Anda di halaman 1dari 3

Nama/NPM: Singgih Rizkya Ndaru – 16117144

Kelas: 3 Logistik D

Mata Kuliah: K3

Manajemen Keselamatan Kerja Menyikapi Penyebaran COVID-19 di Indonesia

I. Langkah STIMLOG dalam menyikapi penyebaran virus COVID-19


1) Adanya pengadaan sistem kuliah online (e-learning) sudah dapat dikatakan sesuai. Hal
ini dikarenakan saat adanya penonaktifan kegiatan belajar mengajar selama 2 minggu ini
dapat dilihat penyebaran virus COVID-19 apakah sudah menyebar di area Bandung
terutama Sarijadi dan sekitar STIMLOG. Jika didapat penyebaran virus telah mencapai
daerah STIMLOG, mahasiswa yang sebelumnya sudah tidak berada di sekitar daerah
kampus dapat meminimalisir resiko terinfeksi virus COVID-19.
2) Ada juga fungsi social distancing yang dapat memperkecil kemungkinan mahasiswa-
mahasiswa STIMLOG dari terjangkitnya COVID-19 jika semisalnya sudah ada diantara
mahasiswa yang terjangkit. Sehingga perlu ada ruang yang cukup antara satu orang
dengan orang lain sehingga menghilangkan rute transmisi virus melalui udara atau
kontak fisik. Belum lagi virus Corona strain baru yaitu SARS-CoV2 ini juga terbukti dapat
bertahan empat jam pada tembaga hingga 24 jam pada karton, dua hingga tiga hari
pada plastik dan stainless steel.
(Sumber https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/19/064600465/cara-penularan-
virus-corona-dan-alasan-pentingnya-social-distancing) .
3) Mengingat metode penyebaran COVID-19 dan sejenisnya yang merupakan infeksi
saluran pernapasan (Febrile Respiratory Illness / FRI). Selain harus adanya jarak antara
orang yang terjangkit COVID-19 dengan yang tidak, harus adanya juga pembatasan
kontak antara pengidap dan yang sehat. Hal ini dikarenakan, jarak penularan efektif dari
infeksi saluran pernapasan (FRI) adalah 1-2 meter ketika droplet berisi nuklei virus dari
batuk dan bersin terlepas di udara. (Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla N.,
Giuseppe I.(2008). Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency
Departments. New Microbiologica. 31. 165-173.)
4) Adanya self isolation untuk menghindari dari menularkan dan tertularnya COVID-19.
5) Kemungkinan terjadinya penularan oleh korban COVID-19 yang tidak menyadari adanya
Respiratory Hygiene/ Etika ketika batuk atau memiliki masalah pernapasan. Beberapa
contoh dari Respiratory Hygiene adalah menutup mulut dan hidung ketika bersin
menggunakan tissue atau masker, dan mencuci bagian tubuh yang terkena hasil sekresi
sistem pernapasan seperti dahak dan liur. (Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla
N., Giuseppe I.(2008). Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency
Departments. New Microbiologica. 31. 165-173.)
6) Adanya kegiatan belajar mengajar di tengah adanya epidemi merupakan hal yang buruk
dikarenakan virus COVID-19 masih belum dapat jelas teridentifikasi tanpa adanya test
lab.
II. Point yang dikritisi dari SK STIMLOG
1) Di point 3.1 seharusnya juga diberikan penjelasan atau aturan pulang berupa adanya
pemeriksaan diri sebelum meninggalkan daerah kampus untuk pulang ke kampung
halaman. Terutama jika kost mahasiswa berada di dekat tempat orang yang suspect
corona atau mungkin orang yang terjangkit corona.
III. Kritik kebijakan kampus untuk pemulangan atau tidak ke kampung halaman mahasiswa
Menurut saya, kebijakan untuk pemulangan mahasiswa hanya dapat dilakukan jika mahasiswa
sudah terbukti tidak memiliki COVID-19. Jika semisalnya mahasiswa diberikan himbauan untuk
dipulangkan, sudah seharusnya diberikan persyaratan berupa teruji kesehatannya dan sterilisasi
barang bawaan yang akan dibawa pulang. Jika melihat kasus penyebaran di Italia, Patient Zero
atau sumber pertama wabah adalah orang berumur 38 tahun yang belum pernah ke China
tetapi terjangkit di Italia. Dikarenakan dia belum pernah ke China, orang tersebut dan korban
yang tersebar olehnya tidak mengetahui bahwa dia memiliki COVID-19 dan tidak melakukan test
di rumah sakit. (Sumber: https://www.spiegel.de/international/world/coronavirus-why-are-
there-so-many-cases-in-italy-a-00459ce0-bea7-482e-8a77-efe618f3b06b)
IV. Kebijakan negara Indonesia yang sesuai dalam menyikapi virus COVID-19
1) Beberapa rumah sakit masih memiliki triase (triage) yang belum baik dalam menghadapi COVID-
19 dikarenakan masih adanya penyatuan beberapa orang yang masih berkemungkinan suspect
COVID-19 dengan orang yang terjangkit COVID-19 dan juga orang mengidap FRI jenis lain selain
COVID-19 di ruang isolasi. Hal ini selain mempertinggi kemungkinan orang yang semula tidak
terinfeksi COVID-19 menjadi terinfeksi dan juga orang yang terinfeksi COVID-19 menjadi
terinfeksi FRI lain. Kemungkinan ini dapat terjadi dikarenakan seharusnya ruang isolasi hanya
berisi satu orang dan jika lebih harus dipisah dengan jarak minimal 2 meter. (Sumber:
https://www.suara.com/news/2020/03/17/102649/curhat-pasien-suspect-corona-ruang-isolasi-
sesak-negara-tidak-siap, dan Vincenzo P., Francesco M.P., Simone L., Carla N., Giuseppe I.(2008).
Risk Management of Febrile Respiratory Illness in Emergency Departments. New Microbiologica.
31. 165-173.)
2) Adanya himbauan penutupan tempat rekreasi, tempat yang memiliki tingkat interaksi antar
individu secara fisik seperti tempat belajar mengajar, dan juga himbauan untuk isolasi diri juga
sudah tepat diberikan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan jika kita melihat negara Italia yang
merupakan negara tersehat kedua (Bloomberg Global Health Index 2019) dan negara terbersih
ke-16 di dunia (Yale EPI Index) sekarang menjadi negara dengan kasus COVID-19 terbanyak ke-3
di dunia. Jumlah kasus positif COVID-19 kemarin berjumlah 31,506 dan jumlah meninggal dunia
sebesar 2,503 jiwa. Salah satu penyebabnya adalah warga Italia yang tidak mendengarkan
secara serius tentang himbauan untuk isolasi diri terutama di daerah yang mengalami lockdown
dan juga kultur masyarakat yang sosialis. Jika semisalnya beberapa daerah sudah mengalami
lockdown tetapi masyarakat tidak mengiyakan himbauan pemerintah, dapat memiliki
kemungkinan terjadinya lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia. (Sumber:
https://www.liverpoolecho.co.uk/news/uk-world-news/six-reasons-coronavirus-spread-fast-
17901773)
V. 4 langkah yang tidak sesuai dalam menyikapi virus COVID-19
1) Adanya pembatasan jumlah angkutan di DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan penumpukan
di beberapa lokasi. Awalnya niatan awal untuk membatasi diri atau social distancing
malah jadi jauh dari harapan jika semisalnya pada titik-titik yang terjadi penumpukan
terdapat orang yang terjangkit COVID-19. Pasalnya pengguna kendaraan umum di DKI
Jakarta tidaklah sedikit.
(Sumber: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/17/08254891/pembatasan-
operasi-angkutan-umum-ala-anies-yang-hanya-bertahan-sehari)
2) Belum adanya pemikiran lockdown atau ajuan lockdown oleh pemerintah atau pemda.
Seharusnya pemerintah sudah siap melakukan hal ini dikarenakan jumlah masyarakat
Indonesia yang banyak dan kepadatan penduduk pada suatu tempat. Walaupun belum
ada usulan seperti ini seharusnya sudah ada pembinaan jika semisalnya jumlah dari
korban COVID-19 di suatu daerah sudah melewati batas tertentu akan terjadi lockdown.
Hal ini diperlukan untuk menghilangkan kepanikan jika semisalnya terjadi kepanikan
warga terutama panic buying jika terjadi lockdown. Tentunya pemerintah sendiri harus
siap menangani permasalahan logistik pada daerah yang mengalami lockdown.
(Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/jokowi-tegaskan-pemerintah-tidak-
terpikir-untuk-lockdown-ini-tanggapan-jusuf-kalla?page=all)
3) Penutupan sejumlah tempat wisata dan rekreasi sudah berjalan, tetapi tidak ada untuk
infrastruktur pemerintah. Infrastruktur pemerintah seperti perkantoran pajak dan lain-
lain seharusnya dilakukan penutupan minimal sehari untuk sterilisasi dan pembenahan
pegawai soal pandemok COVID-19. Ada juga seharusnya aturan social distancing yang
dilakukan dalam proses antrian atau administrasi di beberapa tempat terutama rumah
sakit. (Sumber: https://m.detik.com/travel/travel-news/d-4938208/tempat-wisata-
ditutup-kadisparekraf-dki-jakarta-keputusan-berat)
4) Pemda hanya boleh memeriksa pasien yang suspect corona, selebihnya pemda tidak
diperbolehkan oleh pemerintah pusat untuk menangani isu lain seperti halnya membuat
konferensi pers dalam penanganan corona. Hal ini dinilai oleh pemerintah akan hanya
membuat warga panik, sedangkan kesadaran masyarakat sendiri terhadap kecepatan
penularan corona sendiri belum sangat baik, dan perlu adanya penyuluhan lebih lanjut
untuk pencegahan corona di indonesia baik oleh pemerintah maupun oleh pemda.
(Sumber : https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200313101155-20-483088/pakar-
pemerintah-arogan-larang-pemda-aktif-tangani-corona)

Anda mungkin juga menyukai