Anda di halaman 1dari 19

estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara psikologis maupun fisiologis pada

hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi beberapa
fase yang dapat dibedakan dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus dan diestrus
(Frandson, 1996).

Estrus merupakan periode seksual yang sangat jelas yang disebabkan oleh tingginya level estradiol,
folikel de Graaf membesar dan menjadi matang, uterus berkontraksi dan ovum mengalami perubahan
kearah pematangan. Metestrus adalah periode dimana korpus luteum bertambah cepat dari sel-sel
graulose folikel yang telah pecah dibawah pengaruh Luteinizing hormone (LH)
dari adenohyphophysa. Diestrus adalah periode terlama dalam siklus estrus dimana korpus luteum
menjadi matang dan pengaruh progesterone terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Diestrus
adalah periode dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh follicle stimulating
hormone (FSH) dan menghasilkan sejumlah estradiol bertambah.

Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan
spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode
berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau
periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005).
Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel pada ovarium sapi selama siklus estrus.

Proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode pada saat folikel de graaf tumbuh di bawah
pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001).
Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan
estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium (Toelihere, 1985).

Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan
dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel
yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang
peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan
yang terjadi (Frandson, 1992).

Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar dan terjadi perubahan-perubahan tingkah
laku dimana hewan betina gelisah dan sering mengeluarkan suara-suara yang tidak biasa terdengar
(Partodiharjo, 1980).

Estrus

Estrus adalah periode yang ditandai dengan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk
berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama
sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Menurut Frandson (1992),
fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening
dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Pada saat itu, keseimbangan hormon
hipofisa bergeser dari FSH ke LH yang mengakibatkan peningkatan LH, hormon ini akan membantu
terjadinya ovulasi dan pembentukan korpus luteum yang terlihat pada masa sesudah estrus. Proses
ovulasi akan diulang kembali secara teratur setiap jangka waktu yang tetap yaitu satu siklus birahi.
Pengamatan birahi pada ternak sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore sehingga adanya
birahi dapat teramati dan tidak terlewatkan (Salisbury dan Vandenmark, 1978).

Metestrus
Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak estrus dan bekas folikel setelah ovulasi mengecil dan
berhentinya pengeluaran lendir (Salisbury dan Vandenmark, 1978). Selama metestrus, rongga yang
ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang
disebut korpus hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi
jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum atau Cl. Fase ini sebagian besar berada dibawah
pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson, 1992). Progesteron
menghambat sekeresi FSH oleh pituitari anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium
dan mencegah terjadinya estrus. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus,
kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah birahi.

Diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus luteum menjadi matang dan
pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001).

OVULASI

Proses ovulasi dapat didefinisikan terlemparnya cairan folikel serta ovum ke rongga peritoneal
disekitar inpendibullum oviduk atau tuba uterin. Kebanyakan hewan mamalia, ovulasi sangat
berkaitan dengan birahi (estrus) karena absorbsi sejumlah besar estrogen ke dalam aliran darah terjadi
sesaat sebelum ovulasi (Frandson, 1996).

Menurut Toelihere (1993) ovulasi didefinisikan sebagai pelepasan ovum dari folikel de Graaf dan
secara umum dikenal bahwa ovulasi disimulir oleh LH, tetapi mekanisme yang sebenarnya tidak
diketahui, mungkin LH menyebabkan pengendoran dinding folikel sehingga lapisan-lapisan pecah
dan melepaskan ovum dan cairan folikel.

Apabila tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum berregresi yang disebut korpus albican. Korpus albican
ini dimulai regresi 14-15 hari sesudah estrus. Namun jika terjadi fertilisasi lalu kebuntingan korpus
luteum akan terus bertahan selama kebuntingan sebagai korpus luteum kebuntingan yanga
menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan kebuntingan (Toelihere, 1993).

Fisiologi Reproduksi Pada Kuda Betina

Kuda betina memiliki kornua uteri yang kecil, yang bersambung ke korpus uteri yang besar secara
hampir tegak lurus sehingga memberi huruf T pada organ kelamin betina tersebut. Kornua uteri
memiliki suatu legokan convex yang menhadap ke depan, bawah dan lateral. Cervix kuda lebih
pendek dibandingkandengan sapi dan berbentuk seperti suatu mangkok datar. Struktur cervix lebih
sederhana dari pada ungulata. Dinding cervix relatif lebih tipis dan mengandung sangat sedikit
jaringan ikat. Canalis cervicalis terbuka selama birahi, dan tertutup selama periode kebuntingan
(Toelihere, 1993).

Menurut Frandson (1992) pubertas kuda mulai antara umur 10-24 bulan. Panjangnya waktu antara
permulaan suatu periode estrus sampai permulaan periode berikutnya bervariasi pada kuda antara 7-
124 hari. Akan tetapi angka yang rata-rata yang dilaporkan oleh banyak peneliti adalah 21 atau 22
hari. Menurut Toelihere (1993) kuda betina dara mencapai dewasa kelamin atau pubertas pada usia
15-18 bulan.

Lamanya estrus pada kuda kira-kira 6 hari dengan masa metestrus 2-3 hari, diestrus sekitar 15 hari
dan proestrus 2-3 hari. Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang hari terakhir estrus. Kuda
dengan lama estrus 1-3 hari hendaknya dikawinkan pada hari pertama setelah terlihat gejala estrus.
Kuda dengan lama estrus yang lebih panjang hendaknya dikawinkan pada hari ke-3 atau ke-4 dan
diulang lagi 48 sampai 72 jam kemudian (Frandson, 1992 : Toelihere, 1979 : Anonim, 2004).

Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang besar pada awal musim kawin selama periode
estrus yang panjang tapi tidak terjadi ovulasi. Kuda-kuda ini mungkin tidak akan subur sampai
periode estrusnya menjadi lebih pendek dan lebih teratur. Kuda-kuda lain mungkin hanya mengalami
birahi tenang atau silent heat dimana terjadi ovulasi tapi tidak memperlihatkan keinginan untuk
kawin. Banyak kuda-kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi
melalui palpasi rektal dan dari perubahan-perubahan fisik pad vulva, vagina dan cerviks (Frandson,
1992).

Fisiologi Reproduksi Pada Babi Betina

Babi adalah ternak mamalia yang menghasilkan anak dalam jumlah besar sekaligus dengan interval
generasi yang lebih singkat dari pada domba, sapi, kerbau atau kuda. Sifat-sifat tersebut membuat
babi sebagai jenis ternak dengan potensi reproduksi yang tinggi untuk produksi ternak komersial
(Toelihere, 1993).

Pubertas adalah periode saat organ-organ reproduksi babi pertama kali berfungsi dan menghasilkan
telur atau sperma dewasa. Umur saat pubertas dicapai berlainan antara bangsa-bangsa ternak dan juga
antara anak babi sekelahiran (Sihombing, 1997). Pubertas terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan lebih lanjut dari folikel-folikel dan pembentukan hormon-hormon ovarial oleh folikel
yang matang.

Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur 5-8 bulan dan umur rata-rata yang dianjurkan untuk
perkawinan pertama adalah 8-10 bulan (Toelihere, 1993). Babi betina yang berahi memperlihatkan
suatu respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila ditekan punggungnya oleh pejantan. Respon ini
sangat bermanfaat dalam deteksi bukan saja permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi karena suatu
sikap yang lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama pertengahan periode berahi (Toelihere, 1993).

Siklus etrus berlangsung kira-kira 21 hari dan estrus sendiri berlangsung selama 3-5 hari (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Ada empat fase yang jelas dalam siklus berahi babi yaitu:

 1. Proestrus : terjadi sebelum estrus dan terjadi selama 3-4 hari

2. Estrus : berlangsung selama 2-3 hari dan pada periode tersebut betina memiliki seksual reseptif
terhadap pejantan. Periode ini biasanya lebih pendek pada babi dara dibandingkan babi induk. Pada
saat estrus akan terjadi ovulasi.

3. 

 Metestrus: terjadi setelah ovulasi, corpus luteum terbentuk dalam setiap folikel yang pecah
dalam waktu 6-8 hari.

4. Diestrus: adalah waktu inaktivitas yang pendek yang ditandai oleh penghancuran corpus luteum
setelah 14 hari dari puncak berahi. Dalam 3-4 hari serombongan folikel baru mulai berkembang dan
siklus tadi akan terulang sendiri.
Siklus estrus pada sapi

Pada sapi pubertas bervariasi tergantung bangsa dan tingkat nutrisi. Sapi-sapi Holstein
memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisinya baik dan 49
minggu bila nutrisinya sedang, 72 minggu bila tingkat nutrisinya rendah. Periode estrus pada sapi
dapat dinyatakan saat dimana sapi beina tetap siap sedia dinaiki oleh betina lain atau pejantan. Periode
itu rata-rata 18 jam, kisaran normalnya 12-24 jam. Ovulasi normalnya terjadi kira-kira 10-15 jam
setelah berakhirnya estrus. Konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34 jam
sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi. Untuk kepentingan IB, sapi-sapi yang
nampak birahi pada pagi hari, sebaiknya diinseminasi siang itu juga dan sapi yang nampak birahi sore,
hendaknya dikawinkan besok pagi hari.

Gambaran hormon pada siklus estrus sapi

Sumber:http://animalsciences.missouri.edu/reprod/Notes/estrous/estrous.htm 

Perdarahan pada vulva sering terjadi pada heifer dan sapi dewasa 1-3 hari setelah berakhirnya estrus.
Fenomena tersebut disebut perdarahan metestrus dan apabila perkawinan dilakukan pada saat tersebut
konsepsi jarang terjadi.

Siklus estrus pada domba

Pubertas pada domba mulai umur 12 bulan. Domba merupakan contoh nyata untuk hewan-hewan
yang mempunyai poliestrus musiman dengan periode anestrus yang panjang diikuti dengan musim
kawin yang bervarasi dari 1-20 hari siklus estrus yang berurutan. Panjangnya musim kawin tampak
berkaitan dengan keadaan iklim pada saat itu. Pada iklim tertentu periode melahirkan bagi domba
terbatas dan akibatnya musim kawin atau musim birahi juga terbatas dengan demikian kelahiran
hanya terjadi pada waktu yang memungkinkan.

Lama siklus estrus domba rata-rata 16-17 hari. Siklus yang terlalu panjang atau terlalu pendek
cenderung terjadi selama awal atau akhir masa birahi, bukan pada pertengahan birahi. Lama estrus
rata-rata 30 jam dengan kisaran 3-84 jam, tetapi kebanyakan domba betina akan siap menerima
pejantan selama periode 24-48 jam. Domba-domba pejantan sudah mulai tertarik pada sat proestrus,
metestrus, dan estrus, tetapi domba-domba betina baru bisa menerima pejantan hanya periode estrus
saja. Ovulasi terjadi pada saat akhir estrus, 2 atau 3 ovulasi dapat terjadi pada estrus yang sama. Saat
yang terbaik untuk mengawinkan domba betina adalah pada pertengahan sampai akhir periode estrus.

Siklus estrus pada kuda

Pubertas mulai antara umur 10-24 bulan dengan rata-rata sekitar 18 bulan. Panjang waktu estrus
antara permulaan suatu periode estrus sampai permulaan periode berikutnya bervariasi pada kuda
antara 7-124 hari. Akan tetapi angka rata-rata yang dilaporkan oleh banyak peneliti adalah 21 atau 22
hari. Rata-rata lamanya siklus estrus pada kuda kira-kira 6 hari, tetapi dimungkinkan juga adanya
variasi yang besar. Periode estrus cenderung memendek dalam perubahan musim semi ke musim
panas. Periode estrus yang terpendek nampak berkaitan erat dengan baiknya fertilitas. Pada awal
musim kawin yaitu Maret dan April, periode estrus cenderung tidak teratur dan panjang, sering juga
terjadi tanpa ovulasi. Dari bulan Mei ke Juli periode tersebut memendek dan menjadi lebih teratur,
dengan adanya ovulasi sebagai suatu bagian yang normal dan suatu siklus. Kuda dengan periode
birahi 1-3 hari hendaknya dikawinkan paa hari pertama. Kuda dengan periode yang lebih panjang
hendaknya dikawinkan pada hari k-3 dan ke-4 dan lagi 48-72 jam kemudian. Apabila periode itu lebih
lama dari 8-10 hari, sebaiknya ditunggu sampai periode birahi berikutnya. Kuda dengan periode birahi
yang pendek dan teratur sepanjang tahun dapat dikawinkan.

Pada awal musim kawin, beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang besar selama periode
birahi yang panjang, tetapi tidak terjadi ovulasi. Kuda-kuda ini mungkin tidak akan konsepsi sampai
periode birahinya menjadi lebih pendek dan teratur. Kuda –kuda lain mungkin hanya
mempunyai silent heat atau birahi tenang, dimana terjadi ovulasi tapi tanpa memperlihatkan
keinginan untuk kawin.

Siklus birahi pada primata

Manusia dan primata lain mampunyai siklus menstrtuasi (menstrual cycle), sementara mamalia lain
mempunyai siklus estrus (estrous cycle). Kedua kasus ini, ovulasi terjadi setelah endometrium mulai
menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio.
Pada siklus menstruasi, endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam
pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ovarium selama
siklus estrus :

1. Selama tidak ada aktifitas seksual (diestrus) terlihat folikel kecil-kecil (folicle primer)

2. Sebelum estrus folikel-folikel ini akan menjkadi besar tetapi akhirnya hanya satu yang berisi ovum
matang.

3. Folikel yang berisi ovum matang ini akan pecah, oosit keluar (ovulasi), saat disebut waktu estrus.

4. Kalau oosit dibuahi, korpus luteum akan dipertahankan selama kehamilan dan siklus berhenti
sampai bayi lahir dan selesai disusui.

5. Kalau oosit tidak dibuahi, korpus luteum akan berdegenerasi, folikel baru akan tumbuh lagi, siklus
diulangi.

Perbedaan siklus menstruasi dengan siklus estrus yaitu:

Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata yang dewasa seksual yang ditandai dengan
adanya siklus haid, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh
keluar tubuh. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Pada siklus astruns, meliputi empat fase
yaitu fase diestrus, proestrus, estrus, dan fase metesterus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium
akan direabsorbsi oleh tubuh.

Siklus estrus pada babi

Birahi pada babi berlangsung 2 sampai 3 hari dengan variasi antara 1 sampai 4 hari. suatu batasan
yang nyata antara permulaan dan akhir estrus sulit ditentukan karena estrus adalah suatu fenomena
yang berlangsung gradual.

Babi betina yang birahi memperlihatkan suatu respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila
ditekan punggungnya baik oleh pejantan, oleh betina lain atau penunggu ternak. Respon ini sangat
bermanfaat dalam deteksi bukan saja permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi karena suatu sikap
yang lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama pertengahan periode birahi.
Ovulasi terjadi selama estrus pada babi betina dan sebagian besar ova dilepaskan 38 sampai 42 jam
sesudah permulaan estrus. Lama proses ovulasi adalah 3,8 jam. Ovulasi terjadi kira-kira 4 jam lebih
cepat pada betina yang sudah dikawinkan dibandingkan dengan pada betina yang belum kawin.

Siklus birahi pada babi mencapai 19 sampai 23 hari, rata-rata 21 hari, dan relatif konstan. Estrus
terjadi sepanjang tahun. Corpora lutea bertumbuh sempurna dalam waktu 6-8 hari dan, kalau hewan
tidak bunting, beregresi kembali pada hari ke 14 sampai ke-16 siklus birahi.

Siklus estrus pada kerbau

Fisiologi reproduksi kerbau betina agak berbeda dari sapi, dan mencapai pubertas pada umur yang
lebih tua daripada sapi. Rata-rata dewasa kelamin kerbau betina dicapai pada umur 3 tahun. Di jawa,
estrus pertama terlihat pada kerbau lumpur pada umur antara 3 sampai 5 tahun. Kerbau betina adalah
ternak produktif selama hidupnya, yang dapat menghasilkan 20 ekor anak dalam waktu 25 tahun.

Kerbau betina memperlihatkan siklus birahi yang normal selama kurang lebih 3 minggu, di Indonesia
siklur birahi pada kerbau lumpur berkisar antara 17 dan 29 hari, rata-rata 23,53 hari.

Birahi berlangsung lebih lama pada kerbau daripada sapi, mencapai 24 sampai 36 jam. Pada
penelitian lain dicatat lama birahi rata-rata 17,65 jam.

Dari hasil survei yang dilakukan penulis di Sumatera, Jawa, Tana Toraja di Sulawesi Selatan, dan Bali
serta observasi selama 3 bulan pada sejumlah kerbau di kampung Maharang desa Prai Karoku Jangga,
Sumba Barat pada tahun 1975 terbukti bahwa tanda-tanda birahi dan keinginan kelamin jelas terlihat
di siang hari terutama pada waktu pagi sebelum kerbau dikeluarkan dari kandang dan pada sore hari
sesudah kembali di kandang dari padang gembalaan. Tanda-tanda birahi yang terlihat adalah diam
dinaiki kawannya dan keluar lendir transparan dari vulva. Lendir transparan ini jelas terlihat di sore
hari pada waktu hewan istirahat dan berbaring untuk memamah biak di mana perutnya bertumpu di
tanah dan tertekan sehingga saluran kelamin ikut tertekan dan terdesak untuk mengeluarkan lendir
birahi. Keadaan birahi tersebut berlangsung antara 12 sampai 96 jam, rata-rata 41,84 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Fisiologi Reproduksi Ternak 1, Bagian Reproduksi Dan Kebidanan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-4, diterjemahkan oleh Srigandono, B
dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-7, diterjemahkan oleh Srigandono, B
dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu reproduksi ternak.
Departemen pendidikan nasional direktorat pendidikan tinggi badan kerjasama perguruan tinggi
negeri Indonesia timur. Jakarta.

Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta Lopez, H., L. D.
Satter, and M. C. Wiltbank.2004. Relationship between level of milk production and estrous behavior
of lactating dairy cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–223.

Salisbury, R.E. dan W.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi Buatan Pada Sapi.
Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Smith. J.B. dan Mangkoewidjojo. S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakkan Dan Penggunaan Hewan
Percobaan Di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.

Toelihere, M.R. 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1985b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.


Pada hewan betina sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi telah dimulai, estrus akan
terjadi pada hewan betina yang tidak bunting menurut suatu siklus yang teratur dan khas. Estrus
atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan
perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan periode estrus
berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan betina akan mengalami perubahan-
perubahan pada interval-interval tersebut. Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormon-
hormon ovarium dan secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.

            Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan menjadi tiga golongan.
Golongan pertama,hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami periode estrus
per tahun, contohnya beruang, srigala, dan kebanyakan hewan liar. Golongan kedua, hewan
poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrus secara periodik sepanjang tahun,
contohnya sapi, kambing, babi, kerbau dan lain-lain. Golongan ketiga, hewan poliestrus bermusim
yaitu hewan-hewan yang menampakkan siklus estrus periodik hanya selama musim tertentu dalam
satu tahun, contohnya domba yang hidup di negara dengan empat musim.

8.3 Fase-fase Siklus Estrus

            Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan selama siklus
estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu proestrus, estrus,
metestrus/postestrus,  dan  diestrus.  Pembagian yang lain berdasarkan perkembangan folikel dan
pengaruh hormon maka siklus estrus dibedakan menjadi fase folikuler atau estrogenik yang meliputi
proestrus dan estrus, serta fase luteal atau progestational yang terdiri atas metestrus/postestrus dan
diestrus. Lama berbagai periode siklus estrus pada beberapa hewan tercantum pada Tabel 8. Secara
umum, siklus birahi pada babi, sapi, dan kuda berkisar antara 20—21 hari, sedangkan pada domba
16—17 hari.

Tabel 8. Lama berbagai periode siklus estrus pada hewan peliharaan

Jenis ternak Proestrus (hari) Estrus Metestrus Diestrus (hari)


(hari)

Sapi 3 12—24 jam 3—5 13

Kuda 3 4—7 hari 3—5 6—10

Babi 3 2—4 hari 3—4 9—13

Domba 2 1—2 hari 3—5 7—10

8.3.1 Proestrus

            Proestrus merupakan periode sebelum hewan mengalami estrus yaitu periode pada saat
folikel de Graff sedang tubuh akibat pengaruh FSH dan menghasilkan estradiol dengan jumlah yang
semakin bertambah. Sistem reproduksi melakukan persiapan-persiapan untuk melepaskan ovum
dari ovarium. Folikel atau folikel-folikel (tergantung spesiesnya) mengalami pertumbuhan yang cepat
selama 2 atau 3 hari, kemudian membesar akibat meningkatnya cairan folikuler yang berisi hormon
estrogenik.

            Estrogen yang diserap oleh pembuluh darah dari folikel akan merangsang saluran reproduksi
untuk mengalami perubahan-perubahan. Sel-sel dan lapisan bersilia pada tuba falopii
pertumbuhannya meningkat, mukosa uteri mengalami vaskularisasi, epitel vagina mengalami
penebalan dan terjadi vaskularisasi, serta serviks mengalami elaksasi secara gradual. Banyak terjadi
sekresi mukus yang tebal dan berlendir dari sel-sel goblet seriks, vagina bagian anterior, dan
kelenjar-kelenjar uterus. Pada sapi dan kuda terjadi perubahan dari mukus yang lengket dan kering
menjadi mukus kental seperti susu, dan pada akhir proestrus berubah lagi menjadi mukus yang
terang, transparan, dan menggantung pada vulva. Corpus luteum dari periode sebelumnya
mengalami vakuolisasi, degenerasi, dan pengecilan secara cepat.

8.3.2 Estrus

            Estrus merupakan periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan
oleh hewan betina. Selama periode estrus, umumnya betina akan mencari dan menerima pejantan
untuk kopulasi. Folikel de Graff menjadi matang dan membesar, estradiol yang dihasilkan folikel de
Graff akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi yang maksimal. Selama
atau segera setelah periode ini terjadi ovulasi akibat penurunan FSH dan meningkatka LH dalam
darah.

Pada periode ini, tuba falopii  mengalami perubahan yaitu menegang, berkontraksi, epitelnya
matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah. Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke
folikel de Graff untuk menangkap ovum matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan pada beberapa
spesies akan mengalami oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan
lendir disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya meningkat. Mokosa
vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor
dan oedematus pada semua spesies, pada babi sangat jelas. Pada sapi terdapat leleran yang bening
dan transparan  seperti seutas tali menggantung pada vulva. Pada akhir estrus terjadi peningkatan
leukosit yang bermigrasi ke lumen uterus.

8.3.3 Metestrus/Postestrus

            Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan pertumbuhan cepat
korpus luteum yang berasal dari sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh LH.
Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan korpus
luteum. Kehadiran progesteron akan menghambat sekresi FSH sehingga tidak terjadi pematangan
folikel dan estrus tidak terjadi.

            Pada periode ini, uterus mengadakan persiapan untuk menerima dan memberi makan
embrio. Pada awal postestrus, epitelium pada karunkula uterus sangat hiperemis dan terjadi
hemoragis kapiler yang menyebabkan terjadinya pendarahan. Sekresi mukus menurun dan diikuti
pertumbuhan yang cepat dari kelenjar-kelenjar endometrium. Pada pertengahan sampai akhir
metestrus, uterus agak melunak karena otot-ototnya mengendor. Apabila tidak terjadi kebuntingan
maka uterus dan saluran reproduksi yang lain akan beregresi kekeadaan kurang aktif.

8.3.4 Diestrus

            Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternak-ternak mamalia.
Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi dominan. Endometrium
menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus menunjukkan peningkatan perkembangan.
Perubahan ini ditunjukkan untuk mensuplai zat-zat makanan bagi embrio bila terjadi kebuntingan.
Kondisi ini akan terus berlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan dipertahankan
sampai akhir masa kebuntingan.

Serviks menutup rapat untuk mencegah benda-benda asing memasuki lumen uterus, mukosa vagina
menjadi pucat, serta lendirnya mulai kabur dan lengket. Apbila tidak terjadi kebuntingan, maka
endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beratrofi atau berregresi keukuan semula. Folikel-folikel
mulai berkembang dan akhirnya kembali ke fase proestrus.

Pada  beberapa spesies yang tidak termasuk golongan poliestrus atau poliestrus bermusim, setelah
periode diestrus akan diikuti anestrus. Anestrus yang normal akan diikuti oleh proestrus. Secara
fisiologis, aneastrus ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi.
Anestrus fisiologis dapat diobservasi pada negara-negara yang mempunyai 4 musim, yaitu musim
semi dan panas pada domba serta selama musim dingin pada kuda. Selama anestrus, uterus kecil
dan kendor, mukosa vagina pucat, lendirnya jarang dan lengket, serta serviks tertutup rapat dengan
mukosa yang pucat. Aktivitas folikuler dapat terjadi dan ovum dapat berkembang tetapi tidak terjadi
pematangan folikel dan ovulasi.

8.4 Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus

            Pada dasarnya, pola siklus estrus sama tetapi berbeda antar spesies. Siklus estrus secara
langsung diatur oleh hormon-hormon tetapi secara tidak langsung oleh hormon adenohipofise.
Pengaturan hormon pada siklus estrus tergantung sirkulasi hormon di dalam pembuluh darah hewan
betina dan reaksi organ target dari hormon yang bersangkutan.

8.4.1  Sapi

            Pengaturan hormonal diawali oleh hormon hipotalamus yaitu GnRH yang disekresikan oleh


hipotalamus akan menstimuli FSH dan LH dilepaskan dari adenohipofise, selama proestrus terjadi
peningkatan, mencapai puncaknya pada fase estrus, dan akhirnya menurun pada akhir metestrus.
Pada periode diestrus akan tetap rendah sampai periode proestrus.

            Hormon-hormon hipofise yang ikut dalam pengaturan siklus estrus adalahFSH dan LH. FSH
dihasilkan oleh adenohipofise akan merangsang perkembangan folikel pada ovarium yang akhirnya
mengasilkan estrogen. FSH ada di dalam darah dan jumlahnya meningkat pada hari ke-4 sampai hari
ke-6, akan terus meningkat dan merangsang perkembangan folikel sampai terjadinya ovulasi.
Hormon lainnya adalah LH yang menyebabkan ruptur (pecah) folikel dan memulai perkembangan
korpus luteum. LH mencapai puncaknya pada awal estrus dan ovulasi akan terjadi 30 jam kemudian.
Konsentrasi GnRH, FSH, dan LH seperti pada Gambar 17.
Gambar 17. Konsentrasi GnRH, FSH, dan LH selama siklus estrus pada sapi.

            Dua hormon ovarium yang langsung mengatur siklus estus adalah estrogen dan progesteron.
Estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh akbatnya rangsangan FSH. Perubahan
konsentrasi estrogen sesuai dengan perkembangan folikel dan mencapai puncaknya pada awal
estrus. Estrogen menyebabkan libido hewan menjadi kelihatan dan organ-organ reproduksi
mempersiapkan terjadinya konsepsi.

            Progsteron dihasilkan oleh sel-sel luteal dari korpus luteum yang mulai berfungsi pada hari ke-
3 sampai ke-4 siklus estrus dan mulai meningkat dalam hal konsentrasi dan reproduksi sampai pada
hari ke-8 siklus. Konsentrasi progesteron akan bertahan sampai hari ke-16, pada saat korpus luteum
mulai mengalami regresi sehingga konsentrasi progesteron sangat menurun. progesteron akan tetap
dipertahankan dan berfungsi apabila terjadi kebuntingan pada ternak. Konsetrasi estrogen dan
progesteron selama siklus estrus terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada sapi

8.4.2  Domba

            Pengaturan hormon selama siklus estrus hampir sama dengan pengaturan hormon pada sapi.
Perbedaan terdapat pada lamanya siklus estrus yang lebih pendek (16—17 hari) tetapi periode
estrus lebih panjang (30 jam) dan ovulasi terjadi 24—27 jam setelah awal estrus. Korpus luteum ada
sejak hari ke-4 sampai hari ke-14. Konsentrasi progesteron meningkat pada hari ke-3 sampai hari ke-
11. Konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus pada domba terdapat pada Gambar 19 dan 20.

Gambar 20. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada domba
8.4.3 Babi

            Satu periode siklus estrus pada babi menghasilkan ovum matang dalam jumlah banyak (12—
20) kemudian diovulasikan. Pengaruh FSH berlangsung selama 5—6 hari sampai folikel menjadi
matang, kemudian pengaruh LH menyebabkan terjadinya reptur ovum yang matang. Ovulasi terjadi
35—40 jam setelah awal estrus dan konsentrasi LH mencapai puncaknya. Ovum yang pecah akan
membentuk korpus luteum. Sel-sel luteal akan menghasilkan progesteron yang mencapai puncaknya
pada pertengahan siklus dan menurun pada hari ke-15 dab 16 siklus. Perubahan konsentrasi
hormon-hormon selama siklus estrus terlihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Konsentrasi LH, estrogen, dan progesteron selama siklus estrus pada babi.

8.4.4  Kuda

            Pada kuda sering mengalami periode anestrus pada musim dingin. Periode estrus dapat
berlangsung 5—7 hari terutama setelah anestrus musim dingin. Perilaku birahi pada kuda berbeda
dengan ternak lain, yaitu lambat laun meningkat intensitasnya dalam beberapa hari. Fase
perkembangan folikel berkepanjangan, sekresi FSH mempunyai dua puncak dan puncak yang kedua
tercapai pada hari ke-15 siklus dan kadang-kadang terjadi ovulasi. Puncak konsentrasi FSH yang
pertama terjadi pada hari ke-7 siklus dan akan tetap meningkat telah terjadi ovulasi. Ovulasi terjadi
24—48 jam sebelum akhir estrus. Pada ternak lain, konsentrasi LH mencapai puncaknya yang tajam
sebelum ovulasi menjelang estrus. Pada kuda, konsentrasi LH naik secara perlahan dan membentang
eaktu ovulasi, mencapai puncaknya setelah ovulasi terjadi. Perubahan konsentrasi hormon-hormon
selama siklus estrus tercantum pada Gambar 22 dan 23.

Gambar 22. Kosentrasi FSH dan LH selama siklus estrus pada kuda.
Gambar 23. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada kuda.

8.5 Siklus Estrus pada Berbagai Ternak

            Bila perkawinan tidak diikuti perubahan, mamalia betina dengan siklus reproduksi yang
normal akan mengalami rangkaian perubahan ovarium yang berulang termasuk sekresi hormon yang
berpengaruh terhadap perilaku kelamin dan saluran reproduksi. Panjang siklus estrus dan lamanya
birahi bervariasi antar jenis hewan (Tabel 9).

            Siklus estrus pada sapi, panjangnya 20 hari untuk sapi dara dan 21—22 hari untuk sapi
dewasa, dengan kisaran 18—24 hari. Fase luteal siklus berlangsung 17 hari dan fase folikuler 3—4
hari. Lama birahi berlangsung 12—28 jam, cenderung lebih singkat pada musim dingin dan laktasi
yang berat. Pada saat estrus menjadi tidak tenang, kurang nafsu makan, kadang-kadang menguak,
dan memisahkan diri untuk mencari pejantan. Sapi tersebut akan diam bila dinaiki betina lain dan
mencoba menaiki betina-betina lain, serta mengangkat dan menggoyangkan ekornya. Sapi betina
juga akan diam menerima pejantan untuk kopulasi. Vulva sapi yang sedang estrus akan
membengkak, memerah, dan mengeluarkan sekresi mukus transparan (terang dan tembus) yang
menggantung. Kadang-kadang vulvanya akan diciumi oleh betina lain.

Jenis Lama siklus Lama estrus Waktu ovulasi Waktu optimum untuk
ternak estrus (hari) dikawinkan

Kuda 19—23 (21) 4,5—7,5 1—2 hari sebelum 2—4 hari sebelum
(5,5) hari akhirestrus akhir estrus atau hari
ke-2—ke-3 estrus

Sapi 18—24 (21) 12—28 jam 10—15 jam sesudah Pertengahan sampai
(18 jam) akhir estrus akhir estrus

Domba 14—20 30—36 jam 12—24 jam sebelum 18—24 jam sesudah
(16,5) akhir estrus permulaan estrus

Babi 18—24 (21) 1—4 (2—3) 30—40 jam sesudah 12—30 jam sesudah
hari permulaan estrus permulaan estrus

            Pada domba, siklus estrus panjangnya mencapai 14—20 hari dengan rata-rata 16,5 hari. Fase
luteal berlangsung selama 14 hari dan fase folikuller 3—4 hari. Panjang periode birahi 30—36 jam
dan ovulasi terjadi 12—24 am sebelum berakhirnya estrus. Domba yang birahi akan mendekati dan
memperhatikan pejantan, menggoyang-goyangkan ekornya, menggesek-gesekkan leher dan
badannya ke tubuh pejantan, berjalan mengelilingi pejantan, dan menciumi alat genetalia pejantan.
Akhirnya akan diam bila dinaiki pejantan untuk perkawinan. Vulva domba yang estrus tidak
oedematus dan tidak mengeluarkan lendir.

            Lama siklus birahi pada babi adalah 18—24 hari dengan rata-rata 21 hari. Fase estrus rata-rata
berlangsung selama 2—3 hari dan ovulasi terjadi 30—40 jam pada awal estrus. Fase estrus lebih
lama pada babi akan berdiam diri, tegak, kaku, dan mengambil posisi kawin bila disentuh atau
ditekan punggungnya oleh dagu pejantan atau tangan pekerja. Babi yang sedang estrus sering
mengeluarkan suara-suara singkat dan rendah, nafsu makannya hilang, serta akan memisahkan diri
dari kelompoknya untuk berkelana mencari pejantan. Vulvanya mengalami pembengkakkan tetapi
tidak mengeluarkan lendir selama estrus.

            Panjang siklus estrus pada kuda rata-rata adalah 21 hari. Lama siklus akan bertamba lama
apabila ada siklus yang lowong akibat musim dingin. Rata-rata panjangnya fase estrus adalah 5,5
hari. Betina yang seang birahi akan membiarkan pejantan menciumi  dan menggigit tanpa
perlawanan, sering mengangkat ekor, merentangkan kaki, dan merendahkan punggungnya. Seperti
ternak lain, kuda akan diam berdiri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Bibir vulva membengkak dan
sebagian terkuak. Leleran dalam jumlah sedikit akan keluar dari vulva.

8.6 Estrus Postpartus

Estrus post partus atau estrus pertama setelah melahirkan merupakan mata rantai yang penting
dalam proses reproduksi sehingga harus mendapatkan perhatian dalam pengelolaan reproduksi agar
ternak tetap mempunyai kemampuan reproduksi yang optimum. Estrus pertama postpartus
berhubungan dengan aktivitas siklus ovarium yang kembali normal secara cepat setelah melahirkan.

            Pada masa awal setelah melahirkan, hewan betina harus menghasilkan susu untuk anaknya
dan menyiapkan uterus, ovarium, dan oran-organ kelamin yang lain, serta sistem endoktrin yang
memulai siklus yang normal agar dapat bereproduksi lagi. Pada masa ini, umumnya siklus estrus
tidak akan segera terjadi karena pengaruh umpan balik negatif dari progesteron yang dihasilkan oleh
korpus luteum dan plasenta selama kebuntingan. Hal ini mengakibatkn pituitari terhadap pemberian
GnRH. Selama masa peralihan dan tidak adanya siklus estrus sampai timbulnya siklus, GnRH
disekresikan untuk meningkatkan frekuensi episodik LH plasma terutama untuk aktivitas folikuler
dan sekresi estradiol. Pengeluaran GnRH secara episodik merupakan prasarat untuk memulai
aktivitas siklus ovarium pada induk.

8.6.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi estrus post partus pada sapi

            Jarak dari beranak sampai timbulnya estrus pertama antarspesies berbeda-beda. Pada sapi
perah, estrus postpartus terjadi pada 30—72 hari, sapi potong 46—104 hari. Pada babi, estrus
postpartus terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 tetapi tidak disertai ovulasi, sedangkan pada kuda
terjadi dalam waktu 6 sampai 13 hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi estrus pertama
postpartus antara lain lingkungan, genetik, fisiologi, dan metabolik.

A.  Kondisi tubuh

 Induk yang mempunyai kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan menunjukkan penampilan
reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan induk yang kondisinya jelek. Induk dengan kondisi
baik (nilai kondisi tubuhnya ≥ 2,5 pada penilaian dengan interval 1—5) akan kembali estrus dalam
waktu yang singkat sedangkan induk dengan nilai kurang dari 2,5 waktu yang diperlukan untuk
estrus kembali lebih lama. Setiap penurunan 10% dari bobot tubuh, estrus pertama postpartus akan
diperpanjang selama 19 hari. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan pembatasan energi pada akhir
kebuntingan yang menyebabkan induk menjadi kurus.

Perubahan kondisi tubuh pada saat melahirkan merupakan penentu yang berhubungan dengan
kembalinya aktivitas ovarium. Menurut Spincer, et al.(1990) sapi-sapi yang tidak memperlihatkan
aktivitas siklus dalam 60 hari setelah melahirkan kehilangan lebih banyak bobot tubuh dibandingkan
dengan sapi-sapi yang memperlihatkan aktivitas siklus. Pada kelompok induk yang tidak
memperlihatkan aktivitas siklus dalam 60 hari, susu yang dihasilkan 28% berasal dari jaringan
tubuhnya, pada kelompok yang siklusnya akif dalam 40—60 hari, 16,7% susunya dihasilkan oleh
jaringan tubuh sedangkan pada kelompok yang aktivitas siklus dalam 40 hari hanya 15,9% saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Rutter dan Randell (1984) memperlihatkan hasil bahwa induk yang
mengalami penurunan kondisi tubuh pada awal laktasi, interval pasca beranak ke estrus pertama
adalah 60 ± 7,5 hari, sedangkan induk yang mampu mempertahankan kondisi tubuhnya lebih cepat
yaitu 31,7 ± 2,8 hari.

B.  Produksi susu

Interval kelahiran ke ovulasi pertama setelah beranak berhubungan dengan produksi susu, semakin
tinggi produksi susu yang dihasilkan induk maka semakin lama interval terjadinya ovulasi. Hal ini
terjadi karena adanya hambatan sekresi hormon yang merangsang pertumbuhan dan memasakan
folikel.

Butter, et al. (1981) menemukan hubungan produksi susu dengan keseimbangan energi pada awal
laktasi. Sapi akan mengalami keseimbangan energi negatif yang meningkat pada awal laktasi sampai
puncak produksi tercapai. Setelah ini bergerak secara progresif kearah keseimbangan 0 (tetap) ketika
produksi susu mulai turun. Oleh karena itu, sapi yang mempunyai produksi susu tinggi tidak dapat
mempertahankan keseimbangan energi positif, sehingga pada awal laktasi terjadi keseimbangan
negatif.

C.  Energi Makanan

Estrus pertama setelah melahirkan akan timbul lebih cepat apabila energi pada ransumnya
diperbesar. Penelitian Oxenreider dan Wegner (1971) memperlihatkan hasil bahwa induk yang diberi
makan dengan energi 60% memerlukan waktu 17 hari untuk membentuk folikel dengan diameter 10
mm, sedangkan induk yang diberi energi 100% dan 133% hanya memerlukan waktu 11 hari

            Penelitian lain dilakukan Staples, et al. (1990) untuk melihat hubungan antara aktivitas
ovarium (dengan menghitng kadar progesteron plasma) dan status energi pada awal periode laktasi.
Penelitian dilakukan selama 9 minggu awal laktasi dengan menggunakan 64 ekor induk sapi Frisien
Holstain. Hasil yang diperoleh yakni 15 ekor tidak memperliahatkan siklus, 24 ekor mengalami siklus
dalam waktu 40—60 hari postpartus, dan 25 ekor memperlihatkan aktivitas siklus dalam waktu 40
hari. Pada sapi yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus akan mengalami keseimbangan energi
negatif lebih besar dari pada kelompok induk yang memperlihatkan aktivitas siklus.

            Pada awal laktasi, 92% induk sapi perah mengalami keseimbangan energi negatif dengan
besar yang bervariasi antarindividu. Keseimbangan energi negatif berhubungan dengan penurunan
glukosa darah dan tingginya asam lemak yang tidak terestrifikasi serta benda-benda keton. Hal ini
memberikan isyarat bahwa terjadi penurunan glukoneogenesis, peningkatan ketogenesis, dan
moilisasi lemak selama keseimbangan energi negatif terjadi. Keseimbangan energi pada awal laktasi
dipengaruhi secara bermakna oleh pemasukan energi makanan.

D.  Protein Pakan

Ada dua pendapat tentang hubungan antar jumlah protein kasar dan timbulnya estrus postpartus.
Pendapat pertama dikemukakan oleh Sasser, et al.(1988) bahwa perpanjangan timbulnya estrus
postpartus terjadi pada sapi yang diberi pakan dengan defesiensi protein kasar (0,32kg/ekor/hari)
dibandingkan dengan kelompok sapi yang diberi pakan dengan protein kasar yang cukup
(0,96kg/ekor/hari). Pada sapi yang diberi protein kasar rendah timbulnya estrus postpartus yakni
84,4 ± 3,8 hari sedangkan pada pemberian protein kasar cukup yakni 74,8 hari. Pendapat kedua
dikemukakan oleh Howard, et al. (1987) dan Caroll, et al. (1988) yang menyatakan bahwa pemberian
protein kasar dalam ransum dengan kadar rendah maupun tinggi tidak berpengaruh terhadap
timbulnya estrus postpartus.

Kebutuhan protein kasar dalam pkan untuk kebutuhan reproduksi yang normal 13—20%.
Kekurangan non protein nitrogen   dan rumen digestible protein  pada masa akhir kebuntingan
sampai awal laktasi mempunyai efek yang sama dengan kekurangan pakan. Hal ini akan
menyebabkan produksi LH dan FSH menurun sehingga proses pematangan folikel tertunda.

E.  Umur Induk

Pada kondisi yang normal, tanpa memperhatikan adanya penyakit, defesiensi pakan atau pengaruh
lingkungan, fertilitas sapi akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur sapi. Kehidupan
reproduksi pada sapi rata-rata umur 8—10 tahun dengan produksi anak 4—6 ekor. Efesiensi
reproduksi mencapai puncaknya pada saat sapi berumur 4 tahun dan akan mengalami penurunan
yang nyata setelah sapi berumur 7 tahun.

            Pada dasarnya, kehidupan reproduksi pada sapi tergantung kondisi ternak. Kehidupan
reproduksi ternak akan terhenti apabila sapi mengalami kelemahan fisik akibat adanya penyakit,
defesiensi pakan, dan kekurusan. Kondisi ini tidak tergantung pada umur ternak, dapat terjadi pada
ternak yang masih muda maupun tua. Keadaan lain yang dapat menghentikan kegiatan reproduksi
ternak apabila organ-organ reproduksi mengalami kerusakan hebat atau fungsinya hilang karena
penyakit.

F.   Masa Pengeringan

Masa kering adalah periode sapi yang masih bereproduksi dan pada keadaan bunting namun tidak
diperah lagi. Masa kering yang ideal yakni 7—8 minggu sebelum sapi beranak. Perpanjangan masa
kering tidak akan menambah produksi susu pada laktasi berikutnya tetapi dapat memperbaiki
kondisi tubuh induk. Masa kering penting untuk mengembalikan kondisi tubuh yang menurun
selama periode laktasi sebelumnya, memperbaiki jaringan alveoli ambing yang rusak, memberikan
kesempatan fetus untuk berkembang, dan membantu menimbun cadangan energi dalam tubuh
untuk laktasi berikutnya.

G. Aktivitas Penyusuan dan Frekuensi Pemerahan

Interaksi fisiologis antara pemerah dan penyusu dengan aktivitas ovarium belum dapat dijelaskan
dengan baik. Sapi perah yang menyusui anaknya akan mengalami estrus postpartus lebih
lambat  dibandingkan dengan sapi yang diperah dua kali sehari. Penyusuan akan menyebabkan
pelepasan GnRH tertunda sehingga sekresi FSH dan LH juga terhambat, akibatnya pertumbukan
folikel menjadi tertunda. Rangsangan saraf afferen dari puting susu akan menghambat pengeluaran
dopamin ke sirkulasi protal pituitari tetapi meningkatkan sekresi prolaktin sehingga aktivitas ovarium
akan tertunda. Penghentian penyusuan secara bertahap akan meningkatkan kadar LH darah.

            Pemerahan pada sapi yang dilakukan secara teratur akan dapat mengurangi hambatan sekresi
LH sehingga tanda-tanda estrus akan lebih cepat terlihat dan ovulasi dapat terjadi. Frekuensi
pemerahan tidak berpengaruh terhadap estrus postpartus, baik pemerahan dua kali maupun
pemerahan tiga kali.

H.  Abnormalitas Postpartus

Pada masa awal setelah beranak, keadaan alat reproduksi induk merupakan faktor biologis yang
dapat mempengaruhi penampilan reproduksi berikutnya. Kondisi klinis yang abnormal pada saat
melahirkan atau setelahnya akan menghambat estrus pertama setelah melahirkan. Induk yang
mengalami retensi plasenta dan metritis akan mengalami pertambahan 14,25 dan 15 hari dari
kelahiran sampai timbulnya estrus. Hal ini terjadi karena hambatan involusi alat-alat reproduksi dan
perpanjangan fase luteal.

8.6.2 Usaha mempercepat timbulnya estrus postpartus

Usaha-usaha yang dapat dilalukan untuk meningkatkan penampilan reproduksi dengan cara
mempercepat timbulnya estrus postpartus adalah:

A.  Perbaikan kondisi tubuh

Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan dapat
memperpendek waktu kosong dibandingkan dengan sapi yang kurus. Pemberian pakan yang
berkualitas dengan jumlah yang mencukupi pada masa akhir kebuntingan dan awal laktasi
merupakan keharusan agar sapi tetap dapat mempertahannkan kondisi tubuhnya sehingga tidak
mengalami keseimbangan energi negatif. Pada sapi dengan reproduksi susu yang tinggi harus
mendapat makanan dengan jumlah dan kualitas yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang
bereproduksi rendah.
Ransum yang diberikan pada induk sapi perah digunakan oleh tubuh untuk hidup pokok, produksi
susu, kegiatan reproduksi, dan pertumbuhan. Kebutuhan zat-zat tergantung pada bobot tubuh
induk, tingkat pertumbuhan, tinggi rendahnya produksi susu, dan status bunting tidaknya sapi.

Masa kering yang cukup akan mampu mengembalikan kondisi tubuh induk sehingga pada saat
melahirkan sapi dalam kondisi siap. Perpanjangan masa kering akan mampu mempercepat
perbaikan kondisi tubuh induk meskipun tidak akan meningkatkan produksi susu pada laktasi
berikutnya. Penimbunan cadangan lemak saat hasil air susu menurun atau sapi sedang kering dapat
digunakan untuk cadangan energi pada laktasi berikutnya.

B.       Peningkatan deteksi birahi

Birahi setelah beranak biasanya tidak teramati secara sempurna oleh peternak sehingga akan
menyebabkan tertundanya perkawinan, akibatnya efesiensi produksi menjadi rendah. Deteksi birahi
merupakan kunci keberhasilan perkawinan, untuk mendapatkan hasil yang baik maka pengamatan
birahi sebaiknya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Gejala-gejala birahi akan
lebih mudah teramati bila induk-induk berada diluar kandang bersama-sama yaitu berdiri diam bila
dinaiki atau menaiki betina lain. Cara lain adalah menempatkan betina bersama-sama dengan
pejantan.

8.7 Ringkasan

Hewan-hewan betina akan mengalami birahi pada interval waktu yang teratur, namun berbeda
antar spesies ternak. Interval waku antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode
estrus berikutnya disebut siklus estrus/siklus birahi. Siklus estrus dibedakan menjadi empat fase
yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Pembagian berdasarkan perkenbangan folikel dan
pengaruh hormon, siklus estrus dibedakan menjadi dua fase yaitu folikuler atau estrogenik dan fase
luteal atau progestational. Fase folikuler atau estrogenik adalah fase terjadinya perkembangan
folikel menjadi matang dan siap di ovulasikan dan pengaruh hormon estrogen menjadi dominan,
fase ini meliputi proestrus dan estrus. Fase luteal atau progestational adalah fase terjadinya
pembentukan korpus luteum setelah terjadinya ovulasi dan pengaruh hormon progesteron menjadi
dominan, fase ini terjadi dari metestrus/postestrus dan diestrus.

Selama siklus estrus terjadi perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.
Perubahan yang dapat dilihat adalah terjadinya perubahan kelakuan/perilaku betina yang memasuki
periode estrus. Perubahan yang sama pada setiap hewan adalah betina akan berdiam diri bila dinaiki
pejantan untuk kopulasi. Perubahan yang tidak kehilangan adalah terjadinya perubahan-perubahan
pda ovarium dan saluran produksi hewan betina. Pada ovarium akan erjadi perkembangan dari
folikel primer. Folikel sekunder, folikel tersier, dan akhirnya matang menjadi folikel de Graff, yang
siap di ovulasi. Setelah ovulasi akan terbentuk korpus luteum yang akan tetap dipertahankan bila
terjadi kebuntingan dan akan berregresi bila tidak terjadi kebuntingan. Perubahan yang terjadi pada
saluran reproduksi adalah perubahan dalam rangka mempersiapkan apabila terjadi kebuntingan.

Pengaturan siklus birahi dilakukan oleh hormon ovarium, estrogen dan progesteron, hormon
hipothalamus, GnRH, serta hormon adenohypofise, FSH dan LH. Pola pengaturan hormon pada
dasarnya sama, namun berbeda antar hewan.
Daftar Pustaka

Butler, W.R., R.W. Everett and C.E. Coopock. 1981. The Relationship Between Energy Balance, milk
production, and involution in postpartum Holstein cows, J. Animal Sci. 53: 742—748

Carrol, D.J., B.A. Barton, G.W. andersanand R. D. Smith.1988.Influence of protein intake and feeding
strategy of reptoductive performance. J. Dairy Sci. 71: 3470—3481

Frandsond. R.D.1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Penerjamah B. Srigandono dan K.
Praseno. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Ed. Lea and Fibiger. Philadelphia

Howard, H.S., E.P. Alseth, G.D. Adams, and L.J. Bush. 1987. Infuence of dietary crude protein on dairy
cows rproductive performance. J. Dairy Sci. 70: 1563—1571

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerjemah DK
Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Noakes, D.E. 1996. Normal Oestrous Cycles. Dalam Arthur, G.H., D.E Noakes, H. Pearson, dan T.J.
Parkinson. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Seventh Ed. WB Saunders Company Limited.
London, Philadelphia, Toronto Sydney, Tokyo

Oxenreider, S.L., and W.C. Wagner. 1971. Effect of lactation and energy intake on postpartum
activity in the cows. J. Dairy Sci. 33: 1026—1031

Rutter, L.M., and R.D. Randel. 1984. Postpartum nutrient intake and body condition: Effect n
pituitary function and onset of estrous in beef cattle. J. Anim Sci. 58: 265—273

Salisbury, G.W., dan N.L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reprodukdi dan Inseminasi Buatan pada Sapi.
Diterjemahkan oleh R. Djanuar. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta

Sasser, R.E., R.J. William, R.C. Bull, C.A. Ruder and D.E Falk 1988. Postpartum reproductive
performance in crude protein restricted beef cows. J. Anim. Sci. 66: 3033—3039

Sorensen, A.M. 1975. Animal Reproduction:Principles and Practices. McGraw Hill  Book


Company.New York

Spicer,L.J.,W.B.Tucker,and G.D. Adams. 1990. Insulin like growth factor I in dairy cows: relationship
among energy balance. Body condition, ovarian activity, and estrous behavior. J.Diary Sci.73: 929—
937

Staples,C.R.W.W. Thatcher, and J.H. Clark. 1990. Relationship Between ovarian activity and
energy  status during the early perpertum period of high producing diary cows.J. Diary Sci.73: 939—
949

Toelihere,M.R. 1995.Fisiologi Reproduksi pada Ternak.  Angkasa. Bandung

Anda mungkin juga menyukai