Makalah Firman

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MENGANALISIS KASUS PEMBUNUHAN ISTRI OLEH


SEORANG PETANI BERDASARKAN DENGAN NILAI-NILAI
PANCASILA
MATA KULIAH PANCASILA

DOSEN PEMBIMBNG :
Asti Febrina, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh ;
Firman : 4201707040

PRODI AGRO INDUSTRI PANGAN


JURUSAN AGRIBISNIS
POLITEKNIK NEGERI SAMBAS
SAMBAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini Penulis membahas
mengenai “Menganalisis Kasus Pembunuhan Istri Oleh Seorang Petani
Berdasarkan Dengan Nilai-Nilai Pancasila”.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini.Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun.Kritik konstruktif dari pembaca sangat
di harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 

Sambas, 05 Juli 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan.............................................................................. 1

1. Latar Belakang .......................................................................... 1


2. Rumusan Masalah....................................................................... 2
3. Tujuan.......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3

A. Kronologi Pembunuhan............................................................... 3
B. Pancasila Sebagai Filsafat........................................................... 5
C. Relefansi Niali-Nilai Pancasila Dan Kaitannya Dengan
Kasus Yang Terjadi..................................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................... 12

A. Kesimpulan.................................................................................. 12
B. Saran............................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 13

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembunuhan yakni suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang
dengan cara yang melanggar hukum maupun tidak melawan hukum. Tentu
saja dalam menghabisi nyawa seseorang atau membunuh harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya, hal ini berupa hukuman yang biasa
disebut “dipidanakan”. Jadi, seseorang yang dipidanakan berarti dirinya
menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.1 Adapula
perbuatan yang berakibat merusak barang orang lain seluruhnya maupun
sebagian dan menggunakan narkotika semuanya merupakan tindak pidana
yang dapat dijatuhi hukuman.
pria asal Dukuh Tugusari, Desa Bonorowo, Kebumen, Jawa Tengah
berkali-kali menyapu air mata saat mengenang mendiang Eni Hermawati (27),
istri tercinta yang tewas di tangannya sendiri. Batin DR semakin sesak tatkala
dia harus mereka ulang adegan aksi pembunuhan di rumahnya sendiri, Kamis
(29/11 /2018) pagi. "Reka ulang ini untuk melengkapi berkas penyidikan. Dari
reka ulang ini kami bisa mengetahui gambaran bagaimana tersangka
melakukan penganiayaan kepada istrinya," kata Kasat Reskrim Polres
Kebumen AKP Aji Darmawanasat. Aji menjelaskan, tragedi berdarah tersebut
terjadi pada Kamis (15/11/2018) dini hari. Motif yang melatarbelakangi aksi
penganiayaan berujung maut ini adalah percekcokan keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kronologi Terjadinya Kasus Pembuhunan ?
2. Menjelaskan Apa Itu Pancasila Sebagai Filsafat

1
R. Abdoel Djamali, S.H., 2013, PENGANTAR HUKUM Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, hlm 172.

1
3. Bagaimana Cara Merelefansikan Niali-Nilai Pancasila Dan Kaitannya
Dengan Kasus Yang Terjadi
C. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak memiliki tujuan salah
satunya yaitu untuk memenuhi Tugas Akhir mata kuliah Pancasila, dan
mengingatkan kita akan pentingnya menghindari yang nama nya membunuh
sebagaimana mestinya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup
tanpa orang lain, serta bertujuan untuk menambah wawasan kit sebagai
mahasiswa yang peduli akan keadaan sekitar kita.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kronologi Pembunuhan

KEBUMEN, KOMPAS.com- DR (38) pria asal Dukuh Tugusari, Desa


Bonorowo, Kebumen, Jawa Tengah berkali-kali menyapu air mata saat
mengenang mendiang Eni Hermawati (27), istri tercinta yang tewas di
tangannya sendiri. Batin DR semakin sesak tatkala dia harus mereka ulang
adegan aksi pembunuhan di rumahnya sendiri, Kamis (29/11 /2018) pagi.
"Reka ulang ini untuk melengkapi berkas penyidikan. Dari reka ulang ini kami
bisa mengetahui gambaran bagaimana tersangka melakukan penganiayaan
kepada istrinya," kata Kasat Reskrim Polres Kebumen AKP Aji
Darmawanasat. Aji menjelaskan, tragedi berdarah tersebut terjadi pada Kamis
(15/11/2018) dini hari. Motif yang melatarbelakangi aksi penganiayaan
berujung maut ini adalah percekcokan keluarga.2

2
https://regional.kompas.com/read/2018/11/30/19373921/seorang-petani-
bunuhistrinya-yang-menuntut-hidup-mewah

3
Kronologi bermula saat tersangka memasuki rumah sepulang dari kegiatan
ronda malam. Selanjutnya, tersangka berbaring di samping istrinya di depan
televisi, namun posisinya saling membelakangi karena sedang tidak harmonis.
“Saat berbaring tersangka merasa tersinggung karena istrinya (korban)
berkali-kali meludah ke tembok. Tersangka menegur korban karena dianggap
tidak sopan,” ujar Aji. Selanjutnya tersangka keluar untuk buang air besar.
Namun setelah kembali dari kamar kecil, tersangka justru memasuki gudang
dan mengambil sebilah sabit yang biasa digunakan untuk merumput. “Setelah
menemukan sabit, tersangka menghampiri istrinya yang masih tiduran dan
menyabetkannya ke tubuh sang istri,” jelasnya. Pada posisi ini, sang istri tak
berdaya. Sementara sang suami yang kalap semakin menjadi. Dia menganiaya
Eni hingga tewas di tempat. Mengetahui korban sudah tak bergerak, tersangka
lalu kembali pergi ke gudang dan menemukan obat pembasmi serangga Lenit.
Tersangka pun berusaha mengakhiri hidupnya dengan menenggak obat
serangga itu. Namun upayanya untuk bunuh diri gagal setelah tim dokter dari
RSUD Prembun berhasil mengatasi keracunannya tersebut. Istri menuntut
lebih Saat gelar perkara, Senin (26/11 /2018), Kapolres Kebumen Ajun
Komisaris Besar Arief Bahtiar mengungkapkan, tersangka DR tega
menganiaya Eni Hermawati hingga tewas karena sakit hati yang menumpuk.
Sang istri yang baru dinikahinya April 2018 lalu itu menuntut lebih kepada
tersangka yang sehari-hari bekerja sebagai petani. “Istri ingin gaul pergi ke
salon dan mempunyai barang mewah. Selanjutnya suami merasa sakit hati
kepada istrinya yang sudah disimpan lama," katanya. Tersangka menganggap
korban tidak menghargai pekerjaan dan penghasilan sebagai petani. Bahkan,
saat malam kejadian, keduanya terlibat percekcokan hebat. “Korban tidur
membelakangi suami. Keterangan tersangka DR, korban beberapa kali
meludah ke tembok dan ditegur oleh tersangka,” ungkapnya.
Tersangka menegur korban agar sopan saat meludah. Namun korban
malah menjawab, "Umah urung dicat, urung dikeramik beh ora ulih diidoni.
Apa maning nek wis dicat, dikramik. (Rumah belum dicat, belum dikeramik

4
saja tidak boleh diludahi. Apalagi kalau sudah dicat sama dikeramik),"
katanya menirukan tersangka. Perkataan korban membuat tersangka marah
dan gelap mata. Tepat pukul 02.30 WIB, tersangka mengambil sabit yang ada
di gudang rumahnya hingga akhirnya terjadilah tragedi berdarah tersebut.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, polisi menjerat tersangka
dengan Pasal 338 KUHP subs Pasal 44 ayat (3) UU RI No. 23 Th 2004
tentang KDRT ancaman 15 tahun penjara. Saat rekonstruksi, tersangka
berulang kali mengucapkan kata-kata penyesalan. Bahkan ia mengungkapkan
jika ia sangat mencintai istrinya. Setelah berakhirnya rekonstruksi, tersangka
menghambur ke arah ayahnya dan bersujud serta menangis di kakinya. Reka
ulang menyita perhatian warga sekitar yang ikut menyaksikan dari balik garis
polisi. Warga sekitar tidak pernah menyangka tersangka yang dikenal pendiam
tersebut tega melakukan aksi keji tanpa belas kasih.

B. Pancasila Sebagai Filsafat


Pancasila adalah filsafat Negara yang lahir sebagai ideology kolektif (cita-
cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Pancasila dikatankan sebagai filsafat
karena merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilaukan oleh
para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalma suatu system yang
tepat. Notonagoro berpendapat bahwa filsafat pancasila ini memberikan
pengetahan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat pancasila. Jika
pancasila mau dipertanggung jawab kan secara sahih, logis, koheren, dan
sistematis, di dalamnya harus memuat kaidah-kaidah filosofis. Pancasila harus
memuat juga dimensi metafisis (ontologis), epitemologis, dan aksiologi.
Jika ditilik dari soal tempat, filsafat pancasila merupakan bagian dari
Filsafat Timur (karena Indonesia kerap digolongkan sebagai Negara yang ada
di belahan bagian Timur). Sebenarnya, ada banyak nilai ketimuran yang
termuat dalam Pancasila, misalnya soal pengakuan akan adanya Tuhan,
kerakyatan, keadilan yang diidentikan dengan paham mengenai ‘ratu adil’ dan
seterusnya. Pancasila juga memuat paham-paham Barat, seperti :
Kemanusiaan, demokrasi, dan seterusnya. Sebagai sistem filsafat,

5
Pertama, secara onotologis, kajian Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar sila-sila
Pancasila. Menurut Notonarogo, hakikat dasar ontologies Pancasila adalah
manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila
Pancasila. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia
memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan
serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat kodrat
monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhul
social, serta kedudukannya sebagai makhlik tuhan. Konsekuensinya, pancasila
dijadikan dasar Negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan
kodrat manusia monodualis tersebut.
Kedua, kajian epistemologi Filsafat Pancasila dimaksudkan sebagi upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan adanya karena epsitemologi merupakan bidang filsafat yang
membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi
Pancasila ini tidak bisa dipisahkan degan dasar onotologisnya. Oleh karena itu,
dasar epitemologi Pancasila sangat berkaitan dengan konsep dasarnya hakikat
tentang manusia. Sebagai suatu paham epistemology, Pancasila medasarkan
pandanganya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas
religious dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam
kehidupan manusia, oleh karena itu, Pancasila secara epistemologis harus
menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan
teknologi pada saat ini.
Ketiga, kajian aksiologi Filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas
nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai Pancasila. Hal ini
disebabkan karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki
sutu kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam
Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh. Aksiologi
Pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas filsafat nilai Pancasila.
Secara aksiologi, bangasa Indonesia pendukung nilai-nilai Pancasila. Sebagai

6
pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai,
menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penerimaan,
dan penghargaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak
menggejala dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia.
Pancasila sebegai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan
dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nila-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kenyataan, dan yang terakhir keadilan.
Pemikiran filsafat kenegaraan ini betolak dari pandangan bahwa Negara
merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyrakatan,
dimana merupakan masyrakat hukum.
“Dalam Pancasila sebagai filsafat hidup (Weltanschauung):
Perikemanusiaan diambil dalam arti yang seluas-luasnya, sedang sebagai dasar
Negara Perikemanusiaan terutama berarti internasionalisme. Dalam Pancasila
sebagai filsafat hidup (Weltanschauung): Keadilan Sosial diambil dalam arti
yang seluas-luasnya, harus dilakukan dalam semua kerja sama manusia,
sedang sebagi dasar Negara mempunyai arti yang khusus, yaitu Keadilan
Sosial seperti yang harus dijelmakan oleh Negara. Demikian juga demokrasi
dalam filsafat hidup (Weltanschauung) berarti tiap-tiap kesatuan-karya harus
melaksanakan Demokrasi, sedangkan sebagai dasar Negara Demokrasi
mempunyai arti yang tertentu pula, yaitu cara menegara. Juga Kebangsaan,
dalam rumusan filsafat dan dalam undang-undang Negara artinya tidak tepat
sama. Dalam filsafat hidup kebangsaan dinyatakan bahwa manusia itu
dilahirkan dan dicap oleh tanha airnya (bangsanya), dan bahwa dalam
membentuk kesatuankarya. Dalam undang-undang Negara, bangsaan
mempunyai arti yang khusus, yaitu kesatuan yang sudah ada, yang kita sebut
bangsa, itu harus menjadi landasan menegara. Demikian juga halnya dengan
sila Ketuhanan” ( Driyarkara 2006:859-860).
Gotong royong menggarambarkan secara filsuf manusia dan bangsa
Indonesia. Gotong royong mengandaikan pengakuan akan yang lain (manusia
dan Tuhan), kebersamaan, kerja sama demi keadilan, dan musyawarah.

7
Driyarkara kemudianmenguraikan manusia dan bangsa Indonesia yang
bergotong royong ini menjadi lengkap secara ontologies, epistemologis, dan
aksiologis.
“Sebagai dalil filsafat, Pancasila dapat dijelaskan sebagi berikut:
1. Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada bersama-
dengan-cintakasih, yang disebut perikemanusiaan.
2. Perikemanusiaan itu harus kujalani bersama-sama menciptakan, dan
mengguankan barang dunia demi keadilan sosial.
3. Perikemanusiaan harus kulaksanakan juga dalam masyarakat. Aku
manusia niscaya memasyarakat …, dan berdemokrasi.
4. Perikemanusiaan harus juga kulaksanakan dalam hubunganku dengan
kesatuan …. Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus
melaksanakan perikemanusaan, disebut dengan Kebangsaan.
5. Aku mengakui bahwa adaku itu bersama, serba terhubung, serba
tersokong, serba terganung. Jadi adaku tidak sempurna, tidak atas
kekuatan sendiri. Jadi adaku bukanlah sumber dari adaku …
melainkan kepada Yang Mutlak, sang Maha-ada…. Itulah Tuhan
Yang Maha Esa” ( Driyarkara 2006:856-857).
Analisis filsuf menunjukan bahwa gotong royong adalah filosofi hidup
yang mengakar lama dalam budaya Indonesia, dan kemudian diusulkan
menjadi dasar Negara. Bangsa kita dahulu memang belum berfilsafat secara
sistematis, akan tetapi nilai-nilai filsuf yang berkembang sejak dulu kala
kemudian disistematisasi oleh soekarno, dan kemudian diringkasnya menjadi
gotong royong.
Formulasi formal dari Pancasila (atau bisa disebut sebagai Pancasila
formal) itu mempunyai akar yang dalam pada kegotongroyongan masyarakat
Indonesia. Akar inilah yang kemudian disebut Pancasila material oleh
Notonagoro. Pancasila formal tak lain adalah cetusan rasional ( lewat
penggalian bertahun-tahun) dari Pancasila material yang hidup dan
berkembang dalam sejarah, peradaban agama, hidup ketatanegaraan, lembaga
sisial, dan lain sebagainya yang bercirikan semangat gotong royong.

8
C. Relefansi Niali-Nilai Pancasila Dan Kaitannya Dengan Kasus Yang
Terjadi
Ditinjau dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, kasus ini
termasik melanggar sila pertama yang dimana dijelaskan bahwa Negara
Indonesia adalah rakyak yang beragama. membunuh sama dengan megambil
nyawa seserorang dengan sengaja maupu tidak, dalam kasus ini seorang
pembunuh telah melanggara nilai-nilai agama. Agama manapun tidak
memperbolehkan umatnya melakukan pembunuhan. Manusia diciptakan
Tuhan saling menjaga, mengasihi daan saling menyayangi satu sama lain. Di
setiap agama tentunya mengajarkan nilai-nilai kebaikan.
Dari kasus ini sungguh menjadi suatu keprihatinan bagi Bangsa Indonesia
dimana semakin maraknya kejahatan menjadi-jadi setiap tahunnya yang
dipengaruhi oleh perkembangnya teknologi dan pengaruh ekonomi. Di setiap
tahunnya pengganguran semakin meningkat, lapangan perkerjaan yang tidak
sebanding dengan tenaga kerja yang dibutuhkan ini juga suatu hal yang
mempengaruhi semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia termasuk
kasus pembunuhan ini. Banyak hal yang mempengaruhi pelaku melakukan hal
ini faktor ekonomi atau faktor lainnya sehingga pelaku dengan teganya
melakukan hal yang tidak berprikemanusiaa dan seperti bukan umat bergama.
Seharusnya umat beragama saling menghargai satu sama lain, mengasihi serta
menebarkan kebaikan kepada sesama sesuai Pancasila sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan saling membunuh dan mengambil nyawa
orang lain yang dilarang oleh agama manapun.
Ditinjau dari sila kedua, kemausiaan yang adil dan beradab, Kasus ini
juga termasuk pelanggaran sila kedua, dimana dalam sila kedua ini
menjelaskan bahwa sebagai rakyat Indonesia sebaiknya memperlakukan setiap
manusia secara adil dan beradab dengan cara saling mengasihi sesama
manusia, mengembangkan sikap rasa toleransi, tidak semena-mena terhadap
orang lain dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan. Dari sila kedua ini juga
menjelaskan kita sebagai manusia seharusnya saling mengasihi sesama

9
manusia dan memperlakukan manusia sewajarnya. Dalam kasus ini Sungguh
tidak mencerminkan sebagai rakyat Indonesia yang menjujung Pancasila
sebagai pedoman Bangsa Indonesia yang disusun dengan proses yang begitu
panjang.
Kasus pembunuhan ini sangat melanggar niali pancasila yang pertama dan
kedua. Sungguh ini tidak mencerminkan sebagai rakyat Indonesia yang
“Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
dimana dengan kejam dan ganasnya pelaku merenggut milik orang lain
dengan cara yang tidak wajar serta membunuh para korban dengan cara yang
sangat-sangat tidak berprikemanusiaan. Sesama rakyat Indonesia seharusnya
mencerminkan Pancasila itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari dengan cara
saling menghargai, memiliki sikap toleransi di tengah keberagaman Indonesia,
bukan dengan cara mengambil hak milik orang lain, membunuh, melakukan
tindakan kekerasan yang tidak sewajarnya dilakukan oleh rakyat Indonesia
yang berdasar kepada Pancasila. Seharusnya sesama rakyat Indonesia saling
menjaga satu dengan lainnya karena Pancasila adalah pedoman kehidupan
Bangsa dan dasar Negara Indonesia. Rakyat Indonesia seharusnya memiliki
kesadaran sikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral serta norma
yang ada yang berlandaskan Pancasila dan memperlakukan sesuatu hal
sebagaiman mestinya.
Dalam Filsafat Pancasila “Sebagai bangsa dan negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan
dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan”. Dari kasus
Perampokan dan pembunuhan di Pulomas Jakarta Timur pelaku melanggar
nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan.
Dalam kasus ini, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 338 KUHP subs
Pasal 44 ayat (3) UU RI No. 23 Th 2004 tentang KDRT ancaman 15 tahun
penjara.
Dari kasus ini menjadi pembelajaran bagi Bangsa Indonesia untuk
bersama-sama menjujung tinggi Pancasila sebab Pancasila adalah pedoman

10
kehidupan Bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia juga harus bersama-sama
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, melakukan kegiatan-kegiatan
kemanusiaan dan berani membela kebenaran serta keadilan.
Rakyat Indonesia harusnya menerapkan pedoman ini dalam kehidupan
seahari-hari. Memiliki kesadaran untuk bersama membangun Indonesia
menjadi lebih baik dan memberantas tindakan-tindakan yang melanggar
hukum dan Pancasila. Agar peristiwa-peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di
Indonesia. Indonesia dapat menjadi Negara yang sadar hukum bagi rakyatnya
dan ini bukan perkerjaan pemerintah atau siapapun ini adalah tugas kita semua
sebagai rakyat Indonesia agar Indonesia dapat menjadi Negara yang adil,
damai dan sejahtera.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keterkaitan kasusu yang saya analisis, saya menarik kesimpulan
bahwa masih maraknya kasus pembunuhan karna masih kurangnya kesadaran
masyarakat akan nilai-nilai pancasila. Jika warga Indonesia sudah memiliki
kesadaran yang tinggi akan nila-nilai Pancasila tentunya tidak akan ada terjadi
kasus-kasus yang seperti di bahas dalam paper ini. Karena dari keterkaitan
teori yang saya ambil yaitu terkait dalam nilai-nilai sila pertama dan kedua
kasus ini menunjukan pelanggaran akan sila-sila tersebut, karena tidak termuat
dalam nilai-nilai sila tersebut yang mengizinkan kita untuk membunuh atau
mencabut nyawa orang lain.
Terkait kasus pembunuhan ini perlindungan akan HAM seharusnya lebih
di perhatikan oleh pemerintah, seiring sering terjadinya kasus yang sama dan
dengan ditingkatkannya kesadaran akan HAM tetntunya manusia akan lebih
menghargai sesamanya dan tidak akan terjadi kasus pembunuhan lagi.
Dalam kasus ini dikarenakan para pelaku sering diberikan keringanan
hukuman sehingga kasus seperti ini masih sering terjadi di Negara kita.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis memberikan saran kepada pembaca
supaya lebih hati-hati dalam melakukan tindakan dan jangan sampai
melakukan perbuatan kriminal apalagi sampai menghilangkan nyawa orang
lain.
makalah ini tidak luput dengan adanya kesalahan dan kekurangan jadi saya
sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk menjadi
bahan motivasi untuk penulis.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://regional.kompas.com/read/2018/11/30/19373921/seorang-petani-
bunuhistrinya-yang-menuntut-hidup-mewah
Dewantara, Agustinus W. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Yogyakarta: PT. Kanisius.
Dewantara, A. (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia
dalam Kacamata Soekarno).
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup
Manusia).
Dewantara, A. W. (2015). PANCASILA SEBAGAI PONDASI PENDIDIKAN
AGAMA DI INDONESIA. CIVIS, 5(1 /Januari ).
Dewantara, A. (2012). Belajar sebagai Aktivitas Remaja Mempersiapkan Masa
Depan.
Dewantara, A. W. (2013). Merefleksikan Hubungan antara Etika Aristotelian dan
Bisnis dengan Studi Kasus Lumpur Lapindo. Arete, 2(1), 23-40.
Dewantara, A. (2014). Filosofi Pendidikan Katolik dalam Perspektif Filsafat
Aristotelian.
Dewantara, A. (2017). Kerasulan Awam di Bidang Politik (Sosial
Kemasyarakatan) dan Relevansinya bagi Multikulturalisme Indonesia.
Dewantara, A. (2015). Filosofi Pendidikan yang Integral dan Humanis dalam
Perspektif Mangunwijaya.

13

Anda mungkin juga menyukai