Anda di halaman 1dari 3

Penetapan Protokol Kesehatan Guna Mencegah dan Mengendalikan

COVID 19.

Kasus COVID -19 hingga 10 November 2020 terus mengalami fluktuasi


sebanyak 444.348 orang yang terdeteksi positif dan sebanyak 14.761 orang yang
tidak dapat tertolong. Dengan adanya peningkatan ini, tentu membuat banyak orang
resah. Tak hanya yang memiliki jabatan tinggi melainkan juga yang kaum bawahan.
Di tengah keresahan COVID 19 ini, pemerintah mengeluarkan maklumat yang
disahkan pada 20 Mei 2020 melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomer HK 01.07/
Menkes/ 128/ 2020 terkait Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus
Disease.

Pada konteks ini, pemerintah menetapkan protokol kesehatan yang


diperkenalkan dengan istilah yang disingkat dengan 3M dengan rincian Memakai
masker, Mencuci tangan dan Menghindari kerumunan atau menjaga jarak. Dengan
protokol ini diharapkan dapat memutus rantai penyebaran COVID 19. Hal ini
dikarenakan berakhirnya pandemic COVID 19 ini belum dapat dipastikan hingga
Lembaga kesehatan mampu menemukan vaksin yang dapat membentuk kekebalan
tubuh secara optimal. Sementara dampak dari pandemic ini terus mengalami
peningkatan salah satunya yang paling terbesar terdapat pada sektor ekonomi.

Dengan demikian WHO, organisasi kesehatan dunia mencetuskan enam


kriteria dalam new normal diantaranya Pertama, penularan COVID 19 telah
terkendali. Kedua, Sistem kesehatan dapat dideteksi, diuji, diisolasi, dilacak kasusnya
dan pasiennya dapat dikarantina. Ketiga, resiko penularan dapat ditanggulangi
terutama pada tempat yang rentan misalnya fasilitas kesehatan mental, panti jompo
serta tempat keramaian. Keempat, Mengupayakan pencegahan penularan COVID 19
di lingkuungan kerja melalui penghimbauan untuk jaga jarak fisik, memberikan
fasilitas cuci tangan serta mensosialisasikan etika saat batuk dan bersin.

Kelima, mencegah dan membatasi kasus COVID dari luar negeri. Keenam,
menghimbau masyarakat ikut andil dalam masa transisi new normal. Sekalipun pada
masanya Pandemi COVID mulai dirasakan adanya penurunan serta PSBB tidak
diberlakukan lagi, masyarakat dihimbau untuk tetap menjalankan protokol sesuai
yang diproklamirkan pemerintah. Dengan tetap menjaga diri dan mematuhi protokol
yang ada dapat mengurangi resiko terjadinya gelombang kedua bahkan gelombang-
gelombang selanjutnya yang dinilai lebih berbahaya serta dapat mematikan sistem
pelayanan kesehatan nasional.

Namun fenomenanya yang ada di Indonesia, Indonesia mengalami krisis


kepercayaan terhadap pemerintah. Keraguan masyarakat terhadap pemerintah berasal
dari adanya informasi yang masih terlihat transparan serta kebijakan pemerintah yang
berubah-rubah. Hal ini tentu membuat sebagian masyarakatnya ada yang masih
enggan mematuhi protokol yang ada.

Pada konteks inilah, Promosi kesehatan atau sosialisasi kesehatan sangat


diperlukan. Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan bagian stake holder penting
yang berperan aktif dalam mendukung perubahan lingkungan dan perilaku serta
meningkatkan dan menjaga kesehatan menuju kondisi yang optimal. Dalam hal ini
diperlukan upaya dalam mengembangkan setiap individu untuk memiliki kesadaran
penuh bukan hanya sekedar tau melainkan juga mampu membuat keputusan yang
efektif.

Selain masyarakat, Lembaga pelayanan kesehatan juga dihimbau untuk


membuat keputusan yang efektif dalam mewujudkan dan meningkatkan kesehatan
secara optimal serta diharapkan dapat menata kembali sistem pelayanan kesehatan
masyarakat untuk lebih mengedepankan aspek preventif dengan tidak
mengesampingkan aspek rehabilitative dan aspek kuratif.

Dengan demikian kesiapan masyarakat dalam menghadapi new normal tidak


terlihat dari aspek sosial saja melainkan terlihat dari mental dan fisik yang sehat.
Penerapan PHBS dan protokol kesehatan serta menanamkan mental yang tenang
sehingga terhindar dari gangguan kecemasan selama masa pandemi COVID 19
menjadi cermin kesiapan masyarakat dalam menghadapi hidup bersandingan dengan
COVID 19 atau yang dikatakan dengan masa new normal.

Anda mungkin juga menyukai