Anda di halaman 1dari 113

SKRIPSI

PENGARUH MENGHISAP ES BATU TERHADAP INTENSITAS


RASA HAUS PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RS-BLUD
KOTA TANJUNGPINANG

Disusun Oleh :

Gris Perjenawati

Nim : 101611014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TANJUNGPINANG

2020
SKRIPSI

PENGARUH MENGHISAP ES BATU TERHADAP INTENSITAS


RASA HAUS PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RS-BLUD
KOTA TANJUNGPINANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

Disusun Oleh :

Gris Perjenawati

Nim : 101611014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TANJUNGPINANG

2020
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama :Gris perjenawati

Tempat dan Tanggal Lahir :Tanjung Uban, 04 Februari 1998

Alamat :Kampung Pasir I Sebong Pereh, Kepulauan Riau

Alamat Institusi :STIKES Hang Tuah Tanjungpinang

Nama Ayah :M.Yusuf

Tempat dan Tanggal Lahir :Tanjung Uban, 01 Juli 1958

Pekerjaan :Buruh

Alamat : Kampung Pasir I Sebong Pereh, Kepulauan Riau

Nama Ibu :Asmah

Tempat dan Tanggal Lahir :Sebong Pereh, 22 November 1968

Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kampung Pasir I Sebong Pereh, Kepulauan Riau

Riwayat Pendidikan

SD :SDN 002 Teluk Sebong, Kepulauan Riau

SMP :SMPN 009 Bintan, Kepulauan Riau

SMA :SMAN 1 Bintan Utara, Kepulauan Riau

Perguruan Tinggi :STIKES Hang Tuah Tanjungpinang, Kepulauan Riau

KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan berjudul "Pengaruh Menghisap Es Batu Terhadap

Intensitas Rasa Haus Pada Pasien Hemodialisis di RS-BLUD Kota

Tanjungpinang". Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk meraih

gelar Sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang

Tuah Tanjungpinang.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

dengan adanya bantuan, dukungan, serta bimbingan yang telah diberikan dari

berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Kolonel (Purn) Dr. Heri Priatna, SSt. FT, SKM, S.Sos, MM, Sp.FOM selaku

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Ns. Yusnaini Siagian, S.Kep, M.Kep selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang sekaligus menjadi pembimbing I yang

selalu memberikan masukan, dan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini.

3. Ns. Zakiah Rahman, S.Kep. M.Kep selaku Kepala Program Studi Sarjana

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ns. Soni Hendra Sitindaon, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II yang selalu

dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran dalam memberi masukan,
mengoreksi setiap penulisan laporan penelitian serta memberi kritik dan saran

dalam proses penelitian.

5. Ns. Safra Ria Kurniati, S.Kep, M.Kep selaku penguji yang turut memberikan

kritikan dan saran yang membangun kepada saya.

6. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, nasehat

serta dukungan selama perkuliahan.

7. Terimakasih kepada orangtua Ayah (M. Yusuf) Ibu (Asmah) dan keluarga saya

yang telah memberikan doa, membiayakan peneliti kuliah sampai akhir, serta

semangat dan motivasi yang tidak terhingga. Biar harapan peneliti untuk dapat

mempersembahkan gelar sarjana ini untuk membanggakan keluarga.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kata sempurna, oleh karena ini peneliti mengharapkan saran ataupun kritikan yang

membangun demi kesempurnaan di kemudian hari. Sehingga, dapat bermanfaat untuk

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 13 Juli 2020

Peneliti
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG
PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN

Laporan Penelitian, Juli 2020

Gris Perjenawati

Pengaruh Menghisap Es Batu Terhadap Intensitas Rasa Haus Pada Pasien


Hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang

ABSTRACK

Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat sisa
yang menumpuk pada pasien gagal ginjal kronik ditarik dengan mekanisme difusi
pasif membran semipermeabilitas. Penderita dengan gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa (HD) harus mematuhi diet, minum obat, pembatasan aktivitas,
proses hemodialisis dan pembatasan cairan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis
di RS- BLUD Kota Tanjungpinang. Jenis penelitian menggunakan penelitian
kuantitatif dengan jenis quasy expriement design dengan rancangan pre and post test
without control. Penelitian menggunakan sampel yang berjumlah 34 responden
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian menggunakan alat ukur
Visual Analog Scale (VAS) dan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukan
adanya pengaruh menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada pasien
hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang dengan P Value 0,00 (≤0,05).
Kesimpulan pada penelitian ini menunjukan adanya pengaruh menghisap es batu
terhadap intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis di RS- BLUD Kota
Tanjungpinang. Disarankan menghisap es batu ini dapat digunakan terapi untuk
menurunkan rasa intensitas rasa haus

Kata kunci : Hemodialisis, Intensitas Rasa Haus, Menghisap Es Batu


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG
PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN

Laporan Penelitian,Juli 2020

Gris Perjenawati

The Effect of Sucking Ice Cubes on the Intensity of Thirst in Hemodialysis Patients in
Tanjung Pinang City Hospital

ABSTRACT

Hemodialysis is the process of exchanging solutes and waste products of the body.
Residual substances that accumulate in patients with chronic renal failure are drawn
by the mechanism of passive diffusion of membrane semipermeability. Patients with
chronic kidney failure undergoing hemodialysis (HD) must comply with diet, taking
medication, activity restrictions, hemodialysis processes and fluid restriction. The
purpose of this study was to determine the effect of sucking on an ice cube on the
intensity of thirst in hemodialysis patients in Tanjung Pinang City Hospital. This type
of research uses quantitative research with quasy expriement design with pre and
post test design without control. The study used a sample of 34 respondents using
purposive sampling technique. The study used a Visual Analog Scale (VAS)
measuring instrument and an observation sheet. The results showed an influence of
sucking on ice cubes on the intensity of thirst in hemodialysis patients in Tanjung
Pinang City BLUD Hospital with a P Value of 0.00 (≤0.05). The conclusions in this
study indicate the influence of sucking on ice cubes on the intensity of thirst in
hemodialysis patients at Tanjung Pinang City Hospital. It is recommended that this
ice cube can be used as therapy to reduce the intensity of thirst.

Keywords : Hemodialysis, Intensity of Thirst, Sucking of Ice Cubes


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………….......... i

LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………….. ii

SURAT PERNYATAAN PENELITI…………………………………….. iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS……………………………………………. iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………... v

ABSTRAK…………………………………………………………………. vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ix

DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………. xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………... 7
C. Tujuan………………………………………………………. 7
D. Manfaat……………………………………………………… 8

BAB II Kerangka Teoretik

A. Definisi Konseptual
1. Konsep Gagal Ginjal Kronik…………………………….. 10
2. Konsep Hemodialisis……………………………………. 19
3. Konsep Manajemen Cairan Penderita
Gagal Ginjal Kronik……………………………………… 22
4. Proses Timbulnya Rasa Haus Pada Gagal Ginjal Kronik
Dengan Hemodialisis……………………………………. 30
5. Upaya Mengatasi Rasa Haus Pada Gagal Ginjal Kronik
Dengan Hemodialisis ………………………………….. .. 31

B. Hasil Penelitian Yang Relavan………………………………………. 36


C. Kerangka Teoritik……………………………………………………. 38
1. Definisi Konseptual…………………………………………… … 39
2. Definisi Operasional…………………………………………… … 40
D. Hipotesis Penelitian………………………………………………….. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian……………………………………………. 42
B. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………….. .. 42
C. Metode Penelitian………………………………………… .. 43
D. Populasi dan Sampel……………………………………….. . 44
E. Teknik Pengumpulan Data..………………………………… 46
F. Alat Pengumpulan Data…..…………………………………. 47
G. Uji Validitas dan Reliabilitas…….………………………….. 48

H. Teknik Analisa Data…………….…………………………… 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data……………………………………………………….. 53
B. Pengujian Persyaratan Analisis……………………………………… 54
C. Pengujian Hipotesis………………………………………………… 59
D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………... 59
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan………………………………………………………… . 65
B. Saran………………………………………………………………. . 67
C. Implikasi…………………………………………………………… .. 68

DAFTAR PUSTAKA……….……………………………………………. 69

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium gagal ginjal kronik………………………………………….. 14

Tabel 2.2 Definisi operasional…………………………..……………………… 41

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan,


Pendidikan, Lama Hemodialisis dan Frekuensi
Hemodialisis………………….…………………………………….. 54

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Rasa Haus Sebelum


Menghisap Es Batu Pasien Hemodialisis………….
…………………………..……………..… 55

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Intensitas Rasa Haus Sesudah Menghisap Es pada
Batu Pasien Hemodialisis………………………………………….. 57

Tabel 4.4 Perbedaan Distribusi Intensitas Rasa Haus Sebelum Dan Sesudah
Menghisap Es Batu pada Pasien
Hemodialisis………………………………………………….….. 58
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teoritik…………………………………………………… 38

Gambar 2.2 Definisi Konseptual………………………………………………….. 39

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian………………………………………………... 43


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Dari Stikes Hang


Tuah Tanjungpinang.

Lampiran 2 :Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Dari Stikes Hang


Tuah Tanjungpinang Ditujukan Kepada RS-BLUD Kota
Tanjungpinang.

Lampiran 3 :Surat Balasan Pemberian Izin Pengambilan Data Dari RS-


BLUD Kota Tanjungpinang.

Lampiran 4 :Surat Permohonan Izin Penelitiandari Stikes Hang Tuah


Tanjungpinang Ditujukan Kepada Kepala Ruangan
Hemodialisa RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

Lampiran 5 :Surat Balasan Pemberian Izin Penelitian Di Ruangan


Hemodialisa RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

Lampiran 6 :Lembar Penjelasan Persetujuan

Lampiran 7 :Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 8 :Lembar Observasi Penelitian

Lampiran 9 :Lembar Master Tabel

Lampiran 10 :Lembar Foto Responden

Lampiran 11 :Lembar Persetujuan Hasil Perbaikan Skripsi

Lampiran 12 :Lembar Konsul Pembimbing I

Lampiran 13 :Lembar Konsul Pembimbing II


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ginjal adalah organ ekskresi yang berbentuk seperti kacang merah dan

berukuran 11x7x6 cm3. Organ ini berfungsi menyaring kotoran, terutama urea, dari

dalam darah sekaligus membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urine.

Selain itu ginjal juga berfungsi menjaga keseimbangan asam dan basa, serta

menghasilkan hormon. Ginjal mampu menyaring zat-zat yang tidak terpakai (zat

buangan atau sampah/limbah) sisa metabolisme tubuh. Setiap hari, ginjal

memproses darah dan menghasilkan sejumlah limbah serta ekstra cairan yang

berlebih dalam bentuk urine (Muhammad, 2012).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme,

keseimbangan cairan, dan elektrolit pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal

ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan,

dan memerlukan pengobatan berupa transplantasi ginjal, dialisis peritoneal,

hemodialisis dan rawat jalan dalam jangka waktu lama (Black & Hawk, 2014).

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab penyakit gagal ginjal atau

gangguan pada ginjal. Hal itu bisa terjadi karena kebiasaan atau faktor makanan

yang dikonsumsi. Dalam hal ini, biasanya penderita mengabaikan pentingnya

minum air dalam jumlah yang cukup, yaitu kira-kira delapan gelas dalam sehari.

Selain itu, penderita biasanya kurang memperhatikan zat-zat yang terkandung

dalam makanan yang dikonsumsinya. Sebenarnya hal itu cukup sederhana, namun
jika tidak dikontrol dengan baik maka bisa memicu terjadinya penyakit atau

gangguan pada ginjal (Ariani, 2016). Adapun penyakit gagal ginjal kronis antara

lain tekanan darah tinggi, penyumbatan saluran kemih, kelainan ginjal, diabetes

mellitus (DM), kelainan autoimun misalnya lupus dan penyakit pembuluh darah

(Muhammad, 2012).

Pada GGK terjadi penurunan fungsi renal. Produksi akhir metabolisme protein

tertimbun dalam darah dan terjadilah uremia yang mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Retensi natrium dan cairan mengakibatkan ginjal tidak mampu dalam

mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit gagal

ginjal kronik. Pasien biasanya menahan natrium dan cairan yang dapat

meningkatkan resiko udem, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Untuk

menghindari hal-hal tersebut maka dapat dilakukan pencegahan untuk kelebihan

volume cairan dengan berbagai terapi yang dapat diberikan. Komplikasi yang

terdapat pada GGK menyebabkan banyak perubahan fisiologi yang dapat

mengakibatkan kegawatan seperti gagal jantung, aritmia, hiperkalemia, anemia,

imunitas yang menurun, gangguan mineral dan lain-lain (Setyohadi, Sally & Putu,

2016)

Kejadian prevalensi GGK meningkat di Amerika Serikat dan jumlah orang

yang gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis & transplantasi diproyeksikan

meningkat dari 390.000 di tahun 1992, dan 651.000 dalam tahun 2010. Data

menunjukkan bahwa setiap tahun, 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis

karena gangguan ginjal kronik artinya 1140 dalam 1 juta orang Amerika adalah
pasien dialisis. Di Negara Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat

1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya (Neliya, 2012).

Pravalensi gagal ginjal kronik menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas) di

Indonesia pada pasien lima belas tahun keatas Indonesia yang didata berdasarkan

jumlah kasus yang didiagnosis dokter sebesar 0,38%. Pravalensi gagal ginjal

kronik meningkat seiring bertambahnya usia, didapatkan meningkat pada

kelompok umur 25-34 tahun (0,23%), diikuti umur 35-44 tahun (0,33%), dan

tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,75%). Pravalensi pada laki-laki

(0,42%) lebih tinggi dari perempuan (0,35%) (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Data rekam medik RS-BLUD Kota Tanjungpinang dapat diketahui kunjungan

sepanjang tahun 2018 ada 8.196 dari sebanyak 996 pasien yang yang menjalani

hemodialisis. Pada tahun 2019 dari bulan Januari sampai bulan Agustus sebanyak

5.746 kunjungan dari sebanyak 703 pasien yang menjalani hemodialisis.

Sedangkan data yang diperoleh dari rekam medik RSAL Dr. Midiyato Suratani

Tanjungpinang dapat diketahui bahwa sepanjang tahun 2018 ada 1.788

kunjungan dengan jumlah pasien sebanyak 23 pasien yang menjalani hemodialisis.

Salah satu pilihan terapi untuk pasien gagal ginjal kronik adalah hemodialisis

(HD). Hemodialisis dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau

racun tertentu dari peredaran darah manusia, seperti kelebihan ureum, kreatinin,

asam urat dan zat-zat lain melalui membran semipermeabel. Pasien gagal ginjal

kronik menjalani proses hemodialisis sebanyak dua sampai tiga kali seminggu,

dimana setiap hemodialisa rata-rata memerlukan waktu antara empat sampai lima

jam (Hasneli, 2017).


Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat

sisa yang menumpuk pada pasien gagal ginjal kronik ditarik dengan mekanisme

difusi pasif membran semipermeabilitas. Perpindahan produk sisa metabolik

berlangsung mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi. Dengan

metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien gagal

ginjal kronik dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis

pasien juga dapat membaik. Hemodialisis dapat mempengaruhi gambaran klinis

pasien gagal ginjal kronik, berupa gejaja mual, muntah, anoreksia, anemia,

pruritus, pigmentasi, kelainan psikis, insomnia, hipertensi maupun gejala lainnya

(Sitifa, 2018)

Saat ini hemodialisis menjadi terapi pengganti ginjal yang paling banyak

dipilih. Fungsi hemodialisis untuk mengatasi ketidakseimbangan cairan dan

membantu mengendalikan penyakit ginjal serta meningkatkan kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik. Hemodialisis idealnya dilakukan 10-12 jam perminggu

agar tercapai adekuasi. Pasien hemodialisis di Indonesia tidak menjalani

hemodialisis setiap hari. Pasien biasanya menjalani hemodialisis 2-3 kali seminggu

dengan lama durasi tiap hemodialisis 3 sampai 5 jam, artinya ketika pasien tidak

menjalani hemodialisis.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar ditemukan proporsi hemodialisis pada

penduduk dengan gagal ginjal berdasarkan diagnosis dokter di provinsi

Kepulauan Riau 5,24%. Adapun proporsi hemodialisis pada penduduk dengan

gagal ginjal kronik berdasarkan kelompok umur: 15-24 (24,0%), umur 25-34 tahun

(19,2%), 35-44 tahun (14,9%), 45-54 (18,8%), 65-74 tahun (20,0%) dan pada
umur 75 tahun keatas (12,68%). Lebih banyak proporsi hemodialisis pada laki-laki

(17,08%) dibandingkan perempuan (21,98%).

Penderita dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa (HD) harus

mematuhi diet, minum obat, pembatasan aktivitas, proses hemodialisis dan

pembatasan cairan. Apabila cairan tidak dijaga atau terjadi kelebihan cairan antara

sesi dialisis, maka akan menimbulkan dampak berupa penambahan berat badan,

edema dan peningkatan tekanan darah. Namun, membatasi cairan selama

hemodialisis juga dapat menimbulkan beberapa efek pada tubuh, salah satunya

timbulnya keluhan rasa haus dan mulut kering (xerostomia) akibat produksi

kelanjar ludah yang berkurang (Basok, 2018).

Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena dapat

membuat komplikasi asupan berlebihan pada cairan seperti ronkhi basah dalam

paru–paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan oleh

volume cairan yang berlebihan. Cairan yang diminum pasien yang menjalani

hemodialisis harus diawasi dengan seksama. Beberapa pasien mengalami kesulitan

dalam membatasi asupan cairan yang masuk, namun mereka tidak mendapatkan

pemahaman tentang bagaimana strategi yang dapat membantu mereka dalam

pembatasan cairan (Tovazzi & Mazzoni, 2012).

Rasa haus adalah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan cairan

tubuh. Rasa haus dan mulut kering pada penderita gagal ginjal juga terjadi akibat

pembatasan cairan dan merupakan masalah yang paling sering dijumpai pada

pasien yang menjalani hemodialisa dengan pembatasan asupan cairan. Rasa haus
akan meningkat terutama yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia atau

daerah pesisir. Penderita yang tidak mematuhi diet pembatasan asupan cairan

dapat mengalami kelebihan cairan atau overdehidrasi. Penelitian menunjukan ada

hubungan signifikan antara masukan cairan dengan interdialytic weight gain

(IDWG) atau peningkatan berat badan. Peningkatan IDWG identik dengan

kelebihan cairan tubuh (Istanti, 2013).

Kelebihan cairan pada pasien perlu mendapatkan perhatian dan perlu

dilakukan pencegahan. Kelebihan cairan bisa terjadi karena intake cairan yang

berlebihan akibat tidak dapat menahan rasa haus. Rasa haus harus di manajemen

atau dikendalikan agar pasien patuh pada diet pembatasan intake cairan. Berbagai

penelitian menunjukan bahwa intervensi manajemen rasa haus dapat dilakukan

berbagai cairan, yaitu dengan menghisap es batu, berkumur dengan air biasa,

mengunyah permen karet dan menggunakan fruit frozen atau buah yang

dibekukan (Mustofa, 2019).

Berdasarkan penelitian menurut Basok (2018), penelitian menggunakan quasi

experimental pre-post with control group. Jumlah sampel dalam penelitian yaitu

68 responden; 34 responden kelompok intervensi dan 34 responden kelompok

control yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian didapat bahwa intensitas

rasa haus kelompok intervensi terjadi penurunan intensitas rasa haus rata-rata

adalah 3.03 dengan nilai signitifikan p-value 0.000 (p< 0.05) yang artinya terdapat

pengaruh menghisap slimber ice terhadap intensitas rasa haus, sedangkan

kelompok kontrol pada temuan penelitian ini juga mengalami penurunan rata-rata

adalah 0.35 dan nilai signifikan p-value = 0.005.


Intervensi dengan menghisap slimber ice memiliki 0.05 signitifkan tinggi

karena menurunkan intensitas rasa haus menjadi haus ringan bahkan tidak merasa

haus serta meminimalkan resiko kelebihan cairan dengan jumlah slimber ice yang

telah terukur volumenya. Hasil penelitian ini juga memberi pengaruh menghisap

slimber ice terhadap intensitas rasa haus di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Menghisap Es Batu Terhadap Intensitas Rasa Haus Pada

Pasien Hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh menghisap es batu terhadap

intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh menghisap es batu terhadap intensitas

rasa haus pada pasien hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang ?

2. Tujuan khusus

a. Diketahui karakterisitik (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

lama hemodialisis, dan frekuensi hemodialisis) pasien hemodialisis di

RS-BLUD Kota Tanjungpinang.


b. Diketahui intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu pasien

hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

c. Diketahui intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu pasien

hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

d. Diketahui perbedaan intensitas rasa haus sebelum dan sesudah

menghisap es batu pasien hemodialisis di RS-BLUD Kota

Tanjungpinang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk semua, yaitu :

1. Manfaat Aplikasi

a. Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan di keperawatan dalam

mengembangkan ilmu keperawatan terutama mengenai menghisap es

batu terhadap intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis

b. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada pasien

hemodialisis
2. Manfaatkan akademik/teoritis/keilmuan

Bagi institusi pendidikan.

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan, informasi dan umpan balik

bagi proses pembelajaran serta menjadi sumbangan penelitian/untuk

peneliti yang akan datang.


BAB II

KERANGKA TEORETIK

A. Definisi Konseptual

1. Konsep Gagal Ginjal Kronik

a. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan ginjal selama

rentang waktu lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronik dapat

menimbulkan sintomas, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah

60 ml/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan

kelainan sedimen urin. (Muhammad, 2012).

Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal

yang progresif dan ireversibel ditandai oleh penurunan laju filtrasi

glomelurus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu). Pada

gagal ginjal kronik, ginjal tidak bisa untuk mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia

(Faruq, 2017).

Gagal ginjal merupakan sebuah gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible, di mana fungsi ginjal mengalami penurunan

dalam mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan

elektrolit, sehingga terjadi uremia (Ariani, 2016).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada

penderita penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal secara


perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium

terberat dari ginjal kronik .

b. Etiologi

Gagal ginjal merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible, di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Dan hal tersebut

dapat menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah. Penyakit gagal ginjal disebabkan oleh tekanan darah

tinggi atau hipertensi dan diabetes. Sekitar 25% kasus ginjal

diindikasikan terpicu oleh tekanan darah tinggi, sementara 30% terpicu

oleh diabetes. Untuk lebih jelasnya bias dilihat melalui uraian sebagai

berikut :

1) Gangguan ginjal pada pengidap diabetes

Diabetes merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

penyakit gagal ginjal. Diabetes atau yang sering disebut dengan

penyakit gula ini dibagi menjadi dua tiap diabetes tipe 1 dan

diabetes tipe 2 adalah kondisi saat tubuh tidak memproduksi cukup

insulin. Sementara diabetes mellitus tipe 2 adalah kondisi saat

tubuh tidak menggunakan insulin dengan efektif. Insulin memiliki

fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Fungsi insulin yang

dimaksud tersebut diantaranya adalah mengatur kadar glukosa atau

gula dalam darah, membatasi kadar glukosa agar tidak meningkat


terlalu tinggi setelah makan, menjaga kadar glukosa agar tidak

terlalu rendah pada jeda antara waktu makan

Jika glukosa dalam darah terlalu tinggi, ini dapat

mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring kotoran dalam

darah dengan merusak sistem penyaringan ginjal. Maka dari itu

sangat penting bagi penderita diabetes untuk menjaga tingkat

glukosa mereka melalui pola makan yang sehat dan mengonsumsi

obat-obat antidiabetes sesuai aturan dokter.

2) Gangguan ginjal pada pengidap hipertensi

Tekanan darah adalah ukuran tekanan saat jantung memompa

darah ke pembuluh arteri dalam setiap denyut nadi. Tekanan darah

kerap diasosiasikan dengan penyakit ginjal, karena tekanan darah

yang berlebihan dapat merusak organ tubuh. Hipertensi

menghambat proses penyaringan dalam ginjal.

Faktor lain penyebab gagal ginjal kondisi lain yang tidak umum,

tapi juga beresiko menyebabkan penyakit gagal ginjal. Kondisi yang

dimaksud tersebut diantaranya sebagai berikut :

1) Gangguan ginjal polisistik

Gangguan ini merupakan sebuah kondisi saat kedua ginjal

berukuran lebih besar dari normal karena pertambahan massa kita.

Kondisi ini bersifat diwariskan atau faktor genetik


2) Lupus eritematosus sistemik

Merupakan kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan

mengenali ginjal sebagai jaringan asing

3) Penggunaan obat-obatan

Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang,

seperti obat antiinflamasi non-steroid termasuk aspirin dan

ibuprofen.

4) Peradangan ginjal

Jika seseorang mengalami peradangan pada ginjal, maka orang

tersebut memiliki potensi untuk mengidap gagal ginjal.

Penyumbatan, seperti yang disebabkan batu ginjal dan gangguan

prostat juga dapat memicu terjadinya gagal ginjal.


c. Klasifikasi

Menurut National Kidney Foundation GGK (Gagal Ginjal

Kronik) dibagi dalam lima stadium (Emma, 2017).

Tabel 2.1
Stadium Gagal Ginjal Kronik

No Stadium Deskripsi Istilah Lain GFR (ml/mnt/3


m2)
1 Kerusakan ginjal Beresiko >90
dengan GFR normal
2 Kerusakan ginjal Infusiensi ginjal kronik 60-89
dengan GFR (IGK)
3 GFR turun IGK Gagal ginjal kronik 30-59
sedang
4 GFR turun berat Gagal ginjal kronik 15-29
5 Gagal ginjal Gagal ginjal tahap akhir <15
`

d. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomelurus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak

(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan

memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya sering. Metode adaptif

ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron

rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada

yang bias direabsorpsi berakibat diuresis osmotic disertai poliuri dan

haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak

oliguria timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya


gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala

khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-

90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang

normalnya dieksresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah.

Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin

banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.

Banyak gejala membaik setelah dialisis (Wijaya, 2013).

e. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit atau gangguan pada ginjal harus diketahui sesegera

mungkin karena jika gangguan pada ginjal sudah parah, maka akan

menjadi faktor resiko bagi penyakit lainnya. Secara umum, gejala

penyakit ginjal atau gangguan ginjal itu bisa dilihat melalui tanda-

tanda yang terjadi atau dialami oleh penderitanya. Adapun beberapa

gejala atau tanda-tanda penyakit ginjal yang perlu diketahui di

antaranya adalah sebagai berikut (Ariani, 2016) :

1) Terasa sakit di bagian pinggang

Tubuh sering merasakan sakit di bagian belakang tempat organ

ginjal itu berada. Ginjal berada di bagian punggung belakang

bawah pada sisi kiri dan kanan.


2) Perubahan urine

Terjadi perubahan warna urine dan diikuti oleh perubahan

frekuensi buang air kecil. Jika warna urine mengalami perubahan

dari biasanya (warnanya lebih kecoklatan), maka hal tersebut perlu

dicurigai. Jika frekuensi buang air kecil menjadi lebih sering atau

menjadi lebih jarang padahal volume minum sudah biasa atau

normal.

3) Letih

Gejala sering merasa letih dan tidak bergairah dalam mejalani

rutinitas sehari-hari. Sebab jika ginjal mengalami gangguan, maka

tubuh akan kekurangan oksigen dan sel darah merah sehingga

membuat tubuh merasa lelah dan tidak bersemangat. Maka bisa

membuat kepala menjadi pusing, kedinginan dan tidak sadarkan

diri.

4) Terjadi pembengkakan

Gejala berikutnya terjadi pembengkaka pada salah satu bagian

tubuh. Pembengkakan ini terjadi di bagian tubuh mana saja, seperti

pada bagian tangan, lengan, kaki bahkan diwajah. Intinya, bisa

terjadi penumpukan cairan di organ tubuh mana saja. Hal tesebut

dikarenakan ginjal tidak lagi mampu menyaring cairan yang masuk

ke dalam tubuh.
5) Pernafasan terganggu

Sistem dan saluran pernafasan sering tergantung seperti sesak

nafas atau merasa sering sulit untuk bernafas. Hal ini perlu

mendapat perhatian yang cukup, karena cairan dalam tubuh yang

tidak bisa disaring dalam ginjal dapat menumpuk di dalam organ

paru-paru sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada saluran

pernafasan atau kesulitan dalam bernafas.

6) Gatal berlebihan

Fungsi utama ginjal adalah membuangan limbah atau kotoran dari

aliran darah. Saat fungsi ini tidak bias dijalankan, maka akan

terjadi penumpukan kotoran di dalam tubuh sehingga

menyebabkan rasa gatal yang berlebihan.

7) Bau mulut

Penderita mengalami bau mulut secara terus-menerus. Hal tesebut

dikarenakan adanya timbunan limbah yang sedemikian banyak

didalam tubuh sehingga menyebabkan bau mulut.

8) Nafsu makan menurun

Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh dapat berakibat pada

penurunan nafsu makan.

9) Tekanan darah tinggi

Gejala penyakit ginjal juga bisa dideteksi dari tekanan darah yang

cenderung naik. Akibat penumpukan cairan di paru-paru dan


jantung, maka tekanan darah dapat naik. Jika kondisi berlangsung

dalam waktu yang lama, maka hal ini akan menimbulkan ke organ

jantung dan dapat mengakibatkan gagal jantung.

10) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

Biasanya retensi garam dan air tetap dapat juga terjadi kehilangan

natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia

dan hipokalesemia.

f. Penatalaksanaan

1) Terapi farmakologis dan pencegahan serta pengobatan terhadap

komplikasi, bertujuan mengurangi hipertensi intraglomelurus dan

memperkecil risiko terhadap penyakit kardiovaskular seperti

diabetes, hipertensi, dyslipidemia, anemia, asidosis neuropati

perifer, kelebihan cairan dan keseimbangan elektrolit (Price &

Wilson, 2012).

2) Terapi non-farmakologis

a) Hindari menahan buang air kecil

b) Makan dan minum yang sehat

c) Jauhi alkohol dan rokok

d) Olahraga

e) Kendalikan diabetes, hipertensi dan penyakit jantung

f) Mengurangi asupan garam

(Ariani, 2016).
2. Konsep Hemodialisis

a. Pengertian

Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah dan dialisis =

pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis adalah suatu metode terapi

dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah

dari dalam tubuh ketika secara akut atau secara progresif ginjal tidak

mampu melaksanakan proses tersebut (Muttaqin, 2012).

Terapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang

dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).

Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus

segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau

menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisis adalah untuk

memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dalam

sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis (Muttaqin,

2012).

b. Prinsip Kerja Hemodialisis

Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja hemodialisis, yaitu; difusi,

osmosis dan ultrafiltrasi (Muttaqin, 2012) :

1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat terlarut ke dialisat

karena adanya perbedaan kadar di dalam darah.


2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga

kimiawi yaitu perbedaan osmosilitas dan dialisat.

3) Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat terlarut dan air

karena perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisa.

c. Tujuan Hemodialisis

Tujuan hemodialisis untuk menghilangkan gejala yaitu

mengendalikan uremia, kelebihan cairan dan ketidakseimbangan

elektrolit yang terjadi pada pasien gagal ginjal tahap akhir. Selain itu,

memungkinkan kehidupan untuk dijalani dan memberikan kehidupan

yang layak untuk dijalani, tidak hanya menjaga pasien agar tetap hidup

dengan dialisis (Mardyaningsih, 2014).

d. Efek Samping Hemodialisis

Efek samping hemodialisis adalah rasa lemas yang

berkepanjangan dan rasa haus karena pembatasan cairan. Meski

demikian, masing-masing hemodialisis memiliki efek samping yang

berbeda diantaranya yaitu :

1) Tekanan darah menurun

Tekanan darah menurun (hipotensi) merupakan salah satu efek

samping tersering dari hemodialisis. Hal ini disebabkan oleh

menurunnya kadar cairan dalam tubuh selama proses dialisis


2) Kulit gatal

Adanya penumpukan fosfor akibat hemodialisis bisa menyebabkan

kulit menjadi gatal. Untuk mencegah atau meringankan gejala kulit

gatal bisa dengan menjalani pola makan khusus

3) Kram otot

Meskipun penyebabnya tidak jelas, kram otot selama hemodialisis

dilakukan dapat terjadi. Pemanasan atau pemberian kompres di

area tersebut, dapat dilakukan untuk membantu melancarkan

sirkulasi darah dan meredakan kram otot yang dirasakan.

e. Indikasi

Indikasi secara umum dialisis pada gagal ginjal kronik adalah bila

laju filtrasi glomelurus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit). Pasien-

pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisis apabila terdapat

kondisi sebagai berikut :

1) Hiperkalemia

2) Asidosis

3) Kegagalan terapi konservatif

4) Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (ureum > 200mg/dL

atau > 6 mEq/L)

5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat

7) Anuria berkepanjangan (>5 hari)

f. Prosedur Hemodialisa

1) Persiapkan akses pasien dan kanula

2) Berikan heparin (jika tidak kontraindikasi)

3) Memasukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser

semipermiabel dengan satu arah dan cairan dialisis mengitari

membran dan mengalir pada sisi berlawanan

4) Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium,

potassium, kalsium, magnesium, klorida dan dektosa setelah

ditambahkan.

5) Melalui proses difusi, elektrolit, sampah metabolic dan komponen

asam-basa dapat dihilangkan atau ditambahkan kedalam darah.

6) Penambahan air dihilangkan dari darah (ultrafiltrasi)

7) Darah kemudian kembali ketubuh melalui akses pasien

3. Konsep Manajemen Cairan Penderita Gagal Ginjal Kronik

a. Homeostasis Cairan Dalam Tubuh

Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia.

Cairan berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh.

Untuk menjaga kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan

cairan. Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbangan


antara asupan (input) dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan

harus sama dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh.

Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-sel tubuh hanya

dapat hidup dan berfungsi baik jika berada/terendam dalam cairan

ekstrasel yang sesuai. Sehingga, homeostasis cairan harus terjaga.

Meskipun tubuh mempunyai respon fisiologis untuk menjaga

keseimbangan. Mekanisme keseimbangan cairan tersebut adalah :

1) Jika intake air terlalu banyak, maka tubuh akan mengurangi sekresi

ADH dari hipofisis posterior. Sehingga, terjadi penurunan dalam

reabsorbsi air di tubulus distal dan dukuts koligentes nefron ginjal

dan haluaran urine akan meningkat.

2) Dengan adanya peningkatan pada volume plasma, maka venous

return juga meningkat yang menyebabkan peregangan dinding

atrium kanan. Regangan ini akan merangsanga pelepasan atrial

natriuretic peptide (ANP) dan menimbulkan blokade pada sekresi

aldosterone dan terjadilah peningkatan pengeluaran natrium dan air

lewat urine.

3) Sebaliknya jika tubuh mengalami deficit volume intravascular.

Maka tubuh akan meningkatkan sekresi ADH, sehingga reabsorbsi

air di ginjal akan meningkat dan tubuh memberikan peringatan

dalam bentuk rasa haus.


4) Kondisi hipovolemia ini juga menyebabkan tekanan darah

menurun. Sehingga akan merangsang sistem renin-angiotensin dan

terjadilah respon berupa pengurangan produksi urine.

b. Asupan Cairan

Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam

tubuh manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali dengan

respon intuk memasukkan cairan ke dalam tubuh. Respon haus

merupakan refleks yang secara otomatis menjadi perintah kepada

tubuh memasukkan cairan. Pusat pengendalian rasa haus berada di

dalam hipotalamus otak.

Rasa haus akan muncul jika volume cairan dalam tubuh

menurun. Kondisi tersebut akan memberikan stimulus pada terhadap

pusat rasa haus bahwa terjadi peningkatan konsentrasi plasma dan

penurunan volume darah. Sehingga, pusat rasa haus di hipotalamus

akan memerintahkan motoric untuk memasukkan cairan ke dalam

tubuh. Selain itu, untuk memantau osmolalitas diatur oleh sel-sel

reseptor yang disebut dengan osmoreseptor. Jika terjadi kehilangan

cairan terlalu banyak, maka osmoreseptor akan berespon dan

mengaktifkan pusat rasa haus dan pada akhirnya orang tersebut akan

minum. Selain penurunan volume cairan dalam plasma, pusat rasa

haus juga dipengaruhi antara lain :

1) Keringnya membrane mukosa faring dan mulut


2) Angiotensis II

3) Kehilangan kalsium

4) Factor psikologis

Jumlah cairan yang diizinkan masuk dalam 24 jam untuk

penderita GGK yang menjalankan program pembatasan cairan adalah

sebanyak urin out put dalam 24 jam terakhir + 500 sampai 600 ml

(Insensible Water loss/IWL) (Istanti, 2009; Surrena, Gaghardi, Scott,

dkk., 2010; Tanujiarso, Ismonah, Supriyadi, 2014). Salah satu bentuk

kehilangan cairan tubuh adalah melalui IWL. IWL meliputi kehilangan

cairan dari evaporasi yang terjadi melalui kulit dan paru selama

respirasi. Jumlah cairan yang dikeluarkan adalah 600 ml dari kulit, 300

ml dari paru, dan 200 ml dalam bentuk feses yang berasal dari saluran

gastrointestinal (Taylor, Lillis, LeMone, dkk., 2011). Berdasarkan

teori tersebut, Lewis, dkk. (2011), merumuskan jumlah cairan yang

boleh masuk dalam 24 jam pada penderita GGK sebanyak urin out put

+ 600 sampai 1000 ml.

c. Haluaran Cairan

Jika asupan cairan diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan

cairan tubuh, maka haluaran cairan ini berguna untuk menjaga

keseimbangan cairan dalam tubuh. Cairan yang diekresikan akan

bercampur dengan sisa-sisa hasil metabolisme. Cairan dalam tubuh

akan keluar melalui berbagai jalan antara lain :


1) Ginjal dan Gastrointestinal

Secara normal pada orang dewasa, ginjal menerima plasma sekitar

125 ml/menit untuk dilakukan filtrasi. Ginjal juga memproduksi

urine sekitar 40-80 ml/jam. Jadi, hasil dari proses di ginjal pada

akhirnya akan diekresikan keluar tubuh. Proses di ginjal terkait

dengan keseimbangan cairan dipengaruhi oleh 2 hormon yaotu DH

(Anti Diuretic Hormone) dan hormon aldosteron. Hormon-hormon

tersebut mempengaruhi eksresi air dan natrium.

2) Kulit

Selain melalui ginjal, air juga bisa dieksresikan melalui kulit.

Pengeluaran ini dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis untuk

mengaktifkan kalejar keringat. Kalenjar keringat akan distimulasi

dengan olahraga otot, peningkatan suhu lingkungan, dan

peningkatan aktivitas metabolik seperti pada klien demam.

Insensible water loss merupakan kehilangan air dari tubuh

tanpa kita rasakan. Kehilangan tersebut pada orang deasa sekitar 6

ml/kgBB/24 jam. IWL bisa melalui keringat, udara pernapasan dan

eliminasi alvi.

3) Pernapasan
Saat kita melakukan eskpirasi, tidak hanya CO2 yang kita

keluarkan, tetapi unsur air juga ikut keluar bersama karbon

dioksida. Jika kita hembuskan nafas melalui di depan kaca, maka

kaca tersebut akan mengembun. Itulah sebagai bukti bahwa udara

ekspirasi mengandung air. IWL dari udara pernafasn sekitar 400

ml setiap harinya. Akan tetapi, jumlah tersebut bisa meningkat

terkait perubahan frekuensi dan kedalam pernafasan.

d. Kondisi Yang Bisa Menyebabkan Gangguan Keseimbangan

Cairan dan Elektrolit

Secara umum ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

berkaitan dengan gangguan pada natrium dan kalium. Konsep

ketidakseimbangan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Ketidakseimbangan pada elektrolit secara umum disebabkan

karena pemasukan dan pengeluaran natrium yang tidak seimbang.

Hipernatremia akan meningkatkan tekanan osmotik dan menahan

air lebih banyak sehingga hasilnya tekanan darah akan meningkat.

2) Perlu diketahui bahwa ketidakseimbangan kalium jarang terjadi,

akan tetapi kondisi ketidakseimbangan kalium lebih berbahaya

daripada natrium. Hiperkalemia menyebabkan gangguan berupa

penurunan potensial tran-membran sel. Dampak utamanya adalah

pada pacemaker jantung. Hal ini menyebabkan peningkatan

frekuensi dan menurunkan kontraktilitas otot jantung. Jika kondisi


berlangsung lama akan menyebabkan ketidakberdayaan (flaccid)

dan dilatasi.

Gangguan keseimbangan cairan pada manusia bisa diakibatkan

oleh keadaan-keadaan patologis atau penyakit. Keadaan patologis

tersebut antara lain :

1) Kehilangan cairan meningkat: Muntaber/gastroenteritis, kebocoran

kapiler pada sindrom syok dengue, demam tinggi, cairan lambung

berlebihan, ileus pada sepsis, peritonitis dan luka bakar.

2) Masukan cairan berkurang/terhenti: Mual, muntah, ileus koma,

puasa pasca bedah, tidak mau/ tidak mampu minum yang cukup.

3) Asupan cairan berlebihan: Infus berlebihan, redistribusi ISF masuk

ke IVF.

4) Produksi urine terhenti: Gagal ginjal akut, gagal jantung lanjut.

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan

Elektrolit

Secara normal, cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia

secara otomatis mempunyai suatu keseimbangan. Keseimbangan itu

untuk melindungi proses dalam tubuh agar berjalan secara normal.

Akan tetapi, keseimbangan tersebut tidak berjalan statis dan terus-

menerus tidak adan perubahan. Setiap perbedaan atau kesenjangan

bisa merubah irama atau siklus keseimbangan tersebut. Banyak faktor


yang mampu mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan dan

elekrolit.

Tugas perawat disini adalah mengidentifikasi faktor-faktor

yang mampu mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal

ini dikarenakan pada setiap tahapan perkembangan mempunyai

kebutuhan yang berbeda. Berikut ini adalah hal-hal yang bisa

mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu :

1) Usia

Usia merupakan tahapan kehidupan seseorang dimana terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang sistematis. Seiring degan

bertambahnya usia, kebutuhan akan cairan dan elektrolit akan

mengalami perubahan. Perbedaan yang signifikasi didapatkan

antara usia bayi dengan lansia. Secara normalnya, kebutuhan

cairan dan elektrolit akan berjalan beriringan dengan perubahan

perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal itu bisa berubah jika

didapatkan penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan

menganggu status hemostasis cairan dan elektrolit.

2) Ukuran Tubuh

Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan.

Selain proporsi ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut

mempengaruhi jumlah total cairan dalam tubuh. Lemak (lipid)

sebagai jaringan yang tidak menyatu dengan air akan memiliki

kandungan air yang minimal. Sehingga pada wanita yang obesitas


kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit dari pada wanita

dengan berat badan tubuh normal.

3) Temperatur Lingkungan

Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan cairan dan

elektrolit seseorang. Di saat suhu lingkungan mengalami

peningkatan, maka keringat akan lebih banyak dikeluarkan untuk

menjaga kelembapan kulit dan mendinginkan permukaan kulit

yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan dingin, respon tubuh

kita berbeda. Saat itu, pori-pori tubuh mengecil dan sedikit untuk

memproduksi keringat karena kulit kita sudah lembab. Akan tetapi,

berbeda di ginjal dimana aldosteron akan menurun. Sehingga urin

yang dieksresikan akan lebih banyak. Hal ini merupakan

kompensasi tubuh untuk menjaga regulasi cairan dan elektrolit

dalam tubuh.

4. Proses Timbulnya Rasa haus Pada Gagal Ginjal Kronik Dengan

Hemodialisis

Secara fisiologis, apabila tidak ada asupan cairan yang masuk,

maka akan terjadi peningkatan tekanan osmotik plasma dan penurunan

volume cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan ekstraseluler

mengakibatkan penurunan perfusi darah ke ginjal yang akan mengaktifkan

renin angiotensin dan aldosterone. Angiotensin II bekerja meningkatkan


volume intravaskuler dengan menstimulasi rasa haus di hipotalamus

sehingga penderita merasa ingin minum (Sherwood, 2012).

5. Upaya Mengatasi Rasa Haus Pada Gagal Ginjal Kronik Dengan

Hemodialisis

a. Menghisap Es Batu

Menghisap es batu membantu memberikan efek dingin yang

dapat menyegarkan dan mengatasi haus sehingga pasien dapat

menahan rasa haus lebih lama (Sherwood, 2011). Menghisap es batu

akan membuat mukosa dalam mulut lembab setelah es batu mencair,

sehingga mulut pasien tidak kering yang dapat memicu munculnya

rasa haus. (jika es batu dalam wadah ukuran 200 ml, maka volume

yang harus dihitung berjumlah 100 ml) (Kozier, Erb, Berman &

Snyder, 2011)

Hasil penelitian menunjukkan penurunan intensitas rasa haus

baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, hal ini

dikarenakan kelompok kontrol telah diberikan pendidikan kesehatan

terkait pengontrolan rasa haus selama proses hemodialisis sehingga

terjadi penurunan rasa haus. Namun hasil penelitian pada kelompok

intervensi dengan menghisap slimber ice memiliki signitifkan lebih

tinggi karena menurunkan intensitas rasa haus menjadi haus ringan

bahkan tidak merasa haus serta meminimalkan resiko kelebihan cairan

dengan jumlah slimber ice yang telah terukur volumenya. Temuan

hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang telah


dilakukan di beberapa rumah sakit baik pemerintah maupun swasta,

penelitian N.W. Arfany (2014) di RSUD Tugurejo Semarang

ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan tingkat rasa haus

sebelum dan setelah intervensi mengulum es batu selama lima menit

(p-value 0.002) karena air es yang mencair dan rasa dingin dari es

dapat menyegarkan mulut dan tenggorokan sehingga perasaan haus

berkurang. Penelitian lain mengatakan bahwa untuk mengurangi rasa

haus pada penderita gagal ginjal kronik karena pembatasan cairan

adalah dengan mengkonsumsi potongan es karena dapat memberikan

perasaan lebih segar dari pada memberikan perasaan lebih dari pada

meminum air sedikit-sedikit (Philips, et al., 2017).

b. Permen Karet

Mengunyah permen karet xylitol merupakan permen yang

mengandung pemanis buatan yang digunakan sebagai bahan pengganti

gula yang sama manisnya dengan sukrosa. Kegiatan mengunyah

permen karet rendah gula dua butir ± 10 menit dengan tiga kali sehari

selama 2 minggu akan menimbulkan rangsangan mekanis dan kimiawi

yang dapat menggerakkan reflek saliva dengan menstimulasi reseptor

yang dipantau oleh nervus trigeminal (V) dan nervus fasial (VII)

sebagai pengcap. Stimulasi saraf simpatis akan mempercepat sekresi

pada semua kalenjar saliva dalam jumlah banyak yang dapat


menurunkan sensasi rasa haus yang muncul (Ganong, 2008 &

Mohammed, 2013).

Setelah diberikan intervensi terapi mengunyah permen karet

selama dua minggu rata-rata rasa haus pasien menurun menjadi 11,47

yang berada pada rasa haus ringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Said dan Mohamed (2013) bahwa mengunyah permen karet

sebagai cara mengatasi rasa haus telah dibuktikan pada penelitian

dengan memberikan permen karet yang rasa mentol yaitu enam butir

per hari selama 2 minggu yang melibatkan 65 pasien gagal ginjal

kronik yang telah melakukan terapi hemodialisis telah menunjukan

penurunan gejala rasa haus daru skor 29,9 menjadi 28,1 yang dimana

hasilnya adalah cukup sering haus. Hasil penelitian ini sejalan dengan

Ariani, Yasa dan Arisusana (2014) yang mengatakan ada pengaruh

yang signifikan mengunyah permen karet xylitol terhadap rasa haus

pada pasien chronic kidney disease dengan terapi hemodialisis di

ruang hemodialisa RSUD Tabanan dengan nilai signsitifkan (p-value

0,000<0,05).

c. Frozen Grapes

Menurut Dudek (2014), salah satu tindakan yang dapat

dilakukan oleh penderita GGK untuk mengurangi rasa haus yang

muncul adalah dengan mengulum frozen grapes. Anggur menurutnya

merupakan salah satu buah yang sedikit kandungan kaliumnya,

sehingga aman untuk dikonsumsi bagi penderita GGK. Frozen grapes


memiliki kesamaan dengan es batu. Sensasi dingin yang diberikan

oleh frozen grapes akan memberikan efek dingin dan segar di mulut.

Kandungan air dalam buah anggur juga akan lebih bertahan lama di

mulut ketika dibekukan, sehingga sensasi rasa haus akan berkurang.

d. Sikat Gigi

Menyikat gigi merupakan prosedur rutin yang dapat dilakukan

oleh setiap orang. Tujuan dari menyikat gigi antara lain untuk

memelihara kesehatan mulut terutama gigi dan gusi, menimbulkan

rasa segar di mulut dengan menambahkan pasta gigi, mencegah

tertumpuknya sisa-sisa makanan pada sela-sela gigi yang dapat

menjadi karies gigi, dan menyikat gigi dengan pasta gigi dapat

membantu melembabkan permukaan mulut, sehingga dapat mencegah

terjadinya xerostomia (Winatha, 2014).

Xerostomia merupakan salah satu gejala yang sering muncul

pada pasien PGK. Xerostomia didefinisikan sebagai perasaan mulut

kering. Gejala ini muncul karena menurunnya aliran saliva di rongga

mulut. Xerostomia dilaporkan sering membuat pasien meningkatkan

frekuensi minum. Xerostomia juga dapat menyebabkan gangguan

kesehatan mulut dari pasien seperti bau mulut dan stomatitis (Bruzda-

Zwiech, Szczepanska & Zwiech, 2013).


e. Berkumur

Salah satu fungsi berkumur adalah untuk membersihkan rongga mulut.

Akan tetapi pada keadaan PGK, berkumur berguna membasahi rongga

mulut yang berfungsi menghindarkan mulut kering yang pada akhirnya

mengurangi rasa haus. Gerakan berkumur juga berfungsi untuk

merangsang otot-otot bibir, lidah, dan pipi untuk berkontraksi. Adanya

kontraksi otot-otot tersebut, maka kelenjar saliva akan terangsang untuk

menghasilkan saliva. Adanya saliva di mulut akan mencegah mulut dari

erosi dan kering, serta mengurangi rasa haus (Pratama, 2014).

Menurut Nirmaladewi, Handajani & Tandelilin (2008), berkumur yang

dilakukan secara efisien dan disertai dengan kemauan yang besar, dan

dengan cara yang baik akan dapat memberikan dampak yang baik bagi

otot-otot yang ada di mulut. Peneliti menambahkan bahwa berkumur dapat

dilakukan dengan media aquabidest sebanyak 5 ml dan dilakukan selama

30 detik.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Basok, (2018), jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Menghisap

Slimber Ice Terhadap Intensitas Rasa Haus Pasien Gagal Ginjal Kronik

Yang Menjalani Hemodialisa. Hasil desain penelitian dalam penelitian ini

adalah quasi eksprimental pre-post with control group. Hasil penelitian

didapat bahwa intensitas rasa haus pada kelompok intervensi terjadi

penurunan intensitas rasa haus rerata 3.03 dengan nilai signitifkan p-value

0.000 (p<0.05) yang artinya terdapat pengaruh menghisap slimber ice

terhadap intensitas rasa haus, sedangkan kelompok kontrol pada temuan

penelitian ini juga mengalami penurunan rerata adalah 0.35 dan nilai

signitifkan p-value=0.005. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka

disarankan rumah sakit membuat kebijakan dan standar prosedur

operasional manajemen rasa haus kepada penderita gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa dengan menghisap slimber ice.

2. Mustofa (2019), jurnal penelitian yang berjudul “Optimizing of Thirst

Management On CKD Patients Undergoing Hemodialysis By Sipping Ice

Cube” hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi menahan dahaga untuk

kelompok yang minum es batu rata-rata 93 menit, kelompok air matang

matang rata-rata 55 menit dan lama rata-rata memegang kelompok haus

yang berdeguk dengan obat kumur adalah 69,71 menit. Tidak ada
perbedaan signifikan dalam. Durasi memegang haus setelah mengisap es

batu dan berkumur matang air, dan berkumur dengan obat kumur (ρ nilai

0,061). Menghirup es batu bisa melawan dahaga terpanjang dibandingkan

dengan berkumur dengan air matang atau berkumur dengan obat kumur.

Rekomendasi penelitian ini diharapkan untuk campur tangan untuk

menyeruput es batu, berkumur dengan air matang dan berkumur dengan

obat kumur digunakan untuk manajemen haus pada pasien hemodialisis.

Hemodialisis pasien dapat memilih intervensi untuk mengurangi rasa haus

yang paling banyak sesuai.


C. Kerangka Teoritik

Kerangka teori pada dasarnya merupakan penjelasan tentang teori

yang dijadikan landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari

berbagai teori yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka (Dharma, 2011)

Etiologi

Diabetes Gangguan Obat-


Mellitus Hipertensi ginjal Sindrom obatan
polisistik Eritematosis

Gagal ginjal kronik

Gangguan fungsi ekresi


ginjal

Kelebihan cairan dalam


tubuh

Upaya mengatasi rasa haus :


Terapi pembatasan cairan
Menghisap es batu
Frozen grape hemodialisis
Mengunyah permen karet
Frozen grape
Sikat gigi
Berkumur Rasa haus

Gambar 2.1 Kerangka Teoritik (Wijaya,2013),(Ariani,2016)


D. Definisi Konseptual

Definisi konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan dan kaitan antara variable yang satu dengan yang lainnya

(Notoatmojo, 2010) pada konsep penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah menghisap es batu dan variabel dependennya adalah

Intensitas rasa haus.

Adapun definisi konseptual penelitian yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut :

Variabel Dependen Variabel Dependen

Intensitas rasa haus Intensitas rasa haus

Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan


Variabel Indenpenden

Menghisap es batu

pre test perlakuan post test

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual


E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu batasan yang digunakan untuk

membatasi ruang lingkup variabel-variabel yang diamati. Definisi operasional

digunakan untuk mengukur atau menilai variabel penelitian, kemudia

memberikan gambaran tentang variabel tersebut. Sehingga penting untuk

menjelaskan variabel penelitian meliputi variabel yang diteliti, definisi

operasional serta bagaimana melakukan pengukuran atau penilaian terhadap

variable.
Tabel 2.2

Definisi Operasional.

Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Menghisap Suatu tindakan Lembar Observasi -Diberikan Nominal
es batu mengulum es observasi -Tidak
batu hingga diberikan
mencair tanpa
menggigit.
Pasien
diberikan
perlakuan
menghisap es
batu yang telah
disediakan ( 1
es batu terdiri
6 ml ).
Intensitas Tingkat Skala Menanya Interval
rasa haus. keinginan visual kan Skor intensitas
responden analog kepasien rasa haus dalam
untuk minum ( VAS) tentang dari sebelum
For rasa haus dan sesudah
Assessme nya menghisap es
nt Of dengan batu terhadap
Thirst rentang intensitas rasa
Intensity skala haus pada
0-100 pasien
hemodialisis

Skor intensitas
rasa haus dalam
rentang 0-100

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan yang harus dibuktikan. Adapun

hipotesis pada penelitian ini adalah: “Ada pengaruh menghisap es batu

terhadap intensitas rasa haus pada pasien Hemodialisis di RSUD Kota

Tanjungpinang.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis di

RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan pada tanggal 10 Oktober sampai 20

November 2019. Selama tahap ini peneliti melakukan pengajuan

judul, pengurusan surat izin pengambilan data, studi pendahuluan,


studi kepustakaan, penyusunan skripsi, konsultasi dengan pembimbing

I dan pembimbing II sampai skripsi penelitian mendapatkan

persetujuan dari pembimbing untuk ujian skripsi, sidang skripsi, dan

revisi skripsi.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Januari

sampai bulan Maret 2020. Pada tahap kegiatan pelaksanaan adalah

mengurus surat izin penelitian, dan kontrak waktu akan mulainya

penelitian.

c. Tahap Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan telah dilakukan pada bulan Maret sampai

dengan April 2020. Pada tahap ini membuat hasil, pengolahan data,

menyusun laporan hasil penelitian, konsultasi pembimbing I dan

pembimbing II.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Unit Hemodialisa RS-BLUD Kota

Tanjungpinang.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan jenis

pendekatan quasi eksperiment design dengan rancangan pre and post test

without control. Yaitu hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa
pembanding. Keefektifan di nilai dengan cara membandingkan nilai pre test

dan post test ( Dharma, 2015).

Berikut rancangan pada penelitian ini :

R ---- >01 ---- >X1 ---- > 02


.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian (Dharma,2015)

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah target unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan (digeneralisir). Idealnya penelitian dilakukan ada populasi,

karena dapat melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil

penelitian akan diterapkan (Notoatmodjo, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang

dalam dua bulan terakhir (November dan Desember) tahun 2019 yaitu

sebanyak 170 orang.


2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, sebagian atau wakil populasi yang

diteliti dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan

pengamatan pada unit ini (Sugiyono, 2010). Untuk mendapatkan jumlah

sampel yang mewakili, penulis menggunakan rumus Arikunto, (2006),

jika populasi > dari 100 dapat di ambil 10-30 % dari populasi dan jika

populasi kurang dari 100 maka sebaiknya keseluruhan populasi tersebut di

ambil sebagai sampel.

Cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan

rumus Arikunto, (2006) :

n= 20% x N

Keterangan :

N= besar populasi

n=besar sampel

Maka sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

n=20%x170
n=34 Responden
Berdasarkan dari hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel
yang didapat adalah 34 responden dan harus memenuhi :

Kriteria inklusi :

a. Pasien dengan gagal ginjal kronik

b. Pasien yang sedang menjalani hemodialisis

c. Pasien yang tidak sensitif dengan suhu dingin


d. Pasien yang tidak ada gangguan mukosa (sariawan)

e. Pasien yang tidak ada gangguan sakit tenggorokan atau batuk

f. Kooperatif dan bersedia ikut serta dalam penelitian

Kriteria Ekslusi :

a. Pasien yang tidak kooperatif atau mengalami penurunan kesadaran

b. Pasien yang terlalu sensitive dengan suhu dingin

c. Pasien yang ada gangguan mukosa (sariawan)

d. Pasien yang ada gangguan tenggorokan atau batuk

e. Pasien yang menolak jadi responden

Kriteria drop out

a. Responden yang hanya melakukan pre test

b. Pasien yang tidak mengikuti menghisap es batu dalam proses

penelitian

Teknik pemilihan sampel dipilih menggunakan teknik purposive

sampling. Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus besar

sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2013). Adapun rangkaian kegiatan selama penelitian ini adalah :


1. Mengajukan surat pengambilan data dari bagian akademik studi

keperawatan Stikes Hang Tuah Tanjungpinang.

2. Surat pengambilan data diberikan kepada kepala bagian tata usaha di RS-

BLUD Kota Tanjungpinang

3. Mengambil data angka kejadian pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa di RS-BLUD Kota Tanjungpinang.

4. Meminta izin dengan kepala ruangan Hemodialisa dengan tujuan untuk

memberi tahu bahwa akan dilakukan penelitian menghisap es batu

terhadap pasien yang sedang menjalani Hemodialisis

5. Menghampiri pasien dan memberikan salam terapeutik

6. Menjelaskan maksud dan tujuan dalam pemberian terapi

7. Memberikan lembar informed consent

8. Menentukan pasien untuk dijadikan sampel

9. Melakukan pengukuran intensitas haus sebelum dilakukan pemberian

menghisap es batu

10. Dilakukan pengumpulan data dari pasien yang menjalani hemodialisis

yang setuju dengan pelaksanaan

11. Melakukan pemberian menghisap es batu kurang lebih 5-10 menit.

12. Melakukan pengukuran intensitas rasa haus sesudah dilakukan pemberian

menghisap es batu

13. Memberikan tahap terminasi salam terapeutik

14. Menganalisa hasil penelitian dengan melihat sebelum dan sesudah

pemberian.
F. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan lembaran penelitian sebagai alat pengumpulan

data untuk mengumpulkan data tentang :

1. Karakteristik responden

Karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, riwayat DM, dan

frekuensi Hemodialisis. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar

observasi dan dokumentasi.

2. Intensitas rasa haus pasien

Pengukuran intensitas rasa haus dilakukan dengan visual analogy scale

(VAS) for assessment of thirst intensity. Instrument VAS dilengkapi

dengan protokol prosedur tindakan berupa lembar prosedur menghisap es

batu. VAS digunakan untuk mengukur intensitas rasa haus pada saat

hemodialisis berakhir. Pengukuran intrumen VAS menggunakan rank dari

0-20. Nilai 0 menunjukan tidak haus, dan 100 menunjukan sangat haus

sekali, skor VAS diklasifikasikan menjadi haus ringan (20-50), haus

sedang (50-80), dan haus berat (80-100).

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti instrument

harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas merupakan

syarat mutlak bagi suatu alat ukur dapat digunakan dalam suatu

pengukuran (Arikunto, 2012). Alat ukur yang digunakan instrument ini


adalah Visual Analog Scale (VAS) For Assessment Of Thirst Intensity

yaitu alat untuk mengukur intensitas rasa haus. Instrument ini tidak

dilakukan uji validitas, karena instrument Visual Analog Scale ( VAS ) For

Assessment Of Thirst Intensity sudah dinyatakan valid Igbokwe & Obika

(2007) dalam Rahmawati, (2008).

2. Uji Reliabilitas

Reliabitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat mengukur

dapat dipercayai atau dapat diandal. Uji relibilitas adalah uji yang

dilakukan untuk mengetahui sebuah intrumen yang digunakan telah

reliable. Penelitian uji realibitas dilakukan dengan rumus Croanbach’s

Aplha coefficient 0,96 (Notoarmodjo, 2012). Instrument Visual Analog

Scale ( VAS ) For Assessment Of Thirst Intensity ini sudah digunakan

untuk melakukan uji reliabitas terhadap intensitas rasa haus Igbokwe &

Obika (2007) dalam Rahmawati, (2008).

H. Teknik Analisa Data

1. Prosedur Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan pengolahan data

dengan komputerisasi dengan langkah-langkah pengolahan data antara

lain :

a. Editing

Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan lembar observasi. Setelah peneliti pretest dan post test


responden dan mencatatanya selanjutnya peneliti mengecek kembali

jika masih ada kolom yang belum terisi oleh peneliti.

b. Coding

Setelah lembar observasi diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Peneliti memberi kode 0 untuk

responden yang tidak mengalami perubahan dalam pemberian dan

memberikan kode 1 untuk responden yang mengalami perubahan

pemberian menghisap es batu.

c. Entery Data

Proses peneliti memasukkan hasil pre test dan post test respon ke

dalam master tabel pada program computer. Program yang paling

sering digunakan untuk “entery data” penelitian berupa paket program

lunak komputer.

d. Scoring

Data yang diolah telah dimasukkan dan diberikan penilaian angka

masing-masing data tersebut dapat dianalisa.

e. Cleaning

Semua data yang telah dilakukan peneliti selesai dimasukkan perlu

dicek kembali untuk melihat kemungkinana adanya kesalahan-

kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian,

dilakukan pembentulan atau koreksi.


2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan komputerisasi/perangkat

lunak.

a. Uji Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa univariat

tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai

mean atau rata-rata, median dan standar devisiasi. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisis data

univariat untuk masing-masing variabel, yaitu usia, jenis kelamin,

penyakit penyerta dan frekuensi Hemodialisis.

b. Uji bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon untuk

menguji beda mean peringkat (data ordinal) dari 2 hasil pengukuran

pada kelompok yang sama (misalnya beda mean peringkat pre test dan

post test (Dharma, 2011). Analisis bivariat pada penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui perbedaan rasa haus sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan menghisap Es Batu dengan skala data interval.

Berdasarkan hal ini analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan

uji wilcoxon. Adapun rumus wilcoxon sebagai berikut :


Keterangan:

N = Banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda

T = Jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila banyaknya

selisih yang positif lebih banyak dari banyaknya selisih negatif)

= jumlah ranking dari nilai selisih yang positif (apabila banyaknya

selisih yang negatif > banyaknya selisih yang positif).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Deskriptif data adalah upaya menampilkan data tersebut dapat

dipaparkan secara baik sehingga mudah dipahami dan dapat dilihat oleh

peneliti, orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian tersebut. Bab ini

menjelaskan hasil penelitian tentang pengaruh menghisap es batu terhadap

intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis di RS-BLUD Kota

Tanjungpinang, penelitian dilaksanakan pada 14 Febuari sampai dengan 28

Febuari 2020, dengan jumlah responden sebanyak 34 orang. Proses penelitian


dilakukan pada setiap responden yang memenuhi kriteria inklusi sampel

penelitian. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Tanjungpinang.

B. Analisis Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pekerjaan,

pendidikan, lama Hemodialisis dan frekuensi Hemodialisis.

1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan,

Pendidikan, Lama Hemodialisis, Dan Frekuensi Hemodialisis.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan,


Pendidikan, Lama Hemodialisis dan Frekuensi Hemodialisis Pasien
Hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang Tahun 2020

Frekuensi Presentasi
Jenis Laki-laki 3 8,8%
kelamin Perempuan 31 91,2%

Usia Dewasa awal (26-35) 1 2,9%


Dewasa akhir (36- 7 29,6%
45) 19 55,9%
Lansia awal (46-55) 7 20,6%
Lansia akhir (>56)
Pekerjaan IRT 10 29,4%
Wiraswasta 14 41,2%
Pensiunan 1 2,9%
Tidak bekerja 9 26,5%

Pendidikan Tidak sekolah 1 2,9%


SD 15 44,1%
SMP 7 20,6%
SMA 8 23.5%
Pensiun Guru 3 8,8%
Lama < 1 tahun 2 5,9%
Hemodialisis 1-2 tahun 9 26,5%
2-3 tahun 6 17,6%
3-4 tahun 10 29,4%
4> tahun 7 20,6%
Frekuensi 1 kali minggu 0 0
Hemodialisis 2 kali minggu 34 100%
3 kali minggu 0 0
Sumber : Hasil Penelitian 2020

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden tergolong berjenis kelamin perempuan (91,2%). Ditinjau dari segi

usia dewasa akhir (36-45) yaitu (55,9%), dari segi pekerjaan sebagai

wiraswasta yaitu (41,2%), segi pendidikan tamat SD yaitu (44,1%), segi lama

Hemodialisis 3-4 tahun yaitu (29,4%) dan frekuensi hemodialisis 2 kali

seminggu yaitu (100%)

2. Dsitribusi Intensitas Rasa Haus Sebelum Menghisap Es Batu Pada Pasien

Hemodialisis

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan hasil dari nilai rata-rata pada

seluruh pasien dimana dengan sampel 34 Responden dengan hasil sebagai

berikut :
Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Rasa Haus Sebelum


Menghisap Es Batu Pasien Hemodialisis Di RS-BLUD Kota
Tanjungpinang Tahun 2020

Intensitas Rasa Haus Frekuensi Persentase


Haus Ringan 0 0
Haus Sedang 13 38%
Haus Berat 21 62%

Berdasarkan hasil tabel 4.2 dapat dilihat dari hasil pre test

intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu batu pasien

hemodialisis pada responden haus berat ada 21 responden dengan

persentase 62%.

Hasil Pengukuran Intensitas Rasa Haus Sebelum Menghisap Es Batu


Pasien Hemodialisis Di RS-BLUD Kota Tanjungpinang Tahun 2020

Intensitas N Mean SD
Rasa Haus

Pre 34 70,00 14.975

Berdasarkan hasil tabel 4.2 didapatkan intensitas rasa haus

sebelum menghisap es batu pada pasien hemodialisis dengan rata-rata

skor 70,00 dengan std. deviation 14.975.


2. Intensitas Rasa Haus Sesudah Menghisap Es Batu pada Pasien

Hemodialisis.

Dapat dilihat pada hasil sebelumnya yang membahas tentang hasil

intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu pada pasien hemodialisis,

disini akan membahas dari hasil penelitian yakni intensitas rasa haus sesudah

menghisap es batu pada pasien hemodialisis di RS- BLUD Kota

Tanjungpinang.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Intensitas Rasa Haus Sesudah Menghisap Es


pada Batu Pasien Hemodialisis Di RS-BLUD Kota Tanjungpinang
Tahun 2020

Intensitas Rasa Haus Frekuensi Persentase


Haus Ringan 4 12%
Haus Sedang 24 70%
Haus Berat 6 18%
Sumber : Hasil Penelitian 2020

Berdasarkan hasil tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil post test

intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu batu pasien

hemodialisis pada intensitas rasa haus haus sedang ada 24 responden

dengan persentase 70%.


Hasil Pengukuran Intensitas Rasa Haus Sesudah Menghisap Es
pada Batu Pasien Hemodialisis Di RS-BLUD Kota Tanjungpinang
Tahun 2020

Intensitas N Mean SD
Rasa Haus

Post 34 50,59 14.342

Berdasarkan hasil tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil post test

intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu pada pasien

hemodialisis dengan rata-rata skor 50,59 dengan std. deviation 14.342.

C. Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakuakn untuk mengetahui

intensitas rasa haus menghisap es batu pada pasien hemodialisis dengan

menggunakan uji normalitas Shapiro wilk dengan hasil 0,00 dikarena hasil

distribusi tidak normal maka menggunakan uji Wilcoxon test sebagai berikut

1. Perbedaaan Intensitas Rasa Haus Sebelum Dan Sesudah Menghisap

Es Batu pada Pasien Hemodialisis di RS- BLUD Kota

Tanjungpinang.

Dapat dilihat dari hasil tabel penelitian yang sebelumnya, maka

dari itu peneliti menemukan hasil penelitian dari perbedaan intensitas

rasa haus sebelum dan sesudah menghisap es batu pada pasien


Hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang. dapat dilihat dari hasil

tabel berikut :

Tabel 4.4

Perbedaan Distribusi Intensitas Rasa Haus Sebelum Dan Sesudah


Menghisap Es Batu pada Pasien Hemodialisis Di RS-BLUD Kota
Tanjungpinang Tahun 2020

Intensita Mean SD p Value


s Rasa
Haus
Pre 70,00 14.975
0,000
Post 50,59 14.342

Berdasarkan tabel 4.4 diatas didapatkan hasil intensitas rasa

haus sebelum dan sesudah menghisap es batu dilakukan perlakuan

didapatkan Mean sebelum 70,00, SD 14.975 dan sesudah 50,59, SD


14.342 dengan P Value 0,000 dengan demikian dapat disimpulkan

secara signitifkan ada pengaruh intensitas rasa haus menghisap es batu

pada pasien hemodialisis.

Hasil hipotesis diperoleh p Value 0,00 (≤0,05) yang berarti Ho

ditolak. Hal ini menunjukan adanya pengaruh menghisap es batu

terhadap intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis.

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada

pasien hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang. Untuk menguji

hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro

wilk dengan hasil 0,08 lebih < 0,05. Maka, distribusi tersebut tidak normal

jadi menggunakan uji Wilcoxon. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

intensitas rasa haus menghisap es batu pada pasien hemodialisis di RS-BLUD

Kota Tanjungpinang dengan p value 0,00.

4. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan

penelitian kemudian membandingkan antara teori dan hasil penelitian.

Penelitian ini merupakan tentang ada perbedaan intensitas rasa haus

menghisap es batu pada pasien dengan hemodialisis dengan jumlah

responden sebanyak 34 orang.


1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian tentang karakteristik dari 34 responden pada jenis

kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, lama Hemodialisis dan frekuensi

Hemodialisis. Dari, jenis kelamin pada laki-laki (8,8%) dan perempun

(91,2%). Karakteristik pekerjaan PNS (0%), IRT (29,4%), wiraswasta

(41,2%), pensiunan (2,9%), mahasiswa/pelajar (0%) dan tidak bekerja

(26,5%). Dari pendidikan tidak sekolah (2,9%), SD (44,1%), SMP

(20,6%), SMA (23,5%) dan PG (8,8%). Lama HD ada yang , < 1 tahun

(5,9%), 1-2 tahun (26,5%), 2-3 (17,6%), 3-4 (29,4%) dan 4 > tahun

(20,6%). Terakhir karakteristik frekuensi Hemodialisis 2 kali (100%).

Berdasarkan hasil tersebut,

Hasil penelitian didapatkan sebagia besar perempuan. Setiap penyakit

pada dasarnya dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun

perempuan akan tetapi ada beberapa penyakit yang lebih sering

menyerang pada laki-laki dikarenakan faktor pola gaya hidup. Hal ini

bertolak belakang dengan penelitian Cahaya (2012), yang tidak sejalan

jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan dapat disebabkan

karena beberapa hal kebiasaan pola gaya hidup.

Berdasarkan literatur menyatakan tidak terdapat perbedaan kejadian

gagal ginjal kronis pada usia dan jenis kelamin tertentu karena gagal ginjal

kronis dapat mengenai segala macam usia dan jenis kelamin. Jenis

kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama untuk

menderita gagal ginjal kronis.


2. Intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu pada pasein

hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang.

Hasil penelitian dapat dibahas dari hasil pre test intensitas rasa haus

sebelum menghisap es batu batu pasien hemodialisis pada visual analog

scale (VAS) haus ringan (10-30) ada 0 responden dengan persentase 0%,

haus sedang (40-60) ada 13 responden dengan persentase 38% dan haus

berat (70-100) ada 21 responden dengan persentase 62%. Paling banyak

pada haus berat (70-100) ada 21 responden.

Menurut Musta (2019), Rasa haus pada pasien hemodialisis juga

terjadi akibat pembatasan cairan dan merupakan masalah yang paling

sering dijumpai pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan

pembatasan asupan cairan.

3. Intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu pada pasien

hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang.

Hasil penelitian ini dapat dibahas dari hasil post test intensitas rasa

haus sesudah menghisap es batu batu pasien hemodialisis pada visual

analog scale (VAS) haus ringan (20-50) ada 4 responden dengan

persentase 12%, haus sedang (50-80) ada 24 responden dengan persentase

70% dan haus berat (80-100) ada 6 responden dengan persentase 18%.

Dan banyak terjadi haus sedang (50-80) ada 24 responden. Ada

perubahan dari menghisap es batu pada pasien hemodialisis


4. Perbedaan intensitas rasa haus menghisap es batu sebelum dan

sesudah pada pasien hemodialisa di RS- BLUD Kota Tanjungpinang.

Dari hasil penelitian menunjukan penurunan intensitas rasa haus pada

hemodialisis di RS- BLUD Kota Tanjungpinang. Dapat disimpulkan

intensitas rasa haus sebelum dan sesudah menghisap es batu dilakukan

perlakuan didapatkan Mean sebelum 70,00, SD 14.975 dan sesudah 50,59,

SD 14.342 sama –sama dengan t 8.547 dengan P Value 0,000.

Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif

dan irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang

mengakibatkan uremia atau azotemia (Wibowo, 2014),

Temuan hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang

telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Pada penelitian Basok

(2018), ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signitifikan tingkat rasa

haus sebelum dan sesudah intervensi menghisap es batu pada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Dengan P Value 0,000 < 0.05

dengan nilai rerata adalah 3,03. Dan hasil penelitian yang ditemukan oleh

Mustofa (2019), hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi menahan

dahaga untuk kelompok yang minum es batu rata-rata 93 menit, kelompok

air matang rata-rata 55 menit dan lama rata-rata memegang kelompok

haus yang berdeguk dengan obat kumur adalah 69,71 menit dengan nilai

P Value 0,061.
Secara fisiologis, rasa haus dapat muncul 30-60 menit setelah minum

air. Apabila tidak ada asupan cairan yang masuk, makan akan terjadi

peningkatan tekanan osmotic plasma dan penurunan volume cairan

ekstraseluler. Penurunan volume cairan ekstraseluler mengakibatkan renin

angiotensin dan aldosterone. Angiotensin II bekerja meningkatkan volume

intravaskuler dengan menstimulasi rasa haus di hipotalamus sehingga

penderita merasa ingin minum (Sherwood, 2012)

Dari hasil penelitian ini juga didukung oleh teori dari menghisap es

batu membantu memberikan efek dingin yang dapat menyegarkan dan

mengatasi haus sehingga pasien dapat menahan rasa haus lebih lama

(Sherwood, 2011). Dalam hal ini berpengaruh menghisap es batu dalam

mengatasi haus pada pasien hemodialisis. Pada penelitian N.W. Arfany

(2014) di RSUD Tugurejo Semarang ditemukan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan tingkat rasa haus sebelum dan setelah intervensi

mengulum es batu selama lima menit (p-value 0.002) karena air es yang

mencair dan rasa dingin dari es dapat menyegarkan mulut dan

tenggorokan sehingga perasaan haus berkurang. Hal ini juga menjelaskan

pada hasil penelitian ini yang ada pengaruh dalam menghisap es batu pada

pasien gagal ginjal yang menjalanin hemodialisis. Dan ada perbedaan

antara sebelum dan sesudah dalam menghisap es batu pada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalanin hemodialisis di RS- BLUD Kota

Tanjungpinang.
Terapi pembatasan cairan dengan menggunakan potongan kecil es

batu yang dibuat dengan air 10 ml dan potongan es batu dikulum atau

dimasukkan kedalam mulut sampai mencair, kandungan air didalam es

batu dapat memberikan sensasi dingin dimulut dan air yang mencair di

dalam mulut dapat mengurangi rasa haus.


BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh menghisap es batu terhadap

intensitas rasa haus pada pasien hemodialisis di RS- BLUD Kota

Tanjungpinang yang menggunakan 34 responden maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Karakteristik responden sebagian besar berdasarkan Jenis Kelamin

Perempuan (91,2%), Usia 46-55 Tahun (55,9%), Pekerjaan Wiraswasta

(41,2%), Pendidikan Terakhir,SD (44,2%), Lama Hemodialisis 3-4 tahun

(29,4), dengan Frekuensi 2 Kali Seminggu (100%).

2. Diketahui intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu pasien

hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang. Hasil penelitian dapat

dibahas dari hasil pre test intensitas rasa haus sebelum menghisap es batu

batu pasien hemodialisis pada visual analog scale (VAS) haus ringan (10-

30) ada 0 responden dengan persentase 0%, haus sedang (40-60) ada 13

responden dengan persentase 38% dan haus berat (70-100) ada 21

responden dengan persentase 62%. Paling banyak pada haus berat (70-100)

ada 21 responden.

3. Intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu pada pasien hemodialisis di

RS- BLUD Kota Tanjungpinang. Hasil penelitian ini dapat dibahas dari hasil

post test intensitas rasa haus sesudah menghisap es batu batu pasien
hemodialisis pada visual analog scale (VAS) haus ringan (20-50) ada 4

responden dengan persentase 12%, haus sedang (50-80) ada 24 responden

dengan persentase 70% dan haus berat (80-100) ada 6 responden dengan

persentase 18%. Dan banyak terjadi haus sedang (50-80) ada 24 responden.

Ada perubahan dari menghisap es batu pada pasien hemodialisis

4. Adanya pengaruh menghisap es batu terhadap intensitas rasa haus pada

pasien hemodialisis di RS-BLUD Kota Tanjungpinang yang dapat

dibuktikan dengan yaitu p value 0,00

B. Saran
1. Bagi Responden

Diharapkan kepada Responden agar dapat mengontrol intensitas rasa haus

yang telah ditentukan setelah diberikan pendidikan kesehatan dan terus

ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Petugas Kesehatan RS-BLUD Diruangan Hemodialisis

Agar bermanfaat dab dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang

intensitas rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisis secara

mendalam, dan spesifik lagi perindividu untuk, setiap pasien sehingga bisa

lebih terkontrol cairannya.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan peneliti ini memberikan wawasan yang baru, atau informasi,

pemahaman kepada mahasiswa tentang pengaruh intensitas rasa haus pada

pasien hemodialisis.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan beberapa tambahan

seperti jumlah sampel lebih lebih diperbesar, menggunakan kelompok

kontrol atau perbandingan sehingga didapatkan hasil yang lebih spesifik

tentang pengaruh intensitas menghisap es batu.


C. Implikasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi rasa haus, adapun kekurangan

untuk penerapan menghisap es batu ini adalah membutuhkan waktu yang lama

agar hasil yang didapat lebih maksimal, Penerapan menghisap es batu adalah

mudah dilakukan karena tidak memerlukan peralatan yang khsusus. Diharapkan

setelah dilakukan penerapan menghisap es batu dapat dilakukan secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S. (2014). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta

Arikunto S. (2014). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta

Arfany, N.W., Armiyati, Y., & Kusuma, M.B. (2014). Efektifitas mengunyah permen
karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus pada
pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD Tugurejo
Semarang. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). 2-9

Arif Muttaqin & Kumalasari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan, Salemba Medika, Jakarta

Basok Buhari, $ Dasuki, (2018). Pengaruh Menghisap Slimber Ice Terhadap Intensitas
Rasa Haus Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa.
Indonesia Journal for Health Sciences,. Vol.2, No.2 September 2018, Hal,
77-83.

B & Hawk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Di Harapkan edisi 8 buku 2, 8th ed. USA: Elsiver

Dharma, Kusuma, K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan. (Pedoman


Melaksanakan dan Menerapkan hasil Penelitian). Perpustakaan Nasional :
Katalog Dalam Terbitan (KDT).

Dudek, S.G. (2014). Nutrition essentials for nursing practice 7th Ed. China: Wolther
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins

Emma. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological Intervention Di Unit
Hemodialisa RS royal prima Medan
Fahmi, F.Y., & Hidayati, T. (2016). Gambaran Self Care Status Cairan Pada Pasien
Hemodilisa (literature review). Jurnal care, vol. 4, No. 2, Tahun 2016.

Faruq Muhammad, H. (2017). Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis. Fakultas Ilmu Kesehatan: Surakarta

Hidayat, A.A & Musrifatul, U (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi
2. Jakarta : Salemba Medika

Hasneli, Yesi & Bayhakki. (2017). Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis


Dengan Inter-Dialytic Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Hemodialis. JKP-
Vol. 55 No.3, Desember, 2017

Kemenkes. (2018). Laporan nasional RISKESDAS. Jakarta: Badan Penelitian dan


pengembangan Kesehatan

Kozier, B., Glenora, Berman, a & Snyder, J.S. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktik. Jakarta:EGC

Mardyaningsih Dewi, P. (2014). Kulitas hidup pada penderita gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso
Kabupaten Wonogiri. Stikes Kusuma Husada: Surakarta

Muhammad, As’adi. (2012). Serba-serbi Gagal Ginjal. Diva Press : Jogjakarta

Mustofa, A,. Armiyati, Y & Khoiriysh. (2019). Optimizing Of Thirst Management


on CKD Patients Undergoing Hemodialysis by Sipping Ice Cube. Media
Keperawatan Indonesia, vol 2 No 1, Febuary 2019.

Neliya, S.W .(2012). Hubungan pengetahuan tentang asupan cairan dan


pengendalian asupan cairan terhadap penambahan berat badan. Jurnal
Nursing Studies.

Nirmaladewi A, Handajani, Tendelilin RTC. Status Saliva Dan Ginggivitis Pada


Penderita Ginggivitis Setelh Kumur Epigaloca Techingallate (EGCG) Dari
Ekstrak eh Hijau (Camelia Sinensis). Jurnal FKG UGM 2010; 1(1): 1-6
Pratama, Moh. A.B.P. (2014). Perbedaan Sekresi Saliva Sebelum Dan Sesudah
Berkumur Menggunkan Baking Soda Pada Penderita Diabetes Meilitus.
http://respository.unhas.ac.id/handle/12345678. Diakses pada tanggal 15
Febuari 2019.

Price, S.A & Wilson, L.M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Rahmawati. (2008). Pengaruh Pengaturan Interval Dan Suhu Air Minum Terhadap
Sensasi Haus Pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir Di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati: Jakarta

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 6. Jakarta:EGC

Sitifa, A., & Syaiful, H. (2018). Gambaran klinis penderita penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
kesehatan Andalas

Setyohadi, B, Sally. A, N, Putu. M.A (2016). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam


Volume 2. Jakarta. Salemba Medika

Tovazzi, ME & Mazzoni V. (2012). Personal Paths Of Fluid Setriction In Patient


On Hemodalysis, Nephrologi Nursing Journal

Wijaya Andra, S & Putri Yessie, M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika
PENGARUH MENGHISAP ES BATU TERHADAP INTENSITAS RASA
HAUS PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS – BLUD
KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2019

LEMBAR PENELITIAN

Petunjuk :
Jawaban akan diisi oleh penelitian hasil wawancara dengan Bapak/Ibu. Dan data
primer yang diperoleh dari rekam medik responden ditulis pada tempat yang
disediakan.

Jumlah air minum yang ditentukan bagi Bapak/Ibu/Saudara, akan dibagi untuk
diminum setiap jam. Bila sedang tidak tidur, Bapak/Ibu/Saudara akan diminta untuk
minum setiap 1 – 2 jam dan antara jam 10 pagi hingga jam 4 sore suhu air minum
akan diatur antara suhu 5 - 10°C (dingin). Di luar waktu tersebut suhu air adalah suhu
biasa. Tindakan ini akan dilakukan selama 2 hari. Setiap sore, peneliti akan menilai
rasa haus tertinggi yang Bapak/Ibu/Saudara rasakan pada siang hari sebelumnya.
Peneliti mengharap kepatuhan Bapak/Ibu/Saudara terhadap waktu dan jumlah air
minum. Setiap penambahan air minum dari jumlah yang di tentukan, harap
Bapak/Ibu/Saudara informasikan kepada peneliti.

Karakteristik Responden

Kode Responden :

Terapi HD :( ) YA ( ) TIDAK

Usia :

Jenis Kelamin :( ) P/L

Pendidikan Terakhir : ( ) Tdk Sekolah ( ) IRT ( ) PNS

( ) Swasta ( ) Wiraswasta
( ) TNI/POLRI

( ) Tdk Bekerja

Berat Badan :

Lamanya HD : …. Tahun

Frekuensi HD :( ) 1X Seminggu ( ) 2X Seminggu


( )3X Seminggu
A. Pengukuran intensitas Haus

Periode Kontrol Periode Intervensi


Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 0 Hari 1 Hari 2

B. Status cairan Hari


1/2/3/4/5/6

1. Jurnal haluaran 24 jam : mL


2. Jumlah total asupan cairan untuk 24 jam : mL
3. Alokasi : Oral . . . . . . . mL
Lain-lain . . . . mL

Jumlah air minum untuk periode waktu antar jam 08.00 – 16.00 : . . . mL

4. Jumlah volume air minum setiap 1 jam ( mL)

Jam Volume air minum ( mL)


08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00

5. Apakah ada penambahan jumlah air minum dari jumlah yang telah
ditentukan bagi ibu/ Bapak/ saudara ?
Pengukuran Intensitas Haus

Jika Bapak/ Ibu diminta untuk menilain rasa haus tertinggi yang Bapak/
Ibu rasakan dari jam 08.00 – 16.00 WIB hari ini, dengan rentang nilai
mulai dari 0 ( tidak haus sama sekali ) Hingga 100 ( sangat haus ), pada
nilai berapakah rasa haus tertinggi yang Bapak/ Ibu rasakan ?

Sebelum :

Visual Analog Scale ( VAS)

100 Haus Berat

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0 Tidak Haus

Keterangan :
Nilai 0 – 20 : Tidak haus
Nilai > 20 – 50 : Haus ringan
Nilai > 50 – 80 : Haus sedang
Nilai > 80 – 100 : Haus berat

Sesudah :

Visual Analog Scale ( VAS)

100 Haus Berat

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0 Tidak Haus

Keterangan :
Nilai 0 – 20 : Tidak haus
Nilai > 20 – 50 : Haus ringan
Nilai > 50 – 80 : Haus sedang
Nilai > 80 – 100 : Haus berat
UJI NORMALITAS GRIS PERJENAWATI

EXAMINE VARIABLES=Pre post

/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore

Notes

Output Created 21-JUL-2020


21:37:27

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in
Working Data 34
File

Missing Value Definition of User-defined


Handling Missing missing values for
dependent variables
are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based
on cases with no
missing values for
any dependent
variable or factor
used.

Syntax EXAMINE
VARIABLES=Pre
post

/PLOT BOXPLOT
STEMLEAF
NPPLOT

/COMPARE
GROUPS

/STATISTICS
DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING
LISTWISE

/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:08,14

Elapsed Time 00:00:09,33

[DataSet0]

Kelompok_Responden

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total


Kelompok
Responden N Percent N Percent N Percent
pre test 34 100.0% 0 0.0% 34 100.0%

post test 34 100.0% 0 0.0% 34 100.0%

Descriptives

Kelompok Responden Statistic Std. Error

pre test Mean 70.00 2.568

95% Confidence Interval Lower Bound 64.78


for Mean
Upper Bound 75.22

5% Trimmed Mean 70.33

Median 70.00

Variance 224.242

Std. Deviation 14.975

Minimum 40

Maximum 90

Range 50

Interquartile Range 20

Skewness -.173 .403

Kurtosis -1.110 .788

post test Mean 50.59 2.460

95% Confidence Interval Lower Bound 45.58


for Mean
Upper Bound 55.59

5% Trimmed Mean 50.88


Median 50.00

Variance 205.704

Std. Deviation 14.342

Minimum 20

Maximum 80

Range 60

Interquartile Range 20

Skewness -.174 .403

Kurtosis -.112 .788

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok_
Responden Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pre test .160 34 .028 .914 34 .011

post test .163 34 .022 .949 34 .115

a. Lilliefors Significance Correction

Gabungan rasa haus

pre test

pre test Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

1,00 4. 0

6,00 5 . 000000

6,00 6 . 000000
7,00 7 . 0000000

7,00 8 . 0000000

7,00 9 . 0000000

Stem width: 10

Each leaf: 1 case(s)


post test

post test Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

2,00 2 . 00

2,00 3 . 00

7,00 4 . 0000000

11,00 5 . 00000000000

6,00 6 . 000000

5,00 7 . 00000

1,00 8. 0

Stem width: 10

Each leaf: 1 case(s)


NPAR TESTS

/WILCOXON=Pre WITH post (PAIRED)

/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Notes

Output Created 21-JUL-2020 21:42:05

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
34
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing values
Handling are treated as missing.

Cases Used Statistics for each test are


based on all cases with valid
data for the variable(s) used in
that test.

Syntax NPAR TESTS

/WILCOXON=Pre WITH
post (PAIRED)

/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,02

Elapsed Time 00:00:00,03

Number of Cases
112347
Alloweda

a. Based on availability of workspace memory.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

Sum of
N Mean Rank Ranks

post test - pre Negative


32a 17.30 553.50
test Ranks

Positive Ranks 1b 7.50 7.50

Ties 1c

Total 34
a. post test < pre test

b. post test > pre test

c. post test = pre test

Test Statisticsa

post test - pre


test

Z -4.939b

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on positive ranks.

Anda mungkin juga menyukai