Anda di halaman 1dari 16

pemeriksaan fisik paru

1. (perkenalan diri) tok tok, assalamualaikum wr.wb. permisi saya menggunakan cairan
antiseptik terlebih dahulu, saya dokter (nama) yang bertugas pada pagi hari ini.
2. (inform consent) pada pagi hari ini saya akan melakukan pemeriksaan fisik paru pada
ibu/bapak, berguna untuk mengetahui apabila ada kelainan pada paru ibu/bapak, nanti
saya akan minta untuk membuka baju bagian atas untuk memudahkan pemeriksaan
apakah bapak bersedia?
3. (posisikan pasien berbaring) silahkan berbaring ditempat tidur rileks bapak, dibuka
baju bagian atasnya, saya akan menyiapkan diri terlebih dahulu.
4. (inspeksi) saya menginspeksi bagian thoraks anterior (simetris tidak, massa,
deformitas (pectus excavatum/barrel chest/pigeon chest), perubahan warna kulit,
pergerakan dada yang tertinggal saat bernafas, retraksi ICS)
5. (palpasi)
a. saya palpasi pada supraklavikularis untuk menetukan ada tidaknya
pembesaran KGB
b. saya palpasi trakea menetukan ada deviasi ke kiri atau ke kanan
c. saya palpasi dengan kedua tangan menempel pada dinding thoraks dan
meminta pasien bernafas dalam serta perhatikan pergerakan kedua lapang paru
kanan dan kiri (pada setiap lobus paru).
d. saya menilai taktil fremitus dengan sisi ulnar tangan pada thoraks, kemudian
meminta pasien menarik nafas dan hembuskan sembari mengucapkan 77
(pada setiap lobus paru)
6. (perkusi)
a. selanjutnya saya melakukan perkusi pada hemithoraks kanan dan kiri secara
zigzag
b. selanjutnya saya menentukan batas paru-hepar dengan perkusi dari ICS 1
MCL kanan ke bawah hingga bunyi sonor berubah menjadi pekak.
7. (Aulkultasi).
a. saya mendengarkan suara nafas pada kedua hemithoraks secara zigzag.
( N: bunyi Vesikuler)
b. selanjutnya saya mendengarkan suara bronkial pada trakeal dan
suprasternal.
c. kemudian mendengarkan suara bronkovesikuler pada cospus sterni.
d. saya memastikan tidak ada suara tambahan.
8. silahkan bangun pak, saya akan mulai pemeriksaan thorax bagian posterior
9. (inspeksi) saya menginspeksi bagian thoraks posterior (simetris tidak, tulang
belakang apakah ada kelainan, massa, deformitas, perubahan kulit, pergerakan dada
yang tertinggal saat bernafas)
10. (palpasi)
a. saya palpasi dengan kedua tangan menempel pada dinding thoraks dan
meminta pasien bernafas dalam serta perhatikan pergerakan kedua lapang paru
kanan dan kiri (pada setiap lobus paru).
b. saya menilai taktil fremitus dengan sisi ulnar tangan pada thoraks, kemudian
meminta pasien menarik nafas dan hembuskan sembari mengucapkan 77
(pada setiap lobus paru)
11. (perkusi)
a. selanjutnya saya melakukan perkusi pada hemithoraks kanan dan kiri
secara zigzag
b. selanjutnya saya menentukan batas paru belakang kanan dan kiri dengan
perkusi dari bagian bawah skapula sampai pinggir bawah iga hingga bunyi
sonor berubah menjadi redup.
c. lalu saya tentukan batas peranjakan paru dengan menyuruh pasien menarik
napas dalam tahan dan saya perkusi lagi kebawah hingga suara sonor menjadi
redup kembali (N: batas paru turun 2 jari kebawah)
12. (Aulkultasi).
a. saya mendengarkan suara nafas pada kedua hemithoraks belakang secara
zigzag. (N: bunyi vesikuler)
b. selanjutnya saya mendengarkan suara bronkovesikuler pada interscapula.
c. saya memastikan tidak ada suara tambahan seperti rhonki, wheezing.
DEKOMPRESI PARU
1. (perkenalan diri) tok tok, assalamualaikum wr.wb. permisi saya menggunakan cairan
antiseptik terlebih dahulu, saya dokter (nama) yang bertugas pada pagi hari ini.
2. (inform consent) pada pagi hari ini saya akan melakukan needle decompresi dengan
tujuan untuk membantu mengeluarkan udara yang berada cavum thorax extrapulmo
pada bapak, sebagai tindakan penyelamatan, apakah bapak bersedia?
3. selanjutnya saya akan menyiapkan alat dan Bahan (Kassa steril, Povidon iodine,
Alkohol 70% , Klem jaringan, kom (mangkuk kecil itulo), Spuit 10 cc, Lidokain
ampul IV kareter No. 14, Duk steril, Sarung tangan steril, Plester)
4. selanjutnya saya akan mencuci tangan
5. kemudian melakukan pemeriksaan fisik toraks pada pasien untuk menentukan status
respirasi.
6. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.
7. Identifikasi ICS II, di linea midklavikula di sisi tension pneumotorakss.
8. selanjutnya saya akan gunakan handscoon steril terlebih dahulu
9. selanjutnya saya akan melakukan desinfeksi menggunakan kapas povidon iodin.
10. pasang duk steril
11. Berikan anestesi lokal jika pasien sadar atau keadaan mengijinkan.
12. posisikan iv cateter 90 derajat untuk menusuk tepi atas costa III (ICS II)
13. cabut jarum dari abocath
14. lakukan fiksasi
PUNGSI PLEURA

1. (perkenalan diri) tok tok, assalamualaikum wr.wb. permisi saya menggunakan cairan
antiseptik terlebih dahulu, saya dokter (nama) yang bertugas pada pagi hari ini.
2. (inform consent) pada pagi hari ini saya akan melakukan pungsi pleura dengan tujuan
untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura, sebagai terapi dan juga diagnostic
(ambil specimen), apakah bapak bersedia?
selanjutnya saya akan menyiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu (handscoon
steril, spuit 5 cc dan 50 cc, Kateter vena nomor 16, Three way stopcock, Blood set,
Lidocain 2%, Alkohol 70 %, Betadine, Kasa steril, Plester, Beberapa tabung/spuit
untuk pemeriksaan specimen)
3. selanjutnya bapak silahkan posisi duduk membelakangi saya.
4. kemudian menentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan
foto toraks.
5. Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya
tempat insersi di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang
interkostal, tepi atas iga (ICS posterior 7,8,9)
6. Desinfeksi dengan kasa povidon iodine
7. Anastesi lokal (?) dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan
anestesi lokal intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga
terasa jarum menembus pleura.
8. Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum
pleura sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
9. Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine.
10. Selanjutkan tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi
lokal dan apabila telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum
dicabut.
11. sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan
spuit 50 cc (untuk aspirasi).
12. Dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc.
13. Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan blood set (untuk
pembuangan).
14. Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura.
15. Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran blood set.
16. Kran threeway stopcock kembali di putar ke arah rongga pleura dan dilakukan
aspirasi kembali 50 cc.
17. Dilakukan evakuasi sampai jumlah cairan maksimal 1500 cc.
18. Setelah selesai evakuasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan ditutup dengan
kasa steril yang telah diberi betadine.
19. Spesimen kemudian diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan.
pungsi pleura telah selesai kemudian lakukan pengawasan pasca tindakan dengan foto
toraks kontrol segera untuk melihat keberhasilan pungsi yang telah dilakukan dan
mengamati komplikasi yang mungkin terjadi ([pneumotoraks, hematotoraks, infeksi.
INHALER DAN NEBULIZER

Cuci tangan, perkenalan, inform consent


Persiapkan alat dan bahan : kompresor dan nebuliser chamber

Main unit, air hose (selang), nebulizer cup, masker, obat bronkodilator ex salbutamol
- Cek obat, expired date, sambungkan selang, nebul, dan masker. sambungkan nebul ke listrik.
- buka tutup nebul cup, masukan obat sesuai dosis.
- Pasien diminta berkumur terlebih dahulu
- silahkan bapak ambil posisi senyaman mungkin (setengah duduk/berbaring)
- pak, ini maskernya dipasang ya pak, nanti akan keluar uap, kemudian nanti silahkan dihirup
perlahan-lahan dan dalam sampai nanti obatnya habis ya pak. (sekitar 10-15 menit)
Hidupkan nebulizer (ON)
Jika pasien juga mendapat terapi oksigen, bisa langsung sambungkan dengan tabung oksigen.
Jika medikasi dan terapi oksigen secara bersamaan  rate flownya 6-8 lpm
MDI (metered dose inhaler) tanpa spacer
- Posisi diri : duduk tegak, rileks
- buka cap mouthpiece, pastikan mouthpiece bersih
- kocok ringan inhaler
- pegang inhaler dengan jempol dibagian dasar dan telunjuk diatas
- keluarkan napas
- lalu masukan mouthpiece diantara gigi, jangan digigit, dan pastikan mouthpiece tertutup oleh
bibir shg tidak ada udara yg keluar dari mulut
- lalu ambil napas dalam perlahan sembari keluarkan obat dengan menekan bagian atas inhaler,
dan teruskan menarik napas dengan stabil (3 – 5 detik)
- tahan napas hingga 10 detik, kemudian bernapas normal
- jika perlu, ulangi setelah 30 detik

MDI (metered dose inhaler) dengan spacer


- Posisi diri : duduk tegak, rileks
- buka cap mouthpiece, pastikan mouthpiece bersih
- masukan mouthpiece inhaler ke spacer
- kocok ringan inhaler
- keluarkan napas
- lalu masukan mouthpiece diantara gigi, jangan digigit, dan pastikan mouthpiece tertutup oleh
bibir shg tidak ada udara yg keluar dari mulut
- lalu ambil napas dalam perlahan sembari keluarkan obat dengan menekan bagian atas inhaler,
dan teruskan menarik napas dengan stabil (3 – 5 detik)
- tahan napas hingga 10 detik, kemudian bernapas normal
- spacer akan berbunyi seperti siulan jika pasien bernapas terlalu cepat
pemasangan infus dan resusitasi cairan dewasa anak

1. pada pagi hari ini saya akan melakukan pemasangan infus pada ibu, untuk
memberikan cairan pada ibu, apakah bersedia ?
2. jika bersedia saya akan mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, disini ada
infus set, abocath, cairan RL sebagai cairan infus yang akan diberikan, torniquet,
plester, kapas berakhohol, kassa steril, povidone iodine.
3. pertama saya pasang infus set ke cairan infus, saya pastikan udara telah keluar dari
selang infus dengan mengalirkan infus lalu saya klem, lalu saya gantung agar tetap
steril.
4. saya keluarkan abocath di tempat steril.
5. saya siapkan plester
6. saya pasang torniquet dan menaruh alas dibawah tangan
7. saya akan mencari lokasi vena yang akan dipasang infus, di vena metacarpal.,
silahkan tangannya menggenggam, sudah saya dapatkan.
8. saya cuci tangan 7 langkah, dan memakai handscoon
9. saya desinfeksi secara melingkar dari dalam keluar tempat penusukan
10. kemudian saya akan mulai menusukan abocath dengan lubang menghadap ke atas.
sudah terdapat darah, menandakan penusukan tepat di vena
11. saya lepas torniquet
12. saya keluarkan jarum abocath sembari mendorong lebih dalam abocath, kemudian
menyambungkan dengan infus set.
13. saya pastikan infus set mengalir, kemudian saya klem kembali
14. saya fiksasi dengan plester kupu-kupu lalu letak kassa betadine diatas pemasangan
infus, lalu plester dua kali melintang
15. lalu saya mengatur tetesan sesuai dengan yang dibutuhkan
16. pemasangan infus telah selesai, tidak ada masalah selama pemasangan infus, ada
yang mau ditanyakan, jika tidak ada terimakasih, jazaaaa

dewasa anak-anak
BB 10 kg pertama = 1 liter cairan 4 ml/kgBB/jam : berat badan 10 kg pertama
BB 10 kg kedua = 0,5 liter cairan 2 ml/kgBB/jam : berat badan 10 kg kedua
BB >> 10 kg = 20 mLx sisa BB 1 ml/kgBB/jam : sisa berat badan selanjutnya
Atau 35 – 40 cc/kgBB/hari

Rumus cairan resusitasi = Derajat dehidrasi x kg BB


Derajat Dehidrasi Dewasa Anak
Dehidrasi ringan 4% 4% - 5%
Dehidrasi Sedang 6% 5% -10 %
Dehidrasi Berat 8% 10% - 15%
Syok 15% - 20 % 15% - 20%
Cairan pada luka bakar menurut Formula Baxter.
 Total Cairan : 4 cc x kgBB x LLB
1. derajat ringan : LLB < 15 %
2. derajat sedang : LLB 10 – 15%
3. derajat berat : LLB > 20 %
Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama dan sisanya dalam 16 jam berikutnya.

kata dr andre : 1 jam pertama 20cc/kgBB/jam,


nanti ngurangin cairan 50% di 8 jam pertama, dan jadinya 7 jam
hitung TPM
Jumlah cairan yg diberikan x faktor tetesan (20gtt makro/60 gtt mikro)
Lama pemberian x 60 “
Dalam mL/jam
Vol total cairan yg diberi : Jam pemberian = mL/jam
pemasangan kateter

1. pada pagi hari ini saya akan melakukan pemasangan kateter untuk membantu
mengeluarkan urin, apakah bersedia?
2. jika bersedia saya akan menyiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu.
a. meletakan alas steril
b. mengeluarkan kateter dari bungkusan pertama
c. membuka urin bag
d. masukan NaCl/auqades 15-20 ml di spuit
e. masukan xylocain di spuit 5 ml
f. siapkan plester
3. silahkan bapak berbaring ditempat tidur, pakaian bagian bawahnya dibuka ya
pak, saya meletakkan bengkok di bawah pasien
4. saya mencuci tangan 7 langkah, pasang handscoon steril
5. saya desinfeksi mulai dari (laki-laki) glans penis, penis, batang penis, pangkal penis,
skrotum, perineum secara melingkar dari dalam keluar/ (wanita) klitoris, vestibulum
vagina, labia minor, perineum
6. kemudian saya pasang duk steril berlubang
7. saya akan masukan xylocain ke penis, permisi ya bapak, rileks, tarik napas  gak
usah, gak ada klem penis
8. saya menutup meatus uretra menggunakan jari/klem penis, tunggu 5 menit  gak
usah, gak ada klem penis
9. saya mulai memasukan kateter yang telah diolesi lubrican gel dg tangan/pinset, rilek
pak, jika terdapat tahanan silahkan tarik napas pak. kemudian dorong kateter
10. jika terdapat urin yang keluar menandakan kateter benar masuk ke vesika urinaria,
saya tampung di bengkok, lalu di klem
11. kemudian saya masukan lagi sampai batas percabangan
12. saya kembangkan balon kateter dg NaCl 15-20 cc, kemudian saya tarik kateter, jika
tertahan menandakan balon kateter sudah mengembang dengan benar tertahan di
vesika urinaria
13. saya lepas duk berlubang
14. saya sambungkan dengan urin bag
15. saya lepas klem kateter
16. saya fiksasis di inguinal atau pangkal paha pasien
17. saya menilai volume, warna urin pasien
18. saya bereskan alat-alat
19. pemasangan telah selesai, tidak ada masalah selama pemasangan, ada yang mau
ditanyakan, jika tidak ada, terimakasih jazaaaaa
PEMASANGAN NGT

1. (perkenalan diri) tok tok, assalamualaikum wr.wb. permisi saya menggunakan cairan
antiseptik terlebih dahulu, saya dokter (nama) yang bertugas pada pagi hari ini.
2. (inform consent) pada pagi hari ini saya akan melakukan pemasangan nasogastric
tube untuk membantu mengeluarkan cairan pada lambung/memasukan
makanan/diagnostic cairan lambung, apakah bapak bersedia?
3. saya menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu (selang NGT – 16/18 untuk lavage
lambing, 10 untuk feeding – lubricant gel, handuk, spuit 50 cc, stetoskop, bengkok)
4. silahkan bapak berbaring 30-45 derajat, kemudian saya letakan handuk dan bengkok
didekat bapak.
5. saya periksa ada tidaknya sumbatan dihidung, dan memastikan lubang hidung yang
paling besar dan terbuka.
6. saya mengukur selang dengan mengukur dari ujung hidung kearah tragus telinga,
turun ke prosesus xifoideus dan ditambahkan 6 cm dibawahnya, lalu tandai.
7. olesi lubricant gel
8. masukan ngt sambil meminta pasien bernapas melalui mulut dan melakukan gerakan
menelan, jika tidak bisa diberikan air minum.
9. jika pasien batuk atau gelisah atau terlihat embun pada tube, tarik sedikit kemudian
masukan perlahan kembali.
10. masukan hingga batas yang ditandai
11. lalu injeksikan udara 50 cc ke lambung sambil didengarkan dengan stetoskop
12. fiksasi ngt
13. selesaii..
NAMA : Aisyah Wanda Puspaningtyas

NIM : 6120020016

COVID-19 and risk of pulmonary fibrosis : the importance of planning


ahead

Pneumonia interstisial merupakan penyebab rawat inap paling umum


untuk Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan mungkin diperumit oleh
sindrom distres pernapasan akut, gagal nafas refrakter, dan kematian. Di sisi
lain, mereka yang selamat dari pneumonia COVID-19 mungkin memiliki risiko
terjadinya sekuele kronis yang tidak diketahui. Dari studi observasional,
diketahui bahwa beberapa penyintas SARS-CoV-1 telah berkembang
remodeling paru fibrotik, kelainan restriktif paru, terkait dengan gangguan
toleransi latihan dan kualitas hidup yang buruk. Berdasarkan banyaknya
persamaan antara SARS-CoV-2 dan infeksi SARS-CoV-1, muncul hipotesis
bahwa fibrosis paru mungkin merupakan konsekuensi jangka panjang yang
terjadi dari pneumonia COVID-19. Penilaian konsekuensi jangka panjang dari
COVID-19 dengan demikian menjadi penting. Oleh karena itu perlu ditekankan
pada pentingnya:

a) pengaturan strategi follow-up khusus keterlibatan paru pada pasien


COVID-19 untuk menilai kemungkinan perkembangan menuju fibrosis
paru;
b) merawat pasien berisiko dari fase awal dengan terapi pencegahan
perkembangan fibrosis paru dikemudian hari.

Pada 2 Mei 2020, lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia telah
didiagnosis dengan COVID-19, dengan hampir 230.000 kematian. Pneumonia
interstisial adalah salah satunya tanda paling umum dari COVID-19 dan dapat
diperumit oleh sindrom distres pernapasan akut (ARDS), suatu kondisi dengan
tingkat mortalitas yang tinggi, terutama pada lansia dengan banyak
komorbiditas. Namun, derajat keterlibatan paru-paru sangat mungkin bervariasi
di antara pasien, mulai dari ringan hingga mematikan (Gambar 1). Namun
demikian, sebagian besar pasien dengan pneumonia COVID-19 bertahan dari
fase akut dan saat ini tidak diketahui apakah mereka berisiko terjadi
konsekuensi jangka panjang pada fungsi paru-paru.
Gambar 1. Gambar Serial High-Resolution Computed Tomography (HRCT)
dari tiga pasien terkonfirmasi SARS-CoV-2, menunjukkan kemungkinan evolusi
yang berbeda dari keterlibatan paru-paru.
a) Keterlibatan paru-paru COVID-19 ringan pada seorang wanita berusia 39
tahun, hampir tidak menunjukkan gejala dan dirawat di rumah dengan
hydroxychloroquine.
1) HRCT pada hari 1 menunjukkan subpleural mono-lateral ground-
glass opacity (GGO) kecil di segmen superior lobus inferior kiri,
2) berkurang secara signifikan pada hari ke 7
3) hampir sepenuhnya sembuh setelah dua minggu.
b) Pneumonia COVID-19 yang parah pada seorang pria 67 tahun, dirawat di
rumah sakit dan dirawat dengan tocilizumab dan dukungan ventilasi
dengan evolusi yang menguntungkan.
1) HRCT pada hari 1 menunjukkan beberapa daerah subpleural
bilateral dan perifer GGO yang tidak merata terkait dengan
penebalan septum interlobular terbatas
2) Pada hari ke 5, ada perkembangan penyakit yang signifikan
dengan konsolidasi ruang udara
3) Setelah tiga minggu, HRCT menunjukkan pengurangan yang
signifikan dari ekstensi dan keparahan konsolidasi dengan sisa
GGO dan penebalan peribronkovaskular
c) Pneumonia COVID-19 parah pada seorang pria berusia 74 tahun, dirawat
di rumah sakit dengan hasil yang buruk.
1) HRCT pada hari 1 menunjukkan GGO ekstensif bilateral dengan
distribusi difus yang terkait dengan retikulasi dalam crazy-paving
pattern, terutama di lobus bawah
2) Pada hari ke-9, ada pengurangan GGO dengan evolusi progresif
dalam konsolidasi perifer
1) Akhirnya, HRCT pada hari ke 18 menunjukkan bilateral difus
GGO dan peningkatan konsolidasi di posterior pada sindrom
pernapasan distres akut yang parah.

Antara November 2002 dan Agustus 2003, wabah SARS-CoV-1


mengakibatkan lebih dari 8000 kasus dan 900 kematian. Infeksi SARS-CoV-1
terutama menyebabkan pneumonia interstitial atipikal, bernama SARS, sering
diperumit oleh ARDS (sekitar sepertiga dari pasien). Beberapa pasien bertahan
hingga fase akut dan kemudian ditindaklanjuti oleh beberapa penelitian yang
menilai konsekuensi paru jangka panjang dari SARS. Suatu studi menyatakan
dari 97 orang penyintas SARS, setelah satu tahun follow-up, kelainan pada
radiografi thorax didapatkan pada 28% pasien, saat pengujian fungsi paru
(pulmonary function test / PFT) menunjukkan penurunan forced vital capacity
(FVC), total lung capacity (TLC) dan kapasitas difusi untuk karbon monoksida
(diffusing capacity for carbon monoxide / DLCO) <80% dari prediksi dalam
4%, 5% dan 24% dari masing-masing pasien. Khususnya, kelainan radiografi
yang berkorelasi dengan gangguan fungsional. Selain itu, FVC dan DLCO
adalah satu-satunya prediktor independen dari dilakukannya six- minute-
walking-test, yang secara signifikan lebih rendah pada penyintas SARS
dibandingkan kontrol dengan usia yang sama yang sehat. Demikian pula, para
penyintas SARS memiliki kualitas hidup yang lebih buruk secara keseluruhan,
dengan pasien yang dirawat ke unit perawatan intensif (32%) menunjukkan
penurunan yang lebih besar pada PFT daripada mereka yang dirawat di bangsal
medis. Di antara 55 pasien dengan follow-up dua tahun, FVC, TLC dan DLCO
menurun pada 16%, 11% dan 53% pasien, masing-masing, menunjukkan
gangguan fungsi paru-paru. Baru-baru ini, kelainan difusi paru-paru diamati
pada sekitar sepertiga pasien dalam studi tindak lanjut 15 tahun pada 71 orang
yang selamat dari SARS. Gejala sisa jangka panjang dari SARS di computed
tomography (CT) (misalnya air trapping, ground-glass opacities, retikulasi,
dan traksi bronkiektasis) ditemukan pada lebih dari setengah populasi dari 40
pasien selama masa tindak lanjut yang berlangsung hingga enam bulan.
Meskipun jumlah segmen paru yang terlibat lebih rendah pada akhir follow-up
84 bulan, penebalan septum intralobular dan interlobular mengatasi gambaran
ground-glass opacities sebagai dominan lesi, dan menunjukkan remodeling
paru yang sedang berlangsung.
Temuan dari CT dan PFT mirip dengan karakteristik fibrosis paru,
didapatkan penebalan membran alveolus dan remodeling interstisial yang
biasanya mempengaruhi difusi gas dan menurunkan compliance paru. Dengan
demikian, sampel biopsi sementara menunjukkan edema paru, deskuamasi
pneumosit dan pembentukan membran hialin selama tahap awal SARS, deposisi
fibrin dan infiltrasi sel inflamasi dan fibroblas ditemukan beberapa minggu
kemudian, dan berkemungkinan sebagai tanda awal fibrosis paru.

Selama fase akut pneumonia COVID-19, cedera paru terutama berasal


dari respon inflamasi terhadap infeksi virus dengan kemungkinan superinfeksi
bakteri. Disfungsi endotel dan kerusakan mikrovaskular karena kejadian
tromboemboli lokal adalah kemungkinan lain penyebab kerusakan paru-paru.
Sebuah perubahan histopatologis yang mirip dengan SARS telah diamati pada
pneumonia COVID-19, dengan deposisi fibrin intra-alveolar dan interstitial,
infiltrat inflamasi kronis, beberapa minggu setelah diagnosis awal. Meskipun
mekanisme yang mungkin terlibat dalam remodeling jangka panjang belum
diketahui, respon perbaikan kerusakan dengan dominasi jalur pro-fibrotik
mungkin terlibat, sementara stres mekanis yang berkaitan dengan ventilasi
invasive juga dapat berkontribusi.

Khususnya, infeksi coronavirus dapat secara langsung menginisiasi


fibrosis paru setidaknya oleh karena dua mekanisme. Protein nukleokapsid
SARS-CoV-1 diketahui secara langsung meningkatkan faktor pertumbuhan
transformasi-beta (transforming growth factor-beta / TGF-b), yang merupakan
pro-fibrotik yang kuat. Apakah SARS-CoV-2 memiliki mekanisme seperti itu
tidak diketahui, meskipun protein nukleokapsidnya 90% mirip dengan SARS-
CoV-1. Coronavirus juga menginduksi penurunan regulasi angiotensin
converting-enzim-2, mengurangi angiotensin II di paru-paru. Angiotensi II dapat
meningkatkan regulasi TGF-b dan faktor pertumbuhan jaringan ikat (connective
tissue growth factor).

Banyaknya kesamaan antara COVID-19 dan SARS membuat kita


membayangkan risiko perkembangan yang sebanding menuju fibrosis paru.
Mengingat besarnya pandemi COVID-19, tampaknya mendesak untuk
menyelidiki apakah para penyintas mungkin berisiko untuk berkembang gejala
sisa paru kronis. Selanjutnya, pasien dengan penyakit kardiovaskular yang lebih
berisiko COVID-19, dengan kemungkinan memburuknya fungsi kapasitas paru
tidak boleh diabaikan setelah sembuh dari penyakit akut. Selain itu, konsekuensi
dari remodeling paru mungkin lebih jelas pada pasien dengan disfungsi jantung
sebelumnya, sementara gejala seperti dyspnoea dan kelelahan dapat menjadi ciri
kedua kondisi. Pengaturan rawat jalan khusus untuk follow-up para penyintas
COVID-19 dapat membantu dan pendekatan multidisiplin, melibatkan ahli
pneumologi dan ahli jantung. Di sisi lain, penggunaan serial PFT dan/atau tes
pencitraan pada fase awal pasca-pemulangan, serta dalam jangka menengah dan
panjang, dapat menggambarkan kondisi paru aktual dari penyintas COVID-19.
Selain itu, jika risiko fibrosis paru jangka panjang terkonfirmasi, identifikasi
faktor risiko dan marker awal fibrosis paru menjadi penting, mendukung
penerapan strategi pencegahan dalam subset yang berisiko lebih tinggi.

Gambar 2. Kemungkinan perkembangan pneumonia COVID-19 menjadi


fibrosis paru, dan strategi pencegahan.
Kedua gambar HRCT menunjukkan kasus pneumonia COVID-19 parah yang
dalam penyembuhan setelah tiga minggu pada seorang pria 67 tahun. Meskipun
secara klinis stabil dan hampir keluar, residual interstisial yang persisten
terlihat di HRCT (panel kedua) dapat menjadi tanda awal fibrosis jangka
panjang.

Dalam hal ini, tiga strategi pokok untuk mengurangi kemungkinan


perkembangan fibrosis paru yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1) penghambatan replikasi virus yang lebih intens dan
berkepanjangan
2) penghambatan lama respon inflamasi
3) administrasi dari obat antifibrotik.

Sampai saat ini, tidak diketahui apakah pemberian awal dan/atau


berkepanjangan agen antivirus dapat mencegah remodeling paru-paru, atau
apakah beberapa agen antivirus memiliki nilai lebih besar pada beberapa orang.
Meskipun penggunaan anti inflamasi dalam fase akut COVID-19 masih
diperdebatkan, pemberian kortikosteroid dosis rendah jangka panjang dapat
mencegah remodeling paru maladaptif pada penderita ARDS. Namun demikian,
rasio manfaat-risikonya harus dievaluasi dengan hati-hati, terutama pada pasien
dengan komorbiditas seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan gagal jantung
kronis. Di sisi lain, karena Angiotensin II mungkin juga berperan utama dalam
pengembangan fibrosis paru, penggunaan angiotensin-converting enzyme
inhibitor mungkin melindungi pasien dari konsekuensi kronis, meskipun masih
harus diklarifikasi. Obat lain, seperti pirfenidone dan nintedanib, saat ini
disetujui untuk perawatan fibrosis paru idiopatik. Selain efek anti-fibrotiknya,
keduanya tampak juga memiliki efek anti-inflamasi, sehingga menarik perhatian
dalam penggunaannya pada fase akut pneumonia COVID-19. Sebuah
multisenter, acak, uji klinis terbuka (pengidentifikasi ClinicalTrials.gov:
NCT04282902) saat ini sedang menguji efek dari empat minggu penggunaan
pirfenidone pada temuan CT dan pertukaran gas pasien COVID-19. Meskipun
demikian, uji coba lebih lanjut dengan durasi lebih lama diperlukan untuk
memperjelas kemampuan anti-fibrotik dalam hal ini.

Selama bulan-bulan berikutnya, jumlah pasien terinfeksi SARS-CoV-2


yang selamat dari fase akut dengan bukti klinis dan CT dari keterlibatan paru
diperkirakan akan tumbuh secara eksponensial. Relevansi tak terbantahkan dari
pendekatan pada fase akut, gejala sisa jangka panjang pada fungsi paru tidak
boleh diabaikan. Beberapa pasien berisiko mengalami remodeling fibrotik yang
sudah berlangsung lama, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan
kelangsungan hidup. Oleh karena itu, mengklarifikasi konsekuensi jangka
menengah dan panjang pneumonia COVID-19, strategi pencegahan dan tindak
lanjut yang potensial dapat bermanfaat dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai