Anda di halaman 1dari 28

Register : 211010000042895

JENIS PENELITIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS

Analisis Implementasi Universal Precaution Standard Based On


World Health Organization 2020 dalam Pencegahan penularan
COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi Selatan,
Indonesia

EVA YUSTILAWATI, S.Kep.Ns.,M.Kep

(UIN ALAUDDIN MAKASSAR)


DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
KEMENTERIAN AGAMA RI
TAHUN 2021

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................................3
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................................................5
2. Tujuan Khusus.................................................................................................................................5
D. Manfaat penelitian.........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................................6
A. Konsep Umum pasien Covid-19....................................................................................................6
2. Karakteristik virus........................................................................................................................7
3. Epidemologi....................................................................................................................................7
4. Manifestasi Klinis..........................................................................................................................9
5. Penatalaksanaan..........................................................................................................................13
B. Konsep Universal Precaution......................................................................................................15
C. Kajian Terdahulu........................................................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................19
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................................................19
A. Desain penelitian..........................................................................................................................19
B. Waktu dan Tempat......................................................................................................................19
C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................................................19
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan data...................................................................................20
E. Rencana Analisis..........................................................................................................................21
F. Etik Penelitian..............................................................................................................................22
G. Alur Penelitian.........................................................................................................................23
H. Rencana Pembahasan..............................................................................................................24
I. Time Schedules............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Corona virus atau dikenal diawal dengan sebutan 2019 novel coronavirus (2019-
nCoV) di temukan pertama kali di Wuhan, Provensi Hubei Cina, pada bulan Desember
2019. Kasus awal yang diidentifikasi diyakini telah tertular dari sumber zoonosis yaitu
penularan virus dari hewan ke manusia karena banyak yang melaporkan atau bekerja di
Pasar Grosir Makanan Laut Huanan. Pada awal wabah, beberapa kasus menghasilkan rantai
penularan dari manusia ke manusia. Sejak tanggal 18 Desember sampai tanggal 29
Desember 2019, terdapat lima pasien dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS). Hingga tanggal 31 Desember 2019 sampai 3 Januari 2020 kasusnya meningkat
dengan pesat, dilaporkan kasus sebanyak 44 kasus. Dalam kurun waktu singkat, penyakit ini
telah menyebar di berbagai provinsi lain di negara China, Thailand, Jepang, dan Korea
Selatan. (Susilo et al., 2020). Salah satu penyebab penularan/transmisi meningkat di luar
Hubei Cina disebabkan karena tingginya status pusat transportasi dan pergerakan populasi
Wuhan selama tahun baru imlek, sehingga individu yang terinfeksi menyebar ke seluruh
negeri (WHO, 2020).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit corona virus
(COVID-19) adalah penyakit menular dari manusia ke manusia. Beberapa gejala yang
dialami oleh individu yang terkonfirmasi positif adalah masalah pernapasan ringan hingga
sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Akan tetapi bagi individu yang
mengalami kondisi dengan penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, penyakit
pernafasan kronis, dan kanker serta bagi pasien lanjut usia lebih mungkin mengembangkan
penyakit serius.. Virus COVID-19 menyebar dari droplet penderita ketika batuk atau bersin,
dimana saat ini belum ada vaksin atau perawatan khusus untuk COVID-19 (WHO, 2020).
Transimisi virus yang meningkat dan menyebar secara luas, membuat WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemic pada 12 Maret 2020. Hingga tanggal 26 Juni
2020, yang terkonfirmasi sebanyak 9.413.289 kasus, sedangkan kasus yang meninggal
konfirmasi sebanyak 482.730 kasus di seluruh dunia. Wilayah atau Negara yang terdampak
yaitu 216 negara. Sehingga 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi

3
global (WHO, 2020) (2). Dampak dari pandemik Covid 19, dilakukan beberapa penelitian
dan menunjukkan fakta bahwa kondisi dalam berbagai sektor vital untuk menjalankan roda
pemerintahan menjadi tidak stabil. Dibutuhkan lebih dari satu dekade bagi dunia untuk
menata Kembali roda pemerintahan hingga pulih secara sosial dan ekonomi (United
National, 2020) (3), dan mungkin secara signifikan mengaggu kemajuan Agenda
pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2030. (Djalante R, dkk 2020) (4)
Negara Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia, sehingga
diperkirakan akan sangat menderita dan dalam jangka waktu yang lebih lama, apabila
dibandingkan dengan negara lain dengan penduduk yang lebih sedikit. Saat novel
coronavirus SARS-CoV2 menyebar di negara China secara ekstrem pada bulan Desember
2019 – Februari 2020, Indonesia melaporkan tidak ada kasus infeksi sama sekali. Namun
pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo melaporkan ada dua pasien terkonfirmasi
COVID-19 di Indonesia. Tanggal 2 April 2020, negara Indonesia telah mencapai 1.790
kasus, 113 kasus baru, dengan rerata 170 jumlah kematian, dan sebanyak 112 yang melalui
masa pemulihan. Sejak 14 Maret 2020, Pemerintah Indonesia menetapkan penyakit COVID-
19 sebagai bencana nasional. Pada tanggal 22 juni 2020, di Indonesia telah dilaporkan
51.427 orang dengan COVID-19 yang dikonfirmasi. Dimana angka kematian sebanyak
2.683 orang dan angka kesembuhan 21.333 orang dan saat ini pada tanggal 22 September
2020 telah dialporkan 252.923 orang dengan COVID-19 yang dikonfirmasi. Dimana angka
kematian sebanyak 9.837 orang dan angka kesembuhan 184.293 orang (Kementrian
Kesehatan, 2020) (5). Peningkatan jumlah kasus secara drastis mengindikasikan kesadaran
masyarakat Indonesia yang kurang mematuhi protokol kesehatan saat ini. (WHO. 2020).
Berbagai tindakan tersebut tentu saja akan berdampak pada status kesehatan individu
pada berbagai tingkat usia. Upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi
terkait Covid-19, untuk mencegah dan memperlambat penularan. Hal-hal yang dapat
dilakukan adalah mengikuti protokol kesehatan pencegahan covid dengan menjaga jarak,
mencuci tangan dengan benar sesering mungkin, menerapkan etika batuk dan bersin dengan
benar, menggunakan masker jika bepergian, menghindari kerumunan dan keluar rumah jika
tidak penting serta menerapkan pola hidup sehat (WHO. 2020).
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chu et al (2020) yang
menemukan bahwa Penularan virus lebih rendah dengan jarak fisik 1 m atau lebih,

4
dibandingkan dengan jarak kurang dari 1 m, Penggunaan masker wajah dapat menghasilkan
pengurangan risiko penularan infeksi yang besar, serta penggunaan pelindung mata juga
dikaitkan dengan penularan infeksi lebih sedikit. Hasil temuan ini mendukung jarak fisik 1
m atau lebih sebagai perkiraan kuantitatif, Penggunaan masker wajah secara optimal,
respirator, dan pelindung mata sebagai intervensi yang lebih baik dalam mencegah
penularan virus covid-19.
Fenomena adanya peningkatan jumlah penderita Covid-19 dari tahun 2020 menuju
tahun 2021 menjadikan angka jumlah penderita Covid 19 meningkat secara kuantitatif
meskipun secara peringkat Indonesia secara global menunjukkan penurunan peringkat. Hal
ini disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk mematuhi protokol
kesehatan. Beberapa argumentasi yang didapatkan melalui hasil wawancara peneliti yaitu
masyarakat menganggap bahwa Covid-19 sudah tidak ada. Selain itu, Masyarakat pun ada
yang berpendapat bahwa mereka sudah bosan menggunakan alat pelindung seperti masker
dan menjaga jarak serta melakukan kebersihan tangan. Ada pula masyarakat yang
menganggap bahwa pemerintah melakukan pembohongan publik untuk masyarakatnya.
Berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini di seluruh dunia dan secara khusus di
Indonesia, maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi implementasi perilaku masyarakat
terhadap kewaspadaan berdasarkan standar WHO dalam pencegahan penularan Covid-19.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sejauh mana
implementasi Universal Precaution Standart Based On World Health Organisation 2020
dalam pencegahan penularan COVID-19 pada masyarakat Sulawesi Selatan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi implementasi
Universal Precaution Standart Based On World Health Organisation 2020 dalam
pencegahan penularan COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi Selatan
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian adalah:
a. Mengidentifikasi implementasi Physical Distancing dalam dalam pencegahan
penularan COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi Selatan

5
b. Mengidentifikasi implementasi Hand Hygiene dalam dalam pencegahan penularan
COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi Selatan
c. Mengidentifikasi implementasi etika batuk dan bersin dalam dalam pencegahan
penularan COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi Selatan
d. Mengidentifikasi implementasi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam
pencegahan penularan COVID 19 pada masyarakat Urban dan Rural Sulawesi
Selatan
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini terkait pengetahuan
dan implementasi terkait Universal Precaution Standart dalam pencegahan penularan
penyakit Covid-19 serta diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kewaspadaan
dini dalam mengurangi paparan virus Covid-19.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Umum pasien Covid-19


1. Defenisi
Penyakit coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Severe Acure Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV2).
Paparan virus ini menyerang sistem pernafasan melalui penularan dari manusia ke
manusia. Infeksi pada saluran pernafasan pada manusia menimbulkan dampak penyakit
pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus.
Berbeda halnya dengan penderita usia lanjut yang telah mengalami penurunan secara
fisiologis dan memiliki masalah kesehatan lain seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
penyakit pernapasan kronis, dan kanker, dapat memperberat penyakit tersebut.
(WHO,2020)
Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh coronavirus yang baru muncul yang pertama dikenali muncul di Wuhan,
Tiongkok, pada bulan Desember 2019. Pengurutan genetika virus ini mengindikasikan
bahwa virus ini berjenis betacoronavirus yang terkait erat dengan virus SARS (WHO,
2020)

6
Coronavirus menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia
menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang
serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut
Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang
ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada
Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019
(COVID-19) (Kemenkes RI, 2020)
Coronavirus adalah virus replikasi RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan
unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV)(Yuliana, 2020)
2. Karakteristik virus
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam
subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute
Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-
2(Susilo et al., 2020)
Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh coronavirus yang baru muncul yang pertama dikenali muncul di
Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019. Pengurutan genetika virus ini
mengindikasikan bahwa virus ini berjenis betacoronavirus yang terkait erat dengan virus
SARS (1).(WHO, 2020)
Covid-19 disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrom coronavirus-2
(SARS-COV2). SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-
stranted RNA yang positif. SARS-CoV-2 termasuk dalam kategori betaCov dan 96,2%
sekuens genom SARS-Cov-2 identikal dengan bat Cov RaTG13. Di duga vektor

7
kelelawar merupakan inang asal virus SARS-CoV-2. Namun ini memerlukan penelitian
spesies hewan lebih lanjut lagi. Virus ini juga ditemukan dapat hidup pada aerosol
selama 3 jam. Pada permukaan solid, virus ini ditemukan lebih stabil dan dapat hidup
pada media plastik, pada besi dapat hidup selama 72 jam, pada tembaga selama 48 jam
serta pada karton selama 24 jam (Sahin et al., 2020)
3. Epidemologi
Pada 22 januari 2020, novel CoV telah diumumkan berasal dari kelelawar liar
dan termasuk dalam kelompok dari beta-coronavirus yang mengandung sindrom
pernafasan akut parah terkait (CORS-CoV). Meskipun covid-19 dan SARS-CoV
termasuk dalam subkelompok beta corona-virus yang sama, kesamaan pada tingkat
genom hanya 70% dan kelompok novel telah menunjukkan perbedaan genetic dari
SARS-CoV sama dengan epidemic SARS, ini wabah telah terjadi selama festival musim
semi di cina yang merupakan festival tradisional paling terkenal di cina, dimana hampir
3 miliar orang bepergian ke seluruh negeri. Kondisi ini menguntungkan untuk penularan
penyakit yangt sangat menular ini dan kesulitan parah dalam pencegahan dan kontrol
epidemic. Sedangkan festival berlangsung antara 10 januari dan 18 januari. Wuhan pusat
epidemic dengan 10 juta penduduk, diperkirakan jumlah festival selama musim semi
2020 ini naik 1,7 kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah yang dijalani pada tahun
2003 dan mencapai 3, 11 miliar dari 1,82 miliar. Perjalanan yang cukup besar ini
menguntungkan utuk penyebaran penyakit yang sulit disembuhkan ini. 31 desember
2019, Negara China yang terinfeksi kasus 42.708 orang, meninggal 1.017 orang,
Singapore kasus 45 orang, hongkong 42 orang, Thailand kasus 33 orang, south korea 28
orang, japan kasus 26 orang, Malaysia kasus 18 orang, Germany kasus 16 orang,
Australia 15 kasus, United states 13 kasus, France 11 kasus, Macao 10 kasus, United
kingdom 8 kasus, dan United arab emirates 8 kasus. (Sahin et al., 2020)
Sejak kasus pertama yang terjadi di Wuhan China, terjadi peningkatan kasus
COVID-19 di China setiap hari dan mencapai titik epidemiologi memuncak diantara
akhir bulan Januari hingga awal bulan Februari 2020. Laporan kejadian pandemik ini
berasal dari Hubei dan provinsi di sekitarnya, kemudian bertambah hingga ke provinsi-
provinsi lain di China. Struktur genetik virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada
umumnya. (Susilo et al., 2020)

8
4. Manifestasi Klinis
Paparan virus tersebut melalui mekanisme penularan kontak erat dan melalui
droplet. Resiko paparan pun bahkan melalui aerosol pada berbagai aktivitas medis mau
pun non medis. Pada aktivitas non medis yang banyak masyarakat lakukan adalah
dengan bersin. Sedangkan pada aktivitas medis erat kaitannya dengan semakin sering
terpapar dengan pasien Covid-19 merujuk pada intervensi seperti bronkoskopi,
nebulisasi dan lain lain yang menghasilkan aerosol (Kemenkes, 2020)
Ada pun manifestasi klinis yang ada pada pasien COVID-19 yang memiliki area
spektrum yang luas, mulai dari pasien tanpa merasakan gejala (asimptomatik), dengan
gejala ringan, gejala pneumonia, pasien dengan pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga
pasien dengan komplikasi berupa syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong dalam gejala
ringan atau sedang, sebanyak 13,8% mengalami gejala berat, dan sebanyak 6,1% pasien
dalam kondisi kritis dan memerlukan perawatan intensif. Untuk gejala asimptomatik
belum diketahui proporsinya. Viremia yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien
yang asimptomatik telah dilaporkan. Untuk pasien dengan gejala ringan dikategorikan
dengan pasien yang mengalami infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi, disertai
dengan demam, fatigue, ada batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri
tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien berada dalam kadar saturasi
oksigen yang stabil dengan presentasi 99-100%. Beberapa kejadian dengan pasien yang
mengeluhkan adanya diare disertai adanya muntah. Pasien COVID-19 dengan
pneumonia berat ditandai dengan adanya demam, ditambahkan dengan adanya salah satu
dari gejala: frekuensi pernapasan >30x/menit, adanya distres pernapasan berat, saturasi
oksigen 93% tanpa adanya bantuan oksigen. Pada pasien lansia/geriatri dapat muncul
gejala-gejala atipikal. Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan
gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.
Berdasarkan data, sebanyak 55.924 kasus dengan gejala tersering adalah demam, batuk
kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan pada kasus terkonfirmasi adalah
adanya batuk disertai sekret sputum, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala,
myalgia/arhtralgia, menggigil, mual/muntah kongesti nasal, diare, nyeri abdomen,
hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih dari 40% pasien yang demam, mengalami
hipertermi dengan kisaran suhu sekitar 38,1-39°C. Dan sebanyak 34% mengalami

9
hipertermi dengan suhu lebih dari 39°C. Proses perjalanan penyakit dimulai dengan
masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (rerata 5 hari). Pada masa inkubasi ini ,
leukosit dan limfosit masih dalam batas normal atau sedikit menurun dan
biasanyakondisi klinis pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus
ini akan menyebar melalui aliran darah terutama pada jaringan yang mengekspresi
ACE2 seperti organ jantung, paru-paru, saluran pencernaan. Gejala pada fase ini
umumnya ringan dan stabil. Pada serangan kedua, muncul sejak empat hingga tujuh hari
setelah timbulnya gejala awal. Pada saat ini pasien masih kondisi masih demam dan
mulai tampak sesak, lesi di paru tampak memburuk, pemeriksaan limfosit menurun.
Penanda inflamasi pada sel darah mulai meningkat dan mulai terjadinya proses
hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi dan pada fase selanjutnya, inflamasi semakin tidak
terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan terjadinya ARDS, sepsis, serta
komplikasi lainnya (Susilo et al., 2020)
a. Sindrom klinis COVID-19
1) Penyakit ringan
Pasien yang terinfeksi virus saluran pernapasan bagian atas tanpa komplikasi,
menunjukkan gejala-gejala tidak spesifik seperti demam, kelelahan, batuk,
anoreksia, tidak enak badan, nyeri otot, sakit tenggorokan, dispnea, hidung
tersumbat, atau sakit kepala. Hanya beberapa yang mengalami gejala seperti
diare, mual, dan muntah. Lansia dan orang yang terganggu sistem imun
menunjukkan gejala yang berbeda misalnya gejala-gejala akibat adaptasi
fisiologis saat proses kehamilan dan kejadian lain selama kehamilan, seperti
dispnea, demam, gejala-gejala GastriIntestinal atau kelelahan, hampir mirip
atau terjadi bersamaan dengan gejala-gejala COVID-19 sehingga sulit
dibedakan.
2) Pnemonia
a) Pasien dewasa dapat terjangkit pneumonia tanpa adanya tanda pneumonia
berat dan tidak memerlukan kebutuhan oksigen tambahan.
b) Pasien anak yang terjangkit pneumonia tidak berat memiliki gejala seperti
batuk atau dispnea + napas pendek: napas pendek (hitungan napas/menit):

10
< 2 bulan: ≥ 60x/menit; 2-11 bulan: ≥ 50x/menit; 1-5 tahun: ≥ 40x/menit
tanpa tanda adanya pneumonia berat.
3) Pneumonia berat
a) Pasien anak atau dewasa: demam atau suspek pneumonia berat, ditambah
satu dari gejala klinis yaitu: frekuensi napas > 30x/menit; gawat
pernapasan; atau saturasi oksigen menurun dengan kadar (SpO2) ≤ 93%
pada udara bebas.
b) Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya
satu gejala klinis yaitu: sianosis atau SpO2 < 90%; gawat pernapasan
(seperti mendengkur, retraksi dinding dada); tanda gejala pneumonia
disertai gejala umum yang berat seperti: ketidakmampuan untuk menyusu
atau minum, letargi atau tidak sadarkan diri, atau kejang. Tanda- tanda lain
yaitu: tarikan (retraksi) dinding dada ke bawah, napas cepat/tachipea
(napas/menit): < 2 bulan: ≥ 60x/menit; 2-11 bulan: ≥ 50x/menit; 1-5 tahun:
≥ 40x/menit. Meskipun penegakan diagnosis dilakukan atas dasar
diagnosis klinis pasien, pencitraan dada (thoraks) dapat mengidentifikasi
atau memastikan tidak terjadinya adanya komplikasi paru tertentu
c) Sindrom gawat pernapasan akut (ARDS)
a) Tanda Awal: Kurang dari 1 minggu dari timbulnya penyebab klinis
dengan perburukan respirasi.
b) Pemeriksaan penunjang radiologi (radiografi, CT scan, atau USG):
c) Asal infiltrasi paru: gagal napas dengan diagnosis pembanding gagal
jantung yang juga memiliki tanda gejala yang sama yaitu adanya
kelebihan cairan ekstraseluler.
d) Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa (17, 19): •
a. a ARDS kategori ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2a ≤ 300
mmHg (dengan PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau tidak
diventilasi)
a. b ARDS kategori sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200
mmHg (dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak diventilasi)

11
a. c ARDS kategori berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP
≥ 5 cmH2O, atau tidak diventilasi) •
a. d Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
terjadinya gejala ARDS (termasuk pada pasien yang tidak
diventilasi).
e) Penurunan kadar oksigenasi pada pasien anak. Gunakan ukuran
berbasis PaO2 jika tersedia. Jika PaO2 tidak tersedia, hilangkan
FiO2 agar SpO2 tetap dibawah 97% untuk menghitung OSI atau
rasio kadar oksigen/SpO2/FiO2:
a. a Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2O dengan masker wajah
penuh: PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
a. b ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI <
7.5
a. c ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI
< 12.3
a. d ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3.
4) Sepsis
Pasien dewasa yang mengalami disfungsi organ berakibat mengancam
nyawa akibat disregulasi/kegagalan respons tubuh terhadap adanya dugaan
infeksi atau infeksi terbukti. Tanda-tanda disfungsi organ yang sering terjadi
dalam hal ini meliputi: perubahan status mental/kesadaran, gagal nafas berat,
penurunan kadar oksigen (desaturase oksigen), penurunan haluaran urine,
denyut jantung cepat (tachicardi), nadi lemah, akral dan ekstremitas dingin
diserta adanya hipotensi, kulit berbintik, atau hasil laboratorium untuk
koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat tinggi, atau hyperbilirubinemia
pasien
5) Septic shock
a. Pasien anak: infeksi terduga atau terbukti mengalami gejala sepsis dengan
kriteria sesuai umur yang mengalami ARDS ≥ 2, gejala yang dialami
adalah peningkatan suhu tubuh atau jumlah sel darah putih yang
mengalami peningkatan. Sedangkan untuk pasien dewasa: mengalami

12
hipotensi menetap meskipun telah dilakukan tindakan resusitasi cairan,
serta membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah
(MAP) ≥ 65 mmHg dan kadar laktat serum > 2 mmol/L.
b. Pasien anak: disertai adanya hipotensi atau adanya dua dari gejala berikut
yaitu: perubahan status mental/kesadaran; adanya takikardia atau
bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit atau > 160 x/menit pada bayi dan
< 70 x/menit atau > 150 x/menit pada anak); pengisian CRT> 2 detik) atau
denyut nadi yang lemah; diserta takipnea; adanya kulit berbintik atau
disertai adanya akral dingin atau ruam petekie serta purpura; peningkatan
laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia (World Health Organization,
2020).
5. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis
dilakukan pemeriksaan seperti hematologi rutin, hitung jenis, pemeriksaan fungsi
ginjal, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan analisis gas darah, fungsi hemostasis,
pemeriksaan laktat darah, serta pemeriksaan prokalsitonin dan dapat dikerjakan
sesuai dengan indikasi yang diinstruksikan. Kadang trombositopenia juga
dijumpai, sehingga diagnosis pembanding adalah DHF. Negara Singapura
melaporkan adanya pasien positif palsu dengan DHF, yang kemudian diketahui
terkonfirmasi COVID-19. Karena gejala awal COVID-19 tidak khas dan hal ini
tentunya harus dilengkapi dengan pemeriksaan lengkap dan kontinyu serta
membutuhkan pengawasan ketat.
b. Pemeriksaan diagnostic SARS-CoV 2
Pada pemeriksaan antigen-antibodi, beberapa perusahaan mengklaim telah
mengembangkan tes uji serologi untuk deteksi keberadaan SARS-CoV-2, namun
hingga saat ini telah ada beberapa artikel penelitian dari hasil penelitian yang
dilakukan yaitu alat uji serologi yang dipublikasikan. Kendala utama dalam
melakukan uji diagnostic untuk pemeriksaan rapid yang akurat adalah memastikan
hasil tes negatif palsu, karena angka deteksi virus pada rRT-PCR sebagai baku
emas tidak ideal. Perlu diperhatikan bahwa hal yang harus dipertimbangkan

13
adalah onset paparan dan durasi gejala sebelum memutuskan pemeriksaan
serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai pada hari ke 3 hingga hari ke 6
setelah onset gejala muncul. Dan IgG terdeteksi mulai hari ke 10 hingga hari ke
18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini tidak direkomendasikan WHO
sebagai dasar diagnosis utama. Pasien dengan pemeriksaan rapid negatif serologi,
masih memerlukan observasi dan pemeriksaan ulang bila dianggap terpapar virus
Covid-19.
c. Pengambilan specimen
WHO telah merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua lokasi, yaitu
sekret dari saluran napas bagian atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran
napas bagian bawah [sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), atau dengan aspirat
endotrakeal. Pengambilan sampel diambil selama 2 hari berturut turut untuk
pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pengawasan (ODP),
pengambilan sampel tambahan dilakukan bila ada perburukan seara klinis. Pasien
dengan kontak erat risiko tinggi, pengambilan sampel dilakukan pada hari 1 dan
hari 14. Deteksi virus pada hari ketujuh setelah kontak pada pasien
asimtomatis/tanpa gejala dan deteksi virus di hari pertama onset pada pasien
dengan adanya gejala demam. Perbandingan anatara titer virus lebih tinggi pada
sampel yang diambil pada area nasofaring bila dibandingkan sampel yang diambil
pada orofaring. Studi lain melaporkan bahwa titer virus Covid-19 dari sampel
swab dan sputum memuncak pada hari 4-6 sejak onset gejala. Pemeriksaan
Bronkoskopi paru untuk mendapatkan sampel BAL merupakan metode
pengambilan sampel dengan tingkat deteksi yang akurat. Induksi sputum juga
mampu meningkatkan deteksi keberadaan virus pada pasien yang negatif SARS-
CoV-2 melalui swab nasofaring/orofaring. Namun, tindakan ini tidak
direkomendasikan karena risiko paparan dan penyebaran aerosolisasi tinggi. Virus
sampel darah, urin, maupun feses untuk pemeriksaan virologi belum
direkomendasikan rutin dan masih belum dianggap bermanfaat dalam praktek di
lapangan. Virus hanya terdeteksi sekitar <10% sampel darah pasien, jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan swab. Hingga saat ini, belum ada
yang berhasil mendeteksi adanya virus dalam urin. SARS-CoV-2 dapat dideteksi

14
dengan baik di saliva. Studi di Hongkong melaporkan tingkat deteksi 91,7% pada
pasien yang sudah positif COVID-19, dengan titer virus paling tinggi pada awal
onset.
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-
19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah
terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik. National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat
yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-
α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ),
remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat beberapa obat
antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat lain (Susilo et al., 2020).
Ada pun integrasi dalam agama Islam yang menganjurkan untuk tetap
menjaga kebersihan diri dan meningkatkan ikhtiar dalam menjaga Kesehatan yaitu
termaktub dalam Surah An Nahl ayat 69 yaitu:
‫ ِه‬R‫ ٰ َونُهۥُ فِي‬R‫ف أَ ۡل‬R ٞ ‫ َر‬R‫ َش‬R‫ا‬Rَ‫ ُسبُ َل َرب ِِّك ُذلُاٗل ۚ يَ ۡخ ُر ُج ِم ۢن بُطُونِه‬R‫ٱسلُ ِكي‬
ٌ Rِ‫اب ُّم ۡختَل‬ ِ ‫ثُ َّم ُكلِي ِمن ُك ِّل ٱلثَّ َم ٰ َر‬
ۡ َ‫ت ف‬
]69-69:‫ك أَل ٓيَ ٗة لِّقَ ۡو ٖم يَتَفَ َّكرُونَ [ النحل‬ َ ِ‫اس إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ِ ۚ َّ‫ لِّلن‬ٞ‫ِشفَٓاء‬
Terjemahnya :
69. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. [An Nahl:69]

Banyak dampak yang ditimbulkan akibat pandemik secara global diantara


berdampak pada bidang kesehatan, ekonomi, sosial budaya dan kehidupan politik.
Dampak utama dalam bidang kesehatan sangat mempengaruhi bidang sektor
lainnya. Pandemik global ini diperkirakan akan memanjang seiring dengan belum
ditemukannya vaksin. Berbagai Negara belahan dunia mengupayakan sistem
pencegahan dan penanggulangan untuk meminimalkan jumlah pasien dengan
paparan Covid 19 tersebut dengan menerapkan sistem yang berlaku secara
nasional maupun internasional melalui kewaspadaan standar Universal
Precaution (ESC, 2020)

Selain ayat tersebut, terdapat pula perintah Allah SWT untuk menjaga
kebersihan sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 222:

15
yang artinya: "... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Dari arti ayat tersebut, kita diingatkan untuk tetap bersih dan suci adalah
sebagian dari iman. Perilaku pencegahan yang dikaitkan dalam integrasi
keislaman tentunya telah ada sebelum adanya pandemik Covid-19. Maksud ayat
ini diejawantahkan dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat agar virus
Covid-19 tidak menular melalui agen dan media lainnya yang menjadi tempat
untuk berkolonisasi dalam tubuh manusia itu sendiri.

B. Konsep Universal Precaution


1. Pengertian universal precaution
Universal precaution merupakan upaya untuk mencegah penularan dari patogen melalui
beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terpapar
penyakit (Kemenkes, 2020). Sedangkan menurut Saxena (2020) Universal precaution
covid-19 merupakan pencegahan umum penularan virus covid-19 yang merupakan bentuk
perlindungan terhadap diri sendiri.
2. Langkah universal precaution
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sahin (2020) menemukan bahwa penularan
covid-19 sering terjadi ketika orang yang terinfeksi bersin dan melalui tetesan pernapasan
yang dihasilkan tersebut menyebar ke udara dan dihirup oleh orang lain kemudian menetap
dalam paru-patu dan menimbulkan gejala menyerupai influenza dan menimbulkan
gangguan pada saluran pernapasan. Penelitian ini juga menemukan bahwa penularan virus
covid-19 dapat terjadi akibat tangan atau benda yang terkontaminasi permukaan atau objek
yang terinfeksi bersentuhan dengan mulut, hidung, atau mata (Sahin, 2020). Oleh sebab itu
penting untuk dilakukan pencegahan penularan virus covid-19.

16
World Health Organization (2020) menyatakan bahwa beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah serta memperlambat penyebaran virus covid-19 yaitu:
a. Menerapkan pola hidup sehat
b. Melakukan kebersihan tangan secara benar
c. Menjaga jarak
d. Menerapkan etika batuk dan bersin
e. Menggunakan masker
Kemenkes (2020) menguraikan beberapa pencegahan efektif yang dapat dilakukan
oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya penularan virus covid-19. Adapun metode
pencegahan tersebut antara lain:
a. Membersihkan tangan dengan cara mencuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor atau menggunakan hand sanitizer apabila tangan tidak terlalu kotor
b. Hindari menyentuh bagian mulut, hidung serta mata apabila belum mencuci tangan
c. Etika batuk serta bersin dengan menutup bagian mulut dan hidung menggunakan tisu
atau siku bagian dalam serta tidak lupa membuang tisu yang telah digunakan ke tempat
sampah perlu diterapkan
d. Penggunaan masker medis apabila memiliki gejala gangguan pada saluran pernapasan
serta tetap memperhatikan kebersihan tangan ketika membuang masker yang telah
digunakan
e. Menjaga jarak fisik minimal 1 meter atau lebih pada orang yang memiliki gejala
gangguan pernapasan.
Pedoman yang dikeluarkan oleh World Health Organization (2020) dan (Kemenkes,
2020) sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chu et al (2020) menyatakan
bahwa semua pasien yang datang ke rumah sakit perlu diberlakukan prinsip pencegahan
universal terutama pada rumah sakit yang terletak di pusat kota epidemik. Hal ini karena
banyak kejadian penularan terjadi pada orang-orang yang tidak bergejala. Oleh karena itu
pertanyaan pada setiap pasien yang datang ke rumah sakit seperti adanya riwayat demam,
batuk, dan sesak 2 minggu terakhir atau adanya kontak dengan pasien positif tidak dapat
membantu untuk mengidentifikasi pasien covid-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Penularan virus lebih rendah dengan jarak fisik 1 meter atau lebih, dibandingkan dengan
jarak kurang dari 1 meter, Penggunaan masker wajah dapat mengakibatkan penurunan

17
signifikan dalam risiko infeksi dan ditemukan bahwa masker N95 atau respirator serupa
dapat melindungi dari penularan infeksi dibandingkan dengan masker bedah sekali pakai
atau sejenisnya (misalnya, masker kapas berlapis 12-16 lapisan yang dapat digunakan
kembali), penggunaan pelindung mata juga dikaitkan dengan penurunan risiko infeksi
covid-19 (Chen et al., 2020).
Pencegahan umum penularan virus covid-19 menurut Saxena (2020) merupakan
bentuk perlindungan terhadap diri sendiri. Pencegahan yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan antara lain:
a. Menggunaan masker bedah atau N95 yang menutupi bagian hidung dan mulut
b. Menggunakan sarung tangan kapan saja untuk menghindari cairan tubuh yang
terkontaminasi virus
c. Menggunakan pakaian pelindung anti air atau hazmat serta penggunaan googles atau
visor untuk melindungi mata
d. Membersihkan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan hand rub, sering
mengganti sarung tangan dan membersihkan tangan setiap kontak dengan pasien yang
berbeda
e. Hindari menyentuh face shield, masker, pelindung mata, wajah, kepala, atau area leher
sebelum mencuci tangan.
Penelitian tersebut juga didukung oleh Chu et al (2020) yang meneliti tentang efek
jarak fisik optimal, penggunaan masker serta pelindung mata untuk mencegah penularan
virus covid-19 pada layanan kesehatan serta komunitas dengan menggunakan metode
systematic review dan meta analisis. Hasil penelitian menemukan bahwa Penularan virus
lebih rendah dengan jarak fisik 1 m atau lebih, dibandingkan dengan jarak kurang dari 1 m,
Penggunaan masker wajah dapat menghasilkan pengurangan risiko penularan infeksi yang
besar, serta penggunaan pelindung mata juga dikaitkan dengan penularan infeksi lebih
sedikit. Hasil temuan ini mendukung jarak fisik 1 m atau lebih sebagai perkiraan
kuantitatif, Penggunaan masker wajah secara optimal, respirator, dan pelindung mata
sebagai intervensi yang lebih baik dalam mencegah penularan virus covid-19 (Chu et al.,
2020).
C. Kajian Terdahulu

18
Telah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku pencegahan
COVID-19. Hasil penelitian (Chu et al., 2020) melaporkan bahwa Penularan virus lebih
rendah dengan jarak fisik 1 m atau lebih, dibandingkan dengan jarak kurang dari 1 m,
Penggunaan masker wajah dapat menghasilkan pengurangan risiko penularan infeksi
yang besar, serta penggunaan pelindung mata juga dikaitkan dengan penularan infeksi
lebih sedikit. Hasil temuan ini mendukung jarak fisik 1 m atau lebih sebagai perkiraan
kuantitatif, Penggunaan masker wajah secara optimal, respirator, dan pelindung mata
sebagai intervensi yang lebih baik dalam mencegah penularan virus covid-19.
Hasil penelitian (Yue, Zhang, Cao, & Chen, 2020) menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang COVID-19 pada masyarakat rural dan Urban masih perlu
ditingkatkan. Penelitian (Lihua et al., 2020) menyatakan bahwa penduduk rural memiliki
tingkat pengetahuan yang baik dalam mencegah COVID-19, tetapi terdapat beberapa
tantangan pula dalam upaya pencegahan pada masyarakat rural terkait minimnya APD
dan masih ada beberapa diantara masyarakat yang kurang patuh dalam mencegah
COVID-19. Penelitian lebih lanjut terkait pengetahuan dan perilaku pencegahan COVID-
19 pada masyarakat rural maupun urban masih perlu dilakukan demi mengevaluasi
kebijakan pemerintah dan memutuskan rantai penularan virus COVID-19. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku pada masyarakat Rural dan Urban
di wilayah Sulawesi selatan dalam melakukan pencegahan penularan COVID-19.
Hasil penelitian (Chu et al., 2020) menunjukkan penularan virus lebih rendah
dengan melakukan physical distancing dengan jarak 1 m atau lebih, dibandingkan jarak
jarak kurang dari 1 meter. Penggunaan masker dan pelindung wajah dapat mengurangi
paparan penularan Covid-19.
Hasil penelitian (Hauque, Hossain, Bhuiyan, Ananna, Chowdhury & Rahman,
2020) menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat unutk menjaga perilaku dalam
mematuhi protokol kesehatan pada masyarakat rural di Bangladesh. Sejalan penelitian
yang dilakukan oleh (Yanti et al, 2020) menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan dan
penghasilan menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan Covid-
19.
Hasil penelitian (Chen and Chen,2020) menunjukkan perilaku pencegahan pada
masyarakat urban lebih baik dibandingkan masyarakat rural dalam pencegahan Covid-19.

19
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian pendekatan Deskriptif dengan
mengidentifikasi pencegahan penularan COVID-19 berdasarkan fenomena yang terjadi di
masyarakat. Menurut Sugiyono (2017) pendekatan secara deskriptif merupakan metode
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan variabel mandiri dalam satu
variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri atau variabel bebas) tanpa membuat
perbandingan variabel itu sendiri dan mencari hubungan dengan variabel lainnya.
Penelitian ini untuk mengidentifikasi implementasi Physical Distancing, Hand Hygiene,
etika batuk dan bersin, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai upaya
pencegahan penularan COVID-19 pada masyarakat Sulawesi Selatan
B. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan bulan April-September 2021.
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

masyarakat di Sulawesi Selatan.

Sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2017). Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive

Sampling, teknik pengambilan sampel dimana sampel yang diambil berdasarkan kriteria

yang ditentukan oleh peneliti. Teknik ini digunakan karena populasi mempunyai anggota/

unsur yang heterogen.

20
Adapun kriteria penentuan sampel dalam penelitian adalah:

1. Kriteria inklusi adalah:

a. Masyarakat yang tinggal di Sulawesi Selatan

b. Masyarakat yang bersedia men jadi responden

c. Masyarakat yang memiliki smartphone

d. Mayarakat yang dapat mengaplikasin smartphone

2. Kriteria ekslusi adalah :

a. Masyarakat yang berada di luar Provinsi Sulawesi Selatan Masyarakat yang tidak

memiliki smartphone

b. Masyarakat yang tidak dapat mengisi kuesioner menggunakan aplikasi google

form

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan

Universal Precaution Standard Based On World Health Organization 2020 dalam

bentuk kuesioner online yang terdiri dari 30 item pertanyaan yakni Physical Distancing

sebanyak 11 item pernyataan, Hand Hygiene 7 item pernyataan, etika batuk dan bersin

sebanyak 5 item pernyataan, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebanyak 6

item pernyataan. Keempat variabel diukur dengan menggunakan skala likert pilihan

jawaban tidak pernah, jarang, kadang-kadang, dan sering. Rentang skor 1-4, untuk

pertanyaan positif tidak pernah mendapat skor 1, jarang skor 2, kadang-kadang skor 3,

dan sering skor 4. Sedangkan untuk pertanyaan negatif skornya dibalik, tidak pernah skor

4, jarang skor 3, kadang-kadang skor 2, dan sering skor 1.

21
Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, peneliti melakukan uji validitas

dan reliabilitas. Uji coba instrumen bertujuan untuk ketepatan alat yang digunakan untuk

mengukur sesuatu atau adanya kesesuaian alat ukur dengan apa yang akan diukur.

Menggunakan instrument yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka

diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel (Sugiyono, 2017). Jumlah

responden dalam uji coba responden ini adalah 30 responden dengan masyarakat

Sulawesi Selatan yang memiliki smartphone dan dapat mengisi kuesioner melalui google

form. Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner nilai croncach α 0.889.

E. Rencana Analisis

Pada penelitian ini analisis data yang akan dilakukan adalah analisis kuantitatif

dengan menggunakan program SPSS versi 21. Tahap analisis data dibagi menjadi dua

tahap yaitu:

a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan masing-masing variabel antara lain Social Distancing, Physical
Distancing, Hand Hygiene, etika batuk dan bersin, dan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) dan distribusi frekuensi serta pembahasan tentang gambaran variabel
yang diamati.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis data yang dilakukan untuk mencari korelasi atau
pengaruh antara 2 variabel atau lebih yang diteliti. Analisis untuk komparatif numerik
tidak berpasangan 2 kelompok adalah independent t test bila sebaran data normal dan
varian data sama. Bila sebaran data tidak normal atau varian yang tidak sama uji
yang digunakan adalah Uji Mann-whitney (Sopiyuddin, 2014).
E. Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik dalam
penelitian yang meliputi :

22
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Subjek dalam penelitian tentunya memiliki hak asasi dan kebebasan untuk
menentukan pilihan ikut atau menolak menjadi responden dalam penelitian
(autonomy). Tidak boleh ada paksaan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam
penelitian tersebut. Subjek dalam penelitian berhak untuk mendapatkan informasi
yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat
penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat
dan kerahasiaan informasi.
Prinsip ini tertuang dalam informed consent yaitu persetujuan untuk
berpartisipasi sebagai subjek penelitian secara tertulis setelah mendapatkan
penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang efek dan gambaran secara
keseluruhan pelaksanaan penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and
confidentiality).
Peneliti juga perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi
subjek penelitian yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya
diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan
identitas seperti nama dan alamat subjek kemudian diganti dengan kode tertentu.
3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian
dilakukan secara jujur, cermat, hati-hati, tepat dan dilakukan secara profesional.
Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian ini memberikan
keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
subjek dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and
benefits).
Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus mempertimbangkan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan populasi dimana hasil
penelitian akan diterapkan (beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak
yang merugikan bagi subjek penelitian (nonmaleficience). Peneliti harus
mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian

23
F. Alur Penelitian

Proposal Penelitian

Mengurus Izin penelitian:


Komite Etik FKIK UIN Alauddin Makassar

Populasi
Masyarakat Sulawesi Selatan

Sampel
Dengan teknik purposive sampling
Informed Consent: Menjelaskan & meminta persetujuan responden

Instrumen Penelitian

Pengumpulan data: Dilakukan secara online

Analisa Data dan Interpretasi

Hasil dan Pembahasan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
G. Rencana Pembahasan
Hasil penelitian ini akan membahas tentang pengetahuan dan perilaku pencegahan
Kesimpulan dan Saran
pada masyarakat rural dan urban di Indonesia bagian timur. Perilaku pencegahan pada
masyarakat rural dan urban diharapkan mendapatkan perhatian. Hasil penelitian ini
merupakan penelitian pertama tentang pengetahuan dan perilaku pencegahan pada
masyarakat rural dan urban di Indonesia bagian timur. Dari penelitian ini nantinya

24
diketahui mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik tentang
pencegahan COVID-19.
Hasil penelitian ini diharapkan akan sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Yanti et al, 2020) yang akan menemukan hasil mayoritas masyarakat
(70%) memiliki pengetahuan baik tentang COVID-19. Penelitian serupa juga demikian,
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk (2020) juga menunjukan mayoritas
masyarakat telah memiliki pengetahuan yang baik tentang COVID-19. Penyebaran virus
yang cepat, dampak pandemi yang bersifat global, mengakibatkan masyarakat berburu
informasi terkait virus COVID-19 (Chen and Chen, 2020). Pandemi covid-19 adalah
kasus baru dimasyarakat Indonesia yang dapat meningkatkan motivasi dan mengubah
perilaku hal ini bergantung pada informasi tentang penyakit (pengetahuan), penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Pawelek, Salmeron, & Valle, 2015) bahwa penemuan infeksi
dapat meningkatkan motivasi tekanan dalam mengubah level perilaku. Hal ini
menjadikan masyarakat memiliki informasi yang kaya terntang COVID-19.
Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui pula tidak ada perbedaan
pengetahuan antara masyarakat rural dan urban. Upaya pemerintah dalam memberikan
edukasi kepada masyarakat tentang COVID-19 memang sangat massif. Dampaknya
adalah telah dibuatnya web khusus COVID-19 secara nasional, yang memuat secara
detail tentang COVID-19 yang dapat dengan mudah diakses oleh seluruh kalangan
masyarakat menjadi salah satu pendukung yang sangat kuat mempengaruhi perubahan
pengetahuan masyarakat. Berbagai media, cetak, elektronik, sosial media di berbagai
fasilitas, dan peran serta petugas Kesehatan maupun satuan petugas COVID-19 bersatu
menjadi elemen pendukung dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam rangka
memutus rantai penularan virus COVID-19.
Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui perilaku pencegahan pada
masyarakat urban lebih baik dari masyarakat rural. Hasil penelitian ini tentunya akan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen and Chen (2020) yang menunjukkan
hasil bahwa perilaku masyarakat urban lebih baik daripada masyarakat rural dalam
pencegahan COVID-19. Penelitian yang sama juga ditemukan pada hasil penelitian (Yue
et al., 2020) yang menunjukkan perilaku pencegahan pada masyarakat rural dan urban
juga memiliki perbedaan, meskipun perilaku pencegahan pada kedua kelompok

25
masyarakat berada pada level menengah. Kosa dan Robertson dalam Marimbi (2009)
menjelaskan bahwa masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat tergantung pada
kepercayaan atau keyakinan pada setiap individu. Saat masyarakat yakin bahwa itu akan
mengganggu kesehatan, maka mereka akan bertindak, namun jika merasa tidak ada
dampak yang ditimbulkan terhadap mereka, maka mereka akan diam saja dan tidak
mengikuti apa yang diminta untuk dilakukan. Inilah yang terjadi pada masyarakat
rural.Hasil ini dapat pula dikaitkan dengan health literacy.
Hasil penelitian nantinya diharapkan karakteristik responden secara presentasi
tidak begitu memperlihatkan perbedaan antara kedua kelompok ini, meskipun secara
statistik dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan penghasilan memperlihatkan
adanya perbedaan pada penelitian ini. Penelitian sebelumnya oleh (Prihati, Wirawati, &
Supriyanti, 2020) menunjukkan hubungan pendidikan dan penghasilan dengan perilaku
kesehatan. Demikian halnya pada penelitian yang dilakukan oleh (Rianto, Cangara, &
Muhammad, 2018) yang menunjukkan status ekonomi yang rendah menjadi orang
kurang menggunakan pelayanan kesehatan. Lebih lanjut, dalam penelitian (Yanti et al,
2020) menunjukkan masyarakat dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang  rendah
cenderung berperilaku kurang dalam pencegahan COVID-19.

H. Time Schedules

TIME SCHEDULE PENELITIAN TAHUN 2021

N
O Kegiatan Waktu Penelitian
    2021
Mare
    t April Mei Juni Juli Agus Sept
1 Pengajuan proposal              
Registrasi Proposal
2 dan Submit              
3 Penilaian Review              
4 Pengumuman              
5 Seminar Proposal              
Pelaksanaan
6 Penelitian              
Monitoring dan
7 Evaluasi              
Progress Report dan
26
8 Penguatan              
9 Presentasi Hasil              
Penyerahan
10 Laporan              
DAFTAR PUSTAKA
Chen, K. N., Gao, S., Liu, L., He, J., Jiang, G. N., & He, J. (2020). Thoracic surgeons’ insights:
Improving thoracic surgery outcomes during the Coronavirus Disease 2019 pandemic.
Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 1–4.
https://doi.org/10.1016/j.jtcvs.2020.04.038
Chu, D. K., Akl, E. A., Duda, S., Solo, K., Yaacoub, S., Schünemann, H. J., Chu, D. K., Akl, E.
A., El-harakeh, A., Bognanni, A., Lotfi, T., Loeb, M., Hajizadeh, A., Bak, A., Izcovich, A.,
Cuello-Garcia, C. A., Chen, C., Harris, D. J., Borowiack, E., … Schünemann, H. J. (2020).
Physical distancing, face masks, and eye protection to prevent person-to-person
transmission of SARS-CoV-2 and COVID-19: a systematic review and meta-analysis. The
Lancet, 6736(20), 1–15. https://doi.org/10.1016/s0140-6736(20)31142-9
Kemenkes. (2020). Pedoman kesiapan menghadapi COVID-19.
kementrian kesehatan republik indonesia. (2020). Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19
Kementerian Kesehatan.
Organization, W. H. (2020). Coronavirus disease (COVID-19) Pandemic.
Organization, W. health. (2020). box-469cf41adb11dc78be68c1ae7f9457a4.
Sahin, A. R. (2020). 2019 Novel Coronavirus (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian Journal of Medicine and Oncology, 4(1), 1–7.
https://doi.org/10.14744/ejmo.2020.12220
Sahin, A. R., Erdogan, A., Agaoglu, P. M., Dineri, Y., Senel, M. E., Okyay, R. A., & Tasdogan,
A. M. (2020). 2019 Novel Coronavirus ( COVID-19 ) Outbreak : A Review of the Current
Literature. 4(1), 1–7. https://doi.org/10.14744/ejmo.2020.12220
Saxena, S. K. (2020). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Epidemiology, Pathogenesis,
Diagnosis, and Therapeutics. Springer Nature Singapore Pte Ltd.
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Sinto, R., Singh, G.,
Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Khie, L., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum,
M., Annisa, F., Jasirwan, O. M., Yunihastuti, E., Penanganan, T., New, I., … Cipto, R.
(2020). Coronavirus Disease 2019 : Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease 2019 :
Review of Current Literatures. 7(1), 45–67.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.
Sopiyuddin. (2014). Membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Sagung Seto.

27
World Health Organization. (2020). Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan akut berat
( SARI ) suspek penyakit COVID-19. March, 1–25.
Yuliana. (2020). Wellness and healthy magazine. 2(February), 187–192.

28

Anda mungkin juga menyukai