Manajemen Keselamatan Kerja Menyikapi Penyebaran COVID-19 di Indonesia
I. Langkah STIMLOG dalam menyikapi penyebaran virus COVID-19
1) Adanya pengadaan sistem kuliah online (e-learning) sudah dapat dikatakan sesuai. Hal ini dikarenakan saat adanya penonaktifan kegiatan belajar mengajar selama 2 minggu ini dapat dilihat penyebaran virus COVID-19 apakah sudah menyebar di area Bandung terutama Sarijadi dan sekitar STIMLOG. Jika didapat penyebaran virus telah mencapai daerah STIMLOG, mahasiswa yang sebelumnya sudah tidak berada di sekitar daerah kampus dapat meminimalisir resiko terinfeksi virus COVID-19. 2) Ada juga fungsi social distancing yang dapat memperkecil kemungkinan mahasiswa- mahasiswa STIMLOG dari terjangkitnya COVID-19 jika semisalnya sudah ada diantara mahasiswa yang terjangkit. Sehingga perlu ada ruang yang cukup antara satu orang dengan orang lain sehingga menghilangkan rute transmisi virus melalui udara atau kontak fisik. Belum lagi virus Corona strain baru yaitu SARS-CoV2 ini juga terbukti dapat bertahan empat jam pada tembaga hingga 24 jam pada karton, dua hingga tiga hari pada plastik dan stainless steel. (Sumber https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/19/064600465/cara-penularan- virus-corona-dan-alasan-pentingnya-social-distancing) . 3) Mengingat metode penyebaran COVID-19 dan sejenisnya yang merupakan infeksi saluran pernapasan (Febrile Respiratory Illness / FRI). Selain harus adanya jarak antara orang yang terjangkit COVID-19 dengan yang tidak, harus adanya juga pembatasan kontak antara pengidap dan yang sehat. Hal ini dikarenakan, jarak penularan efektif dari infeksi saluran pernapasan (FRI) adalah 1-2 meter ketika droplet berisi nuklei virus dari batuk dan bersin terlepas di udara. (Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla N., Giuseppe I.(2008). Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency Departments. New Microbiologica. 31. 165-173.) 4) Adanya self isolation untuk menghindari dari menularkan dan tertularnya COVID-19. 5) Kemungkinan terjadinya penularan oleh korban COVID-19 yang tidak menyadari adanya Respiratory Hygiene/ Etika ketika batuk atau memiliki masalah pernapasan. Beberapa contoh dari Respiratory Hygiene adalah menutup mulut dan hidung ketika bersin menggunakan tissue atau masker, dan mencuci bagian tubuh yang terkena hasil sekresi sistem pernapasan seperti dahak dan liur. (Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla N., Giuseppe I.(2008). Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency Departments. New Microbiologica. 31. 165-173.) 6) Adanya kegiatan belajar mengajar di tengah adanya epidemi merupakan hal yang buruk dikarenakan virus COVID-19 masih belum dapat jelas teridentifikasi tanpa adanya test lab. II. Point yang dikritisi dari SK STIMLOG 1) Di point 3.1 seharusnya juga diberikan penjelasan atau aturan pulang berupa adanya pemeriksaan diri sebelum meninggalkan daerah kampus untuk pulang ke kampung halaman. Terutama jika kost mahasiswa berada di dekat tempat orang yang suspect corona atau mungkin orang yang terjangkit corona. III. Kritik kebijakan kampus untuk pemulangan atau tidak ke kampung halaman mahasiswa Menurut saya, kebijakan untuk pemulangan mahasiswa hanya dapat dilakukan jika mahasiswa sudah terbukti tidak memiliki COVID-19. Jika semisalnya mahasiswa diberikan himbauan untuk dipulangkan, sudah seharusnya diberikan persyaratan berupa teruji kesehatannya dan sterilisasi barang bawaan yang akan dibawa pulang. Jika melihat kasus penyebaran di Italia, Patient Zero atau sumber pertama wabah adalah orang berumur 38 tahun yang belum pernah ke China tetapi terjangkit di Italia. Dikarenakan dia belum pernah ke China, orang tersebut dan korban yang tersebar olehnya tidak mengetahui bahwa dia memiliki COVID-19 dan tidak melakukan test di rumah sakit. (Sumber: https://www.spiegel.de/international/world/coronavirus-why-are- there-so-many-cases-in-italy-a-00459ce0-bea7-482e-8a77-efe618f3b06b) IV. Kebijakan negara Indonesia yang sesuai dalam menyikapi virus COVID-19 1) Beberapa rumah sakit masih memiliki triase (triage) yang belum baik dalam menghadapi COVID- 19 dikarenakan masih adanya penyatuan beberapa orang yang masih berkemungkinan suspect COVID-19 dengan orang yang terjangkit COVID-19 dan juga orang mengidap FRI jenis lain selain COVID-19 di ruang isolasi. Hal ini selain mempertinggi kemungkinan orang yang semula tidak terinfeksi COVID-19 menjadi terinfeksi dan juga orang yang terinfeksi COVID-19 menjadi terinfeksi FRI lain. Kemungkinan ini dapat terjadi dikarenakan seharusnya ruang isolasi hanya berisi satu orang dan jika lebih harus dipisah dengan jarak minimal 2 meter. (Sumber: https://www.suara.com/news/2020/03/17/102649/curhat-pasien-suspect-corona-ruang-isolasi- sesak-negara-tidak-siap, dan Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla N., Giuseppe I.(2008). Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency Departments. New Microbiologica. 31. 165-173.) 2) Adanya himbauan penutupan tempat rekreasi, tempat yang memiliki tingkat interaksi antar individu secara fisik seperti tempat belajar mengajar, dan juga himbauan untuk isolasi diri juga sudah tepat diberikan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan jika kita melihat negara Italia yang merupakan negara tersehat kedua (Bloomberg Global Health Index 2019) dan negara terbersih ke-16 di dunia (Yale EPI Index) sekarang menjadi negara dengan kasus COVID-19 terbanyak ke-3 di dunia. Jumlah kasus positif COVID-19 kemarin berjumlah 31,506 dan jumlah meninggal dunia sebesar 2,503 jiwa. Salah satu penyebabnya adalah warga Italia yang tidak mendengarkan secara serius tentang himbauan untuk isolasi diri terutama di daerah yang mengalami lockdown dan juga kultur masyarakat yang sosialis. Jika semisalnya beberapa daerah sudah mengalami lockdown tetapi masyarakat tidak mengiyakan himbauan pemerintah, dapat memiliki kemungkinan terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia. (Sumber: https://www.liverpoolecho.co.uk/news/uk-world-news/six-reasons-coronavirus-spread-fast- 17901773) V. 4 langkah yang tidak sesuai dalam menyikapi virus COVID-19 1) Adanya pembatasan jumlah angkutan di DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan penumpukan di beberapa lokasi. Awalnya niatan awal untuk membatasi diri atau social distancing malah jadi jauh dari harapan jika semisalnya pada titik-titik yang terjadi penumpukan terdapat orang yang terjangkit COVID-19. Pasalnya pengguna kendaraan umum di DKI Jakarta tidaklah sedikit. (Sumber: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/17/08254891/pembatasan- operasi-angkutan-umum-ala-anies-yang-hanya-bertahan-sehari) 2) Belum adanya pemikiran lockdown atau ajuan lockdown oleh pemerintah atau pemda. Seharusnya pemerintah sudah siap melakukan hal ini dikarenakan jumlah masyarakat Indonesia yang banyak dan kepadatan penduduk pada suatu tempat. Walaupun belum ada usulan seperti ini seharusnya sudah ada pembinaan jika semisalnya jumlah dari korban COVID-19 di suatu daerah sudah melewati batas tertentu akan terjadi lockdown. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan kepanikan jika semisalnya terjadi kepanikan warga terutama panic buying jika terjadi lockdown. Tentunya pemerintah sendiri harus siap menangani permasalahan logistik pada daerah yang mengalami lockdown. (Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/jokowi-tegaskan-pemerintah-tidak- terpikir-untuk-lockdown-ini-tanggapan-jusuf-kalla?page=all) 3) Penutupan sejumlah tempat wisata dan rekreasi sudah berjalan, tetapi tidak ada untuk infrastruktur pemerintah. Infrastruktur pemerintah seperti perkantoran pajak dan lain- lain seharusnya dilakukan penutupan minimal sehari untuk sterilisasi dan pembenahan pegawai soal pandemok COVID-19. Ada juga seharusnya aturan social distancing yang dilakukan dalam proses antrian atau administrasi di beberapa tempat terutama rumah sakit. (Sumber: https://m.detik.com/travel/travel-news/d-4938208/tempat-wisata- ditutup-kadisparekraf-dki-jakarta-keputusan-berat) 4) Pemda hanya boleh memeriksa pasien yang suspect corona, selebihnya pemda tidak diperbolehkan oleh pemerintah pusat untuk menangani isu lain seperti halnya membuat konferensi pers dalam penanganan corona. Hal ini dinilai oleh pemerintah akan hanya membuat warga panik, sedangkan kesadaran masyarakat sendiri terhadap kecepatan penularan corona sendiri belum sangat baik, dan perlu adanya penyuluhan lebih lanjut untuk pencegahan corona di indonesia baik oleh pemerintah maupun oleh pemda. (Sumber : https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200313101155-20-483088/pakar- pemerintah-arogan-larang-pemda-aktif-tangani-corona)