Anda di halaman 1dari 10

PERBEDAAN LAMA PEMBUKAAN SERVIK

ANTARA INDUKSI MISOPROSOL DAN


OKSITOSIN DRIP PADA PERSALINAN
DENGAN KPD DI RSUD KOTA
SALATIGA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh:

RATRI WIDIYATI
NIM 2004216

PROGRAM STUDI STR KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia Profil Kesehatan Tahun 2018

adalah 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup

tinggi apalagi jika dibandingkan dengan negara–negara tetangga. Penyebab

AKI di Indonesia pada tahun 2018 adalah 30,3% perdarahan, 27,1%

hipertensi, 7,3% infeksi, 1,8% partus lama dan 39% penyebab lainnya.1

Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018

sebanyak 421 kasus, mengalami penurunan dibandingkan jumlah kasus

kematian ibu tahun 2017 yang sebanyak 475 kasus. Dengan demikian Angka

kematian ibu Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan dari 88,05 per

100.000 kelahiran hidup pada tahun 2017 menjadi 78,60 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2018.2

Kematian maternal sebesar 63,12 persen terjadi pada waktu nifas, pada

waktu hamil sebesar 22,92 persen, dan pada waktu persalinan sebesar 13,95.

Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal

terbanyak adalah pada usia 20-34 tahun sebesar 67,11 persen, kemudian pada

kelompok umur >35 tahun sebesar 29,07 persen dan pada kelompok umur <20

tahun sebesar 3,82 persen.3

Penyebab terbesar Kematian Ibu di Jawa Tengah tahun 2016 yaitu

Perdarahan sebesar (21,26%), Hipertensi sebesar (27,06%), Infeksi sebesar

(4,82%), gangguan sistem peredaran darah sebesar (13,29%), gangguan


2

metabolisme sebesar (0,33%) dan penyebab lainya termasuk Ketuban Pecah

Dini, Partus lama, Abortus dan penyebab lainya sebesar (33,22%). 4

Kematian ibu terkait dengan faktor penyebab langsung dan tidak langsung.

Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih di dominasi oleh

Perdarahan, Komplikasi dan Infeksi. Salah satu penyebab kematian ibu adalah

komplikasi, di antaranya yaitu Ketuban Pecah Dini yang merupakan pecahnya

ketuban sebelum masuk dalam waktu persalinan.4 Insiden ketuban pecah dini

terjadi 8-10% pada semua perempuan hamil aterm. Ketuban pecah dini

premature terjadi pada 1% kehamilan. 4 Ketuban pecah dini merupakan

komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan

mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi

yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu

sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya

prematuritas dan RDS (respiration dystress syndrome).5

Penatalaksanaan KPD diusia kehamilan >35 minggu lakukan induksi, bila

gagal dilakukan seksio cesarea. Induksi persalinan adalah suatu tindakan

terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun

medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi

persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana

pada akselerasi persalinan tindakan- tindakan tersebut dikerjakan pada wanita

hamil yang sudah inpartu. Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan

pervaginam dengan merangsang timbulnya his bagi ibu hamil yang belum

inpartu sehingga terjadi persalinan.6


3

Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan

dengan berbagai indikasi, baik untuk keselamatan ibu maupun keselamatan

janin Insidensi kehamilan postterm rata-rata sekitar 10% dari seluruh

kehamilan di Amerika Serikat pada tahun 1997. Dikenal dua jenis induksi

yaitu secara mekanis dan medisinalis. Pemakaian balon kateter, batang

laminaria, dan pemecahan selaput ketuban termasuk cara mekanis. Induksi

medisinalis dapat dengan menggunakan infus oksitosin intravena dengan

keuntungan waktu paruh yang pendek hingga mudah diawasi dan

dikendalikan bila terjadi komplikasi, namun sangat bergantung pada skor

bishop sehingga perlu pematangan serviks terlebih dahulu.7

Ada beberapa metode induksi persalinan yang direkomendasikan yaitu

induksi farmakologi dan mekanis atau non farmakologi. Induksi farmakologi

adalah induksi dengan cara pemberian analog prostagladin E¹ yang akan

memberikan efek kontraksi uterus. Dalam nama dagang prostaglandin E¹

adalah misoprostol. Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2

sediaan 100µg dan 200µg. Misoprostol untuk induksi ini dapat diberikan

secara vaginal maupun oral dengan dosis 25µg sampai dengan 50µg yang

diulang dalam 3-6 jam. Kelebihan dari induksi misoprostol adalah

misoprostol akan larut dalam waktu 20 menit dan mencapai puncaknya dalam

waktu 30-60 menit.8

Keunggulan misoprostol karena efektifitasnya, harga yang relatif murah,

stabilitasnya dalam kondisi panas, kemudahan dalam penggunaan dan efek

samping yang kecil dan efek samping yang cukup besar pada misoprostol
4

adalah ruptur uteri. Penanganan bila terjadi ruptur uteri yaitu akan dilakukan

histerorafi atau histerektomi.9

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Misoprostol memperlihatkan

penurunan 47% resiko seksio sesaria (risk ratio = 0,53). Pada kondisi serviks

yang kurang mendukung, misoprostol dapat memberikan keuntungan lebih

dibandingkan dengan oksitosin sebagai obat induksi persalinan.10

Preparat lain yang sering digunakan untuk induksi adalah oksitosin. Tetapi

kegagalan induksi dengan oksitosin sering terjadi walaupun komplikasi pada

janin dan ibu berkurang karena dapat terkontrol dosis oksitosin. Efek samping

pemberian oksitosin pada ibu hamil yaitu rasa mual, muntah dan intoksikasi

air.9

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Salatiga pada

tahun 2020 total persalinan sebanyak 1740 persalinan dengan 78,56% adalah

pasien rujukan termasuk rujukan, rujukan atas indikasi pasien KPD sebesar

25% atau sebanyak 386 pasien. Data jumlah persalinan dengan induksi

sebanyak 568 atau 40,9% dari jumlah total persalinan pervaginam. Indikasi

induksi antara lain postterm 68%, KPD 17%, IUFD 4%, PEB dan Hipertensi

Dalam Kehamilan (HDK) 11%. Dengan angka induksi gagal sebanyak 88

pasien atau sebanyak 22 %. Induksi selama ini dilakukan dengan oksitosin

atau misoprostol tergantung pada advis dokter.

Berdasarkan data diatas dan masih banyaknya kejadian KPD maupun

induksi persalinan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Perbedaan Lama Pembukaan Serviks Antara Induksi Misoprosol Dan

Oksitosin Drip Pada Persalinan Dengan KPD Di RSUD Kota Salatiga”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : "Adakah perbedaan lama pembukaan servik

antara induksi misoprosol dan oksitosin drip pada persalinan KPD?"

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan lama pembukaan serviks antara induksi

misoprosol dan oksitosin drip pada persalinan dengan KPD.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran lama pembukaan servik dengan induksi

misoprosol pada persalinan KPD di RSUD Kota Salatiga.

b. Mengetahui gambaran lama pembukaan servik dengan induksi

oksitosin drip pada persalinan KPD di RSUD Kota Salatiga.

c. Mengetahui perbedaan lama pembukaan servik antara induksi

misoprosol dan oksitosin drip pada persalinan dengan KPD di RSUD

Kota Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dapat mengaplikasikan ilmu yang di dapat dalam perkuliahan, khususnya

di bidang asuhan pada ibu bersalin dengan KPD atau menerapkan

beberapa teori yang telah diterima.


6

2. Bagi instansi tempat penelitian

Dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya tentang

asuhan pada ibu bersalin dengan KPD.

3. Bagi masyarakat

Dapat dijadikan masukan informasi khususnya untuk mengetahui lama

pembukaan servik antara induksi misoprosol dan oksitosin pada persalinan

KPD.

E. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari peneliti-peneliti

sebelumnya. Sebagai acuan maka peneliti menggunakan penelitian

sebelumnya yang dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini:

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian

Peneliti Judul Metode Hasil


Permana, Misoprostol Untuk Jenis penelitian Misoprostol
Kemara, & Induksi Persalinan kuantitatif, rancangan memperlihatkan
Megadhan Pada Kehamilan penelitian diskriptif. penurunan 47%
a (2019) Aterm resiko seksio sesaria
(risk ratio = 0,53).
Pada kondisi serviks
yang kurang
mendukung,
misoprostol dapat
memberikan
keuntungan lebih
dibandingkan dengan
oksitosin sebagai
obat induksi
persalinan.
Sinaga Identifikasi Indikasi Populasi dalam Dari total 193
(2019) Induksi Persalinan penelitian ini adalah responden, terdapat
Pada Ibu Di Ruang semua ibu bersalin 80 orang (41,5%)
Bersalin RS Sufina dengan kejadian yang mendapatkan
Aziz Tahun 2019 induksi persalinan di tindakan akibat
Rumah Sakit Sufina inersia uteri, akibat
Aziz Medan Tahun serotinus berjumlah
2019 sejumlah 37 orang (19,2%),
193kasus dengan akibat ketuban pecah
7

Peneliti Judul Metode Hasil


jumlah sampel dini berjumlah 65
sebanyak 193. Dengan orang (33,7%) dan
teknik penarikan akibat IUFD
sampel yaitu Total berjumlah 11 orang
Sampling. (5,7%). Ibu bersalin
yang mendapatkan
tindakan induksi
persalinan akibat
Ketuban Pecah Dini,
Serotinus, IUFD dan
Inersia lebih banyak
diakibatkan oleh
pemberian induksi
pada saat proses
persalinan.
Legawati Determinan Kejadian Jenis penelitian yang Variabel yang
& Riyanti Ketuban Pecah Dini dilaksanakan adalah berhubungan dengan
(2018) (KPD) Di Ruang deskriptif dan analitik, KPD adalah umur
Cempaka Rsud DR menggunakan ibu berisiko akan
Doris Sylvanus rancangan cohort mengalami
Palangkaraya retroprospective peningkatan kejadian
melalui pendekatan KPD 1,9 kali (OR=
kuantitatif , sampel 1,917), paritas ibu
166 ibu post partum berpengaruh
yang dirawat. Analisa signifikan terhadap
data kuantitatif kejadian KPD
dilakukan melalui dua primpara 1,5 kali
tahapan yaitu analisis lebih tinggi
univariat untuk mengalami KPD
melihat karakteristik dibandingkan dengan
reponden, bivariat multipara (OR=1,5),
dengan menggunakan umur kehamilan
uji 𝑥 2 (𝐶ℎ𝑖 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒) prematur
dan OR meningkatkan
kejadian KPD 10,8
kali lebih tinggi
dibandingkan
kehamilan aterm
(OR=10,887) , BB
bayi lahir normal
menyebabkan KPD
5,7 kali lebih tinggi
dibandingkan BBLR
(OR=5,758), gemelli/
kembar menjadi
penyebab KPD 6,8
kali lebih tinggi
dibandingkan dengan
bayi yang tunggal
(OR=6,845) dan
metode persalinan
8

Peneliti Judul Metode Hasil


pada ibu dengan
KPD 1,2 kali lebih
tinggi diberlakukan
persalinan SC
dibandingkan
persalinan normal.
Dan variabel yang
tidak berhubungan
dengan KPD adalah
pekerjaan ibu.
9

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2016. From:


http://www.depkes.go.id.
2. DinKes Jawa Tengah. (2019). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2018.
From: www.dinkesjatengprov.go.id
3. DinKes Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2016.
From: www.dinkesjatengprov.go.id
4. Prawirohardjo. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
5. Nugroho. (2012). Kebidanan Patologi. Yogykarta: Nuha Medika
6. Taufan N, (2012). Patologi Kebidanan .Yogyakarta: penerbit Nuha Medika
7. Elasari, T, Mirani, P,Ansyori,M.H, Syamsuri,K.A,Husin. (2017). Efektifitas
dan efek samping misoprostol dosis 25mcg vaginal untuk induksi
persalinan.Pertemuan ilmiah Tahunan VIII Fetomaternal. Jogya.p.189-
202
8. Cunningham,Gary,et al. (2015). Obstetri Williams. Jakarta: EGC
9. Jordan, Sue. (2013). Farmakologi Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
10. Permana, Kemara& Megadhana (2019). Misoprostol Untuk Induksi
Persalinan Pada Kehamilan Aterm.

Anda mungkin juga menyukai