Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

KEGIATAN IMPLEMENTASI I
PENERAPAN PENOMORAN TEMPAT TIDUR PASIEN
RUANGAN SAFA RSUD HARAPAN DAN DOA KOTA
BENGKULU TAHUN 2021

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4

1. Feni Melani (P05120420008)


2. Gita Novera (P05120420011)
3. Kurnia Seftiani (P05120420014)
4. Raden Hafidh Adam (P05120420024)
5. Selvia Ika Safitri (P05120420030)
6. Richa Anggraini (P05120420027)
7. Widya Oktari (P05120420032)
8. Woelan Okta Resa (P05120420035)
9. Yola Anggraeni (P05120420037)

MENYETUJUI
PEMBIMBING AKADEMIK

( Ns. Rina Delfina, S.Kep, M.Kep )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA 2020/2021
PROPOSAL PELAKSANAAN KEGIATAN PENERAPAN PELABELAN NOMOR DI
TEMPAT TIDUR PASIEN DI RUANGAN SAFA RUMAH SAKIT HARAPAN DAN
DOA KOTA BENGKULU TAHUN 2021

A. LATAR BELAKANG
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan
kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2016).
Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas
rumah sakit, menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. Mengingat
masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah
sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Hampir setiap tindakan medic
menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of
Medicine (2016), kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan),
dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan
cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan
atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil
pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan
terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis
yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse
event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak
dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk
berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu
menjawab permasalahan yang ada.
Keperawatan adalah bentuk layanan atau asuhan profesional dan ilmu
keperawatan serta berorientasi pada kebutuhan nyata dari pasien, melihat lansung pada
standar profesional keperawatan dan menjadikan etika keperawatan sebagai landasan
utama tuntutan kerja (Nursalam, 2015). Menurut Kemenkes (2017) keperawatan
adalah kegiatan dalam memberikan asuhan pada individu keluarga dan kelompok baik
dalam kondisi sehat maupun sakit. Perawat merupakan ujung tombak dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien sehingga perawat memiliki tugas
sangat penting untuk mencapai kualitas yang baik dalam pelayanan kesehatan.
B. RENCANA TINDAKAN
1. Rencana Tindakan
Penerapan pelabelan atau penomoran pada tempat tidur pasien di ruang safa RS
Harapan dan Doa Kota Bengkulu.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pelabelan atau penomoran pada tempat tidur pasien
diharapkan perawat dapat bertanggungjawab terhadap keselamatan pasien dan
untuk menghindari medical error karena dapat menjadi permasalahan dengan
mutu rumah sakit.
b. Tujuan Khusus
Setelah di terapkan pembaharuan terhadap penomoran tempat tidur pasien di
ruangan diharapkan perawat mampu :

1) Assesement atau validasi identitas pasien


2) Memahami dan mengetahui tentang keselamatan pasien
3) Mengetahui cara untuk mewujudkan keselamatan pasien
4) Memiliki rasa tanggungjawab terhadap peran dan fungsi yang diberikan
3. Jadwal Kegiatan
Hari : Sabtu
Tanggal : 26 Juni 2021
Waktu : 16.00 s/d selesai
Tempat : Ruang Rawat Inap Safa RSHD
4. Materi
Terlampir
LAMPIRAN
MATERI STRUKTUR ORGANISASI

A. Pengertian Patien Safety (Keselamatan Pasien)


Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko,
Identifikasi dan Pengelolaan Risiko (Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak
Lanjut dan Implementasi Solusi).
B. Tujuan Patient Safety
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahansehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung Rumah Sakit
tersebut
6. Mempertahankan reputasi di Rumah Sakit tersebut
7. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien
C. Manfaat Patient Safety
1. Budaya safety meningkat dan berkembang
2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. Kejadian tidak diharapakn (KTD) menurun
4. Risiko klinis menurun
5. Keluhan berkurang
6. Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat
7. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan
kepercayaan diri yang meningkat
D. Langkah Menuju Patient Safety
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf untuk komitmen dan focus pada keselamatan pasien
di Rumah Sakit
3. Integrasikan manajemen risiko
4. Sistem pelaporan di Rumah Sakit
5. Komunikasi terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
E. Sembilan Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam
kesalahan obat (medication error).
Solusi :
a. NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko
b. Memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu
c. Pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan mengidentifikasi pasien àkesalahan pengobatan, transfusi , pemeriksaan,
pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dsb.
Rekomendasi :
a. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini
b. Standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan
c. Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini
d. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayananàterputusnya kesinambungan
layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera
terhadap pasien.
Rekomendasi :
a. Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis
b. Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima
c. Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini à pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi
tubuh yang salah. Sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya
informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya
terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi.
Rekomendasi :
a. Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan
b. Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur
c. Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah
berbahaya. Rekomendasi :
a. Membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah
b. Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang
spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah
salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasi:
a. Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi
yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai
perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan / atau perintah
pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi
b. Komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien
akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa
agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah,
serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasi : Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci
bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang
yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasi:
a. Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan
b. Pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah.
c. Praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi:
a. Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia
pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran
b. Pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan tangan yang benar mengingatkan
penggunaan tangan bersih ditempat kerja
c. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan /
observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
1. Di Rumah Sakit
a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi,
perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
b. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden
c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
d. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
e. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan
hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang
baru dikembangkan.
2. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
a. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di
wilayahnya
b. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran
terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
c. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
3. Di Pusat
a. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia
b. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
d. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., Indar, & Syafar., M. (2008). Analisis hubungan karakteristik induvidu dan
motivasi dengan kinerja asuhan perawatan BP. Rumah Sakit Umum
Labung Baji Makassar.. Kesehatan Masyarakat Madani, 1(2)

Ansori, R. R., & Martiana, T. (2017). Hubungan faktor karakteristi individu dan
kondisi pekerjaan terhadap stres kerja pada perawat gigi Jurnal Of Public
Health, 12(1),75-84.

Anggraeni, A. D., Setyaningsih, Y., & Suroto. (2017). Hubungan antara karakteristik
individu dan intrinsik dengan stres kerja pada pekerja pada pekerja
sandblasting. Kesehatan Masyarakat, 5(3), 226–233.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Arruum, D., Sahar, J., & Gayatri, D. (2015). Kontribusi perbedean psikologis perawat
terhadap Pemberdayaan psikologia.Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(1),
17-22.

As’ad, M. (2003). Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:


Liberty.

Asriani. (2016). Pengaruh penerapan model praktek keperawatan profesional (MPKP)


terhadap standar asuhan keperawatan dan kepuasan kerja perawat si ruang
rawat inap Rumah Sakit Bhayabgkara Makassar, Jurnal Mirai
Management, 1 (2), 1– 14.

Astini, A., Sidin, A. I., & Kapalawi, I. (2013). Hubungan kepuasan kerja dengan
kinerja perawat di unit rawat inap rumah sakit universitas hasanuddin
tahun 2013, 1–14.

Bakri, M. H. (2017). Manajemen keperawatan (konsep dan aplikasi dalam praktik


keperawatan profesional). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Damanik. (2016). Pengruh Jenis Kelamin, Motivasi belajar, dan bimbingan karier
terhadap cita-cita siswa.(Tesis). Universitas Sanata Dharma, Depok,
Indonesia.

Desima, R. (2013). Tingkat stres kerja perawat dengan perilaku caring perawat. Jurnal
Keperawatan, 4 (1), 43–55.

Faizin, A., & Winarsih. (2008). Hubungan tingkat pendidikan dan lama kerja perawat
dengan kinerja perawat di RSUD Pandan Kabupaten Boyolali. 137–142.
Fritz. (2011). Hubungan Usia, Masa Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit dr. Koesnadi Bondowoso. Jurnal Of Health
Science, 1(2), 30–37.

Gobel, R. S., Rattu, J. A. M., & Akili, R. H. (2014). Faktor – Faktor Yang
Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Ruang Icu Dan UGD
RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow.

Handoko, T. H. (2011). Manajement personalia dan semberdaya Manusia (2nd ed.).


Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Haryato. (2007). Konsep Dasar Keperawatan dengan Pemataan konsep. Jakarta:


salemba medika.

Heruqutanto, Harsono, H., Damayanti, M., & Setiawati, E. P. (2017). Stres Kerja pada
Perawat di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
5(1),12-17

Hidayat, A. A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: salemba


medika.

Indriono Anik, & Zaenudin. (2015). Hubungan antara motivasi kerja perawat dengan
kepuasan kerja perawat di instalasi rawat inap badan rumah sakit umum
daerah kabupaten batang, 1–14.

Indriyani. (2009). Pengaruh konflik peran ganda dan stres kerja terhadap kinerja
perawat wanita rumah sakit. (Tesis). Universitas Diponegoro Semarang,
Depok, Indonesia

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Situasi Tenaga Keperawatan. Info Datin, 1–12.

Kreitner dan Kinichi Angelo. (2004). Perilaku Organisasi (1st ed.). Jakarta: Salember
Empat.

Makatiho, J. G., Tilaar, C., & Ratag, B. (2015). Motivasi kerja Perawat di Instalasi
rawat inap C 1-10

Mangkunegara, A. (2006). Evaluasi Kinerja. Bandung: Refika aditama.

Meta Nurita D.S. (2012). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (EQ) dengan
kinerja Perawat pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta-
Selatan. Jurnal psikologis, 1-35 Moekijat. (1995). Perencanaan Dan
Pengembangan (3rd ed.). Bandung: Remaja Rodaskarya

Anda mungkin juga menyukai