Anda di halaman 1dari 5

Vis a Vis Ritel Modern & UMKM

Oleh: Kiki Zaskia, S. Pd

( Pemerhati Sosial)

Kehadiran ritel modern pada dasarnya suatu fenomena yang tak terelakkan sebab liberalisasi
penanaman modal asing, perdagangan dan tuntutan gaya hidup penduduk menengah ke atas.
Hingga kini telah hadir pelbagai gerai ritel modern dengan inovasi yang terus dimutakhirkan.

Usaha ritel modern tak dapat dimungkiri berpotensi padat karya. Untuk satu minimarket saja
membutuhkan rata-rata 10 personil toko. Ini belum termasuk kebutuhan karyawan yang
ditempatkan di kantor pusat dan kantor cabang yang tersebar di Indonesia.

Kini, ekspansi ritel modern telah merambah di daerah. Beberapa pihak membanggakan sebagai
bentuk kemajuan daerah. Di sisi lain, ekspansi yang terjadi menyajikan kondisi
mengkhawatirkan bagi keberlangsungan UMKM daerah. Menyadari hal tersebut sejumlah
mahasiswa dan masyarakat angkat bicara.

Di Bombana, ratusan pedagang yang tergabung dalam Solidaritas Anak Negeri (SOPAN)
menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD Bombana. Perwakilan dari SOPAN, mengatakan,
kehadiran ritel modern sangat merugikan dan menurunkan pendapatan pedagang. Sudah banyak
toko-toko kecil yang tutup akibat keberadaan ritel modern. (Dilansir, lenterasultra.com
02/07/2020)

Penolakan serupa juga terjadi di Konawe Utara, Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Konut
(HIPPMAKO) gelar aksi demo di DPRD Konawe Utara, menolak kehadiran perusahaan dagang
yang berbasis ritel modern. Menurut Ketua HIPPMAKO, kehadiran ritel modern dapat
menurunkan omzet atau penghasilan pelaku usaha kecil yang pada gilirannya mampu mematikan
usaha masyarakat disekitarnya yang bergerak pada usaha jual beli sembako. (Dilansir,
wartasultra.co.id 04/02/2021)

Merespon aspirasi rakyat tersebut, Ketua DPRD Bombana, Arsyad, mengaku sepakat menolak
ritel modern sebelum ada Perda penataan ritel modern yang baru akan segera digodok.
Sementara, di DPRD Konut, Wakil DPRD Konut menyebutkan bahwa belum ada izin usaha
pihak terkait dengan Perindag atas nama perusahaan namun, hanya atas nama individu, dan
masih perlu ada sosialisasi dengan masyarakat sekitar terkait kehadiran ritel modern tersebut.
Peran Pemerintah melindungi UMKM

Dalam paparan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang merancang regulasi untuk
meningkatkan daya saing sektor ritel melalui sinergi antara ritel tradisional, modern dan e-
commerce. Bahwa toko modern yang mayoritas dimiliki oleh pemodal besar, memiliki supply
chain system yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Hal ini membuat toko modern bisa
meminimalisir biaya dan mencapai tingkat economics of scale. Namun, pemerintah
menyayangkan perishable goods yaitu barang yang cepat rusak atau busuk bukan dari produsen
lokal/daerah.

Sulitnya persaingan produksi lokal dengan yang dijual di mini market maka pemerintah berupaya
produk lokal bisa terserap dengan white labeling bagi UMKM. White labeling adalah jenis
pesanan dimana pihak pemesan/pembeli tidak ingin menggunakan merek dagang produsen;
karena pembeli berencana untuk menempelkan label/mereknya sendiri.

Kebijakan white labeling ini tak terlepas dari pro dan kontra. Kelebihan white labeling yaitu
adanya prioritas pada kelancaran dan stabilitas arus pendapatan, produksi selalu bisa
dimodifikasi, dan adanya pertimbangan soal prioritas terkait pemanfaatan waktu. Adapun
kelemahannya, produksi lokal diakui oleh pihak lain, pada produksi dengan resep tertentu tak
ada komitmen royalty jadi tentu ini tidak adil.

Di sisi lain, penataan tata ruang ritel modern seperti diatur dalam pasal 3 ayat (9) Permendag
53/2008 menyebutkan bahwa kewajiban bagi mini market yaitu pendirian mini market baik yang
berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan atau bangunan lain wajib
memperhatikan keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil
dari pada mini market tersebut. Ironisnya, Permendag 53/2008 tak mengatur sanksi apabila
kewajiban tersebut dilanggar.

Meski tak ada sanksi atas Permendag tersebut Pemda memiliki hak untuk mengawasi
pelaksanaan ritel modern. Selain itu, Pemda mengupayakan dengan pelatihan peningkatan
produktifitas pelaku UMKM perlu mempertimbangkan keluhan-keluhan pelaku usaha UMKM
yang berhadapan dengan ritel modern, sebab potensi pelaku UMKM yang terancam meredup. .

Hal ini berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, bahwa pemerintah daerah Kabupaten/Kota wajib
melaksanakan 11 tugas dan secara implisit mereka boleh mengerjakan kewenangan diluar
kewenangan pemerintah pusat. Salah satunya kewenangan dalam ekonomi untuk mengelola
sumber daya yang dimiliki daerah tersebut menjadi lebih luas.

Kewenangan tersebut sepatutnya menjadikan Pemda lebih sigap menyikapi keadaan persaingan
pasar yang semakin dinamis. Ekpansi ritel modern yang semakin menjamur sementara rakyat
harus memenuhi kebutuhan hidup sulit bahkan tidak mampu untuk bersaing dalam pasar.
Tidak hanya itu, menyadari Konawe Utara dan Bombana yang melimpah SDA di sektor riil perlu
diwujudkan. Olehnya itu, perlu sinergitas dengan kaum teknokratis sebagai upaya pemanfaatan
yang lebih sistemis sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan daerah setempat. Bukan upaya
untuk memenuhi keinginan segelintir orang atau kelompok yang eksploitatif yang berdampak
buruk baik secara politis seperti korupsi dan ekologis seperti pengrusakan alam.

Bertolak dari persoalan ini tentu saja hal ini tidak berdiri sendiri. Setiap negeri memiliki asas
ekonomi yang menjadi pijakan kebijakan yang tercermin dalam kondisi masyarakat, sebagai
konsekuensinya.

Satu-satunya penyebab hegemoni kondisi ekonomi masyarakat kini ialah Kapitalisme.


Kapitalisme memang selalu meniscayakan kreatifitas tanpa batas namun sayangnya cenderung
eksploitatif. Pemodal besar akan selalu terdepan untuk kepemilikan alat-alat produksi serta
mengendalikan sumber daya.

Sekilas ini bak prestatif akan tetapi pada asasnya kapitalisme yang amat individualis, maka buah
dari kreatifitas tersebut terakumulasi untuk kepentingan pribadi. Hari-hari ini kita sudah tak
asing lagi dengan pepatah lawas ini yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.

Beberapa pihak akan membantah dengan instrumen pajak yang dianggap dapat menjawab
persoalan pemerataan ekonomi. Jadi pemodal besar juga akan menyisihkan keuntungannya pada
kas negara. Namun, kini dalam praktiknya pajak berlaku untuk semua lapisan pengusaha
termasuk UMKM. Maka pepatah lawas itu tentu saja masih aktual dan relevan.

Meski kondisi ini cukup tragis, berpangku tangan akan lebih tragis lagi. Keadaan ekonomi
marginal masyarakat bukan hal mustahil untuk dientaskan. Masih ada kesempatan untuk
melahirkan alternatif formulasi sistem ekonomi yang tidak memihak dan menggigit.

Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,
sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar- Ra’d:11).
Ekonomi yang memihak ini akan terus langgeng apabila terus bertahan dengan ekosistemnya.
Maka perlu ikhtiar untuk bebas dari ekonomi kapitalistik ini.

Keadilan Ekonomi Dalam Islam

Adil apabila dengan akal manusia tentu ini akan cenderung relatif. Adil dalam pandangan
kapitalisme tatkala yang bermodal mampu menguasai sumber daya maka ia berhak atas sumber
daya itu dan dianggap adil. Di sisi lain, adil dalam pandangan sosialisme tatkala tak ada satu
individu atau pihak swasta manapun yang memiliki hak untuk menguasai sumber daya,
semuanya harus dikuasai negara.

Tentu saja hal tersebut meninggalkan berbagai kontroversi. Bagaimana dengan yang tak
bermodal apakah harus gigit jari, sekadar menjadi penonton orang berdaya menikmati harta
tuhan? Atau bagaimana dengan yang malas berkreatifitas apakah negara akan menyamakan
dengan orang yang berupaya keras?

Dalam posisi ini pentingnya manusia untuk menundukkan akalnya. Akal dalam posisi ini hanya
semata untuk memahami syariat Allah SWT mengenai hakikat “Adil”. Islam telah mengatur
distribusi harta dalam Islam. Bukan berarti Islam menghendaki persamaan dalam kepemilikan
kekayaan, namun Islam tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan. Dengan paradigma
bahwa setiap individu harus terpenuhi semua kebutuhan primernya.

Allah SWT berfirman:”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. Al- Dzariyat:19)

Islam juga mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan elite, sementara kelompok
lainnya tidak terdistribusi. Allah SWT berfirman: “…Supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr)

Distribusi kekayaan dalam Islam ada dua program yaitu program mekanisme pasar dan non-
pasar:

Pertama, program mekanisme pasar, yakni mekanisme yang dihasilkan dari proses tukar-
menukar dari para pemilik barang dan jasa. Dalam nash, Allah SWT berfirman: “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (QS. An-
Nisa:29)

Islam juga mengatur pelarangan praktik penimbunan barang (al-ihtikar), pematokan harga (al-
tasyi’ir) oleh pemerintah, penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (al-tadis) maupun
penipuan pada harga (al ghabn al-fahisy). Kebijakan ini dalam Islam yang akan mengondisikan
mekanisme pasar yang sehat dan fair.

Kedua, program mekanisme non pasar yaitu kebijakan bagi kalangan yang tidak mampu bersaing
dan tersingkir dari mekanisme pasar, yang umumnya terjadi karena cacat fisik maupun non fisik
seperti tak memiliki modal usaha, tak memiliki skill, terdampak musibah dll.

Program mekanisme non-pasar dilakukan baik secara individu maupun oleh negara yang tidak
dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Mekanisme ini berupa aliran barang dan
jasa dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Seperti zakat, infaq, sedekah,
hibah, hadiah dan wasiat.

Sebagai upaya pemberdayaan orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Sehingga mereka
memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan hidup, hingga berkesempatan untuk memasuki
lingkaran pasar. Negara bahkan memiliki kebijakan untuk memberikan tanah (iqtha) kepada
warganya.
Dari ini kita perlu untuk bermuhasabah atas syariat-syariat Allah SWT yang mulia telah banyak
memberikan regulasi yang meniscayakan keadilan dalam muamalah. Menjadi jalan pembebasan
kondisi ekonomi yang memihak hanya bagi kaum oligarki. Semoga Allah SWT memberikan
ampunan serta pertolongan untuk pemimpin negeri ini dan setiap pemda untuk kembali pada
aturanNya. Wallahu ‘alam bisshawab

Anda mungkin juga menyukai