Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN DIAGNOSA

MEDIS TBC

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase gawat darurat

Oleh :
ERLINDA NUR GUMILANG
NIM. 2006277018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
2020/2021
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. pengertian
TB paru (Tuberculosis paru) merupakan penyakit infeksi menular pada sistem
pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis  yang dapat mengenai
bagian paru (Hidayat, 2008: 79).
Smeltzer dan Bare (2001: 584) mendefinisikan TB paru (Tuberkulosis paru)
adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen
infeksius utama Mycobacterium tuberculosis.
Menurut Price dan Wilson (2005: 852) TB paru adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

B. Etiologic
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, kuman batang
aerobik dan tahan asam (BTA) (Price dan Wilson, 2005: 852). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun (Judarwanto, 2009).

C. Klasifikasi
TB (Tuberculosis) paru dalam Hidayat (2008: 79) dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu :
a. Tuberculosis paru primer yang sering terjadi pada anak. Proses ini dapat dimulai
dari proses yang disebut droplet nuclei yaitu suatu proses terinfeksinya partikel yang
mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta
diendapkan pada permukaan alveoli. Kemudian terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin, makrofag ke dalam
ruang alveolar.
b. Tuberculosis pascaprimer, terjadi pada klien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman
Mycobacterium tuberculosa.

D. Patofisiologi
Penularan TBC terjadi karena individu rentan yang menghirup udara yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis. Segera setelah menghirup basil
tuberkulosis hidup ke dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang
terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai
mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limpe regional melalui saluran getah
bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan
mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula
hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji
tuberkulin. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut
masa inkubasi.
Pada reaksi radang dimana lekosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe
dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif terhadap
organisme TB dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau
mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang diak di dalam sel.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis
pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatif padat pada keju, yang disebut
nekrosis kaseosa.
Masa keju dapat mencair dan Mycobacterium tuberculosis dapat berkembang
biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi
endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap
menyebabkan lesi di organ-organ lainnya.

Pathway
E. Manifestasi klinik
Gejala TB paru menurut Wong (2008: 955) antara lain :
a. Dapat bersifat asimptomatik atau menimbulkan bermacam-macam gejala yaitu :
1) Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
2) Malaise
3) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik (failure to thrive) dengan adekuat.
4) Penurunan berat badan atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik
dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
5) Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama bermingu-minggu
sampai berbulan-bulan)
6) Nyeri menusuk dan rasa sesak didada
7) Haemoptisis
b. Sejalan dengan perkembangan
1) Peningkatan frekuensi napas
2) Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit
3) Bunyi napas hilang dan ronki kasar
4) Pekak pada saat perkusi
5) Demam persisten
6) Pucat, anemia, kelemahan dan penurunan berat badan.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk TB menurut Sulaifi (2010) adalah sebagai berikut :
a. Uji Mantoux atau Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yaitu Old tuberkulin dan Purified Protein
Derivat (PPD). Caranya adalah dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD
intrakutan di volar lengan bawah.  Hasilnya dapat dilihat 48 – 72 jam setelah
penyuntikan. Berniai positif jika indurasi lebih dari 10 mm pada anak dengan gizi
baik atau lebih dari 5 mm pada anak dengan gizi buruk.
b. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan lebih dari 5 mm, maka anak dicurigai terinfeksi Mycobaterium tbc.
c. Laju Endap Darah
Pada TB, terdapat kenaikan Laju Endap Darah (LED).
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan BTA pada anak dilakukan dari bilasan lambung karena
sulitnya menggunakan hasil dahak.
e. Pemeriksaan BTA cara baru seperti: PCR (Polymerase Chain Reaction),Bactec,
ELISA, PAP dan Mycodots masih belum banyak dipakai dalam klinis praktis
f. Pemeriksaan radiologis
1) Gambaram x-foto dada pada TB paru tidak khas
2) Paling mungkin kalau ditemukan pembesaran kelenjar hilus dan kelenjar
paratrakeal.
3) Foto lain : milier, atelektasis, infiltrat, bronkiektasis, efusi pleura, konsolidasi,
destroyed lung dan lain-lain.
G. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 588) komplikasi TB mencakup :
a. Malnutrisi
b. Efek samping terapi obat-obatan : hepatitis, ruam kulit, gangguan
gastrointestinal.
c. Resistensi banyak obat.
d. Penyebaran infeksi TB (TB miliaris)

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup
lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan. Menurut Setiawati, dkk.
(2012) secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1) TB Paru tidak berat.
Pada TB paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti b tuberkulosis
(OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari
isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyrazinamid (Z) selama 2 bulan diberikan
setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R)  selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
2) TB paru berat atau TB ekstrapulmonal
Pada TB berat (TB milier, meningitis, dan TB tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan,
kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi
atau lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan
karena resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau
tambah dan ubah kombinasi OAT.
b. Penatalaksanaan perawatan
1) Klien dapat mempertahankan jalan napas dengan mengeluarkan secret tanpa
bantuan.
2) Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
3) Kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi
4) Klien dapat beraktivitas secara efektif
5) Klien dapat lebih mendapatkan pengetahuan tentang TB
6) Klien tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran penyakitnya ke organ lain.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian yang dilakukan pada
TB paru sebagai berikut:
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki- laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal
didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari
kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia
berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru
dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia<3 tahun. angka kejadian (prevalensi) TB paru pada usia 5-
12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB
paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada
paru-paru).
b. Riwayat kesehatan
keluhan yang sering muncul antara lain:
1) demam: subfebris, (febris 40°C - 41°C) hilang timbul
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.Keringat malam
4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
6) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal,
karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit
keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT

d. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita
TB paru.Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti
Hipertensi, Diabetes Melitus, jantung dan lainnya
e. Aktviti daily living
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,
menggigil dan/atau berkeringat.
Tanda :Takikardi, takipnea/dispnea pada saat kerja , kelelahan otot,nyeri,
sesak (tahap lanjut).
2) Integritas Ego
Gejala :Adanya faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan
tidakberdaya/putus asa.
3) Makanan dan cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat
mencerna, penurunanberat badan.
Tanda :Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilanglemak subkutan
f. Riwayat pengobatan
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan
dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya
Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir
g. Riwayat sosial ekonomi
1) Riwayat pekerjaan.
Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
2) Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri,
biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan.

h. Factor pendukung
1) iwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
i. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat) Nadi :
Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/i) Suhu :
Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhumungkin tinggi atau
tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
1) Kepala Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,
konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir
kering, biasanya adanya pergeseran trakea.
2) Thorak Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi Palpasi : Fremitus paru yang
terinfeksi biasanya lemah Perkusi : Biasanya saatdiperkusi terdapat suara
pekak Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
3) Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat,
tidak ada edema
5) Ekremitas bawah Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat,
tidak ada edema
j. Pemeriksaan penunjang
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas
bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena
TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

k. Diagnose keperawatan
Secara teoritis diagnosa keperawatan yang dapat muncul dengan klien TB Paru
adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d infeksi saluran nafas
b. Defisit Nutrisi b.d infeksi
c. Gangguan Pola Tidur b.d hambatan lingkungan
d. Depisit Pengetahuan b.d ketidakmampuan menemukan sumber
informasi tentang cara penularan TB
e. Defisit Perawatan Diri b.d kelemahan
f. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan angtara suplai dan
kebutuhan oksigen
NO SDKI SLKI SIKI
BERSIHAN JALAN Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama …. 1. Manajemen jalan napas
NAPAS TIDAK EFEKTIP Jam Di Harapkan Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Observasi :
Efektip Bias Di Atasi Dengan Keriteria Hasil : - Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman,
usaha napas )
Hal 18  Frekuensi napas dari sekala 2(cukup memburuk) - Monitor bunyi nafas tambahan ( mis,
– 3( sedang) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering )
- Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )
Hal 18 Teraupeutik :
- Pertahankan kapatenan jalan napas dengan
head-tilt dan
chin- lift ( jaw-thrust jika
curiga trauma Servikal )
- Posisikan semi-fowler atau fowler
Komplementer
EFEKTIVITAS PEMBERIAN POSISI
SEMI FOWLER PADA PASIEN
TUBERCULOSIS PARU DENGAN
GANGGUAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI 2019
Hasil : posisi semi fowler sangat efektif untuk
di lakukan karena dapat mengurangi sesak
napas yang di alami oleh klien dan dapat
membuat klien merasa nyaman. Kesimpulan
terjadi penurunan tanda dan gejala
Tuberculosis Paru pada kedua responden dan
meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
posisi semi fowler secara mandiri[1]
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari,jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika perlu

SIKI hal 187

2. LATIHAN BATUK EFEKTIP


Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah
dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
- Buang seputum pada tempatnya
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik
,ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu ( dibulatkan)
8 detik.
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

Hal 142
Komplementer
HUBUNGAN NAFAS DALAM DAN BATUK
EFEKTIF DALAM PENGELURARAN SPUTUM
PADA PASIEN TB PARU DI RUANG
FLAMBOYAN DI RSUD DR.PIRNGADI
MEDANTAHUN 2019
hasil uji chi-square didapat nilai ρ value 0,000[2].

3. Pemantauan respirasi

Observasi :
- Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan
upaya nafas
- Monitor pola napas seperti (
seperti bradipnea taipnea,hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesmetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan resprasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Eduasi :
- Jelaskan tujuan dan perusedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan , jika perlu

Hal 247
Deficit nutrisi Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama …. 1. Manajemen nutrisi
Jam Di Harapkan Masalah deficit nutrisi Bisa Di Atasi Observasi :
Dengan Keriteria Hasil :  Identifikasi stataus nutrisi
Luaran utama : Setatus nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Napsu makan dari sekala 2 (cukup  Identifikasi makanan yang disukai
memburuk) – 3 (sedang)  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis cairan
 Frekuensi makan dari sekala 2 (cukup  Identifikasi perlunya penggunaan selang
memburuk) – 3 (sedang) nasogastric
 Porsi makan 2 (cukup menurun) – 3 (sedang)  Monitor asupan makan makanan
Hal 121  Monitor berat bedan
 Monitor hasil pemeriksaan laboraturium
Trapeutik :
 Lakukan oral hygiene seblum makan , jika
perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet, (mis.piramida makanan )
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan siplemen makanan ,jika perlu
 Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang di butuhkan.
3 GANGGUAN POLA Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama ….
Tindakan :
TIDUR Jam Di Harapkan Masalah gangguan pola tidur Bisa Di
Observasi :
Atasi Dengan Keriteria Hasil :
 Identifikasi kesiapan dan
Luaran utama : pola tidur
kemampuan menerima informasi
 Keluhan sulit tidur 2 cukup menurun – 3
Terapeutik :
sedang
 Sediakan materi dan media pengaturan
Hal 96
aktivitas dan istirahat
 Jadwalkan pemeberian pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi :
 Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
fisik / olahraga secara rutin
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok,
aktivitas bermain atau aktivitas lainnya
 Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat
 Ajarkan cara mengindentifikasi kebutuhan
istirahat ( mis. Kelelahan , sesak napas saat
aktivitas)
Komplementer
MENGATASI INSOMNIA DENGAN TERAPI
RELAKSASI
Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik
untuk mengurangi ketegangan.[3]
4 INTOLERANSI Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama …. Standar utama : terapi aktivitas
AKTIVITAS Jam Di Harapkan Masalah intoleransi aktivitas Bisa Di observasi
Atasi Dengan Keriteria Hasil :  identifikasi defivit tingkat aktivitas
Luaran utama : toleransi aktifitas  identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
 kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari aktifitas tertentu
hari 4 cukup mnurun – 3 sedang  monitor respon emosional, fisik, dan spiritual
 keluhan lelah 4 cukup menurun - 3 sedang dalam aktivitas
Hal 149 reurapeutik
 fasilitasi aktifitas rutin
 libatkan keluarga dalam aktivitas
 jadwalkan aktivitas dalam rytinitas sehari hari
 berikan penguatan positif dalam aktivitas

edukasi
 jelaskan metode aktifitas sehari hari
 anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi
kolaborasi
 kolaborasi dengan terapis dalam
merencanakan pro aktivitas

hal 415

5 DEFICIT PERAWATAN Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama …. Standar luaran : dukungan perawatan diri
DIRI Jam Di Harapkan Masalah deficit perawatan diri Bisa Observasi
Di Atasi Dengan Keriteria Hasil :  kebiasaan aktivitas identifikasi kebiasaan
Luaran utama : perawatan diri perawatan diri
 mempertahankan kebersihan diri 2 cukup  monitor tingkat kemandirian
menuru – 3 sedang teurapeutik
 kemampuan ke toilet 2 cukup menuru – 3  pasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
sedang melakukan perawatan diri
 jadwalkan rutinitas perawatan diri
Hal 81 edukasi
 anjurkan perawatan diri sevcara kon sisten

Hal 36
6 DEFICIT Setelah Di Lakukan Tindakan Keperawatan Selama …. 1. edukasi kesehatan
PENGETAHUAN Jam Di Harapkan Masalah deficit pengetahuan Bisa Di Observasi :
Atasi Dengan Keriteria Hasil :  Identifikasi kesiapan dan
Luaran utama : tingkat pengetahuan kemampuan menerima informasi
 prilaku sesuai anjuran 2 cukup menurun – 3  Identifikasi faktor-faktor yang dapat
sedang meningkatkan dan menurunkan motivasi
 prilaku sesuai dengan pengetahuan anjuran 2 perilaku hidup bersih dan sehat.
cukup menurun – 3 sedang Terapeutik :
 Sediakan materi dan media pendidikan
Hal 146 kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
 Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
Daftar pustaka

[1] Samsir, Alamsyah, and Hasbullah, “Efektivitas Pemberian Posisi Semi Fowler pada Pasien
Tuberculosis Paru dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi,” ISSN 2502-3632 ISSN 2356-0304 J.
Online Int. Nas. Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Univ. 17 Agustus 1945 Jakarta, vol. 53, no. 9,
pp. 1689–1699, 2019.

[2] E. P. S. B. R. Tarigan, “Hubungan Nafas Dalam dan Batuk Efektif dalam Pengeluaran Sputum
pada Pasien TB Paru di Ruang Flamboyan di RSUD DR . Pirngadi,” 2019.

[3] S. Purwanto, “Mengatasi insomnia dengan terapi relaksasi,” J. Kesehat., vol. 1, pp. 141–148,
2008.

Anda mungkin juga menyukai