Jln. Mr. Cokrokusumo No.54 RT.015/005, Kel. Cempaka, Kec. Cempaka, Kota
Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kode Pos 70733
Contact Person : 0896-5985-6821
Follow my Instagram @basyir.elphisic.elbanjari
𝑉𝑥 2 = 𝑉0𝑥 2 + 2𝑉0𝑥 𝑎𝑥 𝑡 + 𝑎𝑥 2 𝑡 2
𝑉𝑦 2 = 𝑉0𝑦 2 + 2𝑉0𝑦 𝑎𝑦 𝑡 + 𝑎𝑦 2 𝑡 2
+
𝑉𝑥 2 + 𝑉𝑦 2 = 𝑉0𝑥 2 + 𝑉0𝑦 2 + 2𝑉0𝑥 𝑎𝑥 𝑡 + 2𝑉0𝑦 𝑎𝑦 𝑡 + 𝑎𝑥 2 𝑡 2 + 𝑎𝑦 2 𝑡 2
𝑉𝑥 2 + 𝑉𝑦 2 = 𝑉0𝑥 2 + 𝑉0𝑦 2 + 2(𝑉0𝑥 𝑎𝑥 + 𝑉0𝑦 𝑎𝑦 )𝑡 + (𝑎𝑥 2 + 𝑎𝑦 2 )𝑡 2 … (4)
Koefisien dari 𝑡 dan 𝑡 2 pada persamaan dapat kita lihat bahwa dia berupa suatu nilai yang
konstan karena suku-suku di dalamnya konstan pula. Maka kita bisa gantikan dengan
koefisien yang lebih sederhana.
𝑉 2 = 𝑉0 2 + 𝑝𝑡 + 𝑞𝑡 2
Akhirnya kita dapatkan persamaan kecepatan partikel sebagai fungsi waktu. Pada saat
𝑡0 = 0 kecepatan benda adalah 𝑉0. Satu detik berikutnya atau pada 𝑡 = 1 s kecepatan
benda menjadi sepertiga kecepatan pada satu detik sebelumnya 𝑉1 = 𝑉0 /3. Satu detik
berikutnya lagi atau pada 𝑡 = 2 s kecepatan benda menjadi sepertiga kecepatan pada
satu detik sebelumnya 𝑉2 = 𝑉1 /3 = 𝑉0 /9 dan seterusnya. Kita gunakan data ini mencari
nilai koefisien 𝑝 dan 𝑞.
Ketika 𝑡 = 1 s ⟹ 𝑉1 = 𝑉0 /3
𝑉1 2 = 𝑉0 2 + 𝑝𝑡 + 𝑞𝑡 2
𝑉0 2 8
= 𝑉0 2 + 𝑝 + 𝑞 ⟹ 𝑝 + 𝑞 = − 𝑉0 2 … (5)
9 9
Ketika 𝑡 = 2 s ⟹ 𝑉2 = 𝑉0 /9
𝑉2 2 = 𝑉0 2 + 𝑝𝑡 + 𝑞𝑡 2
𝑉0 2
= 𝑉0 2 + 2𝑝 + 4𝑞
81
80 40
2𝑝 + 4𝑞 = − 𝑉0 2 ⟹ 𝑝 + 2𝑞 = − 𝑉0 2 … (6)
81 81
Eliminasi 𝑝 dari persmaan (5) dan (6)
8
𝑝 + 𝑞 = − 9 𝑉0 2
40
𝑝 + 2𝑞 = − 81 𝑉0 2
−
32
−𝑞 = − 81 𝑉0 2
32 2
𝑞= 𝑉
81 0
Subtitusi 𝑞 ke persamaan (6) untuk mendapatkan 𝑝
32 2 40 104 2
𝑝+2 𝑉0 = − 𝑉0 2 ⟹ 𝑝 = − 𝑉
81 81 81 0
13 + √7 13 − √7
𝑇= ≈ 1,956 s dan 𝑇 = ≈ 1,294 s
8 8
OSP Fisika 2015 Number 2
BATANG TEGAR DI ATAS MEJA
Sebuah batang tegar AB dengan panjang 𝐿 bermassa 𝑚 berada di atas meja horisontal
licin. Sebuah tali tak bermassa dipasang pada katrol licin dimana ujung yang satu
dihubungkan pada ujung batang A, sedangkan ujung tali satunya lagi dihubungkan
dengan beban 𝑀 (lihat gambar di bawah). Mula-mula batang AB tegak lurus dengan tali
tersebut, kemudian beban M dilepaskan.
𝐿
𝑚
a. Sesaat setelah beban 𝑀 dilepaskan, tentukan tegangan tali, percepatan beban 𝑀 serta
percepatan pusat massa batang 𝑚.
b. Tentukan posisi titik pada batang (diukur dari A) yang memiliki percepatan nol pada
saat beban 𝑀 dilepaskan.
Pembahasan :
a. Perhatikan diagram gaya dan arah percepatan masing-masing benda di bawah ini!
𝛼
𝑇
𝑎
𝐴
𝑇
𝑀𝑔
𝛼
𝑚 𝑔 𝑅
𝑣0
𝑀
a. Pada saat partikel tersebut berada pada permukaan seperempat lingkaran dimana
sudut yang dibentuk antara garis yang menghubungkan partikel dan pusat lingkaran
dengan garis vertikal ke bawah adalah 𝛼, tentukan masing-masing besar kecepatan
partikel dan kecepatan kereta terhadap lantai sebagai fungsi 𝛼.
b. Tentukan kecepatan partikel terhadap lantai tepat ketika meninggalkan kereta.
c. Tentukan jarak yang ditempuh kereta sejak partikel meninggalkan kereta hingga
kembali menumbuk kereta tersebut.
d. Ketika partikel tersebut kembali menumbuk kereta dan sudah berada pada lintasan
horisontal kereta tersebut, tentukan besar kecepatan partikel dan kereta terhadap
lantai.
Pembahasan :
a. Karena seluruh permukaan licin, ketika partikel masih berada di lintasan mendatar di
atas kereta, kereta masih diam. Hal ini dikarenakan tidak ada gaya yang bekerja pada
arah horizontal baik pada partikel maupun pada kereta. Namun ketika partikel tiba di
lintasan seperempat lingkaran, dia akan memberikan gaya normal pada kereta dan
gaya normal ini memiliki komponen pada arah horizontal sehingga kereta akan
bergerak maju. Misalkan ketika partikel berada di lintasan seperempat lingkaran dan
membentuk sudut 𝛼, kecepatan partikel relatif terhadap kereta adalah 𝑢 dan
kecepatan kereta adalah 𝑉.
𝛼 𝑢
𝑅
𝑚 𝛼
Karena pada sistem tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada arah horizontal, maka
momentum linear arah sumbu 𝑥 akan tetap atau kekal
𝑚
𝑚𝑣0 = 𝑚(𝑉 + 𝑢 cos 𝛼) + 𝑀𝑉 ⟹ 𝑉 = (𝑣 − 𝑢 cos 𝛼) … (1)
𝑀+𝑚 0
Karena semua permukaan licin dan gaya luar yang bekerja konservatif, energi
mekanik sistem akan kekal. Kecapatan yang digunakan adalah kecepatan partikel dan
kereta terhadap lantai. Jadikan permukaan horizontal kereta sebagai acuan energi
potensial sama dengan nol.
1 1 1
𝑚𝑣0 2 = 𝑚[(𝑉 + 𝑢 cos 𝛼)2 + (𝑢 sin 𝛼)2 ] + 𝑀𝑉 2 + 𝑚𝑔𝑅(1 − cos 𝛼)
2 2 2
𝑀
𝑣0 2 = 𝑉 2 + 2𝑉𝑢 cos 𝛼 + 𝑢2 (sin2 𝛼 + cos 2 𝛼) + 𝑉 2 + 2𝑔𝑅(1 − cos 𝛼)
𝑚
𝑀 + 𝑚
𝑣0 2 = 2𝑉𝑢 cos 𝛼 + 𝑢2 + 𝑉 2 + 2𝑔𝑅(1 − cos 𝛼) … (2)
𝑚
Subtitusi persamaan (1) ke (2)
2
2
𝑚 𝑀+𝑚 𝑚
𝑣0 = 2 ( (𝑣0 − 𝑚𝑢 cos 𝛼)) 𝑢 cos 𝛼 + 𝑢2 + ( (𝑣 − 𝑢 cos 𝛼))
𝑀+𝑚 𝑚 𝑀+𝑚 0
+ 2𝑔𝑅(1 − cos 𝛼)
2𝑚 𝑚
𝑣0 2 = 𝑢 cos 𝛼 (𝑣0 − 𝑢 cos 𝛼) + 𝑢2 + (𝑣 2 + 𝑢2 cos 2 𝛼 − 2𝑣0 𝑢 cos 𝛼)
𝑀+𝑚 𝑀+𝑚 0
+ 2𝑔𝑅(1 − cos 𝛼)
(𝑀 + 𝑚)𝑣0 = 2𝑚𝑢 cos 𝛼 (𝑣0 − 𝑢 cos 𝛼) + (𝑀 + 𝑚)𝑢2
2
625 + 50 cos 𝛼
𝑢=√ m/s
3 + 2 sin2 𝛼
Kecepatan kereta sebagai fungsi 𝛼 adalah
2 625 + 50 cos 𝛼
𝑉= (15 − cos 𝛼 √ )
3+2 3 + 2 sin2 𝛼
25 + 2 cos 𝛼
𝑉 = 6 − 2 cos 𝛼 √ m/s
3 + 2 sin2 𝛼
Kecepatan kereta partikel terhadap lantai sebagai fungsi 𝛼 adalah
𝑣 = √𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2
d. Saat partikel kembali bertemu dengan kereta, partikel akan tepat bersinggungan
dengan ujung lintasan lingkaran paling atas (kebalikan dari ketika partikel
meninggalkan kereta). Selanjutnya, partikel akan bergerak menuruni lintasan
lingkaran hingga akhirnya kembali menyusuri lintasan kereta yang horisontal. Dari
awal sampai sini, tidak ada kehilangan energi pada sistem kereta dan partikel karena
semua permukaan licin dan tidak ada gaya eksternal pada arah horizontal pada
sistem, maka energi kinetik sistem dan momentumnya arah horizontal kekal. Pada
arah vertikal, momentum sistem tidak kekal karena ada gaya luar yaitu gaya gravitasi.
Keadaan pertama adalah ketika kereta masih diam (𝑉 = 0) dan partikel bergerak
dengan kecepatan terhadap lantai 𝑢 = 15 m/s. Keadaan kedua adalah ketika partikel
sudah kembali ke lintasan horisontal dengan kecepatan terhadap lantai 𝑣′ yang
berarh ke kiri dan kecepatan kereta terhadap lantai 𝑉’.
Kekelan momentum pada arah horizontal
𝑚𝑣0 = 𝑚(−𝑣 ′ ) + 𝑀𝑉′
𝑚(𝑣0 + 𝑣 ′ ) = 𝑀𝑉 ′ … (3)
Kekekalan energi energi mekanik sistem
1 1 2 1 2
𝑚𝑣0 2 = 𝑚𝑣 ′ + 𝑀𝑉 ′
2 2 2
2 2
𝑚(𝑣0 2 − 𝑣 ′ ) = 𝑀𝑉 ′
2
𝑚(𝑣0 − 𝑣 ′ )(𝑣0 + 𝑣 ′ ) = 𝑀𝑉 ′
Subtitusi persamaan (3)
(𝑣0 − 𝑣 ′ )𝑀𝑉 ′ = 𝑀𝑉 ′ 2
𝑉 ′ = 𝑣0 − 𝑣 ′ … (4)
Subtitusi persamaan (4) ke (3)
𝑚(𝑣0 + 𝑣 ′ ) = 𝑀(𝑣0 − 𝑣 ′ )
(𝑀 + 𝑚)𝑣 ′ = (𝑀 − 𝑚)𝑣0
𝑀−𝑚 3−2
𝑣′ = 𝑣0 = 15 ⟹ 𝑣 ′ = 3 m/s (arah ke kiri)
𝑀+𝑚 3+2
Subtitusi 𝑣′ ke persamaan (4)
𝑉 ′ = 𝑣0 − 𝑣 ′
𝑉 ′ = 15 − 3 ⟹ 𝑉 ′ = 12 m/s (arah ke kanan)
merubah arahnya, sehingga ia akan bergerak dalam orbit transisi yang berbentuk ellips.
Ketika satelit tersebut telah menempuh jarak dari planet yang diinginkan, kecepatannya
diubah seketika sesuai dengan orbit kedua dengan periode 𝑇2 . Tentukan:
a. waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari orbit pertama ke orbit kedua.
b. prosentase perubahan besar kecepatan satelit pada keadaan pertama dan kedua
relatif terhadap kecepatan masing-masing orbit lingkarannya.
Pembahasan :
a. Untuk menemukan waktu yang dibutuhkan satelit untuk berpindah orbit dari orbit
awal ke orbit kedua, kita bisa menggunakan Hukum Keppler. Pertama, dari waktu
revolusi pada orbit 1 dan 2 dapat kita ketahui bahwa jari-jari orbit 1 lebih kecil dari
orbit 2 karena waktu revolusi pada orbit 1 lebih cepat dari waktu revolusi pada orbit
2. Misalkan ketika satelit murni berada di orbit 1 dan orbit 2 yang berbentuk
lingkaran kecepatannya masing-masing adalah 𝑣1 dan 𝑣2 , jari-jari orbit 1 dan 2 adalah
𝑟1 dan 𝑟2 . Kemudian misalkan ketika satelit berada di orbit transisi berbentuk elips,
kecepatanya ketika di perihelium (titik terdekat dengan planet) atau tepat
menyinggung orbit 1 adalah 𝑢1 dan ketika di aphelium (titik terjauh dengan planet)
atau tepat menyinggung orbit 2 adalah 𝑢2 . Berikut diagram gerakan dan perpindahan
satelit.
𝑣2
𝑣1
𝑢1 𝑣2
𝑟2 𝑟1
𝑎
𝑢2 𝑣1
𝑣1
𝑣2
Titik hitam adalah pusat orbit lintasan, planet di salah satu titik fokus lintasan elips
(baca lagi mengenai gerakan planet pada orbit elips). Ketika si satelit bergerak pada
orbit 1 dan 2, energi mekanik konstan sepanjang waktu. Karena satelit bergerak
melingkar, maka akan berlaku persamaan gaya sentripetal. Gaya yang berperan
sebagai gaya sentripetal disini adalah gaya gravitasi antar planet. Misalkan massa
planet adalah 𝑀 dan massa satelit 𝑚.
Orbit 1
𝐺𝑀𝑚 𝑚𝑣1 2 𝐺𝑀
𝐹𝑆,1 = 2
= ⟹ 𝑣1 2 = … (1)
𝑟1 𝑟1 𝑟1
Orbit 2
𝐺𝑀𝑚 𝑚𝑣2 2 2
𝐺𝑀
𝐹𝑆,2 = = ⟹ 𝑣2 = … (2)
𝑟2 2 𝑟2 𝑟2
Kecepatan satelit juga bisa dinyatakan sebagai sebagai
2𝜋
𝑣 = 𝜔𝑟 = 𝑟, maka
𝑇
2𝜋 2
𝑚 (
𝐺𝑀𝑚 𝑇1 𝑟1 ) 𝐺𝑀
pada orbit 1 ⟹ 2
= ⟹ 𝑟1 3 = 2 𝑇1 2 … (3)
𝑟1 𝑟1 4𝜋
2
2𝜋
𝐺𝑀𝑚 𝑚 ( 𝑇2 𝑟2 ) 𝐺𝑀
pada orbit 2 ⟹ 2
= ⟹ 𝑟2 3 = 2 𝑇2 2 … (4)
𝑟2 𝑟2 4𝜋
persamaan (3) dan (4) kita kenal sebagai hukum keppler 3 yaitu pangkat tiga jarak
rata-ratanya dari planet di mana suatu benda bergerak sebanding dengan pangkat
dua periode revolusinya (suku 𝐺𝑀/4𝜋 2 konstan) atau
Hukum Keppler 3 ⟹ 𝑟 3 ≈ 𝑇 2
Sekarang kita analisis gerakan planet ketika berada di orbit transisi berbentuk elips.
Elips mempunyai dua sumbu yaitu sumbu minor dan mayor, dua titik fokus, satu titik
pusat. Disini, pada hukum kepler, jarak yang digunakan untuk menggantikan 𝑟 adalah
panjang jari-jari mayor atau setengah sumbu mayor dan nilainya adalah
𝑟1 + 𝑟2
𝑎=
2
Hukum Keppler 3 pada orbit elips dan orbit 1
𝑇2 𝑎3
=
𝑇1 2 𝑟1 3
𝑎3/2
𝑇 = 𝑇1 3/2
𝑟1
𝑟 + 𝑟 3/2
( 1 2 2) (𝑟1 + 𝑟2 )3/2
𝑇 = 𝑇1 = 𝑇1
𝑟1 3/2 2√2𝑟1 3/2
3/2
𝐺𝑀 1/3 𝐺𝑀 1/3
(( 2 ) 𝑇1 2/3 + ( 2 ) 𝑇2 2/3 )
4𝜋 4𝜋
𝑇 = 𝑇1 3/2
𝐺𝑀 1/3
2√2 (( 2 ) 𝑇1 2/3 )
4𝜋
3/2
(𝑇1 2/3 + 𝑇2 2/3 )
𝑇=
2√2
Dengan memasukkan nilai numeriknya akan kita dapatkan nilai 𝑇
3/2
(82/3 + 272/3 )
𝑇= ≈ 16,6 jam
2√2
Dapat kita lihat bahwa dari gambar diagram sebelumnya, jarak yang ditempuh untuk
berpindah orbit adalah setengah dari keliling elips, berarti waktu untuk berpindah
orbit adalah setengah dari periode 𝑇 yaitu
1
𝑡 = 𝑇 = 8,3 jam
2
b. Kita tinjau kecepatan satelit ketika di perihelium atau tepat ketika baru lepas dari
orbit 1 dan ketika di aphelium atau tepat ketika akan lepas dari orbit elips menuju
orbit 2. Karena tidak ada torsi eksternal, maka momentum sudut sistem akan kekal.
𝐿𝑃𝑒𝑟 = 𝐿𝐴𝑝ℎ
𝑟1
𝑚𝑢1 𝑟1 = 𝑚𝑢2 𝑟2 ⟹ 𝑢2 = 𝑢1
𝑟2
Energi mekanik sistem kekal
𝐸𝑀𝑃𝑒𝑟 = 𝐸𝑀𝐴𝑝ℎ
1 𝐺𝑀𝑚 1 𝐺𝑀𝑚
𝑚𝑢1 2 − = 𝑚𝑢2 2 −
2 𝑟1 2 𝑟2
1 1
𝑢1 2 − 𝑢2 2 = 2𝐺𝑀 ( − )
𝑟1 𝑟2
2 2 (𝑟2 − 𝑟1 )(𝑟2 + 𝑟1 )
𝑟2 − 𝑟1 𝑟2 − 𝑟1
𝑢1 2 ( ) = 𝑢 1
2
( ) = 2𝐺𝑀 ( )
𝑟2 2 𝑟2 2 𝑟1 𝑟2
𝑟2
𝑢1 = √2𝐺𝑀
𝑟1 (𝑟2 + 𝑟1 )
Kemudian
𝑟1 𝑟2
𝑢2 = √2𝐺𝑀
𝑟2 𝑟1 (𝑟2 + 𝑟1 )
𝑟1
𝑢2 = √2𝐺𝑀
𝑟2 (𝑟2 + 𝑟1 )
Persamaan (1) dan (2) dapat dinyatakan ulang menjadi
𝐺𝑀 𝐺𝑀
𝑣1 = √ dan 𝑣2 = √
𝑟1 𝑟2
Prosentase besar perubahan kecepatan satelit dari orbit 1 ke orbit transisi elips
adalah
𝑢1
Δ𝑣1 % = ( − 1) × 100%
𝑣1
𝑟
√2𝐺𝑀 𝑟 (𝑟 2+ 𝑟 )
1 2 1
Δ𝑣1 % = − 1 × 100%
𝐺𝑀
√
( 𝑟1 )
2𝑟2
Δ𝑣1 % = (√ − 1) × 100%
𝑟2 + 𝑟1
𝐺𝑀 1/3 2/3
2(
) 𝑇2
Δ𝑣1 % = √ 4𝜋 2 − 1 × 100%
𝐺𝑀 1/3 2/3 𝐺𝑀 1/3 2/3
( 2 ) 𝑇2 + ( 2 ) 𝑇1
4𝜋 4𝜋
( )
2𝑇2 2/3
Δ𝑣1 % = (√ − 1) × 100%
𝑇2 2/3 + 𝑇1 2/3
Dengan memasukkan nilai numeriknya akan didapatkan
2(27)2/3
Δ𝑣1 % = (√ − 1) × 100%
(27)2/3 + (8)2/3
18
Δ𝑣1 % = (√ − 1) × 100% ⟹ Δ𝑣1 % = 17,7%
13
Prosentase besar perubahan kecepatan satelit dari orbit transisi elips ke orbit 2
adalah
𝑣2
Δ𝑣2 % = ( − 1) × 100%
𝑢2
𝐺𝑀
√
𝑟2
Δ𝑣2 % = − 1 × 100%
𝑟1
√ 2𝐺𝑀
( 𝑟2 (𝑟2 + 𝑟1 ) )
𝑟2 + 𝑟1
Δ𝑣2 % = (√ − 1) × 100%
2𝑟1
𝐺𝑀 1/3 𝐺𝑀 1/3
( 2 ) 𝑇2 2/3 + ( 2 ) 𝑇1 2/3
Δ𝑣2 % = √ 4𝜋 1/3
4𝜋 − 1 × 100%
𝐺𝑀 2/3
2 ( 2 ) 𝑇1
4𝜋
( )
𝑇2 2/3 + 𝑇1 2/3
Δ𝑣2 % = ( √ − 1) × 100%
2𝑇1 2/3
13
Δ𝑣2 % = (√ − 1) × 100% ⟹ Δ𝑣2 % = 27,5%
8
𝜇𝑘
Pembahasan :
Pada keadaan awal, bola dipukul pada arah horizontal sehingga memiliki kecepatan 𝑣𝑥
dan dia juga berotasi dengan kecepatan sudut 𝜔. Tepat ketika akan menumbuk lantai,
bola pingpong memiliki kecepatan arah vertikal ke bawah yaitu 𝑣𝑦 = √2𝑔𝐻. Tepat
setelah menumbuk meja, bola bergerak lurus vertikal ke atas tanpa rotasi akibat adanya
impuls gaya gesek dan gaya normal dari lantai. Karena tumbukan antara bola ping-pong
dan lantai lenting sempurna, dia hanya berbalik arah pada arah tumbukan yaitu arah
vertikal. Tinjau gaya-gaya yang bekerja pada bola ping-pong ketika bertumbukan dengan
lantai.
𝑣𝑦
𝜔 𝑁
𝑣𝑥
𝑓
𝑣𝑦
𝑚𝑔
Misalkan tumbukan terjadi pada selang waktu Δ𝑡 yang sangat kecil. Impuls pada arah
vertikal akibat gaya normal dan gaya berat adalah sama dengan perubahan momentum
linier bola ping-pong pada arah vertikal.
2𝑚𝑣𝑦
(𝑁 − 𝑚𝑔)Δ𝑡 = 𝑚 (𝑣𝑦 − (−𝑣𝑦 )) ⟹ 𝑁 = 𝑚𝑔 +
Δ𝑡
Arah 𝑣𝑦 sebelum tumbukan bernilai negatif karena berlawanan dengan arah impuls gaya
arah vertikal (berarah ke bawah). Gaya normal lebih jauh lebih besar dari gaya berat
sehingga arah impuls vertikal adalah ke atas dan ini dijadikan arah positif, sedangkan
arah bawah kita jadikan arah negatif.
Karena bola ping-pong slip terhadap lantai, maka gaya gesek yang bekerja adalah gaya
gesek kinetik dan besarnya adalah
2𝑚𝑣𝑦
𝑓 = 𝜇𝑁 = 𝜇 (𝑚𝑔 + )
Δ𝑡
Impuls akibat gaya gesek membuat bola ping-pong kehilangan kecepatan translasinya
pada arah horizontal sehingga besar impuls ini sama dengan perubahan momentum
linier bola pada arah horizontal.
𝑓Δ𝑡 = 𝑚(0 − (−𝑣𝑥 ))
2𝑚𝑣𝑦
𝜇 (𝑚𝑔 + ) Δ𝑡 = 𝑚𝑣𝑥
Δ𝑡
𝜇(𝑔Δ𝑡 + 2𝑣𝑦 ) = 𝑣𝑥
Karena selang waktu Δ𝑡 sangat kecil, suku 𝑔Δ𝑡 ≈ 0 sehingga dapat kita abaikan
𝑣𝑥 = 2𝜇𝑣𝑦
Gaya gesek juga memberikan impuls sudut yang membuat bola tidak berotasi lagi setelah
tumbukan dan besar impuls sudut ini sama dengan perubahan momentum sudut bola
ping-pong
2
𝑓𝑅Δt = 𝑚𝑅 2 (0 − (−𝜔))
3
2𝑚𝑣𝑦 2
𝜇 (𝑚𝑔 + ) Δ𝑡 = 𝑚𝑅𝜔
Δ𝑡 3
2
𝜇(𝑔Δ𝑡 + 2𝑣𝑦 ) = 𝑅𝜔
3
Suku 𝑔Δ𝑡 ≈ 0 dan dapat diabaikan
3𝜇𝑣𝑦
𝜔=
𝑅
Energi awal bola ping-pong sebelum tumbukan adalah
1 1
𝐸0 = 𝑚(𝑣𝑥 2 + 𝑣𝑦 2 ) + 𝐼𝜔2
2 2
1 2 2
1 2 2
3𝜇𝑣𝑦 2
𝐸0 = 𝑚 ((2𝜇𝑣𝑦 ) + 𝑣𝑦 ) + ( 𝑚𝑅 ) ( )
2 2 3 𝑅
1
𝐸0 = 𝑚(4𝜇 2 + 1)𝑣𝑦 2 + 3𝑚𝜇 2 𝑣𝑦 2
2
1
𝐸0 = 𝑚(10𝜇 2 + 1)𝑣𝑦 2
2
Energi akhir bola ping-pong setelah tumbukan adalah
1
𝐸 = 𝑚𝑣𝑦 2
2
Besar energi yang hilang akibat tumbukan adalah selisih energi akhir dan awal
1 1
Δ𝐸 = 𝐸 − 𝐸0 = 𝑚𝑣𝑦 2 − 𝑚(10𝜇 2 + 1)𝑣𝑦 2
2 2
2 2
Δ𝐸 = −5𝑚𝜇 𝑣𝑦
Δ𝐸 = −5𝑚𝜇 2 (2𝑔𝐻)
Δ𝐸 = −10𝑚𝜇 2 𝑔𝐻
Tanda negatif menandakan kehilangan energi
Dengan memasukkan nilai numeriknya akan kita dapatkan
𝑚 = 3 gram = 0,003 kg
𝐻 = 20 cm = 0,2 m
𝜇𝑘 = 0,25
𝑔 = 10 m/s2
Δ𝐸 = −10(0,003 kg)(0,25)2 (10 m/s2 )(0,2 m) ⟹ Δ𝐸 = −0,00375 J
𝜃
𝑙
𝑚2
𝑅
𝑅
𝑚1
Tentukan:
a. periode bandul sebelum tumbukan? (Nyatakan dalam 𝑙, 𝑔, dan 𝑅)
b. kecepatan bandul sesaat sebelum tumbukan? (Nyatakan dalam 𝑙, 𝑔, 𝜃 dan 𝑅)
c. kecepatan bandul sesaat sesudah tumbukan? (Nyatakan dalam 𝑚1 , 𝑚2 , 𝑙, 𝑔, 𝑅, dan 𝜃 )
d. periode bandul setelah tumbukan? (Nyatakan dalam 𝑙, 𝑔, dan 𝑅)
Pembahasan :
a. Cakram di sini tidak bisa kita abaikan bentuk dimensinya atau kita tidak bisa
menganggapnya sebagai massa titik karena dia juga berotasi terhadap pusat
massanya sendiri. Momen inersia bandul terhadap pusat massanya adalah
1
𝐼 = 𝑚1 𝑅 2
2
Dengan menggunakan teorema sumbu sejajar, momen inersia bandul terhadap poros
P adalah
𝐼𝑃 = 𝐼 + 𝑚1 𝑙 2
1 1 𝑃
𝐼𝑃 = 𝑚1 𝑅 2 + 𝑚1 𝑙 2 ⟹ 𝐼𝑃 = 𝑚1 (𝑅 2 + 2𝑙 2 )
2 2 𝜃
Tinjau bandul ketika tersimpang dari titik setimbangnya 𝑙
Torsi pemulih diberikan oleh gaya berat
𝜏𝑝 = 𝑚1 𝑔 sin 𝜃 𝑙 = 𝐼𝛼
Arah percepatan sudut 𝛼 berlawanan dengan arah
bertambahanya sudut simpangan 𝜃, maka
𝑑2𝜃 𝑚1 𝑔 sin 𝜃
𝛼=− 2 𝛼
𝑑𝑡
Sehingga persamaan gerak bandul fisis akan menjadi
1 𝑑2𝜃
𝑚1 𝑔 sin 𝜃 𝑙 = 𝑚1 (𝑅 2 + 2𝑙 2 ) (− 2 )
2 𝑑𝑡
2
𝑑 𝜃 2𝑔𝑙
+ sin 𝜃 = 0
𝑑𝑡 2 𝑅 2 + 2𝑙 2
Karena sudut simpangan 𝜃 diasumsikan kecil, kita bisa menggunakan hampiran
sin 𝜃 ≈ 𝜃
𝑑2𝜃 2𝑔𝑙
2
+ 2 𝜃=0
𝑑𝑡 𝑅 + 2𝑙 2
Maka kecepatan sudut osilasi bandul adalah
2𝑔𝑙
𝜔=√ 2
𝑅 + 2𝑙 2
Sehingga periode osilasi bandul menjadi
2𝜋 𝑅 2 + 2𝑙 2
𝑇= ⟹ 𝑇 = 2𝜋√
𝜔 2𝑔𝑙
b. Dengan menggunakan Hukum Kekekalan energi akan didapatkan (jadikan poros P
sebagai acuan energi potensial sama dengan nol)
𝐸𝑖 = 𝐸𝑓
1
−𝑚𝑔𝑙 cos 𝜃 = −𝑚𝑔𝑙 + 𝐼𝜔2
2
1
𝑚 (𝑅 2 + 2𝑙 2 )𝜔2 = 2𝑚1 𝑔𝑙(1 − cos 𝜃)
2 1
4𝑔𝑙(1 − cos 𝜃)
𝜔=√
𝑅 2 + 2𝑙 2
Kecepatan pusat massa bandul sebelum tumbukan adalah
4𝑔𝑙 3 (1 − cos 𝜃)
𝑣0 = 𝜔𝑙 ⟹ 𝑣0 = √
𝑅 2 + 2𝑙 2
c. Dengan hukum kekekalan momentum, kecepatan bandul setelah tumbukan adalah
(kedua bandul menjadi satu)
𝑚1 𝑣0 = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑣
𝑚1 𝑚1 4𝑔𝑙 3 (1 − cos 𝜃)
𝑣= 𝑣0 ⟹ 𝑣 = √
𝑚1 + 𝑚2 𝑚1 + 𝑚2 𝑅 2 + 2𝑙 2
d. Setelah tumbukan kedua bandul menjadi bentuk seperti angka delapan. Terhadap
pusat massa bandul pertama, jarak pusat massa sistem misalkan 𝑥1 .
Momen inersia total terhadap poros adalah
𝐼𝑃 = 𝐼1 + 𝑚1 𝑙 2 + 𝐼2 + 𝑚2 (𝑙 2 + 𝑑2 )
1
𝐼𝑃 = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑅 2 + (𝑚1 + 𝑚2 )𝑙 2 + 𝑚2 𝑑 2
2
1
𝐼𝑃 = (𝑚1 + 𝑚2 )(𝑅 2 + 2𝑙 2 ) + 𝑚2 𝑑 2
2
Dengan 𝑑 adalah jarak antar pusat massa kedua bandul
Torsi pemulih pada ketika sistem disimpangkan dari posisi setimbang adalah
𝜏𝑃 = (𝑚1 + 𝑚2 )𝑔 sin 𝜃 √𝑙 2 + 𝑥1 2 = 𝐼𝑃 𝛼
1 𝑑2𝜃
(𝑚1 + 𝑚2 )𝑔 sin 𝜃 √𝑙 2 + 𝑥1 2 = ( (𝑚1 + 𝑚2 )(𝑅 2 + 2𝑙 2 ) + 𝑚2 𝑑 2 ) (− 2 )
2 𝑑𝑡
𝑑2𝜃 2(𝑚1 + 𝑚2 )𝑔√𝑙 2 + 𝑥1 2
+ 𝜃=0
𝑑𝑡 2 (𝑚1 + 𝑚2 )(𝑅 2 + 2𝑙 2 ) + 2𝑚2 𝑑 2
2𝑚1 𝑅
𝑥1 = dan 𝑑 = 2𝑅
𝑚1 + 𝑚2
𝑑2𝜃 2𝑔√(𝑚1 + 𝑚2 )2 𝑙 2 + 4𝑚1 2 𝑅 2
+ 𝜃=0
𝑑𝑡 2 (𝑚1 + 𝑚2 )(𝑅 2 + 2𝑙 2 ) + 8𝑚2 𝑅 2
2𝑔√(𝑚1 + 𝑚2 )2 𝑙 2 + 4𝑚1 2 𝑅 2
𝜔=√
(𝑚1 + 𝑚2 )(𝑅2 + 2𝑙 2 ) + 8𝑚2 𝑅 2
2𝜋 𝑅 2 + 2𝑙 2
𝑇= ⟹ 𝑇 = 2𝜋√
𝜔 2𝑔𝑙
Hasil ini seperti jawaban pada subsoal a. Hal ini dikarenakan massa bandul tidak
berpengaruh pada periode osilasi bandul.
OSP Fisika 2015 Number 7
KUBUS DAN SILINDER
Sebuah kubus dan silinder berada pada lantai horisontal kasar. Kedua permukaan benda
tersebut saling bersinggungan, seperti pada gambar. Massa kedua benda sama, demikian
pula diameter silinder sama dengan panjang sisi kubus. Untuk seluruh permukaan,
koefisien gesek statik dan kinetik masing-masing adalah 𝜇𝑠 dan 𝜇𝑘 . Diketahui 𝑚 = 12 kg,
𝜇𝑠 = 0,6, 𝜇𝑘 = 0,2, dan percepatan gravitasi 𝑔 = 10 m/s 2 .
𝐹
𝑚 𝑚
a. Tentukan besar gaya horisontal 𝐹 yang harus diberikan pada kubus agar kedua benda
tersebut bergerak bersama dimana gerakan silinder adalah translasi murni.
b. Tentukan jenis gerakan sistem mula-mula saat sistem mulai bergerak dari keadaan
diam (apakah gerakannya murni translasi, translasi dan rotasi atau lainnya).
c. Tinjau sekarang sistim kubus dan silinder dalam keadaan bergerak. Tentukan jenis
gerakan sistem jika gaya horisontal yang diberikan sedikit lebih kecil daripada 𝐹
(yang dihitung pada soal a). Tentukan pula jenis gerakan sistem jika gaya horisontal
yang diberikan sama dengan 1/2 𝐹.
Pembahasan :
Perhatikan diagram gaya yang bekerja pada kubus dan silinder berikut!
𝑎 𝑎
𝑁1 𝑓2 𝑁3
𝑁2 𝑁2
𝐹
𝑓2
𝑓3
𝑓1
𝑚𝑔 𝑚𝑔
a. Gerakan translasi murni adalah gerakan dimana benda-benda pada sistem tidak
berotasi terhadap pusat massanya, jadi bisa dikatakan setiap titik pada benda akan
bergerak dengan kecepatan atau percepatan yang sama pada arah yang sama pula.
Tinjau gaya-gaya pada masing-masing benda
Silinder (keseimbangan pada arah vertikal)
𝑁1 − 𝑚𝑔 − 𝑓2 = 0 … (1)
Silinder (gerak translasi arah horizontal)
𝑁2 − 𝑓1 = 𝑚𝑎 … (2)
Kubus (keseimbangan arah vertikal)
𝑁3 − 𝑚𝑔 + 𝑓2 = 0 … (3)
Kubus (gerak translasi arah horizontal)
𝐹 − 𝑁2 − 𝑓3 = 𝑚𝑎 … (4)
Karena sistem melakukan gerak translasi murni, maka silinder haruslah slip terhadap
lantai. Dengan demikian, gaya gesek yang bekerja pada lantai dengan silinder dan
kubus atau 𝑓1 dan 𝑓3 adalah gaya gesek kinetik.
𝑓1 = 𝜇𝑘 𝑁1 … (5) dan 𝑓3 = 𝜇𝑘 𝑁3 … (6)
Sedangkan gaya gesek antara silinder dan kubus adalah gaya gesek statis. Dari
persamaan yang ada dapat kita simpulkan bahwa 𝑓2 akan berbanding lurus dengan
percepatan 𝑎 dan 𝑁1 . Sedangkan 𝑎 berbanding lurus dengan 𝐹, maka gaya minimum
𝐹 agar sistem bergerak translasi murni akan terjadi ketika gaya gesek statik 𝑓2
bernilai maksimum.
𝑓2 = 𝜇𝑠 𝑁2 … (7)
Kemudian, karena silinder tidak berotasi, artinya torsi total yang bekerja pada
silinder bernilai nol
𝑓1 𝑅 − 𝑓2 𝑅 = 0 ⟹ 𝑓1 = 𝑓2 … (8)
Dari persamaan (1), (5) dan (8) akan kita dapatkan
𝑁1 − 𝑚𝑔 − 𝑓2 = 0
𝑁1 − 𝑚𝑔 − 𝑓1 = 0
𝑁1 − 𝑚𝑔 − 𝜇𝑘 𝑁1 = 0
𝑚𝑔
𝑁1 (1 − 𝜇𝑘 ) = 𝑚𝑔 ⟹ 𝑁1 = … (9)
1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝑓2 = 𝑓1 = … (10)
1 − 𝜇𝑘
Dari persamaan (8), (10), (7), akan kita dapatkan
𝜇𝑘 𝑚𝑔 𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝜇𝑠 𝑁2 = ⟹ 𝑁2 = … (11)
1 − 𝜇𝑘 𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
Subtitusi persamanan (10) dan (11) ke (2)
𝜇𝑘 𝑚𝑔 𝜇𝑘 𝑚𝑔
− = 𝑚𝑎
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑔 1 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑠
𝑎= ( − 1) ⟹ 𝑎 = 𝑔 … (12)
1 − 𝜇𝑘 𝜇𝑠 𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
Dari persamaan (10) dan (3) akan kita peroleh
𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝑁3 − 𝑚𝑔 + =0
1 − 𝜇𝑘
(1 − 𝜇𝑘 )𝑚𝑔 − 𝜇𝑘 𝑚𝑔 (1 − 2𝜇𝑘 )𝑚𝑔
𝑁3 = ⟹ 𝑁3 = … (13)
1 − 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑘
Kemudian dari persamaan (4), (6), (11), (12) dan (13) akan kita dapatkan
𝐹 − 𝑁2 − 𝜇𝑘 𝑁3 = 𝑚𝑎
𝜇𝑘 𝑚𝑔 (1 − 2𝜇𝑘 )𝑚𝑔 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑠
𝐹− − 𝜇𝑘 =𝑚 𝑔
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑘 𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑚𝑔 𝜇𝑘 (1 − 2𝜇𝑘 )𝑚𝑔 𝜇𝑘 (1 − 𝜇𝑠 )𝑚𝑔
𝐹= + +
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘 1 − 𝜇𝑘 𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝐹= (1 + 𝜇𝑠 (1 − 2𝜇𝑘 ) + 1 − 𝜇𝑠 )
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝐹= (1 + 𝜇𝑠 − 2𝜇𝑘 𝜇𝑠 + 1 − 𝜇𝑠 )
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
𝜇𝑘 𝑚𝑔
𝐹= (2 − 2𝜇𝑘 𝜇𝑠 )
𝜇𝑠 1 − 𝜇𝑘
2𝜇𝑘 (1 − 𝜇𝑘 𝜇𝑠 )𝑚𝑔
𝐹=
𝜇𝑠 (1 − 𝜇𝑘 )
Dengan memasukkan nilai numeriknya akan kita dapatkan
2(0,2)(1 − (0,2)(0,6))(12)(10)
𝐹=
(0,6)(1 − 0,2)
𝐹 = 88 N
Alhasil, agar kubus dan silinder bergerak translasi murni, gaya luar yang harus
dikerjakan pada kubus haruslah lebih besar dari 88 N.
b. Dari keadaan diam, gaya luar 𝐹 haruslah lebih besar dari gaya gesek statik maksimum
antara slinder dan kubus dengan lantai. Maka gaya 𝐹 minimum agar sistem bisa
bergerak
𝐹𝑠 = 2𝜇𝑠 𝑚𝑔 = 2(0,6)(12)(10) = 144 N
Karena 𝐹0 > 88 N maka pada saat awal, ketika sistem mulai bergerak, kubus dan
silinder sudah bergerak murni silinder. Setelah silinder dan kubus mulai bergerak,
gaya 𝐹 dapat diturunkan hingga 88 N untuk membuat gerakan silinder tetap murni
translasi.
c. Jika gaya luar 𝐹 yang diberikan lebih kecil dari 88 N maka silinder akan mulai berotasi
dan bergesekan dengan silinder. Pada kasus ini gaya 𝐹 yang diberikan bernilai
setengah dari hasil pada subsoal (a) atau 44 N. Apakah sistem masih bergerak?
Jawabannya sebagai berikut. Agar sistem dapat bergerak gaya 𝐹 haruslah lebih besar
dari gaya gesek kinetik yang bekerja pada sistem, 𝐹𝑘 = 2𝜇𝑘 𝑚𝑔 = 2(0,2)(12)(10) =
48 N. Berarti, karena gaya 𝐹 = 44 N, maka kubus dan silinder tidak bergerak atau
sistem diam.