rawan genangan pada sub DAS
menunjukkan, daerah rawan genangan terletak
Jomblong, yang terjadi selama 3 bulan basah,
pada daerah yang lebih rendah, yakni ke arah
yaitu bulan Desember, Januari dan Februari.
timur. Adapun beberapa kecamatan yang
¾ Poligon berwarna merah menunjukkan
diperkirakan termasuk didalamnya adalah:
prediksi daerah rawan genangan pada sub
- Sebelah selatan kecamatan Gedangan
DAS Pucang, yang terjadi selama 3,5 bulan
- Sebelah utara kecamatan Buduran
basah, yaitu berkisar antara bulan Nopember
- Sebagian besar kecamatan Sidoarjo
hingga Februari.
- Sebelah utara kecamatan Candi
5. KESIMPULAN
Menurut sumber dari Dinas PU Pengairan
Sidoarjo, kelebihan debit sebesar 64,82 m3/detik
¾ Terjadinya genangan air disebabkan oleh
di sub DAS Jomblong, dengan tutupan lahan:
banyak faktor, antara lain faktor alamiah dan
permukiman renggang, sawah dan tambak, akan
faktor tindakan manusia. Faktor alamiah,
mengakibatkan:
diindikasikan oleh curah hujan yang tinggi,
- tinggi genangan 50 – 60 cm
topografi suatu daerah dan kondisi alam
- luas genangan dalam radius 300 meter pada
daerah itu (jenis tanah, bentuk aliran sungai,
setiap lokasi genangan
dsb). Sedangkan faktor tindakan manusia
antara lain: perubahan tata guna lahan akibat
Sedangkan kelebihan debit sebesar 5.96 m3/detik
penggundulan hutan (deforestasi) dan
di sub DAS Pucang, dengan tutupan lahan:
perluasan kota.
permukiman padat, sedikit sawah dan sedikit
¾ Dari peta isohyet, tampak adanya curah hujan
tambak, akan mengakibatkan:
yang cukup bervariasi pada daerah penelitian,
- tinggi genangan 40– 50 cm
berkisar antara 1500 hingga 2100 mm

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 54


Surabaya, 14 – 15 September 2005
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

setahun. Curah hujan tertinggi terdapat di Bidang Binasistem Pusbinajasig, 1993.


kecamatan Krian, yakni 2000 – 2100 mm. Pengkajian Citra Penginderaan Jauh untuk
¾ Harga koefisien limpasan (C) tertinggi Evaluasi Banjir DAS Tulangbawang Lampung.
dimiliki oleh sub DAS Jomblong, dengan nilai Jurnal Bakosurtanal
0,592. Penyebabnya adalah karena sub DAS
ini didominasi oleh tekstur tanah lempung Chow, VT, DR. Maldment and LW. Mays, 1988.
yang sulit menyerap air. Applied of Hidrology, Singapore: McGrawHill
¾ Harga C terendah pada sub DAS Ketapang
(0,522), di mana pada wilayah tersebut Curan, Paul J, 1985. Principle of Remote Sensing.
banyak terdapat sawah dan vegetasi, dan New York: John Wiley & Son
tekstur tanahnya beragam, dari pasir, lanau,
hingga lempung. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten
¾ Hasil perhitungan debit maksimum Sidoarjo, 2003. Perencanaan Bangunan
menunjukkan, sub DAS yang mempunyai luas Pengendalian Banjir atau Genangan Kota
area paling besar yakni Kedunguling, debit Sidoarjo. Laporan Penelitian
maksimumnya paling besar (103,2 m3/detik).
Tetapi apabila diperbandingkan dengan debit Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
pengukuran (eksisting), sub DAS ini tidak Sidoarjo, 1998. Pemetaan Kawasan Pertanian
memiliki kelebihan debit, karena sungai yang Beririgasi Teknis. Laporan Penelitian
cukup panjang dengan debit besar.
¾ Genangan air akan terjadi jika ada kelebihan Hardaningrum, Farida, 1994. Aplikasi
antara debit perhitungan dengan debit hasil Penginderaan Jauh dan SIG untuk Memperkirakan
pengukuran. Dalam hal ini sub DAS Limpasan Permukaan di Sub DAS Cikapundung.
Jomblong memiliki kelebihan debit sebesar Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung
64,82 m3/detik dan Pucang sebesar 5,96
m3/detik. Dengan demikian keduanya Japan Association on Remote Sensing, 1991.
diprediksi sebagai daerah yang rawan terkena Remote Sensing Note
genangan air hujan.
¾ Untuk menentukan lokasi rawan genangan, John Wiley & Son, 1985. Soil and Water
diperlukan suatu rujukan. Dalam hal ini Conservation Engineering. New York
penulis mengambil data daerah rawan
genangan dari Dinas PU Pengairan Sidoarjo, Lakitan, Benyamin, 1994. Dasar-dasar
berupa data tabular. Dengan melakukan ‘cross Klimatologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
check’, dapat dibuat peta rawan genangan Jakarta
untuk daerah penelitian.
Lillesand and Kiefer, 1979. Remote Sensing and
6. DAFTAR PUSTAKA Image Interpretation. New York: John Wiley &
Son
A, Burrough, P, 1986. Principles of Geographical
Information Systems for Land Resources Prahasta, Eddy, 2001. Konsep-konsep Dasar SIG.
Assesment. Oxford: Clarendonpress, Oxford Bandung: CV. Informatika

Alonso, Marcelo & Finn, and J, Edward, 1992. Ralph & Hanson, 1989. Teknik Fondasi.
Medan dan Gelombang Jilid 2. Penerbit Erlangga Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sidoarjo dalam Angka, 2003
Aronoff, Stanley, 1986. Geographic Information
Systems: A Management Perspective. Canada: Sosrodarsono, Suyono, 1976. Hidrologi untuk
WDL Publications Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramitha

Asdak, Chay, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan


Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember TIS - 55


Surabaya, 14 – 15 September 2005

Anda mungkin juga menyukai