M
DENGAN FRAKTUR FEMUR
Oleh :
M. Sofi Ilyasa Am
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang
disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung,
kekuatan yang meremukkan, gerakkan memuntir yang mendadak atau
bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem (Brunner & Suddart, 2016).
Fraktur merupakan diskontinuitas dari jaringan tulang yang disebabkan
adanya kekerasan yang timbul secara mndadak atau fraktur dapat terjadi
akibat trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Krisanty,dkk,
2014).
bersifat Fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, dan
kekerasan tidak langsung juga menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan, yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan (Wijaya, 2013).
Akibat dari fraktur femur ini dapat berdampak terhadap fisik dan
psikologis, sosial, spiritual. Dampak pada fisik nya yaitu terjadi perubahan
pada bagian tubuhnya yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada
ekstermitas bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh
amputasi. Dampak terhadap psikologis seperti pasien akan merasakan
cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya
hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat,
takutnya terjadi kecacatan pada dirinya dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra diri). Dampak sosial dari fraktur femur pasien
akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga
perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan memenuhi
kebutuhannya sendiri seperti biasanya sedangakan dampak spiritual pada
fraktur femur pasien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai
dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang
diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya (Mutaqqin, 2012).
2. Etiologi Fraktur
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang
besar. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami
kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini
mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien mengalami
syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun syok
neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
8
Poltekkes Kemenkes Padang
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
47
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang
lebih besar daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah
trauma tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang.
48
akan meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan
nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan
perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syhok, termasuk
histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokinin-sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
49
Poltekkes Kemenkes Padang
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur.
50
Poltekkes Kemenkes Padang
51
Poltekkes Kemenkes Padang
4. Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara
lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur
terbuka. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat
terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia kembali hampir pada
posisi semula.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna. Gejala umum fraktur adalah rasa sakit,
pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmentulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
struktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
52
Poltekkes Kemenkes Padang
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setetlah
cedera (Wijaya dan Putri, 2013).
53
Poltekkes Kemenkes Padang
e. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan
pergerakan persendian lutut yang sulit digerakaan di bagian distal
cidera.
6. Komplikasi
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah
sebagai berikut:
1) Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun
fraktur bersifat tertutup.
2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan
fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
3) Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis
sehingga menyebabkan kontusi dan oklusi atau terpotong sama
sekali.
4) Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari
neorpraksia sampai aksono temesis. Trauma saraf dapat terjadi
pada nervus isikiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus
tibialis dan nervus peroneus komunis.
5) Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring
lama, misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami
komplikasi trombo emboli.
6) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan
operasi (muttaqqin,2008).
54
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi
fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
55
Poltekkes Kemenkes Padang
untuk berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu
(mis, tongkat, alat bantu berjalan atau walker)
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alatbantu dengan
aman.
4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka
sesuai kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai
perawatan dir, informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan
komplikasi, dan perlunya supervisi layanan kesehatan yang
berkelanjutan.
b. Penatalaksanan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka,
jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan
tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat
resiko osteomielitis, tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah
sakit bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau
tanda-tanda infeksi.
56
Poltekkes Kemenkes Padang
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. (wahid, 2013).
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit (MRS), dan diagnostik medis (muttaqin, 2008).
2) Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri pasien digunakan:
a) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
57
Poltekkes Kemenkes Padang
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari (wahid,
2013).
58
Poltekkes Kemenkes Padang
Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygine, misalnya kebiasaan mandi
terganggu karena geraknya terbatas, rasa tidak nyaman,
ganti pakaian, BAB dan BAK memerlukan bantuan
oranglain, merasa takut akan mengalami kecacatan dan
merasa cemas dalam menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulang karena kurangnya
pengetahuan.
b) Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C dan lainya untuk membantu proses penyembuhan
tulang dan biasanya pada partisipan yang mengalami
fraktur bisa mengalami penurunan nafsu makan bisa juga
tidak ada perubahan.
c) Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur femur biasanya tidak ada gangguan
pada eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga kaji
frekuensi, konsitensi, warna serta bau fases pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi kepekatanya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola istrahat dan tidur
Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur pasien. Selain itu juga pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola aktivitas
Biasanya pada pasien fraktur femur timbulnya nyeri,
keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu bnayak
59
Poltekkes Kemenkes Padang
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerrjaan yang lain.
f) Pola hubungan dan peran
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karna klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola presepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakuatan akan kecacatan akan frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melkukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
i) Pola reproduksi seksual
Dampak pada pasien fraktur femur yaitu, pasien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
j) Pola penanggulangan stres
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisame koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
60
Poltekkes Kemenkes Padang
Untuk pasien fraktur femur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih
sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
merupakan tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal
b) Secara sistemik
(1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
(3) Leher
61
Poltekkes Kemenkes Padang
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau
getah bening
(4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
(5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
(6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah
pada pendengaran.
(7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada
pernafasan cuping hidung
(8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
(9) Thoraks
Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus
terraba sama.
Perkusi
Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainya.
Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(10) Jantung
Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus kordis
62
Poltekkes Kemenkes Padang
Palpasi
Biasanya iktus kordis tidak teraba
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(11) Abdomen
Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia.
Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi
Biasanya suara thympani
Auskultasi
Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler 5 P yaitu Pain, palor, parestesia, pulse,
pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskukuluskletal
adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi
63
Poltekkes Kemenkes Padang
(2) penampakan kurang lebih besar uang logam.
Diameternya bisa sampai 5cm yang di dalamnya berisi
bintik-bintik hitam. Cape au lait itu bisa berbentuk
seperti oval dan di dalamnya bewarna coklat. Ada juga
berbentuk daun dan warna coklatnya lebih coklat dari
kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan
warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya
ditemukan di badan, pantat, dan kaki.
(3) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau
hipergigmentasi.
(4) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
(5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(6) Posisi jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban
kult. Capillary refill time Normal 2 detik.
(2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat dipermukaan atu melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurevaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu di
deskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
64
Poltekkes Kemenkes Padang
tehadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
(4) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi di catat dengan ukuran derajat, dari tiap
arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang di lihat adalah gerakan aktif dan pasif
(Wahid, 2013).
c. Pemeriksaan diagnostik
1) pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA
dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi
yang dicari karena adanya super posisi. Hal yang harus dibaca
pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik
khususnya seperti:
65
Poltekkes Kemenkes Padang
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit difisualisasi. Pada
kasusu ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah diruang tulang vetebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-schanning: menggambarkan
potongan secara transfersal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak (Wahid, 2013).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase
(LDH-5), aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur testsensitivitas:
Didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila
terjdi infeksi.
66
Poltekkes Kemenkes Padang
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
dikibatkan faktor.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
e) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
(wahid, 2013).
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien
fraktur femur adalah sebagai berikut (Nanda, 2015-2017)
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
3) Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
5) Resiko infeksi
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
7) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber
pengetahuan.
67
Poltekkes Kemenkes Padang
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.1
Rencana Keperawatan
68
Poltekkes Kemenkes Padang
tampak kacau, 2) Panjangnya manajemen nyeri.
gerakan mata episode nyeri tidak
berpencar atau ada
tetap pada satu 3) Menggosok area Pemberian analgesik :
focus, meringis) yang terkena
4) Focus pada diri ampak tidak ada Aktifitas-aktifitas :
sendiri 4) Mengerang dan
5) Keluhan tentang menangis tidak ada 1) Tentukan lokais,
intensitas 5) Ekspresi nyeri karakteristik, lokasidan
menggunakan wajah tidak ada keparahan nyeri
standar skala 6) Dapat beristirahat 2) Cek perintah
nyeri 7) Iritabilitas tidak pengobatan meliputi
6) Keluhan tentang ada obat, dosis, dan
karakterstik nyeri 8) Mengerinyit tidak frekuensi obat anlagesik
dengan ada yang diberikan
menggunakan 9) Ketegangan otot 3) Cek adanya riwayat
standar tidak ada alergi obat
instrument nyeri 10) Tekanan darah 4) Pilih analgeisk yang
7) Laporan tentang tidak ada deviasi sesuai ketika lebih dari
perilaku dari kisaran satu yang diberikan
nyeri/perubahan normal 5) Pilih rute intravena
aktifitas (mis; daripada rute
anggota keluarga, ntramuskular untuk
pemberi asuhan) injeksi pengoatan nyeri
8) Mengekspresikan yang sering
perilaku )mis; 6) Monitor tanda vital
gelisah, sebelum dan sesudah
merengek, memberikan analgesic
menangis, pda pemberian dosis
waspada) perama kali
9) Perilaku distraksi 7) Susun harapan yang
10) Perubahan posisi positif mengenal
untuk kefektifan analgesic
menghindari rasa untuk mengoptimalkan
nyeri respon pasien
11) Putus as 8) Dokumentasikan respon
12) Sikap melindungi terhadap analgesic dan
area nyeri adanya efek samping
13) Sikap tubuh 9) Lakukan tindakan-
melindungi tindakan yang
menurunkn efek
samping analgesic
10) Ajarkan tetang
penggunaan analgeisk,
strategi untuk
menurunkn efek
69
Poltekkes Kemenkes Padang
samping, dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri.
Manajemen obat :
Aktifita-aktifitas :
70
Poltekkes Kemenkes Padang
12) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tindakan dan efek
samping dari obat
13) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
metode pemberian obat
yang sesuai
14) Kaji ulang strategi
bersama pasien dalam
mengelola obat-obatan
Aktifitas-aktifitas :
71
Poltekkes Kemenkes Padang
2 Hambatan mobilitas fisikPergerakan : Terapi latihan : ambulasi :
berhubungan dengan 1) Keseimbangan
gangguan tidak terganggu Aktifitas-aktivitas:
musculoskeletal 2) Koordiansi tidak
terganggu 1) bantu pasien untuk
3) Cara berjalan tidak menggunakan alas kaki
Definisi : yang memfasilitasi
terganggu
Keterbatasan dalam pasien untuk berjalan
4) Gerakan otot tidak
gerakan fisik atau satu teranggu dan mencegah cedera
atau lebih ekstremitas 5) Gerakan sendi 2) bantu pasien untuk
secara mandiri dan terganggu duduk di sisi tempat
terarah 6) Kinerja pengaturan tidur untuk
suhu tidak memfasilitasi
terganggu penyesuaian sikap tubuh
Batasan karakteristik : 3) bantu pasien untuk
1) Gangguan sikap 7) Berlari tdak
terganggu berpindahan
berjalan 4) terapkan/sediakan alat
2) Gerakan lambat 8) Melompat tidak
terganggu bantu (tongat, walker
3) Gerakan tidak atau kursi roda)
terkoordinasi 9) Merangkak tidak
terganggu 5) bantu pasien dengan
4) Kesulitan ambulasi awal
membolak-balik 10) Berjalan tidak
terganggu 6) instruksikan pasien
posisi mengenai pemindahan
5) Keterbatasan 11) Bergerak dengan
mudah tidak dan teknik ambulasi
rentang gerak yang aman
6) Ketidaknyamanan terganggu
7) monitor pengguaan kruk
7) Penurunan pasien atau alat bantu
kemampuan berjalan lainnya
dalam melakukan 8) banu pasien untuk
keterampilan berdiri dan ambulasi
motoric kasar dengan jarak tertentu
8) Penurunan waktu 9) batu pasien untuk
reaksi membangun pencapaian
yang realistis untuk
ambulasi jarak
10) dorong pasien untuk
bangkit sebanyak dan
sesering yang
diinginkan.
Manajemen energi :
Aktifitas-aktifitas :
72
Poltekkes Kemenkes Padang
menyebabkan kelelahan
b. Tentukan persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e. Monitor waktu dan lama
istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon oksigen
pasien (misalnya
tekanan darah, nadi,
repirasi) saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
Aktifitas-aktifitas :
1) pertimbangkan budaya
pasien ketika
meningkatkan aktivitas
perawatan diri
2) pertimbangkan usia
pasien ketika
meningkatkan kativitas
perawatan diri
monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
3) monitor kebutuhan
pasien terkait dengan
lat-alat kebersihan diri
4) berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
73
Poltekkes Kemenkes Padang
memastikan lingkunga
yang hangat, santai,
tertutup
5) berikan bantuan sampai
pasien mampu
melakukan perawatan
diri secara mandiri
6) dorong psien untuk
melakukan aktifitas
normal sehari-hari
sampai batas
kemampuan pasien
7) dorong kemampuan
pasien, tapi bantu ketika
pasien tak mampu
melakukannya
8) ciptakan rutinitas
aktifitas perawatan diri.
Aktifitas-aktifits :
74
Poltekkes Kemenkes Padang
10) Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
75
Poltekkes Kemenkes Padang
Bantuan perawatan diri :
Aktifitas-aktifitas :
1) pertimbangkan budaya
pasien ketika
meningkatkan aktivitas
perawatan diri
2) pertimbangkan usia
pasien ketika
meningkatkan kativitas
perawatan diri
monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
3) monitor kebutuhan
pasien terkait dengan
lat-alat kebersihan diri
4) berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
memastikan lingkunga
yang hangat, santai,
tertutup
5) berikan bantuan sampai
pasien mampu
melakukan perawatan
diri secara mandiri
6) dorong psien untuk
melakukan aktifitas
normal sehari-hari
sampai batas
kemampuan pasien
7) dorong kemampuan
pasien, tapi bantu ketika
pasien tak mampu
melakukannya
8) ciptakan rutinitas
aktifitas perawatan diri.
Manajemen energi :
Aktifitas-aktifitas :
76
Poltekkes Kemenkes Padang
pasien yang
menyebabkan kelelahan
b. Tentukan persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e. Monitor waktu dan lama
istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon oksigen
pasien (misalnya
tekanan darah, nadi,
repirasi) saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
77
Poltekkes Kemenkes Padang
7) Pigmentasi 5) Monitor kulit dan
abnormal tidak ada selaput lendir terhadap
8) Lesi pada kulit area perubahan warna,
tidak ada memar, dan pecah
9) Jaringan parut 6) Monitor kulit untuk
tidak ada adanya ruam dan lecet
10) Pengelupasan kulit 7) Monito sumber
tidak ada tekanan dan gesekan
11) Wajah pucat tidak 8) Monitor infeksi,
ada terutama dari daerah
12) Nekrosis tidak ada edema
13) Pengerasan kulit 9) Lakukan langakh-
tidak ada langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan
kulit
Aktifitas-aktifitas :
1) Inspeksi terhadap
kebersihan kulit yang
buruk
2) Inspeksi warna, suhu,
tekstur, pecah-pecah
atau luka pada kulit
3) Dapatkan data mengenai
adanya peruabahn pada
kaki dan riwayat ulser
kaki sebelumnya
maupun saat ini
4) Tentukan status
mobilisasi
5) Kajin adanya klaudikasi
yang berselang-seling,
nyeri saat istirahat atau
nhyeri saat malam
6) Tentukam ambang batas
persepsi vibrasi
7) Kaji refleks tendon
78
Poltekkes Kemenkes Padang
dalam (misal,
pergelangan kaki dan
lutut
8) Onitor cara berjalan dan
distribusi berat pada
kaki
9) Monitor mobilisasi
sendi (misal, dorsofleksi
pergelangan kaki, dan
gerakan sendi subtalar)
10) Identifikasi perawatan
kaki khusus yang
dubutuhkan
11) Konsultasikan pada
dokter terkait
reomendasi untukl
dilakukannya evaluasi
dan terapi lebih lanjut
12) Berikan keluarga dan
pasien informasi
mengenai perawatan
kaki khusus yang
direkomendasikan
13) Tentuakn sumber-
sumber finnasial pasien
terkait dengan
pelayanan perawtan kaki
khusus
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
79
Poltekkes Kemenkes Padang
tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk persiapan
prosedur invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat melakukan
monitor hemodinamik
invasive
11) berikan penaganan
aseptic dari semua
saluran IV
12) tingkatka intake nutrisi
yang tepat
13) dorong intake cairan
yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi antibiotik
yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang diresepkan
17) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
18) ajarkan pasien dan
keluarga mengeai
bagaimana menghindari
infeksi.
5 Resiko infeksi Keparahan infeksi : Perlindungan infeksi :
Definisi : 1) kemerahan tidak Aktifitas-aktifitas :
Rentan mengalami invasi ada 1) monitor adanya tanda
2) vesikel yang tidak dan gejala infeksi
80
Poltekkes Kemenkes Padang
dan multipikasi mengeras sistemik dan local
organisme patogenik permukannya tidak 2) monitor kerentanan
yang dapat menganggu ada terhadap infeksi
3) demam tidak ada 3) batasi jumlah
keseahatan
4) ketidakstabilan pengunjung yang sesuai
suhu tidak ada 4) berikan perawatan kulit
5) nyeri tidak ada yang tepat
6) malaise tidak ada 5) periksa kulit dan selaput
7) hilang nafsu lendiruntuk adanya
makan tidak ada kemerahan, kehangatan
8) kolonisasi kultur ekstrim, atau drainase
area luka tidak ada 6) tingaktkan asupan
nutrisi yang cukup
7) anjurkan asupan cairan
yang tepat
8) anjurkan istirahat
9) pantau adanya
peruabhan tingak energy
atau malaise
10) anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan
yang tepat
11) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
perbedan virus dan
bakteri
12) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
13) Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana cara
menghindari nfeksi
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
81
Poltekkes Kemenkes Padang
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk persiapan
prosedur invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat melakukan
monitor hemodinamik
invasive
11) berikan penaganan
aseptic dari semua
saluran IV
12) tingkatka intake nutrisi
yang tepat
13) dorong intake cairan
yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi antibiotik
yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang diresepkan
17) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
18) ajarkan pasien dan
keluarga mengeai
bagaimana menghindari
infeksi
82
Poltekkes Kemenkes Padang
Pengecekan kulit :
Aktifitas-aktifitas :
1) Periksa kulit dan selaput
lendir terkait dengan
adanya kemerahan,
kehangatn ekstrim,
edema dan drainage
2) Amati warna,
kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema
dan ulserasi pada
ekstremitas
3) Periksa kondisi luka
operasi
4) Monitor warna dan suhu
kulit
5) Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahan warna,
memar, dan pecah
6) Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
7) Monito sumber tekanan
dan gesekan
8) Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
9) Lakukan langakh-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai tanda-
tanda kerusakan kulit
Aktifitas-aktifitas :
83
Poltekkes Kemenkes Padang
2) Monitor tekanan darah,
denyut nadi dan
pernafasan sebelum dan
setelah beraktifitas
3) Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hiportemi dan
hipertemia
4) Monitor keberadaan dan
kualitas nadi
5) Monitor terkait dengan
nadi alternatif
6) Monitor irama dan laju
pernafasan
7) Monitor suara paru-paru
8) Monitor pola pernafasan
abnormal
84
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB III
METODE PENELITIAN
85
Poltekkes Kemenkes Padang
48
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi catatan
perkembangan pasien, hasil radiologi, (CT Scan, Rontgen) dan hasil
pemeriksaan laboratorium.
F. Jenis-Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah suatu data yang diperoleh secara langsung dari
pasien. Seperti pengkajian pada pasien, meliputi : identitas pasien,
riwayat kesehatan, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, pola aktifitas sehari-hari.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah suatu data yang berasal dari olahan data primer
atau yang didapat secara tidak langsung.
H. Rencana Analisis
Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisis
berdasarkan data subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan
diagnosa keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan
melakukan implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan dengan
cara mendokumentasikan dalam bentuk tabel.
Poltekkes Kemenkes Padang