Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan salah satu kondisi yang memiliki pengaruh


katastropik terhadap penderita dalam hal penderitaannya, kehidupan sosialnya,
keterbatasan yang ditimbulkan dan perihal keuangan yang dikeluarkan untuk
pengobatannya.1,2,3
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, pada setiap orang muda maupun
orang tua dan baik laki-laki maupun perempuan dan luka bakar juga dapat terjadi di
mana saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat
lain. Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi
untuk mengalami luka bakar. 4,5
Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat dengan mudah
dikelola di klinik rawat jalan sampai luka bakar luas yang dapat mengakibatkan
kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di rumah sakit. 4,5
Anak-anak dan orang tua beresiko untuk mengalami luka bakar yang lebih dalam
karena lapisan kulit dermis mereka lebih tipis. 6,7 Pada tahun 1997 hingga 2002
terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat di
100 rumah sakit di Amerika. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka
bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka
bakar tersebut diperkirakan semakin meningkat.8.
Aspek medikolegal menuntut seorang dokter untuk melakukan
pemeriksaan terhadap seseorang yang mengalami luka bakar baik yang masih
hidup ataupun yang telah mati.1,2 Disamping itu, ada banyak kejadian dimana
luka bakar terjadi pada korban kekerasan, dimana diperlukan keahlian khusus
untuk membedakan apakah luka bakar terjadi saat korban masih hidup
(antemortem) ataukah saat korban sudah meninggal (postmortem) untuk
menutupi penyebab kematian yang sebenarnya.6 Cedera luka bakar terutama pada
luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian dan
ketidakmampuan jangka panjang.3,6,7
.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit


2.1.1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar. Luas kulit orang dewasa 2 m 2
dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis
kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.8
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada
garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 8

Gambar 1. Anatomi Kulit


 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum
adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel

2
gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi
keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan
korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak
lebih jelas di telapak tangan dan kaki.11
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses
mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng
bentuknya.11
Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel
yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus
Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel
stratum spinosum mengandung banyak glikogen.11
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatan antar sel, dan
sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir
pigmen (melanosomes).11

 Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak di bawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis
yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis
dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara
garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang
menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan
pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian

3
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan
retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan
yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat
lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil.
Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 11

 Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-
sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh
trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak
tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan
3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan. 11
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak
di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan
anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare
juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.11

 Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)


Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-
cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat.
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan
bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai
cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi
sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat

4
di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat
bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak
lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin
kehilangan kontur. 11

2.1.2. Fungsi Kulit


Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut 12:
 Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh
pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari
kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit
tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,
mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau
rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
 Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan
getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf
sensasi.
 Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 0F atau sekitar 36,50C.
Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit
mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing.
Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh
dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
 Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-
kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan
membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan
melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui

5
penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak
disadari.
 Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
 Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut
dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada
krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada
tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung
rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui
dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai
organ tubuh lainnya.
 Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang
tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi
lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti
kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

2.2. Luka Bakar


2.2.1. Definisi
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat
kekerasan atau trauma yang dapat dibedakan menjadi trauma mekanik, trauma
fisik serta trauma kimiawi. 12,13 Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang
disebabkan oleh kontak dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan
panas), kimiawi (seperti, bahan-bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran
listrik atau lampu), friksi, atau energi elektromagnetik dan radian.13
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan
efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan
derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung
pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
prognosis.10

6
2.2.2. Epidemiologi
Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan
perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena
sampai saat ini angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika
dilaporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah
kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada
laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian
yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan
angka kematian 37,38%. Di Unit luka bakar RSU Dr. Soetamo Surabaya jumlah
kasus yang dirawat selama satu tahun (Januari 2000 sampai Desember 2000)
sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh penderita bedah plastik yang dirawat
yaitu sebanyak 219, jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 penderita atau
sekitar 26,41% dari seluruh penderita luka bakar yang dirawat. Kematian
umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar
yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama
perawatan (data dari Burn unit RSU Dr. Soetamo).
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-
29 tahun. Diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda, luka bakar jarang
terjadi pada umur 80 tahun ke atas.
Sekitar 80% luka bakar dapat terjadi di rumah. Pada anak umur 3-14 tahun,
penyebab luka bakar paling sering karena nyala api yang membakar baju. Pada
orang dewasa, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri
ataupun kebakaran yang terjadi di rumah akibat rokok.

2.2.3. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin,
gas kompor rumah tangga, cairan-cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak kurang
lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan

7
rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga
mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).10,14,15
Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik, maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat.
Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri
yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara
lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka
bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami
nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus
jaringan lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat
karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa
sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk
berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.10,14,15
Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar,
yaitu terutama adalah sebagai berikut : 4,8,9
1. Api Kontak dengan kobaran api
2. Luka bakar cair Kontak dengan air mendidih, uap panas, dan
minyak panas
3. Luka bakar kimia Asam akan menimbulkan panas ketika kontak
dengan jaringan organik
4. Luka bakar listrik Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran
listrik. Luka bakar listrik memiliki
karakteristik yang unik, sebab sekalipun
sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh,
kebakaran/kerusakan yang parah justru
terjadi di dalam tubuh.
5. Luka bakar kontak Kontak langsung dengan obyek panas,
misalnya dengan wajan panas atau knalpot
sepeda motor
.
Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain: 4

8
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik, petir, dan radiasi
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari
6. Luka bakar karena tungku panas/ udara panas
7. Luka bakar karena ledakan bom
Tiga faktor yang menentukan tingkat keparahan pada luka bakar akibat
radiasi panas adalah: 16
1. Temperatur gelombang panas yang menerpa kulit
2. Waktu terpapar (durasi)
3. Ada tidaknya daerah kulit yang terlindung dari pakaian
Pada kasus ekstrim, radiasi panas dengan suhu yang sangat tinggi dapat
menghanguskan tubuh hanya dalam beberapa detik.

2.2.4. Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasi menurut17 :
1. Dalamnya.
2. Luasnya.
3. Dalam, luas, dan lokasinya.
4. Penyebabnya.

1. Berdasarkan dalamnya luka 17,18,19,20


a) Menurut Dupuytren
Klasifikasi derajat luka bakar berbeda-beda untuk masing-masing
negara oleh karena ini sangat bergantung terhadap managemen pengobatan
yang digunakan oleh negara tersebut. Klasifikasi lama yang diperkenalkan
oleh Dupuytren adalah pembagian derajat luka bakar dalam 6 derajat :
 Luka bakar derajat 1
Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas
yang suhunya tidak mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia.
Biasanya bentuk luka berupa kemerahan dan proses penyembuhan
terjadi tanpa meninggalkan parut. Waktu penyembuhan antara beberapa
jam sampai beberapa hari.

9
 Luka bakar derajat 2
Luka akibat terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya
mencapai titik didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit superfisial hanya
sedikit yang rusak dan penyembuhannya tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada awalnya terdapat vesikel yang kemudian akan terasa sakit
dan warnanya menjadi hitam.
 Luka bakar derajat 3
Luka akibat cairan yang suhunya diatas titik didih. Pada keadaan
ini lapisan superfisial kulit seluruhnya rusak sehingga pada
penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut. Ujung persyarafan
juga terbakar dan hal ini mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada
proses penyembuhan dapat terjadi jaringan parut yang mengandung
semua elemen kulit, sehingga tidak mengalami kontraktur.
 Luka bakar derajat 4
Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung syaraf juga
ikut rusak, sehingga pada luka bakar ini rasa nyeri tidak ada. Jaringan
parut yang terbentuk akan mengalami kontraksi dan deformitas. Luka
terkelupas pada hari ke 5 atau ke 6 dan penyembuhan akan berjalan
lambat.
 Luka bakar derajat 5
Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir
selalu mengalami deformitas.
 Luka bakar derajat 6
Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya
mengakibatkan kerusakan anggota badan.

b) Klasifikasi luka bakar oleh Wilson 17,18,19,20


 Luka bakar derajat satu ( derajat satu dan dua, Dupuytren)
Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis. Disini kapiler
mengalami dilatasi dan terjadi transudasi cairan kedalam jaringan ikat,
yang menyebabkan edema. Secara umum blister diliputi oleh kulit yang
berwarna keputihan diatasnya, epidermis yang avaskuler dan dibatasi oleh

10
zona yang berwarna hiperemi. Bila besar blister kurang dari 1 cm maka
blister ini akan diresorbsi, sebaliknya bila blister ini pecah maka akan
meninggalkan daerah dengan dasar yang berwarna kemerahan. Luka bakar
derajat satu ini akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. Walaupun
luka bakar yang terjadi adalah derajat satu akan tetapi bila meliputi lebih
dari sepertiga permukaan tubuh terutama yang terletak pada daerah kepala,
leher, badan, atau dinding depan dari abdomen maka akan menyebabkan
kefatalan.
 Luka bakar derajat dua ( derajat tiga dan empat, Dupuytren)
Terjadi destruksi dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis dapat
mengalami koagulasi, pengerutan, berupa daerah yang dibatasi oleh zona
yang berwarna kemerahan, dan blister kulit. Dalam beberapa hari, biasanya
dalam beberapa minggu jaringan yang nekrosis akan mengelupas dan
meninggalkan ulcus yang lambat menyembuh. Luka bakar derajat dua
sering memerlukan koreksi bedah plastik untuk mengatasi jaringan parut
yang terbetuk selama penyembuhan.
 Luka bakar derajat tiga ( derajat lima dan enam, Dupuytren)
karakteristik dari luka bakar ini adalah destruksi yang luas tidak
hanya pada kulit dan subkutis tetapi juga pada otot dan tulang. Destruksi
pada ujung-ujung syaraf juga dapat terjadi yang mengakibatkan kehilangan
rasa nyeri yang relatif. Devitalisasi jaringan pada area luka bakar
menyebabkan mudah terkenanya infeksi dan penyembuhan yang berjalan
lambat. Bila pajanannya berkepanjangan, maka kulit dan jaringan ikat
dibawah kulit akan terbakar dan menjadi arang. Sedangkan pada pajanan
yang luas dari tubuh setelah kematian oleh karena panas dan asap
menyebabkan seluruh tubuh menjadi arang dengan otot-otot dan organ-
organ dalam yang terpanggang, dan akhirnya menghanguskan bagian-
bagian tubuh terutama ekstremitas, genetalia dan telinga.

c) Menurut derajat lainnya17,18,19,20


 Luka bakar derajat 1 (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar
derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.

11
Gambar 2. Luka
Kulit masih intak, kemerahan, tidak ditemukan bullae, nyeri

 Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)


Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada
elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat
ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan
kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan
lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena adanya iritasi ujung
syaraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat 2
dibedakan menjadi :
o Derajat dua dangkal
Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan
penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10- 14 hari.
o Derajat dua dalam
Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Bila kerusakkan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan
nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis

12
yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit ( epitel, stratum
germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dsb) yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 3. Luka Bakar Derajat II


Tampak bullae, dasar luka kemerahan (Derajat II A), dasar pucat keputihan
(Derajat II B), nyeri hebat terutama pada derajat II A

 Luka bakar derajat 3


Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen
epitel yang hidup, maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan
cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka
bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.

Gambar 4. Luka Bakar Derajat III

13
Tampak bullae, kulit nekrosis, dasar luka kehitaman, nyeri hebat
berkurang, terkadang terlihat jaringan dibawah kulit (otot, tulang, dll)

2. Berdasarkan dalamnya kerusakan jaringan


Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak
dan disebut sebagai luka bakar superfisial partial thickness, deep partial
thickness dan full thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar
derajat-satu, -dua, -tiga.

Kedalaman Bagian kulit


Perjalanan
dan penyebab yang Gejala Penampilan luka
kesembuhan
luka bakar terkena
Derajat satu Epidermis Kesemutan, Memerah, menjadi Kesembuhan
(superfisial): hiperestesia putih ketika ditekan lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), minimal atau tanpa waktu satu minggu,
matahari, rasa nyeri mereda edema terjadi pengelupasan
terkena api jika didinginkan kulit
dengan
intensitas
rendah
Derajat-dua Epidermis Nyeri, hiperestesia, Melepuh, dasar luka Kesembuhan dalam
(partial- dan bagian sensitif terhadap berbintik-bintik merah, waktu 2-3 minggu,
thickness): dermis udara yang dingin epidermis retak, pembentukan parut
tersiram air permukaan luka basah, dan depigmentasi,
mendidih, terdapat edema infeksi dapat
terbakar oleh mengubahnya
nyala api menjadi derajat-tiga
Derajat-tiga Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka bakar Pembentukan eskar,
(full- keseluruhan syok, hematuria berwarna putih seperti diperlukan
thickness): dermis dan (adanya darah bahan kulit atau pencangkokan,
terbakar nyala kadang- dalam urin) dan gosong, kulit retak pembentukan parut
api, terkena kadang kemungkinan pula dengan bagian lemak dan hilangnya
cairan mendidih jaringan hemolisis (destruksi yang tampak, terdapat kontur serta fungsi
dalam waktu subkutan sel darah merah), edema kulit, hilangnya jari
yang lama, kemungkinan tangan atau
tersengat arus terdapat luka ekstrenitas dapat

14
listrik masuk dan keluar terjadi
(pada luka bakar
listrik)

Gambar 5. Luka Bakar Berdasarkan Dalamnya Kerusakan Jaringan

3. Berdasarkan Luas17,18
Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :
a. Rumus Sembilan (Rule of Nine)
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan
dengan menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan
cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem
tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas.
Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan
dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
- Kepala dan leher : 9 %
- Lengan : 18 %

15
- Badan Depan : 18 %
- Badan Belakang : 18 %
- Tungkai : 36 %
- Genitalia/perineum : 1 %
- Total : 100 %

Gambar 6. Rule of Nine Pada Dewasa

16
Gambar 7. Skema Pembagian Luas Luka Bakar dengan Modifikasi
Rule of Nine

b. Metode Lund and Browder


Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh
yang terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa
persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya
kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan
membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan
memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-
bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang luas
permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika
pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta
ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak
jelas sesudah periode tersebut.

17
18
Gambar 8. Skema Metode Lund and Browder

4. Berdasarkan dalam, luas dan lokasi luka bakar 17,18


Keparahan luka bakar seharusnya dilihat dari berbagai aspek. Paling
tidak ada 3 unsur penting yaitu luas, derajat luka (Wilson) dan lokasi luka.
Penilaian dapat dicontohkan sebagai berikut :
a. Ringan
 Luka bakar tingkat I meliputi <10% luas permukaan tubuh.
 Luka bakar tingkat II meliputi <5% luas permukaan tubuh.
 Luka bakar tingkat III meliputi hanya 2% dari luas permukaan tubuh.
b. Sedang
 Luka bakar tingkat I meliputi 15-30% luas permukaan tubuh.
 Luka bakar tingkat II meliputi 10-15% luas permukaan tubuh.
 Luka bakar tingkat III 5-10% mengenai wajah, tangan atau kaki.
c. Berat
 Luka bakar tingkat I meliputi wajah, tangan, kaki dan daerah
perineum/kelamin.
 Luka bakar tingkat II meliputi >30% luas permukaan tubuh.
 Luka bakar tingkat III meliputi 20%, mengenai saluran nafas, luka bakar
dengan kompikasi fraktur.

5. Berdasarkan penyebabnya.20,21
Berdasarkan Penyebabnya, Luka Bakar secara kasar dapat dibagi dalam
enam kategori :
A. Flame Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan api
1. Keparahan tergantung lamanya waktu kulit terpajan dengan api
2. Bentuk lain dari flame burns adalah flash burns
a. Disebabkan oleh ledakan yang berasal dari gas, atau berupa
partikel- partikel halus suatu benda panas

19
b. Menyebabkan luka bakar derajat dua dan tiga pada seluruh
daerah kulit yang terkena, termasuk rambut
B. Contact Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan objek yang
panas, misalnya besi panas, setrika, dll. Jenis luka bakar ini, dapat
memberikan gambaran mengenai bentuk benda panas yang menyebabkan
luka bakar tersebut
C. Radiant Burns
Terjadi apabila kulit terpajan dengan gelombang panas
1. Tidak selalu diperlukan kontak langsung dengan benda yang
menghasilkan gelombang panas untuk menimbulkan luka bakar
2. Dapat menimbulkan lepuh dan eritema
3. Bila pajanan terjadi dalam jangka waktu lama dapat meimbulkan
karbonisasi
D. Luka terbakar terjadi bila kulit berhubungan dengan cairan panas (biasanya
air).
 Air pada 158°F ( 70°C ) akan menghasilkan suatu luka derajat tiga pada
kulit orang dewasa, kira-kira dalam satu detik dari kontak ; pada 131°F (
55°C ), hampir 25 detik dibutuhkan untuk menghsilkan luka bakar yang
sama.
 Pemanas air hampir seluruh rumah di Amerika berasal dari pengaturan
pabrik kira-kira 130°-140°F, meskipun begitu, unit terbaru sekarang
disesuaikan menjadi sekitar 120°F.

E. Luka bakar karena microwave.


Microwave adalah gelombang elektromagnetik yang mana frekuensi
berkisar antara 30-300.000 MHz dan panjang antara 1mm sampai 30 cm.
Radiasi microwave adalah non-ionisasi, oleh karena itu, efek biologi
primernya adalah panas, yang mana memproduksi melalui agitasi
molecular dari molekul polar, seperti air. Pada sistem biologi, oleh karena
itu, Jaringan dengan komposisi air yang lebih tinggi ( seperti otot ) akan
menjadi lebih panas daripada jaringan dengan komposisi air yang lebih
rendah ( seperti lemak ). Standar operasi untuk mikroawave di dapur adalah
pada 2,450 MHz.

20
F. Luka bakar kimia adalah diproduksi oleh agent kimia seperti asam kuat dan
alkali, sama seperti agent lain seperti fosfor dan fenol. Luka bakar
menghasilkan perubahan yang lebih lambat daripada luka bakar akibat
agent panas

2.2.5. Patogenesis
Dalam perjalanan penyakit dibedakan tiga fase pada luka bakar: 4,5,10,17
1. Fase Awal, fase akut, fase shock.
Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan
elektrolit, akibat cedera teknis yang bersifat sistemik.
2. Fase setelah shock berakhir/diatasi atau fase sub akut.
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir/dapat diatasi. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan
masalah antara lain:
a. Proses inflamasi. Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda
dengan luka sayat elektif, proses inflamasi disini terjadi lebih hebat
disertai eksudasi dan kebocoran protein. Pada saat ini terjadi reaksi
inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik
dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan proses imunologik,
yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn-toxin) yang
menginduksi respon inflamasi sistemik (sistemik inflamation response
syndrome, SIRS)
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
c. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi (evaporative heat
loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase Lanjut.
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadinya
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar
berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan organ-organ strukturil.

Cedera panas menyebabkan kerusakan pada jaringan dapat dibedakan atas 3


zona, masing-masing yaitu: 4,5

21
1. Zona koagulasi, daerah yang berlangsung mengalami kontak dengan
sumber panas.

2. Zona statis, daerah dimana terjadi “no flow phenomena” oleh karena adanya
kerusakan pada endotel, trombosit dan leukosit di pembuluh kapiler, yang
menyebabkan gangguan sirkulasi mikro dan perfusi ke jaringan.
3. Zona hiperemi, daerah yang mengalami vasodilatasi, gangguan
permeabilitas kapiler, edema dan distribusi sel radang akut.

Gambar 9. Injury Area

2.2.6. Penyebab Kematian Akibat Luka Bakar


a. Keracunan Zat Karbon Monoksida
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran
yang hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila
dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang
atau mobil. Sehingga dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas
dan derajat luka bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai
secara hati – hati. Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna
misalnya kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan
menghasilkan gas CO.17,21
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.17,21
b. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)
Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak
sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah
smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah
22
tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen
yang secara struktural terdiri dari polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan
material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik
bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan kematian.17,21
c. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena
runtuhnya bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban
mencoba untuk melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan.
Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah
untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan
kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem
sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.17,21
d. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang
sebagai penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api
maka masih cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan
lilin yang diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata
walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya.
Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab
kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi
inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.17,21
e. Luka bakar itu sendiri
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi
yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih
resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh
lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar.
Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit
dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami kontraktur.17,21
f. Paparan panas yang berlebih
Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa
menyebabkan kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan
panas dapat menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang
mematikan.17,21

23
2.2.7. Pemeriksaan Luar Korban Luka Bakar
Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada
kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang
terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.17,21
Artefak – artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar: 17,21
 Skin Split.
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya
kulit dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang
menyerupai luka sayat dan sering disalah-artikan sebagai kekerasan tajam.
Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam
antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang
bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh darah
yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
 Abdominal Wall Destruction.
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan
menyebabkan keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang
terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang
terletak diluar atau didalam rongga abdomen.
 Skull Fractures.
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan
pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan
mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan
terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat
dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak
fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti
oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
 Pseudo Epidural Hemorrhage.
Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus
terbakar dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural
hemorrhage atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan
epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural
hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb

24
appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal,
parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.
 Non-Cranial Fractures.
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering
ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena terekspos
terlalu lama dengan api dan asap. Tulang – tulang yang terbakar mempunyai
warna abu-abu keputihan dan sering menunjukkan fraktur kortikal pada
permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga
memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayatatau
selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki,
dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami
fragmentasi.
 Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi
“pugilistic”. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan
kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas
mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat
didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi
“pugilistic” ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu
hidup atau sesudah kematian. “pugilistic” attitude atau heat rigor ini akan
hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.

2.2.8. Pemeriksaan Dalam Korban Luka Bakar.


Beberapa temuan intravitalitas pada korban luka bakar: 17,21
 Jelaga dalam saluran nafas.
Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta
isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu,
plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang
banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam
asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka
partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut
yang terbuka, mewarnai lidah, dan pharynx, glottis , vocal cord , trachea
bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga bila secara histology ditemukan

25
jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut
dari fungsi respirasi.
Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga
merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada
peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mucus yang
melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada
mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi
didalam gedung dari pada di dalam rumah.
 Saturasi COHb dalam darah.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Akan
tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHb maka
korban mati sebelum terjadi kebakaran. Bahwa kadar saturasi CO dalam darah
tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari
udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan
kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi
peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang
meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa
cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada
orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah sehingga warna cherry red
ini menjadi sulit untuk dikenali.
 Reaksi jaringan.
Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut
yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka
bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup
lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan
indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem.
Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajad
tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini
diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah
pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka
bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang.

26
Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada
waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara
postmortem.Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali
pada kulit yang hangus terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau areola
yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti.
Secara tradisionil banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat
membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yangterjadi
postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu.
Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak
protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolute
 Subendocardial left ventricular hemorrhages.
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena
efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena
dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran
perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan
ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh
dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran.

2.2.9. Perbandingan Tanda Luka Bakar Intravital dan Postmortem


Pada korban yang masih hidup saat terbakar akan ditemukan adanya hal-hal
antara lain adanya tanda intravital pada luka bakar dan gelembung yang terbentuk,
adanya jelaga pada saluran pernafasan serta saturasi karbon monoksida diatas 10%
dalam darah darah korban. Pada korban keracunan karbon monoksida jika tubuh
korban tidak terbakar seluruhnya akan terbentuk lebam mayat berwarna cherry
red. Pada tubuh manusia yang telah mati bila dibakar tidak akan berwarna
kemerahan oleh reaksi intravital. Tubuh mayat akan tampak keras dan kekuningan.
Gelembung yang terdapat akan berisi cairan yang mengandung sangat sedikit
albumin yang akan memberikan sedikit kekeruhan bila dipanaskan serta sangat
sedikit atau tidak ditemukan sel PMN.
Jadi perbedaan antara luka bakar antemortem dengan postmortem adalah
pada luka bakar antemortem terdapat tanda-tanda intravital pada gelembung bula
dan vesikula sedangkan pada luka bakar postmortem tidak terdapat tanda tersebut.
Perbedaan lainnya akan tampak pada adanya jelaga pada saluran nafas luka bakar
antemortem dan saturasi karbon monoksida diatas 10% pada darah sedangkan pada
27
luka bakar postmortem tidak. Ada tiga point utama untuk membedakan luka bakar
ante mortem/postmortem, yaitu batas kemerahan, vesikasi dan proses
perbaikan.17,21
Pada kasus luka bakar intravital, ada eritema yang disebabkan oleh distensi
kapiler yang bersifat sementara, menghilang karena tekanan selama hidup dan
memudar setelah mati. Namun, garis merah ini bisa saja tidak ada pada orang yang
sangat lemah kondisi badannya, yang meninggal segera setelah syok karena luka
bakar tersebut 9,21
Vesikasi yang timbul akibat luka bakar saat hidup mengandung cairan serosa
yang berisi albumin, klorida, dan sering juga sedikit sel PMN sel darah putih dan
memiliki daerah yang memerah, dasar inflamasi dengan papilla yang meninggi.
Kulit yangmengelilingi vesikasi tersebut berwarna merah cerah/berwarna tembaga.
Hal ini merupakan ciri khas yang membedakan antara vesikasi sejati/palsu yang
diproduksi setelah mati. Vesikasi palsu mengandung udara saja, dan biasanya juga
mengandung serum dalam jumlah yang sangat sedikit yang berisi albumin, tapi
tidak ada klorida seperti pada orang yang menderita general anasarka, kemudian
dasarnya keras, kering,bertangkai, kekuningan selain menjadi merah dan
inflamasi.21
Proses perbaikan seperti tanda-tanda inflamasi, formasi jaringan granulasi,
pus dan pengelupasan yang mengindikasikan bahwa luka bakar tersebut terjadi
saat hidup. Luka bakar yang disebabkan setelah mati menunjukkan tidak ada reaksi
vital dan memilik itampakan dull white dengan membukanya kelenjar pada kulit
yang berwarna abu-abu.Organ internal terpanggang dan menimbulkan bau yang
khas. Perbedaan antara luka bakar antemortem dan luka bakar postmortem adalah
sebagai berikut :

28
Umur Luka Bakar
Pertanyaan lain pada kasus luka bakar ialah kapan luka bakar itu terjadi. Hal ini
dapat terjawab dengan memperhatikan kondisi luka yaitu:
- warna merah dari kulit terbentuk langsung setelah terjadi kebakaran.
- Bulla terbentuk kira-kira 1 jam kemudian.
- Nanah terbentuk 36 jam (2-3 hari).
- Kulit terkelupas dalam 4-6 hari.
- Bertukar kulit 14 hari kemudian.
- Parut dan cacat terbentuk setelah beberapa minggu atau bulan bergantung pada
banyaknya supurasi dan pertukaran kulit.

2.2.10. Aspek Medikolegal


Akhirnya dalam pemeriksaan sedapat mungkin dokter bisa menentukan cara
kematian yang dapat berupa17 :
 Kecelakaan
Sering dijumpai pada kebakaran rumah dan gedung. Banyak pada wanita dan
anak karena sering bekerja di dapur. Pada anak-anak luka bakar terjadi
karena mereka tidak menyadari bahwa ada kebakaran di sekelilingnya. Pada
penderita epilepsy mendapat serangan sewaktu dekat dengan api.
 Pembunuhan
Sering didapati sebagai upaya untuk menghilangkan jejak pembunuhan atau
agar sulit dilakukan penyelidikan.
 Bunuh diri
Jarang terjadi, tetapi bisa karena patah hati atau sebagai ungkapan protes.

29
BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar merupakan salah satu klasifikasi jenis luka yang diakibatkan oleh
sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya,
radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang
berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan
komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Dalam aspek kedokteran klinis forensik,
dapat dilihat faktor - faktor yang mempengaruhi berat-ringannya luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme
injuri dan usia. Selain itu, luka bakar juga dibagi dalam berbagai kategori yang
disesuaikan dengan derajatnya.
Pada korban yang sudah meninggal, aspek patologi forensik sangat berperan
untuk menentukan penyebab dan mekanisme kematian korban. Kematian akibat luka
bakar ini dapat terjadi akibat ketidaksengajaan atau memang ada unsur kesengajaan.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk membedakan apakah pasien meninggal
sebelum atau sesudah luka bakar terjadi seperti jelaga pada saluran nafas, saturasi
COHB dalam darah, pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung, dan lainnya
yang telah dijelaskan dalam bab pembahasan.
Identifikasi korban tidak mudah dilakukan dan memerlukan ketelitian. Metode
yang terbanyak dan paling dipercaya adalah dental identification karena gigi relatif
tahan terhadap api. Metode lain yang dapat dipercaya tetapi kurang umum
penggunaannya adalah membandingkan x-ray yang diambil antemortem dan
postmortem dari korban. Bila identifikasi tidak dapat dibuat melalui finger prints,
dental charts, dental x-rays atau antemortem x-ray maka hanya satu harapan yang dapat
digunakan dalam menegakan identifikasi yaitu melalui pemeriksaan DNA. Selain itu,
keadaan umum seperti skin split, kerusakan dinding abdomen, fraktur kepala, pseudo
epidural hemorrhage juga bisa membantu dalam identifikasi korban.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, A. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran


Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1997.
2. Bhullar DS, Aggarwal KK. Medicolegal Diagnosis And Pattern Of Injuries
With Sharp Weapons. JIAFM. 2007; 29(4): 112-114
3. Saraf S, Parihar S. Burns Management: A Compendium. Journal of Clinical and
Diagnostic Research 2007; 5: 426-436.
4. Moenadjat Y. Luka bakar, pengetahuan klinis praktis. Edisi kedua. Jakarta:
Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2001. p:l-82.
5. Schrock, T, R., Ilmu Bedah (Handbook Of Surgery) Edisi ke 7, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1995. 13-21
6. Deirdre, C., Elsayed, S., Reid, O., Winston, B., Lindsay, R. Burn Wound
Infection. Clin Microbiol Rev. 2006; 19(2): 403–434.
7. Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M.
& Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes
Bioscience; 1998.
8. Djuanda, A. DR. Prof, Hamzah, M. Dr., Aisah, S. DR., Anatomi Kulit, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga, FKUI, Jakarta, 1999. 3-6
9. Idris, A.M. Luka Bakar dalam Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi
pertama, Jakarta : PT Binarupa Aksara;1997.
10. Sjamsuhidajat, de Jong. Luka bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3. Jakarta:
penerbit Buku Kedokteran EGC.2007
11. Gerard J. Tortora, Bryan H. Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology, 12th Edition. Canada: John Wiley & Sons.
12. Wasitaatmadja, S. M., 2003. Faal Kulit. Dalam: Djuanda,A. (eds). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
13. Singh VP, Sharma B.R., Harish D, Vij K, A Critical Analysis of Stab Wound
On The Chest, A Case Report. JIAFM. 2007; 29 (4).
14. Robert. H, Demling. MD. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty,
Gerard M, Way, Lawrence W (editor). 2006. Hlm: 248
15. Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5. 2008.
Hlm: 418-425.

31
16. Ripple GR, Torrington KG, and Phillips YY, Predictive criteria for burns from
brief thermal exposures. J Occ Med. 32(3):215-9, 1990
17. Prof. Dr. Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik. Dalam: Luka Bakar. Ed.2.
Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2005. 104 – 116.
18. Guy N.Rotty. Essentials of Autopsy Practice : Burn Injury. First Edition. United
Kingdom. Springer. 2006. 215 – 221.
19. Joseph Prahlow. Forensic Pathology : Burn and Fire-Related Deaths. USA.
Springer. 2010. 481 – 488.
20. Andrew C. Peiwsten, Timothy C. Fabian. Trauma Manual : Burns/Inhalation.
USA. Lippincots Williams & Wilkins. 2002. 434 – 439.
21. Rahman G. Aspek Medikolegal Luka Bakar (Diakses tanggal 19 April 2013).
Diunduh dari: http://yougodira.blogspot.com/2011/01/aspek-kedokteran-klinis-
dan-patologi.html

32

Anda mungkin juga menyukai