Anda di halaman 1dari 17

Kontroversi Dasar Hukum Sidang Istimewa MPR dan

Maklumat Presiden 23 Juli 2001


(Tinjauan Yuridis Ketatanegaraan)

Ni'matul Huda

Abstract

A number of controversial policies taken by PresidentAbdurrahman Wahid, forexample,


concerning the discharge of the head of Indonesian police(Kapoiri), have broughtabout
strong reaction and critic from Legislative Assembly /People's Consultative Council.
The conflict betvifeen two institutions had become worse when President Wahid issued a
decree on July 23, 2001 which, eventually, made him loose his power (mandate) in the
special session of People Consultative Council. The special session or President's
policy to fire Kapoiri, if examined from the constitutional law point of view, caused po
lemic among society, especiallyin respect to the basis of law employed by each party.
Thisincident showed how vulnerablethe system established by constitution is, because
some important problems in the constitutional law have not been set up clearly and
explicitly inthe constitution. Therefore, the constitutional reformation is an urgentagenda
which must be finished as soon as possible.

Pendahuluan

Sebelum kekuasaan (mandat) Presiden Kasus Brunei. Atas hasil Pansus itukemudian
Abdurrahman Wahid dicabut oleh MPR DPR mengajukan memorandum pertama (I),
melalui Sidang Istimewa MPR 23 Juli 2001, memorandum kedua dan berujung di SI MPR.
Presiden seringkali menggulirkan wacana Anehnya, isi (substansi) memorandum pertama
yang bernada 'ancaman' akan mengeluarkan dan kedua tidak ada keterkaitan persoalan,
Dekrit Presiden kalau kompromi politik tidak memorandum pertama tentang dugaan
tercapai antara Presiden dengan DPR/MPR. keterlibatan Presiden pada "Kasus Bulog dan
Ancaman itu muncul karena posisi Presiden Kasus Brunei", sedangkan memorandum kedua
yang terus menerus disudutkan dengan berisi tentang beberapa tindakan Presiden
berbagai persoalan, yang entry point-nya yang dipandang melanggar Haluan Negara.
dimulai dari kesimpulan Pansus Kasus Bulog Atasdasar permintaan DPR kepada MPR
dan Kasus Brunei, yang "mengindikasikan untuk segera menggelar Sidang Istimewa (SI)
keterlibatan" Presiden dalam Kasus Bulog dan untuk meminta pertanggungjawaban

92 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL 8. MARET 2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

Presiden, MPR menetapkan jadwal SI akan Tindakan Presiden tersebut dinilai oleh MPR
dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2001. bertentangan dengan Pasal 7 ayat (3) TAP MPR
Sesuai aturan main yang ada (TAP MPR No. No. VII/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara
ll/MPR/1999 sebagaimana yang sudah Nasional Indonesia.^
diubah melalui TAP MPR No. ll/MPR/2000 Melalui SI MPR 23 Juli 2001, satu lagi
tentang Peraturan Tata Tertib MPR) Pasal 33 peristiwa yang sangat penting dalam sejarah
ayat (3), Badan Pekerja MPR menyelenggarakan ketatanegaraan Republik Indonesia
rapat sekurang-kurangnya dua bulan, setelah berlangsung di gedung MPR, yakni pencabutan
itu baru dilaksanakan SI.' mandat Presiden Abdurrahman Wahid (in
Temyata realltas politik berblcara lain, SI absensia). Pencabutan mandat Presiden oleh
yang dimaksudkan sebagai jalan keluar (so- MPR dipercepat prosesnya karena ternyata
lusi) atas konflik yang kian menajam antara Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 dini hari
Presiden dengan DPR ternyata justru (01.05 WIB) mengumumkan Maklumat
memperuncing keadaan hubungan Presiden, yang kemudian lebih dikenal
kelembagaan Presiden dan DPR. Akhirnya dengan Dekrit Presiden. Atas realltas politik
MPR justru mengajukan jadwal SI pada tersebut, di masyarakat timbul sikap pro dan
tanggal 23Juli 2001. 'PercepatanSI'diiakukan kontra terhadap putusan MPR yang mencabut
MPR dengan alasan adanya perkembangan mandat Presiden Abdurrahman Wahid.
situasi dan kondisi yang semakin memburuk, Dari paparan di atas muncul persoalan,
yang mengancam keselamatan dan integritas ditinjau dari perspektif Hukum Tata Negara
bangsa dan negara. Pandangan MPR ini menarik untuk dicermati. Pertama, apakah
dipertegas lagi dengan pembertientian Kapoiri tindakan Presiden memberhentikan Kapoiri dan,
Jenderal Surojo Bimantoro dan pengangkatan mengangkat Wakapolri sebagai Pelaksana
Wakapolri Chaerudin Ismail menjadi Tugas Kapoiri bertentangan dengan konstitusi?
Pemangku Pelaksana Tugas (Pit) Kapoiri.- Kedua, apakah 'percepatan' SI MPR sah di

' Menurut Harus Alrasid (penasehat Presiden bidang hukum tata negara), pertanggungjawaban Presiden
tidak diatur dalam UUD1945 tetapi hanya dlatur di dalam Penjelasan DUD 1945 dan TAP MPR sehingga dasar
hukumnya tidak kuat. Sementara Itu, pada sisi lain, MPR menganggap SI Itu sah karena bersumber dari
Penjelasan UUD 1945 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 jo TAP MPR No. ll/MPR/2000
^Jabatan Wakapolri muncul melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 77 Tahun 2001 tentang Pengesahan
Jabatan Wakapolri, tertanggal 21 Juni 2001. Keppres ini dianggap bertentangan dengan Keppres No. 54
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata KerjaPoIri, tanggal 25 April 2001. Keppres No. 54 Tahun 2001
menegaskan bahwa jabatan kedua setelah Kapoiri adalah Sekjen Polri. Mahkamah Agung tanggal 31 Juli 2001
telahmengeluarkan putusan menerimakeberatan atas permohonan hakuji materiil Oudicial review) yang
dimajukan oleh Tim Perribela Konstitusi yang dipimpin Adnan Buyung Nasution terhadap semua Keppres
yang terkait dengan pemberhenfan Kapoiri Bimantoro dan pengangkatan Wakapolri Chaerudin Ismail, yakni
Keppres No. 77 Tahun 2001 tentang Pengesahan jabatan Wakapolri, Keppres. No. 40 Tahun 2001 tentang
Penonaktifan Kapoiri Jenderal Surojo Bimantoro dan Keppres No. 41 Tahun 2001 tentang Pengangkatan
Wakapolri Irjen Polisi Chaerudin Ismail menjadi Pelaksana Tugas (Pit) Kapoiri.

93
mata hukum yang berlaku? Ketiga, apakah yang setara antara TNI dan Kepolisian Negara
Presiden berwenang mengeluarkan Maklumat Rl melalui TAP MPR No. VI/MPR/20a0, maka
(Dekrit)? sebagai penegasan terhadap peran TNI dan
peran Kepolisian Negara Rl, telah dikeluarkan
Pengangkatan dan Pemberhentian Ketetapan MPR No. Vll/MPR/2aOO.
Kapoiri Melalui Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000
kedudukan Tentara Nasional Indonesia dan
Salah satu produk hukum yang dilahirkan
Kepolisian Negara Rl ditegaskan berada di
oleh MPR dalam Sidang Tahunan MPR Rl 7-
bawahPresiden(Pasal 3ayat (2)danPasal7
18 Agustus 2000 adalah Ketetapan MPR No.
ayat (2)). Tentara Nasional Indonesia dipimpin
VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Na-
oleh seorang Panglima yang diangkat dan
sional Indonesia dan Kepolisian Negara
diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat
Republik Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai
persetujuan DPR (Pasal 3 ayat (3)). Begitu-pun
realisasi dari salah satu tuntutan reformasi
dengan Kepolisian Negara Rl, Kepolisian
yang dikumandangkan oleh rakyat Indonesia
Negara Rl dipimpin oieh Kepala Kepolisian
yang dimotori oleh mahasiswa pada tahun
Negara R! yang diangkat dan diberhentikan
1998. Bahwa dengan dilakukannya
oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal.
penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut,
7 ayat (3)). Pasal 11 Ketetapan ini
Angkatan Udara dan Kepolisian Negara Rl
memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan
dalam Angkatan Bersenjata Rl (ABRI) telah
sebagaimana dimaksud dalam ketetapan ini
terjadi kerancuan dan tumpang tindlh antara
diatur dengan undang-undang.
peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia
Sebagaimana diketahui, bahwa sampai
(TNI) sebagai kekuatan pertahanan negara
hah ini undang-undang yang diperintahkan
dengan peran dan tugas Kepolisian Negara
oleh Pasal 11 TAP MPR No. Vll/MPR/2000
Rl sebagai kekuatan keamanan dan
belum lahir. Sementara itu, undang-undang-
ketertiban masyarakat. Di samping itu, peran
yang ada mengatur tentang Kepolisian Negara
sosial politik dalam dwifungsi ABRI telah
Rl UU No. 28 Tahun 1997 belum dicabut dan
menyebabkan terjadinya penyimpangan peran
masih dinyatakan berlaku. TImbul pertanyaan,
dan fungsi TNI dan Kepolisian Negara Rl yang
apakah UU No. 28 Tahun 1997 masih dapat
berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi
dijadikan rujukan yuridis operasional Kepolisian
demokrasi dalam kehldupan berbangsa
Negara Rl dan apakah materi muatannya
bernegara dan bermasyarakat. Untuk itu perlu
sesuai dengan semangat Ketetapan MPR No.
dilakukan reposisi dan restrukturisasi
Vll/MPR/2000 tersebut? Dapatkah untuk
Angkatan Bersenjata Rl.
sementara waktu UU No. 28 Tahun 1997 diper-
Seiring dengan proses demokratisasi dan
gunakan sebagai landasan yuridis operasional
globalisasi, serta menghadapi tuntutan masa
peran Kepolisian Negara Rl sebelum adanya
depan, perlu peningkatan kinerja dan
undang-undang pengganti sesuai yang
profesionalisme aparatpertahanan dan aparat
dikehendaki oleh Pasal 11 TAP MPR No. VII/
keamanan melalui penataan kembali peran
MPR/2000? Permasalahan ini muncul karena
TNI dan peran Kepolisian Negara Rl. Setelah
realitanya menimbulkan polemik di masyarakat
dilakukan pemisahan secara kelembagaan

94 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL. 8. MARET2001:92 - 108


i'matui Huda. Kontmersi Dasar Hukum....

an bahkan diantara Presiden dan DPR Tahun 1997. .


senimbulkan perbedaan penafsiran, Menurut ketentuan Pasal 11 UU No. 28
ahingga butuh kejelasan status hukum dari Tahun 1997, Kepala Kepolisian R1 diangkat
U tersebut. dan diberhentikan oleh Presiden (ayat (T));
-- Salahsatupersoalan yang dijadikanalasan Pengangkatan dan pemberhentian jabatan
^PR untuk meminta pertanggungjawaban selain yang dimaksud pada ayat(1) dlaturlebih
'residenAbdurrahman.Wahid adalah pember- lanjut oleh Panglima, atas usul.Kepala
entian Rusdihardjo dari jabatanKapoiri tanpa Kepolisian R1 (ayat 3). Ketentuan tersebut jelas
ersetujuan DPR (tanggal 18 September 2000; mengatur bahwa untuk pengangkatan dan
lengangkat dan sekaligus menonaktifkan pemberhentian Kapoiri menjadi wewenang
enderal Surojo Bimantoro sebagai Kapoiri Presiden, tanpa harus sepersetujuan DPR.
:anggal 1 Juni 2000). dan terakhir member- Ketentuan iniiah yang mungkin dipakai oleh
entikannya dari jabatan Kapoiri tanpa per- Presiden sebagai sandaran yuridis didalam
etujuan DPR {tanggal 1 Jull 2000). Kemudi- mengangkat dan memberhentikan Kapoiri.
n disusul dengan. tindakan lanjutan berupa • Secara substantif materi muatan UU No.
'Sngangkatan Jenderal Chaerudin Ismail se- 28 Tahun 1997 khususnya yang mengatur
•agai Pemangku Sementara Jabatan Kapoiri. masalah pengangkatan, dan pemberhentian
^tas tindakan tersebut Presiden dinilai telah Kapoiri sudah tidak sesuai dengan isi^ TAP
lelanggar TAP MPR No.VII/MPR/2000. MPR No. VII/MPR/2000. Kewenangan Presiden
'ersoaiannya adalah, apakah TAP MPR No. dalam pengangkatan dan pemberhentian
/ll/MPR/2000 itu sudah efektif pemb'erla- Kapoiri tidak dapat lagi sepenuhnya dimiiiki
uannya mengingat instmmen pelaksanaannya oleh Presiden karena adanya keharusan
ang berupa undang-undang belum ada. persetujuan dari DPR. Untuk itu, DPR dan
)apatkah Presiden bertindak dengan bersandar Presiden harus segera melengkapi perintah
<ada UU No. 28 Tahun 1997. • TAP MPR No. VII/MPR/2000 dengan membuat
Menurut Suwoto Mulyosudarmo, •tindakan undang-undang yang baru, agarsupaya kasus
'residen memberhentikan Kapoiri masih bisa yang sama tidak berulang dan ada pijakan
^ibenarkan sebab TAP MPR itu masih belum yang jelas bagi Presiden dalam melaksanakan
nemiliki instrumen pelaksanaan berupa TAP tersebut.
indang-undang.^ Sependapatdengan Suwoto
•A, jika aturan pelaksanaannya belum adadan Kontroversi SI MPR (yang dipercepat)
undang-undang yang, lama belum dicabut,
naka tindakan Presiden dalam Penoiakan'Presiden untuk memberikan
nemberhentikan ataupuh mengangkat Kapoiri pertanggungjawaban dan juga hadir di Sidang
ielama ini dapatdibenarkan karena TAP MPR Istimewa MPR-yang semula dijadwalkan'akari
nIo. VII/MPR/2000 tidak memberikan "berlangsung 1Agustus 2001, yang kemudiari
)enegasan pencabutan terhadap UU No. 28 dirhajukan tanggal 23 Juli 2001,bermula da-

' Marian Jawa Pos. Rabu. Tanggal 4 Jull 2001.

95
ri perbedaan sudut pandang antara Presiden Ketetapan MPR No. ll/MPR/2000. Presider
dan MPR dalam penerapan dasar yuridisnya. harus hadir dan memberikar
MPR memandang dirinya sebagai lembaga pertanggungjawaban:
tertinggi negara memiliki kewenangan untuk Sedangkan pelaksanaan SI MPR 'yanc
menggelar Sidang Istimewa karena adanya dipercepaf menurut MPR didasarkan pads
permintaan dari DPR atas "Kasus Bulog dan pertimbangan keadaan atau situasi negars
Kasus Brunei", yang akhimya muncul Memo yang semakin memburuk, sehingga MPR
randum Idan il dari DPR dan berujung pada merasa perlu untuk segera mengantisipasc
permintaan SI kepada MPR. keadaan, karena Presiden Abdurrahman
Pada sisi lain, Sidang Istimewa MPR Wahid sudah mengumumkan akan
menurut pendapat Presiden. ilegal karena mengeluarkan dekrittanggal 20 Juli 2001 yan^
sandaran yuridisnya tidak mengacu ke DUD akan membekukan MPR dan parlemen.
1945 (Batang Tubuh UUD) tetapi.pada Penje- Fenomena politik yang demikian inilah yan^
lasan UUD 1945 dan TAP MPR.^ Di samping dijadikan dasar oleh MPR untuk bertindak
itu, sistem yang dianut oleh UUD 1945 tidak cepat dengan memajukan jadwal SI pada^
mengenal pertanggungjawaban Presiden tanggal 23 Juli 2001.
sebagaimana lazim berlangsung dalam Apabila dikaji dari perspektif yuridis
sistem parlementer. Sistem yang dianut di penyelenggaraan SI MPR, nampaknya
Indonesia (UUD 1945) adalah Presidensiil. memang timbul kerancuan dan benturan
Pertanggungjawaban hanya akan diberikan yuridis antarasatu aturan dengan aturan yang
diakhir masajabatan, yakni tahun2004, dan Iain. Pertama, antaraKetetapan MPRS No. XX/
bukan ditengah perjalanan masa jabatan. Itu MPRS/1966 dengan Ketetapan MPR No. Ill/
pun bersifat intern dalam kerangka hubungan MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata-
antara si pemberi mandat (mandat) dan si urutan peraturan perundang-undangan. Di
penerima mandat (mandataris). dalam TAP MPRSNo.XX/MPRS/1966 secara
Pada sisiIain, MPR berpandangan bahwa tersirat maupun tersurat menggambarkan
SIitu legal karenadasamya tegas diaturdl dalam bahwa UUD 1945 terdiri dari Pembukaan,
Ketetapan MPR No. lll/MPR/1978 dan Batang Tubuh. dan Penjelasan UUD 1945

*Menurut Harun Alrasld, TAP MPR merupakan barang 'haram' karena UUD 1945 tidak mengenal produk
hukum yang bernama ketetapan. Moh.Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam bukunyaPengantar Hukum Tata
Negara Indonesia. Penerbit Pusat Studi Hukum Tata Negara FH Ul.Cetakan Ketujuh, Jakarta, 1988, Him.
46, mengatakan: "Istilah ketetapan dalam Ketetapan MPRS/MPR sebenarnya tidak ada dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Istilah inlmungkin diambil MPRS pada sidang-sidangnya yang pertama, dari bunyi
Pasal 3UUD 1945 dimana terdapat sumber hukum, karena UUD 1945 menyebutkan bahwa MPR berwenang
menetapkan UUD, Garis-garis Besar Haluan Negara (Pasal 3), memllih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal
6ayat (2)), dan merubah UUD (Pasal 37)." Ketetapan MPRS pada saatini masih merupakan sumber hukum,
karena ada beberapa Ketetapan MPRS yang masih dinyatakan berlaku oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/
1973.

96 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL. 8. MARET2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi DasarHukum....

yang mempakan penjelasan yang otentik. Persoaiannya adalah, apakah menumt TAP
Dengan menyebutnya sebagai penjelasan MPR No. lii/MPR/2000 Penjelasan UUD 1945
otentik, —dalam arti sebagai unsur UUD jugamenjadi bagian yang tak terpisahkan dari
1945,— maka sudah tidak dapat lag] batang tubuh UUD 1945^ dan sebagai
dipersoalkan atau disangsikan hubungan penjelasan otentik? Hal ini tidak ada penjelasan
antara penjelasan dengan batang tubuh UUD iebih lanjut sebagaimana yang tertuang di
1945. ApalagI setelah melalui Dekrit Presiden dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
5 Juli 1959 di mana dikembali ke UUD 1945 sehingga ada ceiah (peiuang) untuk ditafsirkan
dan dimuat dalam Lembaran Negara No. 75 secara luas {debatebe!). Kalau Penjeiasan
Tahun 1959 serta dinyatakannya Penjelasan UUD 1945 "dianggap" masih menjadi
UUD 1945 itu sebagai Penjelasan otentik oleh penjelasan otentik dari batang tubuh UUD
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, maka 1945, apakah dengan adanya perubahan
jelaslah bahwa Penjelasan UUD 1945 pertama dan perubahan kedua UUD 1945,
mempakan bagian resmi dan tak terpisahkan Penjelasan UUD 1945 masih relevan dan
dariUUD 1945.^ sinkron dengan batang tubuh UUD 1945
Akan tetapl, saat in! Ketetapan MPRS No. (bam)? Apabila Penjelasan tidak iagi menjadi
XX/MPRS/1966 tersebut telah dicabut satu kesatuan dengan batang tubuh dan tidak
keberiakuannya oleh Ketetapan MPR No. Ill/ Iagi menjadi penjelasan otentik dari UUD
MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata 1945, dari mana sandaran yuridis per-
Urutan Peraturan Perundang-undangan. tanggungjawaban Presidendiambii? Bukankah
Ketetapan MPR No. lll/MPR/2000 Pasal 3 ayat penegasan kedudukan Presiden sebagai
(1) menyatakan, "Undang-Undang Dasar1945 mandataris Majeiis yang bertindak dan
merupakan hukum dasar tertulis Negara bertanggung jawab kepada Majeiis diatur di
Republik Indonesia, memuat dasar dan garis dalam Penjelasan UUD 1945.®
besar hukum dalam penyelenggaraan negara."

®Uhat J.C.T. Slmorangklr. 1984. Penetapan UUD DilihatDari Segillmu Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Gunung Agung,. Him. 25. Lihat juga dalam Ni'matuI Huda. 1999. Hukum Tata Negara, Kajian
Teoritis dan Yuridis Terhadap KonstitusI Indonesia. Yogyakarta: PusatStudi Hukum Fakultas Hukum Ull
kerjasama dengan Gama Media. Him. 43-45.
®Menurut JimlyAsshiddiqie, setelah diadakan Perubahan Pertama dan KeduaUUD 1945, materi Penjelasan
UUD 1945 tidak mungkin Iagi dlpertahankan. Banyak pembahan yang tercakup dalam kedua.
Perubahan itu yang sudah tidak cocok Iagi dengan isi Penjelasan. Di samping itu, banyak pula ahli hukum yang
mempersoalkan mengenai keabsahan Penjelasan UUD itu sendiri sebagai bagian dari dokumen konstitusi yang
mengikat. Lihat Jimly Asshiddiqie, "Konsolidasi Materi UUD Ri", makalah yang disampaikan dalam kuHah
perdana Program Maglster(S2) llmuHukum Ull tanggal 13 September 2001, Him. 4. Lihat juga Baglr
Manan, Menyongsong FajarOtonomlDaerah, PusatStudi Hukum FH UII.Yogyakarta. 2001.Him. 7.

97
Dapatkah MPR membuat 'lompatan' SI? Adakah ketentuan yang mengatur tentang
dasar yuridis pertanggungjawaban Presiden SI tanpa melalui mekanisme memorandum
langsung kepadaKetetapan MPR No. Ill/MPR/ DPR? Bukankah seharusnya DPR yang memberi
1978 jo Ketetapan,MPR No. il/MPR/2000? peringatan kepada Presiden kalau tindakan itu
Persoalan ini tentu butuh kehati-hatian dan dipandang melanggar TAP MPR, karena
kecermatan dalam penerapan hukumnya, kewenangan untuk memberikan persetujuan
meskipun MPR sebagai lembaga tertinggi dalam pengangkatan dan pemberhentian'
negara dapat menafsirkan seolah-olah da'pat Kapoiri ada pada DPR, dan bukan di tangan
melakukan apa pun —seperti yang selama MPR. Tindakan MPR justru dipandang
ini diyakininya— karena kedaulatan.rakyat berlebihan bahkan melanggar konstitusi (TAP
dilakukansepenuhnyaoleh MPR(Pasal1 ayat MPR No. lli/MPR/1978 jo TAP MPR No. 11/
(2) DUD 1945). Kedua,'Percepatan' SI MPR MPR/ 2000). DI dalam Tap MPR No. II/MPR/
yang didasarkan pada tindakan Presiden 2000 Pasal 50 ayat (3) ditentukan bahwa
melantik Wakapoiri Komisaris Jenderal "Sidang Istimewa Majeils adalah;
Chaerudin Ismail sebagai Pemangku.
(a) sidang yang diselenggarakan Majelis selain
Sementara Jabatan Kapoiri dan menaikkan
Sidang Umum dan Sidang Tahunan Majelis;
pangkatnya menjadi jenderal, dipandang
(b) sidang yang diselenggarakan Majelis
Presidentelah melanggar Ketetapan MPR No.
atas permintaan Dewan Perwakilan
VII/MPR/2000. Dari kacamatayuridis tindakan
Rakyat untuk meminta dan menilai
MPR yang menyelenggarakan SI atas dasar
pertanggungjawaban Presiden atas
tuduhan Presiden melanggar TAP MPR No.
peiaksanaan putusan Majelis;
Vil/MPR/2000 tidaklah sepenuhnya benar.
(c) sidang yang diselenggarakan Majelis
Pertama, Jenderal Chaerudin tidak diangkat
untuk mengisi lowongan jabatan Presiden
sebagai Kapoiri, tetapi sebagai Pemangku
dan/atau Wakil Presiden apabiia Presiden
Sementara Jabatan Kapoiri, sehingga tidak
dan/atau Wakil Presiden berhalangan
perlu meminta persetujuan OPR. Sedangkan
tetap.
ketentuan di dalam Pasal 7 ayat (3) TAP MPR
No. VII/MPR/2000 yang mensyaratkan adanya Kemudiandi dalam Pasal 33 ayat (3) TAP
persetujuan dari DPR untuk pengangkatan dan MPRNo. li/MPR/2000ditegaskan pula bahwa
pemberhentian Kapoiri. Dilihat dari istilah "Dalam hal menghadapi Sidang Istimewa
"sementara" sudah dapat diketahui bahwa, Majelis, Badan Pekerja Majelis
masa pemangkuan sementara jabatan Kapoiri menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya
relatif singkat. Dengan kata lain, tidaklah terlalu dua bulan sebelum Sidang Istimewa Majelis
lama waktunya, yakni selama yangdigantikan diselenggarakan, kecuali Sidang Istimewa
berhalangan, bukan menggantlkan secara Majelis untuk mengisi lowongan Presiden dan
definitif. Wakil Presiden yang berhalangan tetap."
• Kedua, Apabiia tindakan Presiden itu Sehingga andai pun untuk tindakan Presiden
dipandang bertentangan dengan TAP MPR No. mengangkat Chaerudin menjadi Pemangku
VII/MPR/200d, apakah tepat MPR yang Sementara Jabatan Kapoiri dipandang
langsung memberikan reaksi dengan menggelar bersalah, maka Sidang Istimewa 'baru dapat

98 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL 8. MARET200I: 92 -108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

dilaksanakan due bulan ke depan, yakni 21 undang". Dari ketentuantersebut nampakjelas


September 2001.'Berdasarkan hal-hal di atas, bahwa yang berhak.dan berwenang menyatakan
SI yang direncanakan dimulai Senin 23 Juli keadaan bahayaadalah Preslden. Lantasdari
2001 tidak memenuhi ketentuanTata Tertib mana tindakan MPR bersandar (berpijak)?
MPR sendiri, sehingga melanggar TAP MPR Menurut JimlyAsshiddiqie, jlka kepentingan
No. ll/MPR/1999 yang telah diubah dengan umum menghendaki dipercepatnya SI MPR,
TAP MPR No. II/MPR/20G0. maka MPR dapat -menyimpangi
. Kalau demikian halnya, apa dasar hukum (mengesampingkan) peraturan Tatib yang
'percepatan' SI MPR? Adakah pengaturannya mengatur dan mengikat mereka sendiri. Yang
di dalam konstitusi fUUD 1945)? Sepanjang secara langsung dapat dijadlkan dasar untuk
pengetahuan penuiis, tidak ada aturan yang mengabaikan Peraturan Tata Tertib yang
mengatur tentang 'percepatan' SI (Lihat TAP mengharuskan persiapan selama 2 bulan itu
MPR No. •II/MPR/20Q0). Menurut saran Badan adalah "keadaan darurat" [noodstand] yang
Pekerja MPR sebagaimana yang dituangkan dalam doktrin llmu hukum diakui sebagai
dalam Keputusan BP No. 3/2001, alasan dasar hukum untuk melakukan tindakan-
dipercepatnya SI MPR adalahadanya penllaian tindakan hukum yang bersifat darurat pula.
telah teijadi perkembangan situasi dan kondisi Keadaan darurat yang menyangkut keadaan
yang semakin memburuk, yang mengancam kegentingan yang memaksa bagi MPR untuk
keselamatan dan integritas bangsa dan dalam waktu yang secepat-cepatnya
negara, sehingga memaksa MPR harus melakukan langkah konstitusional guna
segera mengambil tindakan secepatnya.demi menyelamatkan negara dari ancaman
keselamatan bangsa dan negara. Adakah bahaya. Keadaan yang bersifat darurat itu
kewenangan konstitusional bag! MPR untuk jelas menyangkut kepentingan umum seluruh
menyatakankeadaan bahaya/daruratsehingga rakyat yang tidak dapat ditawar-tawar untuk
MPR sah untuk bertindak menyimpangi segera diatasi oleh MPR yang merupakan
ketentuandi dalam TAP MPR No.III/MPR/1978 penjelmaan seluruh rakyat. pelaku
joTAPMPRNo.il/MPR/20G0. . sepenuhnya kedaulatan rakyatIndonesia, dan
Apabila dicermati isi UUD1945, PasaM2 sebagai lembaga tertlnggi negara yang
menyatakan bahwa "Preslden menyatakan kekuasaannya "tidak terbatas".^
keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibat Lebih lanjut Jimly mengakui, bahwa UUD
keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang- dan UU No. 23 Tahun 1959 memang memberi-

^Sesual isi surat Preslden kepada MPR yang menolak memberikanpertangg'ungjawabannyadalam


SI,SuratR-55/Pres/VII/2000, Preslden memandang waktu dua bulan yangdiberikansesuai dengan ketentuan
didalam TAP MPR No. ll/MPR/2000, akan memberikan waktu yang cukup dan wajar kepada Preslden,
bilamana perlu menghadirlnya untuk menyiapkanuraian yang diperlukan pada SI tersebut. Hal manatidak
mungkinbilamasapersidanganbagi Preslden itu hanyaseharimenjelangpelaksanaanSI.
®Jimly Asshiddiqie. "Pemberhentian Preslden Melalui 8! MPR yang Dipercepat." Makalah yang
dipresentasikan dihadapan Fraksi PDIP.tanpa tanggal dan tahun. Him. 3.

99
kan "fasilitas legal" kepada Presiden untuk MPR menyetujuinya, tamatlah riwayat Presiden
memberlakukan keadaan darurat, bukan yang mana pun.
kepada MPR. Akan tetapl, MPR sebagal Ahli iimu poiitik LiPi, Mochtar Pabotinggl
lembaga tertinggi negara, penjelmaan seluruh berulang kali menekankan bahwa poiitik
rakyat. pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, Indonesia dan peraiihan kekuasaan poiitik
dan sekaligus puncak kekuasaan legislatif tidak bisa terus menerus didasarkan pada
dalam sistem hukum dan konstitusi negara, psikologi keadaandarurat ataupolitical emer
darimana mandat yang diterima oleh Presiden gency psychology. Pada masa pemerintahan
untuk memiliki kewenangan memberlakukan Soeharto, diaiami bahwa pihak eksekutif atau
keadaan darurat Itu berasal, tentulah juga Presiden Soeharto amat pandai memainkan
berwenang menafslrkan timbulnya keadaan keadaan darurat ini untuk melanggengkan
yang nyata-nyata menjurus kepada keadaan kekuasaannya. Godaan yang dihadapi
darurat itu. Jika keadaan darurat itu dinilai sekarang adalah bahwa legislatif dan MPR
justru akan terjadi karena ucapan, tindakan dapat terjebak ke dalam kondisi yang sama
ataupun kebijakan yang sengaja dilakukan untuk memainkan juga aiasan 'keadaan darurat'
oleh Presiden, sudah tentu bukan saja MPR bukan untuk melanggengkan kekuasaan
berwenang, tetapi bahkan wajib mengambii (sepertiyangdilakukan Soeharto), tetapiuntuk-
langkah-iangkah konstltusional yang segera mengakhiri kekuasaan eksekutif, yang
untuk mencegah terjadinya keadaan darurat barangkaii tidak menguntungkan kepentingan
itu.® orang-orang dalam lembaga legislatif sendiri.
MenunjtignasKleden,'° keadaan sekarang Lebih lanjutKleden mengatakan, persoalan
ini bukannya menjadi iebih normal, melainkan yangamatserius sekarang ini iaiah: bagaimana
menjadi iebih rumit, karena sekarang ada keputusan MPR dapat diawasi? Pada titik ini
preseden baru bahwa dengan sistem dan rakyat dihadapkan pada suatu masalah
mekanlsme poiitik yang ada,- DPR dapat fundamental dalam demokrasi yaitu akuntabilitas
mengusuikan Sidang Istimewa MPR, dan dan rasionalitas poiitik dari MPR sendiri. Apa
seterusnya MPR dapat memanggil Sidang yang ten'adi kalau sebaglanbesaranggota MPR
istimewa setiap saat, dan kekuasaan Presiden memberikan suatu keputusan yang terang-
segera berada di ujung tanduk. Maka stabiiitas terangan tidak menguntungkan kepentingan
pemerintahan justru menjadi penuh risiko nasional, mengabaikan keadilan,
karena adanya kese'mpatan yang diberikan mengganggu stabiiitas poiitik, atau bahkan
kepada badan legislatif dan MPR untuk bertentangan dengan undang-undang dasar?
menjatuhkan Presiden di tengah jalan. Siapa yang dapat mengontrol dan, kalau boleh,
Masyarakat semua tahu aiasan "negara ada mencegah semua ini? Maka perlu dlcari jalan
dalam keadaan bahaya" seiaiu dapat bahwa keputusan MPR pun memerlukan suatu
direkayasa, dan begitu sebaglan besar Anggota mekanlsme untuk akuntabilitasnya.

'Ibid. Him. 7.
Ignas Kleden. "Kepemlmpinan Nasional dan Krisis Poiitik". Marian Kompas. Tanggal 30 Juli 2001. Him. 4.

100 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL. 8. MARET2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

Pertanyaan yang menarikdilontarkanoleh Sabtu itu merupakan bagian yang tak terpisahkan
Kleden ialah, apakah alasan kinerja dan dari Si MPR. Tapi. Suwoto tidak tahu persis,
prestasi kerja dapat menjadi dasar untuk Sidang Paripurna itu sidang Istimewa atau
menjatuhkan seorang Presiden? Apakah bukan.'^
seorang Presiden yang mengambil menteri- Menurut Moh. Mahfud MD, percepatan SI
menteri yang tidak kompeten dapat kemarin setidaknya mengalami tiga problem-
dlberhentikan? Dalam hal ini competence dan yuridis. Pertama, diadakan SI dikarenakan
performance haruslah ditanggung sebagal Presiden mengangkat Kapolri atau Pemangku
risiko dari pemilihan Presiden. Orang-orang Sementara Jabatan Kapolri tanpa konsultasi
yang memilih seorang tokoh menjadi Presiden dengan DPR. Padahal untuk melaksanakan
mereka sebaiknya bersiap bahwa Presiden SI karena terjadinya pelanggaran tersebut
mereka barangkali akan gagaldan kegagalan harusmelalui prosesmemo satu (I) dan memo
ini harus mereka tanggung, tanpa harus dua (II). Namun SI karena kasus Kapolri ini
memberhentikan Presidennya dl tengah jalan. belum ada peringatan tetapi langsung SI.
Hal ini kurang lebih sama dengan sikap kita Kedua, masalah sidang paripurna. Dalam TAP
terhadap badan legislatif, di mana kita juga MPR No. li/MPR/1999 Sidang Paripurna
tidak dapat membubarkan DPR dan MPR merupakan bagian dari Sidang Umum,
karena mereka tidak bekerja maksimal, Sidang Tahunan atau Sidang istimewa.
meskipun mereka dibayar mahal dengan Dalam ketiga sidang tersebut caranya ada
uang negara. Mendapatkan anggota DPR rapat paripurna, ada rapat komisi. Saat ini
yang rendah kinerjanya, adalah" risiko yang rapat paripumanya ada, tetapi Si-nya belum.
harus ditanggung oleh parapemilihnya, tanpa Problem ketiga, agak sulit bagi MPR untuk
harus membubarkan DPR.^^ mengambil keputusan," karena berdasarkan
Suwoto Mulyosudarmo berpendapat Pasal 87 TAPMPR No. ll/MPR/1999 disebutkan
bahwa ada proses hukum yang cacat dalam untuk memutuskan sesuatu semua fraksi harus
pemberhentian Gus Dur oleh MPR. Cacat Itu hadir. Padahal sekarang ada dua fraksi yang
bermula dari Sidang Paripurna MPR yang tidak hadir. Bisa tidak sidang seperti itu
dilangsungkan pada hari Sabtu, 21 Juli. mengambil keputusan yang fundamental.'^
Memang, pada Jumat malam, 20 Juli. Ketidakhadiran dan penolakan Presiden
Pimpinan MPR menggelar rapat. Rapat itulah Rl K.H. Abdurrahman Wahid untuk
yang memutuskan untuk menggelar SI MPR memberikan pertanggungjawaban dalam
pada 23 Juli 2001. Ketua MPR Amien Rais Sidang Istimewa MPR Rl tahun 2001 serta
menyebutkan bahwa Sidang Paripurna pada penerbitan Maklumat Presiden ,23 Juli 2001,

"Pendapat in! dikutip dari tulisan Ignas Kleden. Ibid. Hlm.4.


"/b/d. Him. 5
"Majalah Forum Keadilan. No. 18,5Agustus 2001.
'"Moh. Mahfud MD."Sl Alami Problem Konstitusi". Marian Jawa Pos RadarJogya. Minggu. Tanggal 22
Juli 2001.

101
menurut MPR tindakan Presiden sungguh- negara dan pemerintah, baik seiuruh wilayah
sungguh melanggar haluan negara. Dan oleh negara maupun sebagian dari daerahnya.
karenanya melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/ Sampai tiba saatnya Presiden menyatakan
2001, MPR memberhentikan K.H. Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hukum negara
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan darurat telah diatur dalam berbagai perundang-
mencabut serta menyatakan tidak beriaku lagi undangan, seperti UU Keadaan Bahaya No.
Ketetapan MPR Ri No. Vii/MPR/1999 tentang 6 Tahun 1946, UU No. 74 Tahun 1957 dan
Pengangkatan Presiden Ri. beberapa mated Regeling SOB Stb. 1939 No.
Untuk ke depan, MPR harus mengkaji 582. Baru setelah kembali keUUD 1945, tang-
kembali, pertama, mated tentang pertanggung- gai 16 Desember 1959 disusunlah Peraturan
jawaban Presiden perlu diatur di dalam Pemerintah Pengganti Undang-undang
batang tubuh DUD. Kedua, penegasan apakah (Perpu) tentang Bahaya daiam Perpu No. 23
penjelasan UUD 1945 masih menjadi bagian Tahun 1959.
tak terpisahkan dari Batang Tubuh UUD 1945 Pengaturan keadaan darurat negara
dan apakah masih beriaku. Ketiga, periu secara tegas telah disebutkan di daiam UUD
segera direalisir pembentukan mahkamah 1945 Pasai12: "Presiden menyatakan keadaan
konstitusi yang nantinya akan dapat bahaya, syarat-syarat dan akibat keadaan
memecahkan kebuntuan konstitusi atau pun bahaya ditetapkan dengan Undang-undang."
untuk pengujian terhadap peraturan Pasai 12 ini menghendaki adanya UU tentang
perundang-undangan yang belakangan ini Syaratdan Akibat Keadaan Bahaya. Pembuat
ditafsirkan sendiri-sendiri oieh Presiden UUD 1945 memandang art! penting dan
maupun oleh DPR/MPR. Di samping itu, harus bahaya dari suatu keadaan yang dinyatakan
dipikirkan dari sekarang pembenahan secara bahaya, oleh karena itu ada pembatasan
seriusdan komprehensif mater! apa saja yang wewenang kepada Presiden tentang kapan
harus masuk ke dalam konstitusi Indonesia Presiden dibenarkan menyatakan keadaan
supaya menjadi konstitusi yang ideal dan . bahaya. Dan sekaiigus ditetapkan perubahan
mempunyai jangkauan ke depan, sehingga ketatanegaraan sebagai akibat pernyataan
berbagai permasalahan kenegaraan dapat keadaan bahaya.'^ Di samping ketentuan
ditemukan solusinya melalui konstitusi daiam Pasai 12 tersebut, Pasai 22 ayat (1)
tersebut.; mengatur daiam hal ikhwal "kegentingan"
yang memaksa Presiden "berhak" menetapkan
Maklumat Presiden Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti
Sejak negara diprokiamasikan sampai kini Undang-undang (Perpu). Melalui kedua pasai
keadaan bahaya darurat itu sering dialami di daiam UUD 1945 tersebut Presiden secara
tegas diberi kekuasaan untuk mengantisipasi

'®Suwoto Muiyosudarmo. "UU tentang KKN dalam Perspektif Hukum Tata Negara". dalam Ignatius
Haryanto. 1999. Kejahatan Negara, Telaah tentang Penerapan Delik Keamanan Negara. Jakarta:
ELSAM.HIm.x.

102 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL. 8. MARET 2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

suatu keadaan bahaya atau darurat di dalam Namun harus pula dipertimbangkan,
wilayah kekuasaannya. bagaimana supaya dalam keadaan bahaya
Ketentuan di dalam Pasa! 22 ayat (1) {Staatsnoodrecht) hak-hak asasi manusia
mengisyaratkan apabila keadaannya lebih tetap dihargai secara patut sebagaimana
genting dan amat terpaksa dan memaksa, layaknya. Demikian pula terhadap UUD dan
tanpa menunggu adanya syarat-syarat yang hukum lain, tidak dihapuskan seluruhnya,
ditentukan lebih dahulu oleh dan dalam suatu melainkan hanya dalam waktu singkat dan
undang-undang, serta bagaimana akibat- sementarasaja dan bukan untuk selamanya.'^
akibat yang tidak sempat ditunggu dan Keadaan bahaya itu adalah sesuatu yang
ditetapkan dalam suatu undang-undang abnormal, untuk mengatasi bahaya itu
Presiden berhak menetapkan Perpu sekaligus hukumnya pun dalam keadaan biasa pun
me'nyatakan suatu keadaan bahaya atau harus dipandang abnormal dan luar biasa,
darurat. Pernyataan in! dipandang lebih mungkin dalam keadaan normal tindakan
memiliki kepastian hukum jika dibandingkan penguasa itu masuk dalam kategori
dengan penerapan keadaan darurat yangtidak onrechtmatig, namun karena keadaan bahaya
tegas misalnya penerapan DOM di Aceh dan atau abnormal, maka tindakan penguasa^itu
lain sebagainya. Prinsip penerapan keadaan adalah sah dan dapat dibenarkan.'® Fungsi
bahaya tidak boleh berlama-lama. Hukum utama hukum negara darurat iaIah
darurat diadakan untuk secepatnya menghapuskan segala bahaya itu sehingga
menghapuskan bahaya itu kembali ke kembali normal. Keadaan darurat dengan
keadaan damai, aman dan normal.^® Fungsi upaya luar biasa harus ada keseimbangan,
utama hukum negara darurat supaya kewenangan itu tidak berkeiebihan
{Staatsnoodrecht) iaiah menghapuskan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan
segera bahaya itu sehingga kembali normal. yang besar. Harus pula dipertimbangkan.
Berlawanan dengan itu, misalnya berlama- bagaimana supaya dalam keadaan darurat
lama Nood (bahaya) itu menyalahi tujuan (staatsnoodrecht) hak-hak asasi manusia
diadakan hukum negara darurat. Keadaan tetap dihargai secara patutdan terhadap UUD
bahaya dengan upaya luar biasa harus ada atau pun hukum lain tidak dihapuskan
keseimbangan, supaya kewenangan itu tidak seluruhnya, melainkan hanya dalam waktu
berkeiebihan untuk mencegah singkat dan sementara saja dan bukan untuk
penyalahgunaan kekuasaan yang besar. selamanya.'®

'^Herman Sihombing. 1996. Hukum Tata Negara Darurat di /ndones/a. Jakarta: Djambatan. Him.
viii. Lihat dalam Ni'matuI Huda. 1999. Hukum Tata Negara: Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap
Konstltusi Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum FH UII bekerjasama dengan Gama Media. Him. 65.
'^A.A.L.F. Van Duilemen. "Staatsnoodrecht en Democratie". 1947. Dikutip kembali olehHerman Sihombing.
Ibid. Him. 7.
"/b/d. Him. 5.
Ibid.

103
Untukdapatmengklasifikasi hukum negara temyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-
darurat sebagai hukum yang sah harus gejala yang dapat membahayakan hidup
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; (1) Negara. Di daiam ayat (2) dinyatakan bahwa
harus menjadi nyata, bahwa kepentingan penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh
negara tertinggi {hoogste staatsbelang) menjadi Presiden/Pangiima Tertinggi Angkatan
tafuhan (staat op het spel) dan tergantung dari Perang.
tindakan yang bersangkutan, apakah negara Seiring dengan semakin intensifnya
ini langsung hidup atau tidak; (2) bahwa gerakan masyarakat (mahasiswa) menjelang
tindakan ini betui-betui perlu dilakukan dan Sidang Umum MPR 1999 yang dikhawatirkan
tidak cukuplah suatu tindakan yang kurang akan menimbulkan kerusuhan di tanah air,
daripada itu; (3) tindakan-tindakan tersebut pemerintah nampaknya telah mentargetkan
sementara sifatnya; (4) bahwa waktu tindakan RUU Keselamatan dan Keamanan Negara
diambil, DPR tidak dapat mengadakan sidang (KKN) bisa selesai dibahas dan diterima oleh
atau rapatnya secara nyata dan sungguh.^° DPR menjadi UU secepatnya. Tetapi temyata
^Di dalam Perpu No. 23Tahun 1959 jo UU RUU KKN banyak ditolak oleh berbagai
No.'52/Prp/1960 jo UU No. 1 Tahun 1961 elemen masyarakat, kemudian setelah
keadaan bahaya dibedakan dalam tiga dilakukan sedikit penyempurnaan judul RUU-
tingkatan keadaan, yaltu (a) darurat sipil: (b) tersebut diubah menjadi RUU
darurat militer; (c) darurat perang. Di dalam Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB).
Pasal 1 ayat (1)-nya disebutkan Presiden/ UU PKB telah ditolak oleh sebagian
Pangllma Tertinggi Angkatan Perang masyarakat karena mereka menaruh
menyatakan seluruh atau sebagian dari kecurigaan yang sangat besar, bahwa UU
wilayah Negara Republik Indonesia dalam tersebut akan dipakai sebagai alat penekan
keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan Pemerintah terhadap aktivitas/tindakan
darurat sipil atau keadaan darurat militer atau masyarakat yang secara politis bersebrangan
keadaan darurat perang, apabila: 1)keamanan dengan kekuasaan. Masyarakat merekam
atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau segala kejadian yang traumatis akibat
di sebagian wilayah Negara Republik perlakuan militer yang represif dan kurang
Indonesia terancam oleh pemberontakan, bersahabat di masa Orde Baru, sehingga apa
kerusuhan-kerusuhan. atau akibat bencana pun yang dilakukan oleh militer seolah harus
alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat di ditolak.. Kita tentu tidak menginginkan
atasi oleh alat-aiat perlengkapan secara biasa; gambaran buruk itu terus muncul dalam
2) timbul perang atau bahaya perang atau benak rakyat Indonesia. Hal inilah salah
dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara satu alasan kenapa peran militer daiam
Republik Indonesia dengan cara apa punjuga; segenap kehidupan berbangsa dan bernegara
3) tiidup Negara berada dalam keadaan di Indonesia perlu ditinjau kembali. Pada sisi
bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus lain, penolakan sebagian masyarakat

^Oemar Seno AdjI. 1985. Peradilan Bebas Negara Hukum. Cetakan Kedua, Jakarta; Eriangga. Him. 53.

104 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL. 8. MARET2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

terhadap RUU PKB besar kemungkinan stempel atas segala keinginan dan
karena kurangnya sosialisasi materi muatan kepentingan penguasa. Sikap Anggota DPR
UU tersebut kepada.masyarakat. yang menyetujui RUU PKB menjadi UU PKB
Mengapa UU PKB ditentang masyarakat, telah melukai kepercayaan dan amanat
sementara pada sisi lain Anggota pPR kedaulatan rakyat yang teiah diberikan bleh
menyetujuinya? Keseiamatan siapa mereka melalui Pemilu.
sesungguhnya yang harus ..dilindungi? Oleh karena UU PKB dalam"kenyataari
Pertanyaan semacam itu menjadi reievan banyak mendapat tentangan (penolakan) dari
dikedepankan karena melalui UU PKB masyarakat iuas, maka pemerintah.ketikajtu.
masyarakat menilai telah teijadi pembelahan (Presiden- B.J. Habibie) menunda
posisi sipil dan militer untuk kepentingan pemberlakuan UU tersebut, dan sampai habis
keseiamatan negara. Seolah-olah yang punya masajabatannya Presiden B.J. Habibie belum
hakdan kewajiban untuk menanggulangi dan juga mengundangkan UU PKB. Begitu pula
menjaga keseiamatan negara hanya militer, ketika telah terjadi pergantian jabatan
dan rakyat diposisikan sebagai pihak yang Presiden, Presiden Abdurrahman Wahid
akan mengancam/membahayakan sampai hari ini beium juga mengundangkan
keseiamatan negara. Nampaknya, ancaman UU PKB yang sudah disetujui DPR tanggal
itu teiah ditujukan pada kelompok-kelompok 23 September 1999, bahkan akan menunda
masyarakat yang meiakukan tindakan pengundangannya sampai Januari 2001.
penentangan terhadap penguasa dan bukan Temyata sampai hari ini UU tersebut beium
ancaman dari negara lain. juga disahkan oleh Presiden. inilah UU yang
Dengan disetujuinya RUU PKB menjadi 'terlunta-lunta' nasibnya, bahkan sudah
UU PKB oleh DPR, sementara beberapa melampaul tiga kali pergantian Presiden.
kalangan masyarakat, partal politik serta LSM Sampai pada akhirnya, Presiden
di iuar gedung DPR meneriakkan penolakan Abdurrahman Wahid mengeiuarkan Maklumat
terhadap UU tersebut —bahkan telah jatuh Presiden tanggal 23' Juli 2001, yang
korban di pihak masyarakat maupun aparat— menimbuikan sikap pro dan kontra di
sudah cukup bukti bahwa Anggota DPR yang masyarakat. Dasar pijakan yuridis yang
seharusnya -mendengarkan aspirasi dipakai untuk memberlakukan keadaan
masyarakattemyata telah mengabaikan suara darurat adalah^UU No. 23/Prp/1959, karena
nurani rakyat, yang didengar justru suara UU PKB belum sah berlaku sehingga
pemerintah dan dirinya sendiri. Itulahcermin pemberlakuan.Maklumat tersebut tidak periu
hati nurani wakil rakyatyang selama 32 tahun adanya persetujuan dari DPR (sebagaimana
ini mendominasi wajah demokrasi Indonesia. yang diatur dalam UU PKB). Maklumat
Mereka yang mengaku sebagai wakil-vrakyat Presiden dikeluarkan karena adanya krisis
nampaknya belum paham betui apa,;yang yang berkepanjangan dan hlitiun'gah
seharusnya mereka lakukan di era reformasi kelembagaan antara Presiden dan DPR
ini. Sebagian besar dari .wakil rakyat masih menemui jaian buntu, jalan kompromi juga
terkungkung pada doktrin Orde Baru uang sudah tertutup. Maklurnat-Presiden bunyi
menempatkan wakil rakyat sebagai tukang selengkapnya.sebagai.benkut; •

105
Maklumat Presiden Rl Maklumat Presiden 23 Juli 2001 apabila
dikajl darl aspek yuridls materi muatannya tentu
Setelah melihat dan memperhatikan dengan akan bertentangan dengan konstltusi yang
seksama perkembangan politik yang menuju pada berlaku, karena hakekat pemberlakuan
kebuntuan politik akibat krisis konstituslonal yang keadaan darurat adalati untuk antisipasi
beriarut-larutyang telahmemperparah krisis ekonomi
cepat atas keadaan di masyarakat. maka
dan menghaiangi usaha penegakan hukum dan
hukumnya pun tidak normal. DI samping Itu,
pemberantasan korupsi yang disebabkan oleh
pertikaian kepent'ngan politik kekuasaan yang t'dak TNI dan Poiri yang diperlntahkan untuk
mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang- meiaksanakan Maklumat tersebut tidak
undangan. mendukung Maklumat Presiden, reaiitas
Apabila inl tidak dicegah, akan segera politik dl parlemen juga tidak mendukungnya.
menghancurkan berdlrinya Negara Kesatuan Republlk Sehlngga maklumat tersebut tidak bisa
Indonesia, maka dengan keyakinan dan tanggung dijalankan secara efektif dl masyarakat.
jawab untuk menyelamatkan negara danbangsa serta Maklumat Presiden 23 Juil 2001jelas akan
berdasarkan kehendak sebaglanterbesarmasyarakat bertentangan dengan konstltusi, karena
Indonesia, kami selaku Kepala Negara Republlk
prasyarat untuk dapat diberlakukannya
Indonesia terpaksamengambillangkah-langkahluar
keadaan darurat sebagalmana yang diatur
biasa dengan memakiumkan:
dalam UU No. 23 Tahun 1959 belumterpenuhi.
1. Membekukan Majells Permusyawaratan
Dengan kata lain, meskipun UUD 1945
Rakyat Republlk Indonesia dan Dewan
Perwakilan RakyatRepubllk Indonesia.
memberikan kewenangan kepada Presiden
2. Mengemballkan kedaulatan ke tangan untuk menyatakan keadaan darurat, tetapi
rakyat dan mengambll tindakan serta penerapannya harus benar-benar dapatterukur
menyusun badan yang diperlukan untuk supaya tidak menimbuikan kesan adanya
menyelenggarakan pemlllhan umum dalam penyelewengan kekuasaan darl Presiden.
waktu satu tahun. "Keadaan darurat" jangan hanya menjadi
3. Menyelamatkan gerakan reformasl total otoritas diri seseorang daiam menafsirkannya,
darl hambatan unsur-unsur Orde Baru, tetapi paling tidak harus mendekati senyatanya
dengan membekukan Partal Golkar sambii keadaan daiam masyarakat.
menunggu keputusanMahkamah Agung.
Berdasarkan kajian yang diiakukan oleh
Untuk Itu, kami memerintahkan seluruti jajaran berbagai kaiangandan juga fatwa Mahkamah
TNIdanPoIri untuk mengamankan langkah-langkah Agung terhadap Maklumat Presiden 23 Juii
penyelamatan Negara Kesatuan Republlk Indonesia 2001, menyimpulkan bahwa Maklumat Presiden
dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia sangat lemah posisinya dari perspektif yuridls.
untuk tetap tenang sertamenjalankankehldupansosial
Pertama, membekukan Majells
ekonomi seperti blasa. Semoga Tuhan Yang Matia
Kuasameridlol negara dan bangsa Indonesia.
Permusyawaratan Rakyat Republlk Indonesia
dan Dewan Perwakilan Rakyat Republlk
Jakarta, 22Jull 2001 Indonesia bukaniah wewenangan Presiden.
Presiden Republlk Indonesia/ UUD 1945 tidak memberikan kewenangan
PangllmaTertinggI Angkatan Perang
yang sejauh Itu kepada Presiden. Kedua,
KH. Abdurrahman Wahid menyelenggarakan pemiiihan umum yang

106 JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL 8. MARET2001:92 - 108


Ni'matuI Huda. Kontroversi Dasar Hukum....

dipercepat dalam tempo satu tahun, konstitusi {UUD 1945) perlu dirombak total
bukanlah menjadi wewenang Presiden, atau diganti yang baru. Supaya maslng-masing
karena yang bisa menentukan percepatan penyelenggara negara ada pedoman yang
pemilu adalah MPR. Sebagaimana yang pasti dalam bertindak, agar di masa datang
pernah terjadi pada periode kepemimpinan tidak terulang perdebatan yang melelahkan
Presiden B.J. Habibie tahun 1999. Ketiga," antara lembaga-lembaga tinggi negara atau
membekukan Partal Golkar sambil menunggu pun lembaga tertinggi negara, di mana
keputusan Mahkamah Agung, dipandang masing-masing mendalilkan sebagai pihak
sebagal bentuk intervensi Presiden pada yang 'paling benar" dan yang lain adalah salah.
proses peradilan. Karena menurut UU No. 2 Masih banyak pekeijaan yang harus segera
Tahun 1999 tentang Partai Politik yang boleh dirampungkan. •
membekukan partal adalah MA setelah ada
putusan pengadilan yang punya kekuatan DaftarPustaka
hukum. Sementara, kasus Golkar saat
Adji, Oemar Seno. 1985. Peradilan Bebas
Maklumat dikeluarkan tengah disidangkan
oleh MA.
Negara Hukum. Get. Kedua. Jakarta:
Di samping itu, realltas politik di MPR Erlangga.
menolak Maklumat tersebut. Dari 601 Anggota Asshiddiqie, Jimly. "Pemberhentian Presiden
MPR yang hadir, 599 menyatakan menolak Melalui Sidang Istimewa yang
dan dua Anggota abstain. Pada pengambilan Dipercepat", Makalah yang
suara tersebut, seluruh anggota Fraksl TNI/ dipresentasikan di depan Fraksl PDIP
Poiri menyatakan menolak Maklumat. Sikap di Jakarta, tanpa tanggal dan tahun.
MPR terhadap Maklumat Presiden 23 Juli
Haryanto, Ignatius. 1999. Kejahatan Negara.
2001 kemudian dlkukuhkan dalam Ketetapan
Jakarta: ELSAM.
MPR Rl No. l/MPR/2001 dengan menyatakan
Maklumat Presiden Rl 23 Juli 2001adalah Huda, Ni'matuI. 1999. Hukum Tata Negara
tidak sah karena bertentangan dengan Kajian TeorWs dan Yuridis Terhadap
hukum dan tidak mempunyai kekuatan Konstitusi Indonesia. Yogyakarta:
hukum. Hal ini berbeda dengan Dekrit yang Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum
pernah dikeluarkan oleh Presiden Soekamo Ull - Gama Media.
5 Juli 1959. Mayoritas anggota parlemen dan Kusnardi dan Hermaily Ibrahim. 1988.
militer mendukung dikeluarkannya dekrit, Pengantar Hukum Tata Negara
meskipun belakangan dengan dekrit tersebut Indonesia. Jakarta: Penerbit Pusat
kekuasaan Soekarno menjadi luarbiasa besar Studi Hukum FH DI.
(diktator) dengan demokrasi terpimpinnya.
Peristiwa ketatanegaraan yang Sihombing,Herman. 1996. Hukum Tata
berlangsung akhir-akhir ini memberikan Negara Darurat dilndonesla. Jakarta:
banyak pelajaran dan hikmah bagi seluruh Djambatan.
rakyat dalam berbangsa dan bernegara.
Paling tidak semua menjadi sadar, betapa

107
Simorangkir, J.C.T. 1985. Penetapan UUD Ketetapan MPR No. ill/MPR/1978.
DilihatDariSegi Hukum Tata Negara Ketetapan MPR No. il/MPR/1999.
Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Ketetapan MPR No. il/MPR/2000.
Majalah Forum Keadilan. No. 18, 5 Agustus
2001. Ketetapan MPR No. lli/MPR/2000.

Marian Jawa Pos Radar Jogja. Tanggal 22 Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000.
Juli2001. Ketetapan MPR No. Vil/MPR/2000.
Marian Kompas. Tanggal 30 Juli 2001 Ketetapan MPR No. !/MPR/2001.
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. , Ketetapan MPR No. ll/MPR/2001.

Maklumat Presiden 23 Juli 2001

IDS JURNAL HUKUM. NO. 16 VOL 8. MARET 2001:92 - 108

Anda mungkin juga menyukai