Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK


I. SKIZOAFEKTIF
A. Definisi
Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius yang memiliki
gambaran skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala
khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan
afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe manik dan tipe
depresif. Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara seseorang berpikir,
bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan berhubungan dengan
orang lain. Menurut DSM V-TR kriteria diagnosis untuk menegakkan diagnosis
gangguan Skizoafektif tipe manik adalah sebagai berikut:
Pada saat episode yang sama, terdapat episode manik yang bersamaan dengan
gejala pada kriteria untuk skizofrenia yakni gejala karakteristik berupa
a. Terdapat 2 atau lebih dari gejala muncul dalam waktu yang signifikan selama
1 bulan (atau kurang bilang berhasil diobati). Terdapat waham, halusinasi,
disorganisasi dalam berbicara, perilaku disorganized, katatonik, gejala
negative yaitu afek mendatar dan lain-lain. Bila waham yang terdapat pada
pasien adalah waham aneh atau halusinas yang bersifat commenting maka 1
gejala sudah dapat memenuhi.
b. Selama periode sakit (episode), terdapat waham atau halusinasi setidaknya
minimal 2 minggu dimana tidak ada gejala gangguan mood/afektif yang
berarti.
c. Gejala yang memenuhi kriteria episode gangguan mood jelas terjadi pada
bagian dari total durasti periode aktif dan residual dari penyakit
d. Gangguan ini terjadi bukan karena efek langsung dari zat psikoaktif ataupun
penyakit sistemik tertentu.

Gejala utama untuk mood manik yaitu afek yang meninggi, banyak bicara, dan
kecepatan bicara meningkat, hioeraktif, kebutuhan tidur yang berkurang, gangguan
persepsi, gangguan proses pikir, gangguan fungsi intelektual serta sering bohong.
B. Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab dari penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa gangguan skizoafektif mungkin
mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu etiologi mengenai gangguan
skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab gangguan
skizoafektif adalah tidak diketahui, namun empat model konseptual telah diajukan,
yaitu:
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu
tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan afektif
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun gangguan
afektif
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang
pertama.

C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya skizoafektif belum diketahui apakah merupakan suatu
patologi yang terpisah dari skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan
gabungan dari keduanya yang terjadi secara bersamaan. Jika merujuk pada
kemungkinan kedua, maka telah diketahui neurobiologi baik fungsional ataupun
struktural yang terlibat dalam gangguan ini.
Gambar 1. Area yang terlibat pada gangguan afek dan mood4

D. Manifestasi Klinis.
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan
disebut gangguan skizoafektif tipe manik.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan
suasana perasaan.2,3
Mania
 Peningkatan aktivitas  Agitasi
 Bicara cepat  Percaya diri meningkat
 Pikiran yang meloncat-loncat  Mudah teralihkan
 Sedikit tidur
Skizofrenia
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;

b) - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah


terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi Auditorik: 

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku


pasien, atau 
- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau 
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.6

E. Penatalaksanaan
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Terapi psikofarmaka yang
diberikan pada skizoaktif tipe bipolar adalah obat golongan mood stabilizer, baik
lithium atatu carbamazepine sama efektifnya, sedangkan untuk tipe depresif yang
terbukti lebih efektif adalah dengan pemberian carbamazepine dibanding lithium.
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah
bahwa antidepresan dan antimanik diberikan sesuai bentuk afek yang menonjol dan
bahwa antipsikotik digunakan berdasarkan gejala psikotik yang muncul. Pada
skizoafektif tipe manik, terapi dilakukan lebih agresif untuk mencapai konsentrasi
obat dalam darah pada tingkat menengah sampai tinggi. Ketika pasien sudah dalam
fase maintenance, dosis dapat diturunkan untuk menghindari efek samping yang tidak
diinginkan
II. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
NOC NIC and Activities Chosen in NIC
Keperawatan
Wandering Safe Wandering Behavior management: Overactivity/inattention
Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3xa. Gunakan pendekatan yang tenang
24 jam, klien menunjukkan perpindahan aktivitas yangb. Kembangkan rencana manajemen perilaku yang dilakukan
dapat diterima dan aman dengan indicator sebagaioleh semua staff
berikut: c. Monitor dan atur level aktifitas serta keadaan status fisik
d. Gunakan control eksternal bila diperlukan (seklusi dan
No Indikator restrain)
1 Berpindah tanpa membahayakan diri sendiri e. Hindari atau pindahkan klien dari sumber stimulus
2 Berpindah tanpa membahayakan orang lain berlebihan
3 Menunjukkan aktivitas yang bertujuan f. Batasi makanan yang mengandung kafein
4 Tetap berasa di area yang aman ketika tidak g. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan perubahan perilaku
ditemani yang diinginkan

Gangguan Mood Equilibrium Mood management


pengelolaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3xa. Evaluasi mood (misalnya, tanda gejala, riwayat pribadi) di
mood 24 jam, klien diharapkan dapat mencapai indicatorawal dan selama perkembangan pasien
sebagai berikut b. Tentukan apakah pasien beresiko pada diri sendiri atau orang
lain
No Indikator c. Lakukan tindakan pencegahan terhadap pasien yang berisiko
1 Menunjukkan mood yang sesuai situasi (misal bunuh diri, melarikan diri atau kekerasan)
2 Menunjukkan mood yang tidak labil d. Gunakan intervensi untuk membatasi perilaku yang negatif
(misalnya, pembatasan area, seklusi, pengekangan fisik,
3 Menunjukkan tingkat energy yang stabil pengekangan kimia)
e. Ajarkan pasien untuk membuat keputusan sesuai kebutuhan
f. Interaksi dengan klien dengan menggunakan interval waktu
yang teratur dalam rangka menunjukkan perhatian dan/atau
menyediakan kesempatan bagi pasien untuk membicarakan
mengenai perasaannya
g. Ajarkan koping sesuai dengan kemampuan klien.
h. Kelola dan atasi halusinasi dan atau delusi yang mungkin
mengikuti gangguan alam perasaan.

Risk for other Agression Self-Control Haluccination management


directed Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24a. Bina hubungan saling percaya, hubungan interpersonal
violence jam, klien menunjukkan mampu mengontrol diridengan pasien
sendiri terhadap membahayakan orang lain yangb. Monitor dan mengatur tingkat aktivitas dan stimuli pada
ditandai dengan indikator: lingkungan
c. Pertahankan lingkungan yang aman
No Indikator d. Pertahankan rutinitas yang konsisten
1 Mengidentifikasi ketika marah muncul e. Monitor kedatangan halusinasi dan isi yang menyuruh atau
memerintah
2 Mengidentifikasi tanggung jawab untukf. Dorong pasien untuk mengontrol atau bertanggungjawab atas
mengontrol perilaku perilakunya
3 Menggunakan teknik untuk mengontrol marah g. Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaannya
h. Dorong pasien untuk memvalidasi halusinasinya dengan
4 Mengontrol impuls
orang lain
i. Catat perilaku pasien yang mengindikasikan halusinasinya
j. Gunakan teknik komunikasi terapeutik yang terbuka
k. Sediakan kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan
halusinasinya
l. Fokuskan kembali arah pembicaraan pasien jika
komunikasinya sudah tidak sesuai
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 9th ed.
Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2003
2. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook of
Psychiatric Drug Treatment
3. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II. Binarupa Aksara.
Tangerang: 2010. 33-46
4. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Physchiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2009
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2001.
6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2013.
7. Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa. Available from URL:
http://www.tirtojiwo.seri-depresi.pdf.com
th
8. Sulistia G. Ganiswarna. Farmakologi dan terapi. 4 ed. Indonesia; Gaya baru jakarta.
1995
9. Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam : Gangguan Kecemasan. Edisi 1. Yogyakarta:Percetakan
Andi, 2012. Hal:124-141

Anda mungkin juga menyukai