Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

STUDI TREND PENGOBATAN PENDERITA MALARIA

Di Kabupaten Sumba Timur,Sumba Barat,sumba Tengah dan Sumba


Barat Daya

OLEH

SAMIRIANTO F. NENOBAHAN

171111076

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, hikmat, dan karuniaNya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Studi Trend

Pengobatan dan follow up penderita Malaria di Provinsi NTT”.

Penulis proposal skripsi ini diajukan oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi salah satu tugas mata ajar skripsi. Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak
akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu peneliti menyampaikan ucapan terimah kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat dan penyertaanNya dalam
penyusunan proposal skripsi ini.
2. Orang tua tercinta dan keluarga besar penulis yang sudah mendoakan dan
memberikan dukungan yang sangat luar biasa bagi penulis..
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Sehingga penulis membutuhkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Demikian skripsi ini penulis sampaikan dengan harapan dapat membantu dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Kupang, 16 juli 2020

Samirianto F. Nenobahan

i
ABSTRAK

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium


ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria masih merupakan
salah satu penyakit menular di Indonesia yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Malaria berisiko terhadap ibu hamil dan anak-anak. Kasus malaria
di NTT sudah menunjukkan penurunan yang siginifikan sebesar 71 persen.
Tahun 2006 kasus malaria yang terkonfirmasi sebanyak 123,848 kasus; menurun
menjadi 36,128 di tahun 2015. Annual Parasite Insiden (API) juga menurun dari
28.3 per 1000 menjadi 7.1 per 1000 dalam kurun waktu yang sama. Tujuan
penilitian ini adalah untuk mengetahui trend pengobatan penderia malaria di
Kab.Sumba. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dekkriptif.
Desain yang yang di gunakan dalam penelitian ini adalah desain analisis data
sekunder yaitu menganalisis data yang telahada. Metode analisis data sekunder
(ADS) pada prinsipnya menggunakan data sekunder yang banyak disediakan
diinstansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau swasta. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memanfaatkan data sekunder ini adalah pada masalah
validitas dan reliabilitas data yang akan digunakan. Populasi dalam penelitian ini
adalah 4 kabupaten di Sumba yaitu Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat,
dan Sumba Barat Daya. Penderita Malaria di 4 kabupaten di Sumba ini
padatahun 2018 adalah 10.407 kasus dan pada tahun 2019 periode Januari-
November adalah 8.272 kasus.
Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Data
pemerintah yang diambil dari Laporan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
catatan Dinas Kesehatan NTT.Variabel yang digunakan pada penelitian ini
adalah2 variabel yaitu Trend Pengobatan penderita Malaria di 4 kabupaten di
Sumba.

Kata kunci : Malaria, Pengobatan, Follow Up

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malaria................................................................................... 6

2.2 Penyebab Malaria............................................................................... 6

2.3 Cara penularan Malaria.......................................................................7

2.4 Jenis Malaria......................................................................................... 8

2.5 Manifestasi klinias Malaria................................................................. 9

2.6 Patogenesis Malaria............................................................................. 13

2.7 Standar Pengobatan ............................................................................ 17

2.8 Pengobatan............................................................................................ 18

2.9 Pemeriksaan Laboratorium................................................................. 21

2.10 Alur Pikir........................................................................................... 22

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan penelitian............................................................ 23

3.2 Sumber data..........................................................................................23

3.4 Variabel data....................................................................................... 23

3.5Teknik pengumpulan data................................................................. 24

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium

ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria merupakan penyakit

infeksi penyebab kematian kelima di dunia setelah infeksi pernapasan, HIV/AIDS,

diare, dan tuberkulosis.[ CITATION Rah19 \l 1057 ].

Keberhasilan eliminasi malaria salah satunya ditentukan oleh efektifitas

pengobatan. Sejak tahun 2004, pemerintah telah menganjurkan penggunaan ACT

(Artemisinin based combination therapy) secara bertahap dalam upaya eliminasi

malaria, karena adanya resistensi beberapa jenis obat malaria. Berdasarkan data

Riskesdas tahun 2010 ditemukan bahwa masih adanya penderita malaria klinis yang

melakukan pengobatan sendiri (self-treatment) dengan obat tradisional dan tidak

menerima ACT sebesar 15,4%.

Pengobatan malaria menurut buku pedoman penatalaksanaan kasus malaria di

Indonesia tahun 2018 pengobatan malaria harus mengikuti kebijakan pengendalian

malaria di Indonesia. Pengobatan dengan ACT (Artemisinin Combination

Terapy)hanya diberikan dengan hasil pemeriksaan darah malaria positif sesuai

dengan jenis plasmodiumnya.[ CITATION Ast19 \l 1057 ].

Berdasarkan laporan WHO (2018), terdapat lebih dari 2400 juta penduduk atau

40% penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara, prevalensi

penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 219 juta penduduk setiap

1
tahun (Arsunan & Ibrahim, 2014). Dari 219 juta kasus klinis malaria di dunia,

terdapat sekitar 3 juta kasus malaria berat (malaria komplikasi) dan kematian akibat

malaria. Kasus paling banyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum, yang

menyebabkan angka kesakitan dan kematian tinggi dan memberi kerugian sosio-

ekonomi yang tak terhingga bagi banyak manusia di dunia [ CITATION Put20 \l 1057 ].

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010 dan 2013 di Indonesia data

yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil pemeriksaan RDT,

pada Riskesdas tahun 2013 didapatkan proporsi penduduk dengan malaria positif

sebanyak 1,3% atau sekitar 2 kali lipat dari tahun 2010 yaitu sebesar 0,6%. Pada

Riskesdas tahun 2010 dan 2013, hasil pemeriksaan RDT pada kelompok rentan

seperti anak-anak usia 1-9 tahun dan wanita hamil didapatkan angka positif malaria

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hasil Riskesdas tahun

2010 dan 2013 juga menunjukkan proporsi penduduk di perdesaan dengan malaria

positif besarnya sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk perkotaan.

Pada Riskesdas 2013, infeksi Plasmodium falciparum terlihat lebih dominan pada

anak usia 1-9 tahun sebesar 1,2% dan wanita hamil sebesar 1,3%. Di daerah

perkotaan infeksi Plasmodium vivax sebesar 0,5% dan lebih tinggi dibandingkan

infeksi P. falciparum yaitu sebesar 0,3%, sedangkan di daerah perdesaan didapatkan

infeksi P. falciparum lebih tinggi dibandingkan P. vivax.[ CITATION Kha19 \l 1057 ].

Malaria di NTT tertinggi kedua di Indonesia setelah Papua (Kemenkes RI,

2014). Dalam kurun waktu sepuluh tahun (2006 – 2015); Kasus malaria di NTT

sudah menunjukkan penurunan yang siginifikan sebesar 71 persen. Tahun 2006

2
kasus malaria yang terkonfirmasi sebanyak 123,848 kasus; menurun menjadi 36,128

di tahun 2015. Annual Parasite Insiden (API) juga menurun dari 28.3 per 1000

menjadi 7.1 per 1000 dalam kurun waktu yang sama. [ CITATION Sel17 \l 1057 ].API

kabupaten Sumba dinilai tinggi yaitu Sumba Barat Daya sebesar 26,98%, Sumba

Barat 20,39%, Suma Timur 7,52%, dan Sumba Tengah 6,51%.

Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan diatas, maka penulis tertarik

meneliti tentang, “Studi Trend Pengobatan penderita Malaria di Kabupaten Sumba

Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya”.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai

berikut “ Bagaimana Studi Trend Pengobatan penderita Malaria di di Kabupaten

Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya tahun 2016-

2019? ”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui Trend

Pengobatanpenderita Malaria di di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat,

Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya tahun 2016-2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi trend pengobatan Malaria di Kabupaten Sumba Timur.

2) Mengidentifikasi trend pengobatan Malaria di Kabupaten Sumba Barat.

3) Mengidentifikasi trend pengobatan Malaria di Kabupaten Sumba Tengah.

3
4) Mengidentifikasi trend pengobatan Malaria di Kabupaten Sumba Barat

Daya.

5) Mengidentifikasi trend pengobatan penderita Malaria pada 4 di Kabupaten

(Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya) tahun

2016-2019.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Responden

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kesehatan

lingkungan dan tentang Trend Pengobatan penderita Malaria di Kabupaten

Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.

1.4.2. Bagi tempat penelitian

Sebagai acuan bagi instansi terkait dalam menetapkan kebijakan untuk

mewujudkan peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi kesehatan

lingkungan masyarakat.

1.4.3. Bagi instusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu dan pengetahuan

yang bermanfaat bagi dunia kesehatan khususnya mahasiswa Pendidikan Profesi

Ners Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang mengenai Studi Trend

Pengobatan penderita Malariadi Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba

Tengah dan Sumba Barat Daya.

1.4.4. Bagi peneliti

4
Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan kajian ilmiah di bidang keperawatan serta syarat untuk

menyelesaikan studi.

1.4.5. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian

lebih lanjut dimasa yang akan datang khususnya bagi yang ingin meneliti

tentang Studi Trend Pengobatan penderita Malaria di Kabupaten Sumba.

BAB 2

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Malaria masih

merupakan salah satu penyakit menular di Indonesia yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Malaria berisiko terhadap ibu hamil dan

anak-anak. (CDC, 2018). Organisasi Kesehatan Dunia secara global

memperkirakan pada tahun 2016 terjadi 216 juta kasus klinis malaria, dan

445.000 orang meninggal karena malaria, sebagian besar terjadi pada anak-

anak di Afrika [ CITATION Maro1 \l 1057 ].

2.2 Penyebab Malaria

Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan

ditandai dengan adanya bentuk aseksual dalam darah (Papilaya et al. 2015).

Meskipun terdapat banyak jenis Plasmodium, tetapi hanya ada empat jenis

yang dapat menyebabkan penyakit yaitu Plasmodium falciparum penyebab

malaria tropika, Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana, Plasmodium

malariae penyebab malaria quartana, dan Plasmodium ovale penyebab

malaria ovale (Daysema et al. 2016). Dari keempat jenis tersebut, P. vivax

dan P. falciparum merupakan spesies yang umumnya menginfeksi

manusia[ CITATION Kha19 \l 1057 ].

2.3 Cara penularan Malaria

6
Malaria dapat ditularkan secara alamiah dan non alamiah. Penularan

alamiahdapat terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Di Indonesia

kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar malaria.Penularan

secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah

terinfeksi oleh Plasmodium.Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan

menjelang malam hari.Beberapa vektor mempunyai waktu puncak menggigit

pada tengah malam dan menjelang fajar.Setelah nyamuk Anophelesbetina

mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),

gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang

kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada

lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk.Sporozoit-sporozoit tersebut

siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada

dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia

tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.Penularan tidak alamiah dapat terjadi

karena karena 3 hal.Yang pertama karena malaria bawaan (Congonental)

yang ditularkan melalui tali pusat pada bayi yang baru lahir karena ibunya

menderita malaria, selanjutnya secara mekanik karena tranfusi darah melalui

jarum suntik dan banyak terjadi pada morfinis yang menggunakan jarum

suntik yang tidak steril dan yang terakhir secara oral. Cara penularan ini

pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara (P.

relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi

malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan

7
gejala maupun tanpa gejalaklinis Malaria pada manusia hanya dapat

ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Hanya sekitar 67 spesies yang

Fauna Anopheles, 16 telah terbukti mengandung sporozoit dan dapat

menularkan ke manusia dari lebih 400 spesies Anopheles spp di dunia.

Biasanya hanya ada satu atau paling banyak 3 spesies Anophelessppyang

menjadi vektor penting disetiap daerah yang terjadi tranmisi

malaria.DiIndonesia telah ditemukan 24 spesies Anophelesspp yang sudah

dikonfirmasi menjadi vektor(Prasetyowati, 2013 dalam Astuti, 2019).

2.4 Jenis Malaria

1. Malaria Falsiparum

Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul

intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi

malaria berat yang menyebabkan kematian.

2. Malaria Vivaks

Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat

yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.

3. Malaria Ovale

Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat

ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.

4. Malaria Malariae

8
Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan

interval bebas demam 3 hari.

5. Malaria Knowlesi Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala

demam menyerupai malaria falsiparum.

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis

A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)

Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan

penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang

utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang

timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala

spesifik dari mana parasit berasal. Malaria sebagai penyebab infeksi yang

disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam.

Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni

(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl

phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada

beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah

hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran

karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan

splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

9
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari

spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk

P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau

pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang

mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya

transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam,

berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada

tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-

kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi

pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. Malariae

keluhan prodromal tidak jelas.

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria

proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :

1. Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam.

Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi

gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat

kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai

muntah.

10
2. Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa

kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali

muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu

tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak,

suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.

3. Stadium berkeringat (sweating stage).

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat

sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai

di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat

hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah

tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan

kegiatan sehari-hari. Gejala klasik (trias malaria) berlangsung

selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita yang berasal

dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum

mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau

penderita yang baru pertama kali menderita malaria.Di daerah

endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan

(imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan,

bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung

spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang

mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik)

11
seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul

gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut

sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. Gejala klasik

(trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,

sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat

berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode

demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama

12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan

ovale, dan 60 jam pada malaria malaria.

B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi).

Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya

ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan

Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu

atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:

1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma

sampai penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi

seperti: mengigau, bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah

laku berubah)

2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)

3) Kejang-kejang

4) Panas sangat tinggi

5) Mata atau tubuh kuning

12
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit

berkurang, bibir kering,produksi air seni berkurang)

7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan

8) Nafas cepat atau sesak nafas

9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni

12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang

dari 5 g%) Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk

ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan

semestinya. [ CITATION Fit18 \l 1057 ].

2.6 Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang

dan lingkungan.

Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas

pembuluh darahdaripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni

menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi

tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit

selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria

yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah

melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan

terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

13
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam

makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun

yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit

diserta peningkatan makrofag9,10. Pada malaria berat mekanisme

patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalameritrosit sehingga

menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahanstruktur danbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan

parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport

membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting9,5,4,3. Sitoadherensi

merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. Falciparum

pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit

juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk

roset. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit

yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau

lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu

faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah

dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai

reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. Tanda-tandanya

sebagai berikut:

1. Demam Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi.

Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat

14
mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia

falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain, dimana

robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium

falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur,

plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium

malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang

cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai

kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak

non imun dapat mencapaikepadatan hingga 500.000 parasit/mm39.

2. Anemia

Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan

depresi sumsum tulang.Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam

billirubin serum, dan pada malaria falsifarumia dapat cukup kuat untuk

mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan

autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin

turut menyebabkanhemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan

fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa

tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada

orang-orang dengan defisiensi glukosa-6- fosfat dehidrogenase herediter.

Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah

merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana

folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel

15
kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain.

Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna

abu-abu kebiruan pada organ9.

3. Kejadian immunopatologi

Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks

imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas 4,5,9:

a) Imunitas alamiah non imunologis

Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan

dengan resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E,

thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase,

golingan darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium

vivax, individu dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria

dan melindungi terhadap malaria berat.

b) Imunitas didapat non spesifik Sporozoit yang masuk kedalam

darah segera dihadapi oleh respon imun non spesifik yang terutama

dilakukan oleh magrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-

sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, dan IL10, secara

langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik), membunuh

parasit (sitotoksik).

c) Imunitas didapat spesifik.

16
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria

mempunyai sifat spesies spesifik,strain spesifik, dan stage spesifik.

[ CITATION Fit18 \l 1057 ]

2.7 Standar Pengobatan

1) Pengobatan kasus malaria harus mengikuti kebijakan nasional

pengendalian malaria di Indonesia.

2) Pengobatan dengan ACT hanya diberikan kepada kasus dengan hasil

pemeriksaan darah malaria positif.

3) Kasus malaria tanpa komplikasi harus diobati dengan terapi kombinasi

berbasis artemisinin (ACT) plus primakuin sesuai dengan jenis

plasmodiumnya.

4) Setiap tenaga kesehatan harus memastikan kepatuhan pasien meminum

obat sampai habis melalui konseling agar tidak terjadi resistensi

Plasmodium terhadap obat.

5) Kasus malaria berat harus diobati dengan Artesunate intravena atau

Artemeter intramuskular dan dilanjutkan ACT oral plus primakuin.

6) Jika kasus malaria berat akan dirujuk, sebelum dirujuk kasus harus

diberi dosis awal Artemeter intramuskuler atau Artesunate intravena/

intramuskular.

2.8 Pengobatan

17
Terdapat banyak obat malaria yang telah digunakan, sebagaimana

terlihat dalam Tabel 1 berikut, namun sebagian besar telah menunjukkan

adanya tanda resistensi setelah waktu pemakaian tertentu. Saat ini

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah merekomendasikan turunan

Artemisin yang dikombinasi dengan obat malaria lain yang mempunyai

waktu paruh lebih panjang sebagai obat standar pengobatan malaria yang

dikenal sebagai ACT (Arteminsinin derivate Combination Therapy).

Penggunaan obat malaria Berdasarkan petunjuk dari Kementrian Kesehatan,

penggunaan obat malaria harus mengikuti protap standar yang mendasarkan

diagnosis berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium, baik itu

mikroskopis, RDT maupun PCR. Penggunaan ACT hanya boleh diberikan

pada pasien malaria yang sudah dikonfirmasi laboratorium, sementara untuk

kasus klinis yang memberikan gejala malaria tanpa adanya konfirmasi

laboratorium disarankan tidak menggunakan ACT tetapi menggunakan obat

malaria generasi sebelumnya untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap

ACT dalam waktu singkat akibat penggunaan yang tidak terkontrol.

[ CITATION Wah16 \l 1057 ].

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan

membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia,

termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk

mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai

penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan

18
perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus

makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis

pemberian obat sebaiknya berdasarkan berat badan. Pengobatan malaria di

Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang

dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua

atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya

sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi

kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah

terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria. Pengobatan

kombinasi malaria harus:aman dan toleran untuk semua umur, efektif dan

cepat kerjanya, resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi, dan harga

murah dan terjangkau.Saat ini yang digunakan program nasional adalah

derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu:

1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas

Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC

mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini

diberikan per – oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian

sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin

dosis 16-32mg/kgBB.

2. Artesunat - Amodiakuin

19
Kemasan artesunat – amodiakuin yang ada pada program pengendalian

malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50

mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg.

2.9 Tatalaksana Penderita Malaria

20
2.10 Alur pikir

21
Standar

Pasien
Malaria Pengobatan

Tidak Standar

BAB 3

22
METEDOLOGI PENELITIAN

5.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan kuantitatif.

5.2 Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data. Pada penelitian ini sumber data adalah Data sekunder data

Dinas Kesehatan provinsi NTT.

5.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dalam riset, variabel

dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan. Pada penelitian ini

terdapat 1 variabel yaitu Pengobatan penderita Malaria.

5.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari suatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati

(diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati

artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat

diulang lagi oleh orang lain (Nursalam, 2013 ).

Definisi operasional menjelaskan semua variabel dan istilah yang akan di

gunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga mempengaruhi

pembaca atau penguji dalam mengartikan makna sebenarnya.

23
Tabel 3.4 Defenisi Operasional Studi Trend Pengobatanpenderita Malaria diKab. Sumba

Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.

No Variabel Defenisi Operasioanal Parameter Alat ukur Skala

Data
1 Trend Pemberian obat 1. Pengobatan Data

pengobatanpe antimalaria yang sedang Standar. sekunder Nominal

nderita digunakan untuk 2. Pengobatan

Malaria. membunuh parasit. Tidak

Standar.

5.5 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data.

Teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah setelah

data didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT, peneliti akan

melakukan analisis deskripif.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. D. (2019). Pola Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi Di Puskesmas

Kaligesing Kabupaten Purworejo Berdasarkan Pedoman Penatalaksanaan

24
Malaria. Falkultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang

2.

Sidipratomo, P., Sitohang, V., & dkk. (2018). Buku saku Tatalaksana Kasus
Malaria.

Ipa, M., & Dhewantara, P. W. (2015). Variasi Pengobatan Malaria Rumah

Tangga Di Enam Provinsi Endemis Malaria Di Indonesia. Aspirator , 14.

Fitriany, J., & Sabiq, A. (2018). Malaria. Jurnal Averrous vol.4, No.2

Khariri, & Muna, F. (2019). Proporsi spesies parasit yang menjadi penyebab

infeksi malaria di Indonesia berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas).. Volume 5, Nomor 1 , 38.

Laihad, M. d., Harijanto. Sp.PD-KPTI, d., & dr.Jeane, P. R. (2011).

Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Maryanto, Y. B., & Mirasa, Y. A. (2019 Vol 7 No 1). Gambaran Kasus Malaria

Di KabupatenTrenggalek Berdasarkan Segitiga Epidemiologi. Jurnal

Berkala Epidemiologi (JBE) , 34

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Salemba

Medika

Putra, H., Badiran, M., & Fitriani, A. D. (2020). Faktor yang mempengaruhi

kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas Leuser Kabupaten Aceh

25
Tenggara Provinsi Aceh. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat

volume1 nomor 2 , 40-41.

26

Anda mungkin juga menyukai