Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemajuan suatu bangsa mengharuskan adanya sumber daya manusia yang
unggul, dan adanya manusia yang unggul mengharuskan adanya pendidikan yang
unggul, dan adanya pendidikan yang unggul mengharuskan adanya berbagai
komponen atau aspek pendidikan yang unggul pula. Kepada pendidikan yang
unggul itulah harapan untuk membangun bangsa yang unggul akan dapat
diwujudkan (Abuddin, 2009:1). Oleh karena itu, kesadaran dan keinginan yang
kuat dari pemerintah dan rakyat Indonesia perlu dilakukan untuk memperbaiki
mutu pendidikan di Indonesia. Salah satunya melalui lembaga pendidikan yaitu
sekolah harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan memperhatikan proses
pembelajaran yang diterapkan
Berkembangnya suatu peradaban tidak lepas dari berkembangnya
pengetahuan karena pengetahuan adalah dasar yang menjadi landasan pola
berpikir ke arah kemajuan. Kemajuan suatu bangsa ditentukan dari semangat
perjuangan generasi penerus. Salah satunya yaitu semangat siswa dalam
mengenyam dunia pendidikan. Didalam pendidikan terdapat perubahan pola pikir
siswa ke arah perubahan yang lebih positif karena di dalam dunia pendidikan
siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut peningkatan
kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah
satu fokus pendidikan di Indonesia. Perlu diadakan berbagai tindakan dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan. Salah satunya dengan mengadakan
perbaikan dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran banyak komponen yang mempengaruhi
hasil belajar antara lain sebagai berikut: bahan atau materi yang dipelajari,
model pembelajaran, metode pengajaran yang dilakukan, siswa dan guru
sebagai subyek belajar (Sudjana 2001:39). Komponen-komponen tersebut
saling terkait satu sama lain sehingga melemahnya satu komponen akan
menghambat pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal.

1
Berdasarkan teori belajar tuntas, peserta didik dipandang tuntas belajar
jika ia mampu menguasai minimal 75% dari seluruh tujuan pembelajaran.
Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu
mencapai minimal 75%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut (Mulyasa 2004:99).
Berdasarkan hasil observasi pada mata pelajaran kimia di SMA
Yuppentek I Tangerang bahwa hasil ulangan harian beberapa siswa kelas XI
IPA 4 masih dibawah tingkat ketuntasan belajar. Hasil tes mid semester 1
menunjukkan bahwa 65% dari jumlah siswa kelas XI IPA 4 SMA Yuppentek
I Tangerang nilai kurang dari 75, sedangkan rata-rata kelas untuk XI IPA 4
SMA Yuppentek I Tangerang adalah 44,69. Rendahnya hasil belajar siswa ini
disebabkan oleh beberapa hal, baik yang berasal dari siswa, guru maupun
sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Banyak siswa yang beranggapan bahwa kimia merupakan mata
pelajaran yang sulit sehingga siswa kurang berminat dengan mata pelajaran
kimia. Saat pembelajaran berlangsung, siswa kurang aktif dalam mengikuti
pembelajaran kimia. Siswa merasa malu dan takut bertanya kepada guru,
walaupun ia belum memahami materi yang diajarkan. Hal ini menyebabkan
materi pelajaran tidak dapat dipahami siswa secara utuh.
Selama ini guru menggunakan metode ceramah, tugas individual dan
tanya jawab dalam proses pembelajaran di kelas. Secara klasikal guru
menjelaskan materi pelajaran kemudian diakhiri dengan tugas individual yang
harus dikerjakan siswa di rumah. Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada
guru sehingga siswa merasa bosan dan kurang berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Cara ini ternyata kurang efektif untuk mencapai standar
ketuntasan belajar sesuai yang ditetapkan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi bahwa hanya 35% dari
jumlah siswa kelas XI IPA 4 yang mencapai tingkat ketuntasan belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2002:51) berpendapat bahwa proses
pembelajaran akan lebih efektif apabila siswa lebih aktif berpartisipasi dalam
proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi siswa akan dapat memahami

2
pelajaran dari pengalamannya sehingga akan mempertinggi prestasi
belajarnya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi
siswa dalam proses pembelajaran yaitu dengan pembelajaran kelompok.
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat
digunakan untuk mengatasi masalah di atas karena model pembelajaran
STAD menuntut siswa untuk aktif bekerja sama dalam kelompok. Adanya
penghargaan kelompok di dalam model pembelajaran STAD membuat siswa
lebih termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya. Selain itu STAD
merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan
merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk guru yang baru memulai
menerapkan kooperatif dalam kelas (Slavin 2004).
STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok yang heterogen untuk saling
membantu satu sama lain dalam belajar (Ibrahim, dkk 2000:20). Belajar
kelompok memungkinkan siswa lebih terlibat aktif dalam belajar karena ia
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan memungkinkan
berkembangnya daya kreatifitas pada siswa. Belajar kooperatif
mengkondisikan siswa belajar dari pengalaman dan partisipasi aktif dalam
menyelesaikan persoalan atau permasalahan yang diberikan oleh guru.
Adanya interaksi siswa dalam kelompok memungkinkan siswa tidak segan
bertanya pada teman sekelompoknya untuk dapat memahami materi pelajaran
yang diberikan oleh guru.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
model kooperatif tipe STAD lebih efektif jika dibandingkan dengan
pembelajaran Konvensional. Model pembelajaran STAD dapat membantu
siswa dalam memahami materi pelajaran sehingga tingkat penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran juga meningkat.
Tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dapat
diketahui dari hasil belajar siswa setelah menempuh satu pokok bahasan
(Arikunto 2002:35). Alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar biasanya berupa tes yang diberikan pada akhir pokok bahasan. Hasil

3
belajar siswa yang rendah menandakan bahwa siswa tersebut belum
menguasai materi. Apabila hal ini terjadi maka sulit untuk mengulangi materi
sebelumnya karena banyaknya materi yang telah diberikan.
Evaluasi harus sering diadakan untuk mengetahui pemahaman siswa
terhadap materi yang diberikan. Salah satunya yaitu dengan memberikan tes
(kuis pada setiap akhir pertemuan. Kuis ini berupa soal-soal yang diberikan
untuk dikerjakan secara individual (Slavin 1995:73). Berdasarkan hasil dari
kuis ini dapat diketahui bagian mana yang belum dikuasai oleh siswa, ini
dapat dilihat dari jawaban siswa yang salah.
Saat meneliti jawaban dari siswa, guru biasanya hanya menunjukkan
letak kesalahan dari pekerjaan siswa, tanpa memberitahukan jawaban yang
benar dan bagaimana cara mencapainya. Hal ini mengakibatkan siswa tidak
termotivasi untuk mencari jawaban yang benar. Siswa mungkin melakukan
kesalahan yang sama saat mengerjakan soal yang serupa, sehingga siswa sulit
untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi masalah di
atas yaitu dengan memberikan umpan balik kuis. Umpan balik kuis berupa
pemberian nilai, saran/komentar serta pembahasan secara tertulis dalam
lembar pekerjaan siswa. Umpan balik ini berisi informasi mengenai hasil
pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal-soal kuis. Informasi ini bukan
sekedar memberikan serta menyampaikan saran, komentar dan pembahasan
kembali jawaban soal-soal kuis tersebut tetapi siswa akan lebih termotivasi
dalam melakukan kegiatan belajar (Gunawan 2003:195).
Pemberian umpan balik kuis ini secara umum bertujuan agar siswa
mengetahui letak kesalahannya sehingga pada akhirnya siswa akan dapat
mengerjakan soal-soal semacam itu sesuai dengan petunjuk yang diberikan
oleh guru. Dengan demikian siswa diharapkan tidak mengulangi kesalahan
yang sama saat mengerjakan soal yang serupa. Guru sebaiknya segera
mengoreksi dan memberikan umpan balik pada pekerjaan siswa, selanjutnya
segera mengembalikannya kepada siswa. Cara ini akan lebih efektif karena
siswa dapat segera memperbaiki kesalahan dalam mengerjakan soal.

4
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan menggabungkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan umpan balik dalam usaha meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas
XI IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang. Adapun penelitian tersebut diberi
judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Melalui Kuis Umpan Balik
Dalam STAD Pada Siswa Kelas XI IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang”.
Penelitian ini dilakukan pada pokok bahasan Hidrolisis, Kelarutan dan Hasil
Kali Kelarutan dengan metode ceramah, diskusi, drill soal, tanya jawab,
praktikum, demonstrasi dan tugas.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
menjadi bahan pengkajian dalam penelitian ini adalah “Apakah melalui kuis
umpan balik dalam STAD dapat meningkatkan hasil belajar kimia pada siswa
kelas XI IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang?”

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar kimia melalui kuis umpan balik dalam STAD pada siswa kelas XI
IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Bagi siswa
1. Meningkatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
2. Siswa akan mengetahui letak kekurangannya sehingga siswa akan
berusaha untuk memperbaiki kesalahannya sesuai dengan pentunjuk
guru.
b. Bagi guru
Bila kuis umpan balik dalam STAD dapat meningkatkan hasil belajar
kimia siswa maka ini merupakan informasi penting bagi guru untuk

5
mengembangkan metode pemberian umpan balik yang lebih efektif serta
pemilihan model pembelajaran yang tepat.
c. Bagi sekolah
Bila kuis umpan balik dalam STAD dapat meningkatkan hasil belajar
kimia siswa, maka dapat meningkatkan kualitas pendidikan di SMA
Yuppentek I Tangerang.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar
Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pembelajaran bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa.
Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang
karena pengalaman (Darsono 2000:4). Konsep tentang belajar menurut Anni
(2004:2-3) mengandung tiga unsur utama, yaitu perubahan perilaku, adanya
proses pengalaman dan bersifat relatif permanen.
Hamalik (2001:27) menyatakan bahwa, belajar adalah proses
perubahan tingkah laku yang mantap sebagai akibat dari latihan. Belajar
merupakan suatu proses atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas lagi, yakni mengalami.
Menurut pendapat Djamarah dan Zain (2002:11), belajar adalah proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.
Berdasarkan pengertian ini diketahui bahwa seorang yang belajar akan
mengalami perubahan dari tidak bisa menjadi bisa dan dari yang tidak
mengerti menjadi mengerti. Perubahan yang dimaksud yaitu perubahan
tingkah laku baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
Slameto (2003:2) berpendapat bahwa, belajar adalah suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru
sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku tersebut mempunyai ciri-ciri: (1)
perubahan terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinue dan fungsional, (3)
bersifat positif dan aktif, (4) bukan bersifat sementara, (5) mempunyai tujuan
dan terarah, (6) mencangkup seluruh aspek perilaku.
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian
belajar secara umum adalah proses perubahan pada diri seseorang sebagai
hasil dari pengalaman dan latihan serta adanya interaksi dengan lingkungan.

7
Adapun prinsip-prinsip belajar menurut Darsono (2000:4) yaitu:
kesiapan belajar, perhatian, motivasi, keaktifan siswa, mengalami sendiri,
pengulangan, materi pelajaran yang menantang, balikan (feed back) dan
penguatan, dan perbedaan individual.
a.Kesiapan belajar
Kesiapan belajar merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar.
Kondisi fisik maupun psikologis siswa dapat mempengaruhi kegiatan belajar.
Sikap guru yang penuh pengertian dan mampu menciptakan situasi kelas yang
menyenangkan akan menumbuhkan kegiatan pembelajaran yang lebih baik.
b. Perhatian
Perhatian adalah pemusatan segala psikis tertuju pada satu obyek.
Perhatian siswa pada umumnya tidak timbul dengan sendirinya, oleh karena
itu dibutuhkan beberapa hal untuk menarik perhatian siswa.
c.Motivasi
Motivasi adalah kekuatan yang terdapat pada diri seseorang yang
mendorong saat melakukan suatu aktifitas. Motivasi sangat berperan dalam
pencapaian tujuan belajar, guru harus berusaha memotivasi siswa.
d.Keaktifan siswa
Siswa adalah yang melakukan kegiatan belajar jadi harus aktif. Siswa
harus mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
e.Mengalami sendiri
Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan hasil
yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam.
f.Pengulangan
Untuk menguasai materi pelajaran yang sulit dibutuhkan banyak
latihan. Latihan berarti siswa mengulang-ulang materi yang dipelajari
sehingga materi tersebut makin mudah diingat.
g.Materi pelajaran yang menantang

8
Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa ingin tahu anak
terhadap suatu persoalan. Apabila materi pelajaran yang dihadapi siswa
menantang maka siswa akan lebih termotivasi dalam belajar.
h.Balikan (feed back) dan penguatan
Balikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa
dalam suatu hal, tentang kekuatan dan kelemahan siswa. Penguatan berfungsi
agar siswa mengulangi perbuatan yang sudah baik.
i. Perbedaan individual.
Siswa dalam satu kelas tidak boleh disamakan. Masing-masing
mempunyai karakteristik dan perbedaan kemampuan. Guru harus mampu
memperlakukan siswa sesuai dengan kemampuan siswa.

B. Hasil Belajar
Hasil belajar mengambarkan kemampuan siswa setelah mempelajari
sesuatu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2001:3) yang menyatakan
bahwa “hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menempuh proses belajar. Hasil belajar pada hakekatnya merupakan
perubahan tingkah laku yang mencangkup bidang kognitif (intelektual),
efektif (sikap), dan psikomotorik (bertindak)”. Perubahan sebagai hasil proses
dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, kecakapan, serta perubahan aspek lain yang ada
pada individu yang belajar. Dalam proses pembelajaran kimia, khususnya
pada pokok bahasan Hidrolisis, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan,
kemampuan belajar siswa yang nyata dapat diukur menggunakan tes yaitu
pada aspek kognitif.
Anni (2004:4) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
Perolehan aspek-aspek perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada apa
yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelari pengetahuan
tentang konsep, maka perubahan perilaku adalah berupa penguasaan konsep.
Dalam pembelajaran perubahan tingkah laku yang harus dicapai oleh

9
pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran.
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya (Hamalik
2001:55).
Secara umum hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal (Anni 2004:11). Faktor internal mencangkup:
a.kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh
b.kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional dan bakat
c.kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.
Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki oleh
pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar antara lain
variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim,
suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai
prestasi belajar.

C. Belajar Tuntas
Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari
dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Hal ini disebut “masteri learning” artinya
belajar tuntas atau penguasaan penuh (Nasution 2003:36). Tujuan utama
belajar tuntas adalah dikuasainya bahan oleh siswa yang sedang mempelajari
bahan tertentu secara tuntas
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh menurut
Nasution (2003:38) adalah sebagai berikut:
a.bakat untuk mempelajari sesuatu
b.mutu pengajaran
c.kesanggupan untuk memahami pengajaran
d.ketekunan

10
e.waktu yang tersedia untuk belajar
Tingkat penguasaan siswa terhadap terhadap materi pelajaran menurut
Djamarah dan Zain (2002:121-122) dibagi menjadi 4 kategori:
a. Istimewa/maksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarakan itu
dapat dikuasai oleh siswa.
b. Baik sekali/optimal : apabila sebagian besar (76% sampai dengan 99%)
bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
c. Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% sampai
dengan 75% saja yang dikuasai oleh siswa.
d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% yang
dikuasai oleh siswa.
Berdasarkan teori belajar tuntas, peserta didik dipandang tuntas belajar
jika ia mampu menguasai minimal 75% dari seluruh tujuan pembelajaran.
Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu mencapai minimal
75%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
(Mulyasa 2004:99). Siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar yaitu
siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 75.
Apabila 85% dari jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran
sudah mencapai standar ketuntasan belajar maka proses pembelajaran
berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru. Namun jika siswa
yang mencapai standar ketuntasan belajar kurang dari 85% dari jumlah siswa
maka proses pembelajaran hendaknya diperbaiki.

D. Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman konstruktivisme, yaitu siswa
akan lebih mudah menemukan dan memahami materi pelajaran yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan bersama temannya. Pembelajaran
kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam
kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Suherman, dkk (2003:260) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif mencangkup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai
sebuah tim untuk menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk

11
mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif menekankan pada
kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antarteman sebagai sebuah tim
dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok- kelompok kecil saling membantu satu sama lain (Slavin 1995).
Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa dengan
kemampuan yang heterogen. Maksud dari kelompok heterogen adalah terdiri
dari campuran siswa, jenis kelamin, asal dan tingkat kemampuan.
Roger dan Johnson menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
bisa dianggap cooperatif learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada
lima unsur model pembelajaran gotong royang harus diterapkan yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok (Lie 2004:31).
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar pembelajaran kooperatif
dapat berlangsung dengan baik dan siswa lebih bekerja secara kooperatif
(Suherman, dkk 2003:260). Hal-hal tersebut meliputi:
a. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus merasa bahwa mereka
merupakan bagian dari kelompok yang mempunyai tujuan bersama yang
harus dicapai.
b. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa
masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok, dan berhasil atau
tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh
anggota kelompok itu.
c. Untuk mencapai hasil maksimum, para siswa yang tergabung dalam
kelompok itu harus berbicara atau berinteraksi dalam mendiskusikan
masalah yang dihadapi.
d. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa setiap
pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan
kelompoknya. Peranan guru dalam pembelajaran kelompok adalah
membentuk kelompok, merencanakan tugas kelompok, memotivasi,
memberikan bimbingan pada setiap kelompok, dan memberikan evaluasi.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:195) pembelajaran

12
kelompok- kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan
pembelajaran secara klasikal. Adapun tujuan pembelajaran dalam kelompok-
kelompok kecil adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam
kehidupan.
c. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga anggota
merasa diri mereka sebagai bagian yang bertanggungjawab.
d. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada setiap anggota
kelompok dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif dalam kimia akan dapat membantu para siswa
meningkatkan kemampuan siswa dalam kimia. Para siswa secara individu
akan membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah kimia, sehingga akan mengurangi bahkan
menghilangkan rasa cemas terhadap kimia yang banyak dialami siswa.
Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini
dapat membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar
belakang yang berbeda.

E. Student Teams Achievement Division (STAD)


Student teams achievement division (STAD) menurut Suherman, dkk
(2003:260) adalah model pembelajaran kooperatif untuk mengelompokkan
kemampuan campuran yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung
jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota.
Slavin (1995) menyatakan bahwa STAD merupakan salah satu metode
atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan sebuah pendekatan yang baik bagi guru yang baru memulai
menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kelas.
Di dalam pembelajaran STAD siswa dikelompokkan menjadi
kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Setiap
kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki

13
kemampuan tinggi, sedang dan rendah (Ibrahim, dkk 2000:20). Pembelajaran
kooperatif menurut Slavin (1995) terdiri dari lima komponen utama yaitu
penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor perkembangan dan penghargaan
kelompok.
a.Penyajian kelas
Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan
penyajian kelas. Penyajian tersebut mencangkup pembukaan dan latihan
terbimbing di keseluruhan pelajaran. Penekanan dalam penyajian materi
pelajaran adalah:
1)Pembukaan
a. Mengatakan pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan mengapa
hal itu penting.
b. Menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep
atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.
c. Mengulangi secara singkat keterampilan atau informasiyang
merupakan syarat mutlak.
2)Pengembangan
a. Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan
dipelajari siswa dalam kelompok.
b. Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami
makna bukan hafalan.
c. Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan.
d. Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau
salah.
e. Beralih pada konsep yang lain, jika siswa telah memahami pokok
masalahnya.
3)Latihan terbimbing
a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atau pertanyaan yang
diberikan.
b) Memanggil siswa secara acak untuk mengerjakan soal di depan kelas.

14
c) Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri
sebaik mungkin.
d) Memberikan tugas secara klasikal tidak boleh menyita waktu yang
terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah.
b.Belajar kelompok
Kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang bervariasi dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin dan etnis. Selama belajar kelompok, tugas anggota
kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman
sekelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan
yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan
untuk mengevaluasi diri mereka dan teman kelompok.
c. Kuis
Setelah satu sampai dua periode pengajaran dan satu sampai dua
periode latihan tim, siswa mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan
oleh siswa secara mandiri. Hal ini dapat menunjukkan apa saja yang telah
diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai
nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan
kelompok.
d.Skor perkembangan
Setelah diberi kuis, hasil kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor
perkembangan. Ide yang melatar belakangi skor perkembangan itu adalah
memberikan prestasi yang harus dicapai siswa jika ia bekerja keras dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik dari yang sebelumnya. Siapapun dapat
memberikan kontribusi skor maksimum dalam sistem skor ini, asalkan
mereka bekerja dengan baik. Masing-masing siswa diberi skor dasar yang
berasal dari skor pada kuis sebelumnya. Siswa kemudian mendapat poin
untuk timnya berdasarkan pada kenaikan skor mereka dari skor dasarnya.
Prosedur penilaian atau penyekoran menurut Slavin (1995:80) untuk model
pembelajaran STAD adalah:
Langkah 1 : menetapkan skor dasar
Setiap siswa diberi skor dasar, yaitu skor kuis sebelumnya.
Langkah 2: menghitung skor kuis terkini

15
Siswa memperoleh skor untuk kuis yang berkai
pelajaran terkini
Langkah 3: menghitung skor perkembangan
Siswa mendapatkan poin perkembangan
apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor
dasar mereka.
Ketentuan:
(1) Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin
(2) 10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin
(3) Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin
(4) Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin
e.Penghargaan kelompok
Tiap-tiap tim akan menerima suatu penghargaan khusu
sistem poin berikut:
Rata-rata skor perkembangan tim Penghargaan
15 –19 poin Tim Baik
20 – 25 poin Tim Hebat
25 – 30 poin Tim Super
Dalam model pembelajaran STAD ini peneliti menggunakan beberapa
metode yaitu metode ceramah, diskusi, tanya jawab, drill soal, demonstrasi,
dan tugas, selanjutnya untuk lebih mengaktifkan siswa digunakan metode
praktikum.

F. Kuis Umpan Balik


Dalam proses pembelajaran, tidak semua siswa dapat menerima materi
pelajaran yang diberikan oleh guru. Sebagai guru yang bijaksana maka guru
harus memberikan tes (kuis) untuk mengetahui bagian mana dari materi
pelajaran yang belum kuasai oleh siswa (Arikunto 2002:35).
Dalam pembelajaran STAD kuis diberikan setelah satu sampai dua
periode pengajaran dan satu sampai dua periode latihan tim. Kuis yang

16
diberikan berupa soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa secara individu
dan tidak boleh meminta batuan dari teman (Slavin 1995).
Fungsi pemberian kuis (tes) ini menurut Arikunto (2002:44) adalah
sebagai berikut:
a.Bagi siswa
a) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi
pelajaran secara menyeluruh.
b) Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan mengetahui
bahwa hasil tesnya memperoleh skor tinggi maka siswa akan lebih
termotivasi untuk belajar lebih giat.
c) Usaha perbaikan, dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh
setelah tes siswa akan mengetahui kelemahan-kelemahannya.
d) Sebagai diagnosis, dengan mengetahui hasil dari kuis ini siswa dengan
jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih
dirasakan sulit.
b.Bagi guru
1) Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima
oleh siswa.
2) Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum
dikuasai oleh siswa.
Pemberian kuis ini akan lebih bermakna apabila guru merespon
jawaban dari siswa tersebut yaitu dengan memberikan umpan balik bermakna
dan pengetahuan tentang hasil latihannya (Kardi dan Nur 2001:37).
Pengertian umpan balik menurut Slameto (2001:190) adalah
memberitahu siswa mengenai hasil mereka dalam suatu tes yang mereka
kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar. Umpan balik tidak akan
berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya
yang mencangkup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi
kekurangan dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut.
Buis (dalam Slameto 2001:191) menyatakan bahwa umpan balik
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi peringatan

17
Umpan balik dapat dijadikan peringatan bagi siswa yang memperoleh nilai
di bawah standar ketuntasan belajar bahwa ia harus berhati-hati karena
tujuan pembelajaran belum tercapai berarti ia harus belajar lebih giat lagi.
b. Fungsi perbaikan strategi belajar
Bagi siswa yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal, umpan
balik dapat bermanfaat untuk memperbaiki strategi belajarnya sehingga pada
tes berikutnya ia akan memperoleh hasil yang lebih baik.
c. Fungsi informasional
Umpan balik merupakan informasi dari guru kepada siswa mengenai hasil
ulangan dan pemberitahuan mengenai jawaban yang benar.
d. Fungsi komunikatif
Pemberian umpan balik merupakan proses sosial yang melibatkan
komunikator yang saling mengirim berita sehingga satu pihak dapat
belajar dari pihak lain. Guru sebagai pengirim berita harus memberikan
keterangan yang jelas mengenai jawaban yang benar dari hasil ulangan
siswa, sehingga siswa dapat menangkap pesan tersebut. Sebaliknya, siswa
sebagai penerima berita setelah mengetahui maksud dari pesan maka ia
harus melaksanakan pesan tersebut sehingga komunikasi dapat
berlangsung
e. Fungsi motivasional
Umpan balik dapat mendorong siswa untuk berusaha mencari jawaban
yang benar atas kesalahan sebelumnya sesuai dengan petunjuk dari guru.
Dengan demikian pada tes berikutnya siswa akan lebih bersemangat untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan balik dan penguatan
terutama ditekankan oleh teori operant conditioning dari B.F Skinner
(Dimyati 1994:84) bahwa kunci dari teori tersebut adalah siswa akan belajar
lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Nilai yang baik itu mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya
siswa yang mendapat nilai yang jelek akan terdorong untuk belajar dari
kesalahannya.

18
David kolb dalam bukunya Experintial Learning menjelaskan bahwa
anak belajar dari kesalahan yang ia buat. Semakin banyak anak membuat
kesalahan dan semakin baik kita memberikan umpan balik kepada anak, maka
akan semakin maksimal pula hasil pembelajarannya (Gunawan 2003:194).
Pemberian umpan balik menurut Roper (dalam Slameto 2001:193)
dapat dibedakan menjadi lima tingkat:
Tingkat 1: umpan balik berupa keterangan salah atau benar.
Tingkat 2: umpan balik pada tingkat 2 ditambah jawaban yang benar.
Tingkat 3: umpan balik pada tingkat 3 ditambah penjelasan.
Tingkat 4: umpan balik pada tingkat 4 ditambah pengajaran tambahan.
Hasil penelitian Roper membuktikan bahwa hasil belajar meningkat dengan
bertambahnya tingkatan dalam pemberian umpan balik.
Guru dapat menggunakan berbagai cara dalam memberikan umpan
balik kepada siswa, misalnya umpan balik secara lisan dan komentar tertulis.
Tanpa umpan balik secara spesifik, siswa tak mungkin dapat memperbaiki
kesalahannya dan tidak dapat mencapai tingkat penguasan keterampilan yang
mantap (Kardi dan Nur 2001:37).
Umpan balik kuis dapat dilakukan secara individu maupun secara
klasikal. Langkah-langkah umpan balik secara individual meliputi pemberian
nilai, saran/komentar serta pembahasan secara tertulis dalam lembar
pekerjaan siswa.
Sedangkan langkah-langkah umpan balik secara klasikal berupa
pembahasan kembali jawaban soal-soal kuis tersebut secara bersama-sama di
dalam kelas pada pertemuan berikutnya.
Pemberian nilai dan komentar tertulis dalam kertas pekerjaan siswa
sangat bermanfaat dalam mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi.
Dengan memberikan umpan balik secara tertulis siswa akan menyadari
kesalahan- kesalahan yang mereka lakukan dan memperoleh petunjuk
bagaimana memperbaiki kesalahannya tersebut. Sedangkan pembahasan
secara lisan memungkinkan siswa dapat merespon informasi yang dari guru
sehingga siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik. Namun pemberian
umpan balik secara klasikal akan menyita waktu yang lebih lama.

19
Menurut Kardi dan Nur (2001:37) ada beberapa pedoman dalam pemberian
umpan balik yang efektif kepada siswa yaitu sebagai berikut:
a.Berikan umpan balik sesegara mungkin setelah latihan
b.Upayakan umpan balik jelas dan spesifik
c.Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud
d.Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
e.Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar
f. Apabila pemberian umpan balik negatif, tunjukkan bagaimana melakukan
dengan benar.
g.Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada “proses” dan bukan pada
“hasil”.
h. Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri, dan
bagaimana menilai keberhasilan kinerjanya sendiri.
Umpan balik negatif biasanya berakibat negatif bagi siswa. Agar
umpan balik ini dapat diterima dengan baik oleh siswa maka siswa harus
mempunyai sikap terbuka terhadap umpan balik. Buis (dalam Slameto
2001:195) menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk menciptakan situasi
yang kondusif dalam pemberian umpan balik negatif antara lain:
a. Menyajikan informasi secara obyektif, informasi negatif diselingi
informasi positif.
b. Menjaga kerahasiaan pribadi si penerima informasi, misalnya pemberian
umpan balik langsung diterima sendiri oleh si penerima informasi.
c. Penambahan saran-saran perbaikan di dalam informasi yang diberikan.
Pemberian umpan balik kuis pada pembelajaran STA
bertujuan agar siswa mengetahui letak kesalahannya dalam mengerjakan kuis
(tes), sehingga pada akhirnya siswa mampu mengerjakan soal-soal semacam
itu sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru dalam pemberian umpan
balik.

20
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMA Yuppentek I Tangerang
yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan I No. 1 Kota Tangerang Propinsi
Banten.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 4 SMA
Yuppentek I Tangerang dengan jumlah siswa 33 orang dengan komposisi 17
siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
3. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah haqsil belajar kimia melalui kuis umpan
balik dalam STAD pada siswa kelas XI IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang
tahun pelajaran 2018/ 2019.
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Maret 2019 yang
pelaksanaannya sesuai dengan jadwal pelajaran Kimia.
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Januari 2019 Februari 2019 Maret 2019
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Proposal dan
1 X X X X
Persiapan Penelitian
Siklus 1 :
2 Perencanaan, Pelaksanaan X X
Observasi dan Refleksi
Siklus 2 :
3 Perencanaan, Pelaksanaan x
Observasi dan Refleksi
Siklus 3 :
4 Perencanaan, Pelaksanaan X
Observasi dan Refleksi
Penyusunan Laporan
5 X X X
PTK

6 Seminar Penelitian X

21
B. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 3 siklus, siklus I pada
pokok bahasan Hidrolisis, siklus II pada pokok bahasan Kelarutan dan Hasil
Kali Kelarutan serta Ion Senama, sedangkan siklus III pada pokok bahasan
Pengaruh pH terhadap Kelarutan dan Reaksi Pengendapan. Pelaksanaan siklus
tersebut adalah sebagai berikut:
Siklus Pertama
1) Perencanaan
Perencanaan dalam penelitian ini yaitu mencari solusi untuk
mengatasi masalah yang timbul berdasarkan observasi awal. Perencanaan
yang dilakukan peneliti yaitu:
a. menyusun rencana pembelajaran
b. menyusun bahan pengajaran yang akan diberikan pada siswa
c. menyusun soal latihan sesuai dengan model pembelajaran STAD
d. menyusun alat evaluasi
e. menyusun lembar observasi
f. menyusun pertanyaan angket
2) Tindakan
a) Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan rencana
pembelajaran melalui pendekatan kooperatif tipe STAD.
b) Guru memberikan latihan soal kepada siswa beserta pembahasan
c) Guru membagikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara
berkelompok
d) Siswa mengerjakan soal dan berdiskusi dalam kelompoknya
e) Secara acak siswa ditunjuk untuk menyajikan pekerjaanya di depan
kelas
f) Untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara menyeluruh, pekerjaan
siswa dikumpulkan dan setelah diperiksa jawaban dikembalikan
kepada siswa.
g) Setelah satu atau dua kali latihan, Guru memberikan kuis kepada siswa
secara individu.
h) Guru memberikan umpan balik kepada siswa dalam lembar jawaban

22
siswa setelah dikoreksi.
i) Pada akhir siklus diadakan evaluasi.
3) Observasi
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada
tahap ini dilakukan pemantauan jalannya proses pembelajaran yang dilaksanakan
bersama guru. Yang diamati yaitu keaktifan siswa selama proses pembelajaran
dan juga aktifitas peneliti melalui lembar observasi yang dibuat.
4) Refleksi
Hasil observasi dijadikan sebagai acuan dalam mengambil solusi untuk
perbaikan dan untuk penyusunan rencana tindakan pada siklus berikutnya.

Siklus Kedua
Siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi dari siklus I. Pada siklus
ini dilakukan perbaikan dari kekurangan yang terjadi dari siklus I, dan
dilaksanakan dalam 3 pertemuan.
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan peneliti yaitu:
1. menyusun rencana pembelajaran
2. menyiapkan bahan pengajaran yang akan diberikan pada siswa
3. menyiapkan soal latihan sesuai dengan model pembelajaran STAD
4. menyiapkan alat evaluasi
5. menyiapkan lembar observasi
2. Tindakan
a) Guru menyampaikan materi pelajaran Kelarutan dan hasil kali
kelarutan melalui pendekatan kooperatif tipe STAD.
b) Guru memberikan latihan soal kepada siswa beserta pembahasan
c) Guru membagikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara
berkelompok
d) Siswa mengerjakan soal dan berdiskusi dalam kelompoknya
e) Secara acak siswa ditunjuk untuk menyajikan pekerjaanya di depan
kelas
f) Untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara menyeluruh, pekerjaan

23
siswa dikumpulkan dan setelah diperiksa jawaban dikembalikan
kepada siswa.
g) Setelah satu atau dua kali latihan, Guru memberikan kuis kepada siswa
secara individu.
h) Guru memberikan umpan balik kepada siswa dalam lembar jawaban
siswa setelah dikoreksi.
i) Pada akhir siklus diadakan evaluasi.
3. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilaksanakan bersamaan
dengan proses tindakan siklus II. Pengamatan dilaksanakan pada saat siswa
melakukan proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan secara kolaboratif
antara peneliti dan guru kimia.
4. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan perenungan terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan pada akhir pembelajaran siklus II. Refleksi
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran
pada siklus II yang telah dilakukan. Hasil perenungan pada tahap refleksi ini akan
digunakan untuk perbaikan pada pembelajaran berikutnya dan diharapkan
pembelajaran dapat meningkat.

Siklus Ketiga
Siklus III dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi dari siklus II. Pada siklus
ini dilakukan perbaikan dari kekurangan yang terjadi dari siklus II.
1) Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan peneliti pada siklus III hampir sama
dengan siklus II dan berdasarkan reflexsi siklus II.
a. menyusun rencana pembelajaran hasil refleksi siklus II
b. menyiapkan bahan pengajaran yang akan diberikan pada siswa
c. menyiapkan soal latihan sesuai dengan model pembelajaran STAD
d. menyiapkan alat evaluasi
e. menyiapkan lembar observasi
2) Tindakan

24
Pelaksanaan tindakan siklus III berdasarkan hasil refleksi siklus II, dan
hampir sama dengan pelaksanaan tindakan siklus II. Adapun langkahnya sebagai
berikut :
a. Guru menyampaikan materi pelajaran Kelarutan dan hasil kali
kelarutan melalui pendekatan kooperatif tipe STAD.
b. Guru memberikan latihan soal kepada siswa beserta pembahasan
c. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara
berkelompok
d. Siswa mengerjakan soal dan berdiskusi dalam kelompoknya
e. Secara acak siswa ditunjuk untuk menyajikan pekerjaanya di depan
kelas
f. Untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara menyeluruh, pekerjaan
siswa dikumpulkan dan setelah diperiksa jawaban dikembalikan
kepada siswa.
g. Setelah satu atau dua kali latihan, Guru memberikan kuis kepada siswa
secara individu.
h. Guru memberikan umpan balik kepada siswa dalam lembar jawaban
siswa setelah dikoreksi.
i. Pada akhir siklus diadakan evaluasi.
3) Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilaksanakan bersamaan
dengan proses tindakan siklus III. Pengamatan dilaksanakan pada saat siswa
melakukan proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan secara kolaboratif
antara peneliti dan guru kimia.
4) Refleksi
Refleksi adalah kegiatan perenungan terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan pada akhir pembelajaran siklus II. Refleksi
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran
pada siklus II yang telah dilakukan. Hasil perenungan pada tahap refleksi ini akan
digunakan untuk perbaikan pada pembelajaran berikutnya dan diharapkan
pembelajaran dapat meningkat. Bila penelitian telah mencapai indikator

25
keberhasilan, maka penelitian dihentikan, dan bila belum maka pembelajaran
dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Angket dibagikan kepada siswa untuk diisi pada setiap akhir pokok
bahasan. Hal ini untuk mengetahui tanggapan dari siswa mengenai model
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan untuk mengetahui kesulitan siswa
selama proses pembelajaran. Dari hasil observasi dan angket akan diketahui
penyebab permasalahan siswa sehingga dapat membantu guru dalam mencari
solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut

C. Teknik Pengumpulan Data


Data pada penelitian ini diperoleh dengan cara tes, observasi, dan
dokumentasi :
a. Metode tes
Metode ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah melakukan
pembelajaran. Tes yang diberikan berupa soal pilihan ganda yang harus
diselesaikan siswa pada waktu yang telah ditentukan. Dari metode tes ini akan
diperoleh data yang berupa hasil belajar siswa kelas XI-IPA 4 pada pokok
bahasan Hidrolisis, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.
1. Data hasil belajar kognitif diperoleh dengan tes kepada siswa.
2. Data hasil belajar afektif dan psikomotorik diperoleh dengan observasi
yang dilakukan peneliti dengan guru.
b. Metode observasi
Metode observasi adalah kegiatan memperhatikan objek dengan menggunakan
seluruh indera atau disebut pengamatan langsung. Metode ini digunakan untuk
mengukur indikator kerja, sikap siswa selama pembelajaran berlangsung
kerjasama dan faktor-faktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
sebelum dimulainya penelitian tindakan berikutnya. Observasi terhadap siswa
dilakukan oleh guru dan berkolaborasi dengan peneliti. Sedangkan observasi
terhadap peneliti dilakukan oleh guru. Data aktivitas belajar siswa dan peneliti
diperoleh dengan observasi yang dilakukan oleh guru.
c. Metode angket

26
Metode angket merupakan metode pengumpulan data melalui factor
pernyataan yang diisi oleh para responden (siswa). Metode ini digunakan
untuk memperoleh data mengenai proses belajar melalui respon siswa
terhadap pendekatan pembelajaran yang digunakan. Angket diberikan pada
siswa pada akhir pokok bahasan. Data tentang minat dan tanggapan siswa
mengenai pembelajaran diperoleh dengan angket.
d. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan penelitian ini, yaitu berupa foto yang diambil saat penelitian. Data
nama siswa dan foto-foto penelitian diperoleh dari dokumentasi.
.
D. Indikator Keberhasilan
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan
hasil belajar siswa yaitu secara klasikal ≥ 85% dari siswa tuntas belajar yaitu
dengan nilai lebih besar atau sama dengan 75 . Adapun alat ukurnya adalah dengan
menganalisis persentase ketuntasan siswa dari tes siklus yang telah mereka kerjakan.

27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Siklus Pertama
Perencanaan
Berdasarkan masalah yang teridentifikasi pada observasi awal telah
direncanakan pembelajaran pada pokok bahasan Hidrolisis melalui pendekatan
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan memberikan
umpan balik kuis.
Pelaksanaan
Tindakan pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2019
sampai ,4 dan 6 Februari 2019 dengan pokok bahasan Hidrolisis. Siklus I
membutuhkan waktu 6 jam pelajaran yang terbagi menjadi 3 kali pertemuan.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I mengacu pada silabus dan rencana
pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan model pembelajaran STAD.
Kuis diberikan setelah siswa selesai satu kali latihan soal dan umpan balik
diberikan pada saat mengoreksi jawaban dari siswa. Selama proses pembelajaran
berlangsung guru kolaborator mengadakan observasi terhadap aktivitas siswa dan
peneliti. Pada akhir siklus I diadakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar
siswa.
Observasi
Observasi digunakan untuk mengadakan penilaian afektif dan
psikomotorik terhadap siswa serta untuk mengetahui aktivitas siswa dan peneliti
selama proses pembelajaran. Observasi terhadap siswa dilakukan secara
kolaboratif antara peneliti dengan guru observer, sedangkan observasi terhadap
aktifitas peneliti dilaksanakan oleh guru.
Hasil observasi mengenai penilaian afektif 64% dari siswa memperoleh
kriteria baik dalam penilaian afektif, sedangkan dalam penilaian psikomotorik
siswa yang mencapai kriteria terampil sebanyak 91 %. Hasil observasi siswa dapat
dilihat dari catatan lapangan yang dibuat pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Berdasarkan hasil catatan lapangan dapat diketahui adanya

28
peningkatan minat dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, masih terlihat
beberapa siswa yang kurang aktif dan hanya mengandalkan siswa yang lebih
pandai. Siswa yang lebih pandai biasanya tidak mau bekerjasama, mereka
biasanya hanya mengerjakan sendiri dan tidak berdiskusi dengan teman
sekelompoknya. Siswa dengan kemampuan rata-rata lebih bisa memanfaatkan
pembelajaran ini karena mereka bisa saling melengkapi dan berdiskusi dengan
teman sekelompoknya.
Aktivitas peneliti saat proses pembelajaran berlangsung sangat
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Peneliti kurang berpengalaman dalam
mengkondisikan siswa sehingga pembelajaran ini kelihatan kurang berhasil.
Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa aktivitas siswa dan peneliti
masih berada pada kriteria cukup, namun terjadi peningkatan pada setiap
pertemuan.
Refleksi
Berdasarkan data tes ketuntasan belajar pada siklus I belum
tercapai,ketuntasan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 81,82% dengan
rata-rata 72,58. Pembelajaran masih kurang efektif. Hal ini terlihat dari data hasil
observasi peran siswa saat diskusi masih belum terlihat selama pembelajaran.
Siswa masih belum terbiasa dengan model pembelajaran kelompok dan
masih terlihat individual. Beberapa siswa tidak menanggapi umpan balik yang
diberikan oleh peneliti karena umpan balik yang diberikan oleh peneliti hanya
berupa jawaban yang benar, jadi siswa mungkin kurang jelas atau tidak
memahami umpan balik yang diberikan oleh peneliti.
Berdasarkan analisis data pada siklus I, dibutuhkan penjelasan ulang
mengenai manfaat pemberian umpan balik dan peningkatan teknik pemberian
umpan balik.
Hasil angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap
pembelajaran STAD yang diberi umpan balik kuis pada pokok bahasan Hidrolisis,
umumnya setuju dengan pembelajaran STAD. Data hasil angket siswa juga
digunakan sebagai masukan untuk refleksi dan perbaikan siklus berikutnya.

29
Siklus Kedua
Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus I, peneliti melakukan pembelajaran pada
siklus II dengan model pembelajaran STAD. Berdasarkan hasil refleksi pada
siklus I peneliti harus meningkatkan lagi peran aktif siswa dalam pembelajaran,
baik dalam menyelesaikan masalah selama diskusi maupun mempresentasikan
hasil diskusi di depan kelas.
Pada siklus II materi pelajaran yang diajarkan yaitu Kelarutan dan Hasil
Kali Kelarutan dengan menggunakan metode yang lebih bervariasi. Metode yang
digunakan yaitu metode demonstrasi, tanya jawab, diskusi kelompok, drill soal,
dan tugas. Untuk lebih mengefektifkan waktu peneliti memberi tugas siswa yaitu
meringkas materi yang akan diajarkan berdasarkan pedoman yang diberikan oleh
peneliti.
Pelaksanaan
Siklus II dilaksanakan pada tanggal 11, 13, 18 Februari 2019. Siklus II
terdiri dari tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 6 jam pelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran siklus II dilakukan berdasarkan rencana pembelajaran II pada pokok
bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan serta Ion Senama.
Penanaman konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan yaitu dengan
metode demonstrasi. Kuis diberikan setiap akhir pertemuan sehingga di rumah
siswa bisa mempersiapkan pembelajaran berikutnya.
Dalam memberikan umpan balik kuis peneliti tidak hanya memberikan
jawaban yang benar namun juga disertai penjelasan. Pada akhir siklus II
dilaksanakan tes untuk memperoleh data hasil belajar siswa. Dari hasil tes
diperoleh data bahwa ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menjadi
90,91 % dengan rata-rata 78,03. Hasil ini sudah memenuhi indikator kerja
penelitian.
Observasi
Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam
pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dari hasil penilaian afektif, siswa yang
memperoleh kriteria baik meningkat menjadi 91 %.

30
Hasil observasi guru kolaborator menunjukkan siswa lebih terlibat aktif
dalam proses pembelajaran dan diskusi kelompok. Tidak hanya siswa yang pandai
yang berani mempresentasikan hasil diskusi melainkan tetapi siswa yang lainnya
juga. Hasil observasi guru kolaborator menunjukkan siswa lebih terlibat aktif
dalam proses pembelajaran dan diskusi kelompok. Tidak hanya siswa yang pandai
yang berani mempresentasikan hasil diskusi melainkan tetapi siswa yang lainnya
juga. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan metode demonstrasi
dapat terlihat dari aktivitas siswa yang juga ikut mencoba. Hasil observasi
aktifitas siswa dan peneliti pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan
siklus I.
Refleksi
Dari data tes hasil belajar siswa pada siklus II diperoleh ketuntasan belajar
siswa 90,91% dengan rata-rata 78,03. Hasil ini telah memenuhi standar ketuntasan
belajar. Dari data hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan minat
siswa. Umpan balik yang diberikan oleh peneliti dapat dipahami oleh siswa,
karena disamping memberitahu jawaban yang benar peneliti juga member
penjelasan untuk memperoleh jawaban tersebut.
Pada siklus II siswa lebih aktif dibandingkan siklus I, namun proses
pembelajaran perlu dioptimalkan karena masih ada beberapa siswa yang malas
malasan.
Di akhir siklus II masih ada 3 siswa yang belum tuntas belajar berdasarkan
hasil pengisian tanggapan siswa, ketiga siswa ini sebenarnya tidak berminat
masuk jurusan IPA. Satu dari mereka hanya menuruti kehendak dari orang tuanya,
meskipun kemampuan mereka rendah dalam bidang IPA. Dua siswa yang lain
hanya ikut-ikutan teman.
Berdasarkan analisis data dan refleksi siklus II diperlukan adanya
perbaikan teknik pemberian motivasi terhadap siswa dan melatih siswa untuk
memberikan umpan balik terhadap dirinya sendiri. Peran aktif siswa harus lebih
ditingkatkan lagi sehingga pembelajaran siklus III lebih baik dari siklus
sebelumnya.

31
Siklus III
Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi siklus II, peneliti melakukan pembelajaran pada
siklus III dengan memberikan umpan balik kuis dalam model pembelajaran
STAD. Berdasarkan hasil refleksi siklus II yaitu peneliti harus lebih
meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran dan dibutuhkan perbaikan
teknik pemberian motivasi dan umpan balik.
Pelaksanaan
Siklus III dilaksanakan tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 6 jam
pelajaran. Siklus III dilaksanakan dari tanggal 20, 25 dan 27 Februari 2019.
Pelaksanaan siklus III berdasarkan pada rencana pembelajaran III dengan materi
pokok Hubungan pH dengan Hasil Kali Kelarutan dan Reaksi Pengendapan.
Pada siklus III digunakan metode praktikum, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran kimia. Dalam memberikan
umpan balik kuis, peneliti tidak hanya memberikan penjelasan mengenai jawaban
yang benar dari soal, tetapi juga ditambah motivasi belajar.
Pada akhir siklus III diadakan tes akhir untuk mengukur kemampuan dari
siswa. Dari tes tersebut diperoleh data hasil belajar siswa dengan ketuntasan
belajar siswa secara klasikal pada siklus III meningkat menjadi 93,94% dengan
rata-rata nilai 81,61. Hasil ini sudah memenuhi indikator kerja.
Observasi
Pada pelaksanaan siklus III menunjukkan bahwa aktifitas siswa selama
pembelajaran semakin meningkat. Semakin banyak siswa yang berperan aktif
dalam pembelajaran. Hasil penilaian afektif dapat dilihat pada lampiran 6 dan
penilaian psikomotorik siswa yang dilakukan melalui observasi dapat dilihat pada
lampiran 7. Hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa yang memperoleh
kriteria baik meningkat menjadi 100% pada siklus III.
Antusias dan minat siswa semakin tinggi terutama dalam kegiatan
praktikum. Tidak hanya siswa yang pandai, siswa yang lain juga berani
mempresentasikan hasil diskusi tanpa harus disuruh oleh peneliti. Peneliti juga
lebih terampil dalam menerapkan model pembelajaran STAD. Sehingga suasana
kelas menjadi lebih hidup.

32
Tanggapan siswa mengenai pelaksanaan model pembelajaran STAD
dengan diberi umpan balik kuis pada pokok bahasan Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan dapat diketahui bahwa minat siswa semakin meningkat dengan
pembelajaran STAD dan pemberian umpan balik.
Refleksi
Hasil tes siklus III diperoleh ketuntasan belajar siswa 93,94 % dengan
rata-rata 81,61. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan dari siklus
sebelumnya.
Peran aktif siswa selama pembelajaran juga semakin meningkat, peneliti
tidak mendominasi kegiatan diskusi. Siswa merasa nyaman dan tidak tegang
selama pembelajaran. Berdasarkan hasil angket, minat siswa terhadap
pembelajaran juga semakin meningkat. Tanggapan siswa terhadap umpan balik
kuis yang diberikan oleh guru semakin baik. Siswa lebih termotivasi dengan
pemberian umpan balik kuis dan penghargaan kelompok.
Berdasarkan hasil refleksi, indikator kinerja penelitian sudah tercapai
secara klasikal, namun masih ada 2 siswa yang belum tuntas belajar. Hal ini
karena tingkat kemampuan siswa tersebut memang rendah dan dibutuhkan
bimbingan khusus.

B. Pembahasan
Dari lampiran 2 dapat diperoleh nilai rata-rata pretest siswa kelas XI IPA 4
masih belum memuaskan, yaitu 49,70 dengan ketuntasan belajar secara klasikal
mencapai 15,15% (5 siswa tuntas dari 33 siswa). Bertolak dari kondisi awal
tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada pokok bahasan Hidrolisis dan pokok bahasan Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan melalui pemberian umpan balik kuis dalam model pembelajaran STAD.
Hasil belajar siswa sebelum tindakan diambil dari hasil pretes siswa pada pokok
bahasan Hidrolisis.
Dari hasil pretes tersebut diperoleh nilai rata-rata siswa 49,70 dengan
ketuntasan belajar sebasar 15,15 %. Di dalam pelaksanaan model pembelajaran
STAD dibutuhkan kerjasama antaranggota kelompok, sehingga peran aktif siswa
sangat dibutuhkan dalam pembelajaran ini. Proses pembelajaran lebih difokuskan

33
pada siswa (student center). Menurut John Dewei dalam Dimyati dan Mudjiono
(2002) menyatakan bahwa belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung.
Penelitian ini terdiri atas 3 siklus, yaitu siklus I pada pokok bahasan Hidrolisis
sedangkan siklus II dan III pada pokok bahasan Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan.
Pada siklus I terdiri dari 4 pertemuan (6 jam pelajaran), Pertemuan
pertama membahas sifat larutan garam dan konsep Hidrolisis. Pertemuan kedua
melakukan praktikum. Pertemuan ketiga dan keempat membahas pH larutan
garam.
Pelaksanaan pembelajaran siklus I berdasarkan pada silabus dan rencana
pembelajaran yang telah disiapkan. Peneliti mengawali kegiatan pembelajaran
dengan menanyakan kembali materi yang sudah dipelajari siswa pada pertemuan
sebelumnya. Peneliti juga memberi pengantar sehingga siswa tertarik dan
memiliki rasa ingin tahu terhadap materi pelajaran yang akan dibahas.
Pembelajaran siklus I menggunakan metode praktikum, diskusi kelompok
dan tugas. Metode praktikum digunakan pada saat membahas sifat larutan garam
dan konsep hidrolisis. Metode praktikum bertujuan agar siswa mencari dan
menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya
dengan mengadakan percobaan sendiri. Siswa kelihatan antusias dengan kegiatan
praktikum meskipun masih ada siswa tidak mau bekerja dan hanya menonton saja.
Hasil observasi psikomotorik siswa menunjukkan bahwa 88% dari jumlah
siswa memperoleh kriteria baik. Hasil praktikum dipresentasikan di depan kelas.
Hal ini bertujuan untuk melatih keberanian siswa dalam mengkomunikasikan
pendapat mereka. Siswa diberi tugas membuat laporan hasil praktikum. Dalam hal
ini, siswa dapat terlatih untuk berfikir ilmiah. Proses pembelajaran dengan pokok
materi pH larutan garam menggunakan metode latihan soal dan diskusi kelompok.
Peneliti melatih siswa dalam mencari pH larutan garam kemudian siswa diberi
soal untuk dikerjakan secara kelompok. Siswa berdiskusi dalam kelompoknya
untuk menyelesaikan soal yang diberikan peneliti. Selanjutnya peneliti menyuruh
siswa mengerjakan soal tersebut di depan kelas. Peneliti menunjuk siswa secara
acak agar siswa selalu mempersiapkan diri. Berdasarkan pengamatan masih

34
banyak siswa hanya mengandalkan pada siswa yang lebih pandai. Kerjasama
belum terlihat pada siklus I, masih banyak siswa yang masih bersifat individual.
Pada siklus I, kuis dilaksanakan dua kali. Pertama setelah siswa selesai
membahas latihan soal Konsep Hidrolisis dan kedua setelah siswa membahas soal
pH Larutan Garam. Kuis ini merupakan soal yang harus dikerjakan oleh siswa
secara individu tanpa melihat buku. Pemberian kuis ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan.
Hasil kuis dikoreksi dan diberi umpan balik oleh peneliti. Umpan balik
yang berikan pada siklus I berupa pemberitahuan mengenai jawaban yang benar
dari kesalahan siswa pada saat mengerjakan kuis. Umpan balik diberikan pada
lembar jawaban kuis siswa. Selanjutnya siswa disuruh mempelajari sendiri umpan
balik yang diberikan oleh peneliti. Dengan ini diharapkan siswa tidak akan
mengulangi kesalahan yang sama saat mengerjakan soal yang serupa pada tes
berikutnya. Hasil kuis yang sudah dikoreksi dan diberi umpan balik kemudian
dikembalikan kepada siswa agar mereka mengetahui letak kesalahannya dan
mengetahui bagaimana cara membenarkannya.
Pada akhir siklus I siswa diberi tes dan berdasarkan nilai tersebut siswa
diberi penghargaan kelompok. Dari hasil tes siklus I diperoleh rata-rata hasil
belajar siswa meningkat dari 49,70 (hasil pretes) menjadi 72,58, dengan nilai
tertinggi 90 dan nilai terendah 50. Jumlah siswa yang belajar tuntas meningkat
dari 15,15 % (hasil pretes) menjadi 81,82% setelah diberi tindakan.
Peningkatan ini disebabkan oleh keterlibatan siswa secara langsung dalam
proses pembelajaran. Melalui kegiatan praktikum dan diskusi kelompok, siswa
menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Dengan menemukan
sendiri, maka pengetahuan yang dibangun oleh siswa akan lebih lama melekat
dalam ingatannya. Selain itu, siswa lebih termotivasi dengan adanya penghargaan
kelompok. Hal ini terlihat dari nilai afektif siswa, yaitu 64% siswa memperoleh
kriteria baik.
Nilai tes siklus I semua siswa lebih baik dibandingkan dengan hasil pretes.
Ketuntasan belajar pada siklus I secara klasikal adalah 81,82 %. Dari hasil belajar
siswa tersebut dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal
belum memenuhi indikator kerja penelitian. Hal ini karena masih banyak siswa

35
yang tidak merespon umpan balik yang diberikan oleh peneliti. Banyak siswa
yang tidak memahami umpan balik yang berikan oleh peneliti karena peneliti
hanya memberitahu jawaban yang benar tanpa disertai dengan penjelasan.
Masih ada 6 siswa yang belum tuntas belajar. Dari hasil observasi siswa
tersebut kurang memperhatikan penjelasan dari peneliti, tidak mau bekerjasama,
ramai sendiri saat diskusi kelompok dan mempunyai catatan yang kurang lengkap
sehingga yang mereka pelajari juga kurang lengkap. Hal ini terjadi karena siswa
belum terbiasa dengan metode yang diterapkan dalam penelitian ini. Kerjasama
dalam kelompok belum terlihat jelas. Sifat individual masih tampak pada siswa
karena mereka terbiasa dengan pembelajaran individual.
Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi belum berperan
menjadi tutor bagi teman yang memiliki kemampuan akademik rendah. Siswa
yang mempunyai kemampuan rendah hanya mengandalkan temannya yang pandai
dan tidak mau mencoba. Siswa dengan kemampuan rata-rata lebih bisa
memanfaatkan pembelajaran ini karena mereka bisa saling melengkapi dalam
berdiskusi.
Pemberian kuis kurang disukai oleh siswa yang mempunyai kemampuan
akademik rendah. Mereka merasa tertekan karena terlalu banyak ulangan. Umpan
balik kuis kurang begitu ditanggapi oleh siswa. Hal ini terlihat dari hasil ulangan
siswa, masih banyak siswa yang mengulangi kesalahan yang sama saat tes siklus.
Siswa masih belum memahami maksud dari pemberian kuis dan umpan balik
yang sebenarnya. Pada siklus I ini model pembelajaran STAD dengan umpan
balik kuis kelihatan kurang berhasil.
Berdasarkan hasil observasi di atas kemudian dianalisis dan direfleksi.
Dari hasil tersebut, maka masih perlu adanya perbaikan dalam proses
pembelajaran selanjutnya. Peneliti harus meningkatkan teknik pemberian umpan
balik kepada siswa, tidak hanya memberitahu jawaban yang benar tetapi juga
disertai penjelasan sehingga siswa memahami umpan balik tersebut. Peneliti juga
harus memperbaiki cara memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Peneliti harus memberikan penjelasan ulang mengenai pentingnya
kerjasama dalam model pembelajaran STAD dan mengenai tujuan pemberian kuis
dan umpan balik yang sebenarnya. Peneliti harus lebih terampil dalam mengelola

36
pembelajaran dan mengalokasikan waktu. Selain itu, peneliti harus memberikan
bimbingan bagi siswa yang pasif.
Kendala yang dihadapi pada siklus I yang lain yaitu banyak siswa yang
tidak mempersiapkan diri sebelum pembelajaran dimulai walaupun materi
pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya sudah diketahui. Hal
ini terlihat pada saat tanya jawab, masih banyak siswa yang membolik-balik buku
dan membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Kurangnya persiapan belajar
siswa ini menyebabkan pelaksanaan pembelajaran menjadi kurang efektif.
Dari hasil refleksi tersebut peneliti mengadakan perbaikan kualitas
pembelajaran untuk tindakan siklus II yaitu dengan mengefektifkan waktu yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Agar waktu yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran lebih efektif maka kesiapan siswa dalam menerima
materi baru harus ditingkatkan. Tindakan yang diambil peneliti yaitu dengan
memberikan tugas meringkas materi yang akan diajarkan. Peneliti memberikan
pedoman berupa soal-soal dan hasil ringkasan siswa harus menjawab soal-soal
tersebut. Selain itu perlu adanya peningkatan teknik pemberian umpan balik,
sehingga umpan balik lebih dapat diterima oleh siswa.
Materi pelajaran yang dibahas pada siklus II hanya sampai pada Ion
Senama, sedangkan untuk Pengaruh pH terhadap Ksp dan Reaksi Pengendapan
akan dibahas pada siklus III. Siklus II dilaksanakan berdasarkan pada
rencanapembelajaran siklus II yang merupakan perbaikan dari siklus I. Untuk
menghindari kebosanan dari siswa pada siklus II digunakan metode yang lebih
bervariasi.
Siklus II terdiri atas 3 kali pertemuan (6 jam pelajaran). Pada siklus II
membahas materi pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan serta Ion Senama.
Metode yang digunakan pada siklus II yaitu metode demonstrasi, drill soal,
diskusi kelompok, tanya jawab dan tugas.
Penanaman konsep awal mengenai Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
digunakan metode demonstrasi. Metode demonstrasi bertujuan untuk menarik
perhatian dan minat siswa terhadap pembelajaran kimia. Disamping itu, siswa
lebih mudah memahami konsep yang diberikan peneliti. siswa kelihatan antusias

37
dan tertarik dengan metode ini. Hal ini dibuktikan dengan banyak siswa yang
ingin mencoba sendiri di depan kelas.
Dalam pembelajaran siklus II keaktifan siswa semakin meningkat. Siswa
mulai terbiasa dengan diskusi kelompok. Pada siklus II ini kerjasama dalam
kelompok sudah mulai terlihat. Siswa dengan kemampuan tinggi mau
bekerjasama dan menjadi tutor bagi temannya yang mempunyai kemampuan lebih
rendah. Siswa dengan kemampuan yang lebih rendah sudah mulai mau mencoba
yaitu dengan bimbingan peneliti. Selama pembelajaran berlangsung peneliti selalu
mengaktifkan siswa dan menjadi fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Melalui
kegiatan diskusi peneliti menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan
bermakna bagi siswa, karena siswa menemukan sendiri pengetahuan yang
dipelajarinya.
Di samping itu waktu yang digunakan dalam diskusi menjadi lebih efektif
karena siswa sudah mempersiapkan dulu materi yang akan diajarkan melalui
pemberian tugas awal. Kuis diberikan setiap akhir pertemuan yaitu dengan jumlah
soal 1 yang harus dikerjakan dalam waktu 10 menit. Hal ini bertujuan agar
peneliti segera mengetahui materi yang belum dikuasai oleh siswa sehingga
peneliti dapat segera memberikan umpan balik. Pemberian umpan balik tidak
hanya berupa jawaban yang benar tetapi juga ditambah dengan pejelasan. Dengan
demikian, siswa akan lebih memahami umpan balik yang diberikan dan dapat
menerima umpan balik tersebut. Dari penjelasan dalam umpan balik yang
diberikan oleh peneliti, siswa dapat mempelajari lagi materi pelajaran dan cara
mengerjakan soal yang belum dia dikuasai.
Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I. Nilai rata-rata siswa mencapai 78,03, ini lebih tinggi
dari siklus I yaitu 72,58. Ketuntasan belajar siswa juga meningkat dari 81,82%
menjadi 90,91%. Peningkatan hasil belajar siswa karena siswa sudah bisa
memanfaatkan umpan balik kuis yang diberikan oleh peneliti. Bahkan siswa
menanyakan kembali umpan balik yang diberikan oleh peneliti, apabila ia tidak
memahami penjelasan dalam umpan balik. Siswa juga lebih aktif dalam kegiatan
belajar. Hal ini dibuktikan dari hasil observasi bahwa siswa yang memperoleh
nilai afektif dengan kriteria baik meningkat menjadi 91%.

38
Meskipun hasil belajar pada siklus II sudah memenuhi indikator
keberhasilan kerja penelitian, namun proses pembelajaran kimia masih perlu
dioptimalkan. Siswa harus dilatih cara memberi umpan balik pada dirinya sendiri
sehingga siswa akan semakin memahami materi pelajaran yang berikan oleh
peneliti dan dapat memperbaiki kesalahannya sendiri.
Pada siklus II ini masih ada 3 siswa yang belum tuntas. Berdasarkan dari
hasil sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada siswa tersebut mereka mengaku
bahwa sebenarnya mereka kurang berminat dengan jurusan IPA. Satu diantara
mereka hanya menuruti kehendak orang tuanya yang menginginkan mereka
masuk IPA meskipun kemampuan mereka rendah, sedangkan yang lain hanya
ikut-ikutan teman. Pada siklus II, perlu dioptimalkan lagi hasil belajar siswa
sehingga semua siswa dapat tuntas belajar. Peneliti harus lebih memotivasi siswa
sehingga siswa lebih bersemangat untuk meningkatkan hasil belajarnya dan
memberikan bimbingan khusus pada siswa yang belum tuntas belajar.
Siklus III dilaksanakan untuk lebih memantapkan peningkatan hasil
belajar siswa. Siklus III terdiri atas 3 kali pertemuan dengan materi pokok
pengaruh pH terhadap Hasil Kali Kelarutan dan Reaksi Pengendapan. Metode
yang digunakan dalam siklus ini lebih bervariasi yaitu metode tanya jawab, drill
soal, diskusi kelompok, dan praktikum. Penggunaan metode praktikum dalam
siklus ini agar siswa lebih terlibat langsung untuk melakukan percobaan dan untuk
meningkatkan keaktifan siswa. Hal ini juga bertujuan agar siswa tidak bosan
dengan pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan praktikum ini siswa tampak lebih
aktif dan kemampuan psikomotorik siswa juga lebih baik dari sebelumnya, yaitu
siswa yang memperoleh nilai dengan kriteria terampil 100%.
Kuis pada siklus III diberikan 2 kali yaitu pada pokok bahasan Pengaruh
pH terhadap Ksp dan pokok bahasan Reaksi Pengendapan. Dalam memberikan
umpan balik, peneliti tidak hanya memberikan penjelasan mengenai jawaban yang
benar tetapi juga memberi motivasi, komentar dan saran. Peneliti juga melatih
siswa memberikan umpan balik pada dirinya sendiri, dengan cara siswa harus
mengerjakan lagi soal kuis di rumah dan juga bisa dengan cara berdiskusi dengan
teman. Dengan demikian siswa akan mengetahui lebih dahulu, apakah jawaban
kuisnya ada kesalahan apa tidak. Selanjutnya untuk memastikan, umpan balik

39
siswa harus dicocokkan dengan umpan balik yang diberikan oleh peneliti. Dengan
memberi umpna balik pada diri sendiri kemudian mempelajari umpan yang
diberikan oleh peneliti berarti siswa berulang-ulang mempelajari materi pelajaran.
Sesuai dengan prinsip-prinsip belajar (Darsono 2000:4) bahwa
mengulang-ulang materi pelajaran dapat mempermudah siswa dalam mengingat
dan memahami materi pelajaran. Hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
dibuktikan dengan hasil tes siswa pada siklus III. Nilai rata-rata hasil belajar siswa
pada siklus III adalah 81,61 dengan ketuntasan belajar 93,94% secara klasikal.
Jika dibandingkan dengan pencapaian hasil belajar siklus I dan II hasil belajar
siswa tersebut menunjukkan peningkatan. Hal tersebut menunjukkan adanya
peningkatan pemahaman konsep yang sedang dibahas.
Pada pelaksanaan siklus III peneliti telah mampu menyajikan proses
pembelajaran yang dapat merangsang seluruh siswa untuk aktif. Ini menunjukkan
bahwa aktifitas peneliti dinilai baik oleh guru mitra. Kerja sama dalam kelompok
terlihat kental mewarnai aktifitas siswa, baik saat melakukan diskusi maupun
presentasi hasil diskusi. Siswa lebih antusias mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dari hasil observasi aktifitas dan keaktifan siswa meningkat dan menyebabkan
suasana kelas saat pembelajaran berlangsung tampak hidup. Dalam mengerjakan
latihan soal, siswa mengerjakan soal di depan kelas tanpa harus ditunjuk oleh
peneliti. Siswa yang memperoleh kriteria baik meningkat menjadi 100%. Hal ini
membuktikan siswa merasa senang, tidak takut dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Hasil angket tanggapan terakhir siswa mengenai pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan diberi umpan balik kuis, siswa yang menyukai pembelajaran
STAD sebanyak 56% pada pilihan sangat setuju, 39% pada pilihan setuju dan 6%
pada pilihan biasa saja. Penerimaan siswa terhadap umpan balik meningkat yaitu
53% pada pilihan sangat setuju, 39% pada pilihan setuju dan 8 % pada pilihan
biasa saja. Hal ini menunjukkan siswa lebih menyukai cara guru mengajar dalam
pembelajaran STAD yang diberi umpan balik kuis.
Pada akhir siklus III masih ada 2 siswa yang belum tuntas yaitu
memperoleh nilai 60. Kedua siswa ini memang mempunyai kemampuan lebih
rendah dibandingkan yang lain dan dibutuhkan bimbingan khusus untuk

40
menanganinya. Meskipun demikian, kedua siswa ini mengalami peningkatan hasil
belajar dari siklus I dengan nilai 40 sampai siklus III dengan nilai 60.
Pada proses pembelajaran siklus III terjadi perubahan-perubahan seperti
yang diharapkan, diantaranya yaitu hasil belajar siswa lebih meningkat, motivasi
siswa meningkat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, serta suasana
pembelajaran menjadi lebih kondusif. Siswa-siswa yang pada pembelajaran siklus
I dan II terlihat pasif pada pembelajaran siklus III tampak lebih aktif bekerjasama
dan mengemukakan pendapatnya dalam kelompok serta berani mengerjakan dan
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi
dalam pembelajaran di kelas XI IPA 4 yaitu siswa kurang memahami materi
pelajaran karena enggan bertanya kepada guru sudah dapat diatasi. Dalam
pembelajaran kelompok siswa yang belum memahami materi pelajaran dapat
bertanya kepada siswa yang lain untuk membantunya dalam memahami materi
pelajaran. Peneliti juga menciptakan suasana yang tidak menegangkan sehingga
siswa tidak takut lagi bertanya kepada peneliti jika mengalami kesulitan belajar.
Pencapaian ketuntasan belajar siswa sudah sesuai yang diharapkan yaitu
85% siswa memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 75. Selain itu, hasil
belajar siswa mengalami peningkatan secara bertahap dari siklus I hingga siklus
III. Keaktifan siswa juga meningkat setiap siklusnya.
Dengan demikian model pembelajaran yang diterapkan peneliti, yaitu
memberikan umpan balik kuis dalam model pembelajaran STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 4 SMA Yuppentek I Tangerang.
Semakin baik teknik pemberian umpan balik dan semakin baik tanggapan siswa
terhadap hasil umpan balik maka hasil belajar siswa akan semakin meningkat.
Selain itu adanya penghargaan kelompok akan lebih memotivasi siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Yang terpenting dalam model pembelajaran
ini adalah sikap kerjasama, tolong menolong, saling menghargai dan kekeluargaan
terlihat pada sikap siswa.

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat
diambil kesimpulan bahwa melalui kuis umpan balik dalam STAD dapat
meningkatkan hasil belajar kimia pada pokok bahasan Hidrolisis, Kelarutan dan
Hasil Kali Kelarutan pada siswa kelas XI IPA 4 semester 2 SMA Yuppentek I
Tangerang tahun ajaran 2018/2019. Peningkatan ini terlihat dari nilai rata-rata
yang diperoleh siswa yaitu 72,58 pada siklus I, kemudian meningkat menjadi
78,03 pada siklus II dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 81,61. Ketuntasan
belajar siswa juga mengalami peningkatan, pada siklus I adalah 81,82 %,
kemudian pada siklus II meningkat menjadi 90,91 % dan meningkat lagi pada
siklus III 93,94 %. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah terpenuhi yaitu
85% dari jumlah siswa memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 75.
Namun secara individual masih ada 2 siswa yang belum tuntas belajar.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan:
1. Dalam menggunakan model pembelajaran STAD diperlukan manajemen
waktu yang baik, sehingga siswa benar-benar bisa memanfaatkan waktu untuk
berdiskusi dan memahami materi yang dipelajari.
2. Guru hendaknya menggunakan beberapa metode pembelajaran yang lebih
bervariasi melalui model pembelajaran STAD, sehingga siswa tidak menjadi
cepat bosan dengan materi yang diajarkan. Misalkan, dengan menggunakan
metode permainan atau dengan metode karyawisata.
3. Guru hendaknya meningkatkan teknik pemberian kuis umpan balik sehingga
umpan balik dapat diterima dan direspon oleh siswa. Antara lain, pemberian
umpan balik tidak hanya dilakukan secara individual pada lembar jawaban
siswa tetapi juga secara klasikal setelah tes selesai. Pemberian umpan balik
dapat ditindak lanjuti dengan pemberian tugas pada siswa untuk mengerjakan
kembali jawaban yang salah kemudian dikumpulkan. Dengan demikian siswa

42
akan mencoba sendiri memperbaiki jawabannya dengan petunjuk yang
diberikan oleh guru. Umpan balik tidak hanya diberikan kepada siswa yang
melakukan kesalahan namun juga pada siswa yang sudah menjawab benar
yaitu dengan memberikan komentar/motivasi.

43
DAFTAR PUSTAKA
.

Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES Semarang press.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Bumi


Aksara

Darsono, Marx. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Pres

Dimyati, Mahmud. 1994. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta

Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama

Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem. Jakarta: Bumi aksara.

Ibrahim, H. Muslimin, Fida R., M. Nur, Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif.


Surabaya: University Pres

Kardi, Soeparman dan Nur, Muhammad. 2001. Pengajaran Langsung. Surabaya:


University Press.

Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning. Jakarta: Grasindo.

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.


Bandung: Bumi Aksara

Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperatif Learning. Boston London, Allyn and Bacon

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:


Remaja Rosdakarya

44
Suherman, Erman, Turmudi, Didi S., Tatang H., Suhendra, Nurjanah. 1990.
Petunjuk Praktis Evaluasi Pendidikan. Bandung: Wijaya Kusuma

Suherman, Erman, Turmudi, Didi S., Tatang H., Suhendra, Sufyani Prabowo,
Nurjanah, Ade Rohayati. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA

45

Anda mungkin juga menyukai