Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Wacana Politik - ISSN 2502 - 9185 Vol. 1, No.

2, Oktober 2016: 183 - 188

DINAMIKA KOALISI PARTAI-PARTAI POLITIK DI INDONESIA


MENJELANG DAN SETELAH PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2014

R. Widya Setiabudi Sumadinata


Departemen Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran
E-mail: wsetiabudi@yahoo.com

ABSTRAK

Tulisan ini menelaah dinamika koalisi partai-partai politik di Indonesia terutama pada pemilihan presiden
tahun 2014 melalui pendekatan logika Fuzzy. Hasil studi ini menunjukkan bahwa ideologi partai politik
tidak dapat dijadikan sebagai preferensi koalisi partai politik secara absolut. Terbentuknya koalisi adalah
dasar kepentingan politik yang bersifat office seeking. Partai-partai politik di Indonesia belum mampu
secara mandiri dalam hal pendanaan partai tetapi mengandalkan sumber dari APBN yang diperoleh
melalui anggota-anggotanya di eksekutif maupun legislatif. Namun, pemodelan logika Fuzzy untuk
koalisi pada tulisan ini masih sangat sederhana dan perlu diuji lagi rigority dari model matematikanya
sehingga dapat menggambarkan kondisi riil dari perilaku partai-partai politik dalam melakukan koalisi.

Kata kunci: koalisi, partai politik, dan logika fuzzy

THE DYNAMICS OF POLITICAL PARTIES COALITION IN INDONESIA BEFORE


AND AFTER PRESIDENTIAL ELECTION IN 2014

ABSTRACT

This paper examines the dynamics of a coalition of political parties in Indonesia, especially in the presidential
election of 2014 through a Fuzzy approach. The results of this study indicate that the ideology of political
parties cannot be used as coalition preferences in absolute terms. The formation of the coalition is heavily
based on seeking office interest. In other words, political parties in Indonesia have not been able to gain
funding independently but still rely on state resources that obtained through its members in the executive
and legislative offices. However, fuzzy logic modeling to the coalition as conducted in this writing is still very
simple and need to test rigor of mathematical models that can describe the real condition of the behavior of
political parties to form a coalition.

Key words: coalition, political parties, and fuzzy logic

PENDAHULUAN Sekretaris Jenderal Partai Gerindra.


Dalam sistem politik yang bersifat multi
Peta aliansi politik Indonesia mengalami partai koalisi adalah sebuah keniscayaan.
perubahan sejak pemilihan presiden tahun 2014 Dalam perspektif teori pilihan-rasional ada dua
usai. Koalisi partai politik berubah, partai-partai pendekatan umum yang menjelaskan mengapa
politik yang semula bersikap oposan terhadap partai-partai politik melakukan koalisi, yaitu
pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagian office-seeking dan policy-seeking (Laver, 1998).
beralih menjadi partai pendukung pemerintah. Strom (1990) menambahkan satu perspektif lagi
Diawali oleh Partai Persatuan Pembangunan yaitu vote-seeking. Riker (1962) berasumsi bahwa
yang menyatakan bergabung dengan koalisi pen- koalisi partai politik didorong oleh hasrat untuk
dukung pemerintah (Koalisi Indonesia Hebat) mendapat kekuasaan baik di ranah eksekutif
kemudian diikuti oleh Partai Amanat Nasional maupun legislatif (office seeking). Partai-
dan Partai Golkar, kini Koalisi Merah Putih partai politik kemudian merumuskan strategi
tinggal terdiri dari Partai Gerindra dan Partai pencapaian kekuasaan tersebut melalui formulasi
Keadilan Sejahtera. Bahkan secara de facto minimalis yang biasa disebut sebagai Minimal
Koalisi Merah Putih telah bubar menurut Winning Coalition (WMC). Untuk mencapai
posisi mayoritas cukup menguasai 50%+1 kursi
184 Dinamika Koalisi Partai-Partai Politik di Indonesia Menjelang dan Setelah Pemilihan Presiden Tahun 2014 R. Widya Setiabudi Sumadinata 185

di parlemen. Dengan demikian target utamanya memang dapat dijelaskan melalui teori koalisi Sebagai ilustrasi dapat dilihat peng- dalam himpunan tersebut dapat dilihat pada nilai
adalah koalisi dengan partai-partai yang memiliki office-seeking, dimana partai-partai politik dari golongan pada usia manusia. Dalam konteks keanggotaannya. Gambar 2 menunjukkan him-
kursi besar, dan tidak merasa perlu untuk meli- Koalisi Merah Putih yang berpindah haluan himpunan crisp, usia dapat dikategorikan ke punan fuzzy untuk variabel umur.
batkan partai-partai kecil. menilai bahwa kepentingan partainya tidak dalam 3 kategori linguistik “Muda”, “Parobaya”
Katz dan Mair (2009) lebih lanjut menge- akan terakomodasi jika mereka berada di luar dan “Tua”. Dan secara numerik dinyatakan 1
MUDA PAROBAYA TUA
mukakan bahwa tujuan utama partai-partai lingkaran pemerintah yang berkuasa. Tetapi sebagai berikut (Kusumadewi dan Purnomo, µ[x]
adalah menjaga kepentingan mereka dan untuk teori ini tidak menjelaskan bagaimana ideologi 2010):
0,5
itu partai-partai politik besar dengan tanpa sebagai basis koalisi yang sifatnya fundamental a) MUDA umur < 35 tahun
mengindahkan kesamaan ideologis dan platform (Surbakti, 1992) bisa berubah dari satu ekstrem b) Parobaya 35 ≤ umur ≤ 55 tahun 0,25
politik dapat berkoalisi guna melanggengkan kepada ekstrem yang lainnya. Selain itu teori c) TUA umur > 55 tahun 0
25 35 40 45 50 55 65
kepentingan mereka bersama untuk tetap ber- ini tidak menjelaskan secara terukur bagaimana Umur (th)
kuasa, yang kemudian dikenal sebagai cartel- perubahan itu terjadi. Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan
party. Axelroad (1970) kemudian memodifikasi Tulisan ini menawarkan alternatif penje- “Muda”, “Parobaya” dan “Tua” ini dapat dilihat Gambar 2. Himpunan Fuzzy untuk Variabel Umur.
asumsi Riker (1962) ini, partai politik memang lasan terhadap dinamika koalisi partai politik pada Gambar 1.
memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan melalui pendekatan logika fuzzy. Penggunaan Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa:
akan tetapi dalam derajat tertentu juga harus logika fuzzy ini tidak menolak asumsi teori MUD PARO TUA Seseorang yang berumur 40 tahun, ter-masuk
1 1 1
mempertimbangkan tercapainya tujuan yang office-seeking, tetapi melengkapi teori tersebut A BAYA dalam himpunan MUDA dengan µMUDA[40] =
lebih esensial yaitu tercapainya cita-cita yang sehingga memiliki penjelasan yang lebih terukur. µ[ µ[ µ[ 0,25; namun dia juga termasuk dalam himpunan
lebih ideal dalam bentuk kebijakan (policy), Pertanyaan utama yang ingin dijawab tulisan ini x] x] x] PAROBAYA dengan µPABOBAYA[40] = 0,5.
0 0 0
sehingga kemudian pendekatan Axelroad ini adalah apakah teori policy-seeking tidak lagi 3 5
Seseorang yang berumur 50 tahun, termasuk
0 3 5
dikenal sebagai policy seeking. berlaku, apakah partai-partai politik sudah tidak 5 umur 5 dalam himpunan MUDA dengan µTUA[50] =
umur 5 5umur
Senada dengan Axelroad, de Swaan (1973) lagi memiliki basis ideologi dan platform yang (th)
(a (th)
(b (c
(th) 0,25; namun dia juga termasuk dalam himpunan
dan de Swaan dan Mokken (1980) menge- khas sehingga koalisi dapat begitu cair. Dengan ) ) ) PAROBAYA dengan µPABOBAYA[50] = 0,5.
mukakan bahwa tujuan partai politik adalah menggunakan prinsip umum logika biner maka Gambar 1. Himpunan: Muda, Parobaya, Dan Tua. Kalau pada himpunan crisp, nilai
sesuatu yang lebih ideal dalam hal ini berbasis seolah-olah perubahan koalisi ini merupakan keanggotaan hanya ada 2 kemungkinan, yaitu 0
Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa:
kepada ideologi. Maka basis pembentukan ironi dalam pandangan policy-seeking. Dengan atau 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan
a) apabila seseorang berusia 34 tahun, maka
koalisi menurutnya adalah ideologi. Kekuasaan pendekatan logika fuzzy dapat dijelaskan bahwa terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x
ia dikatakan MUDA (µMUDA[34] =1);
hanya alat untuk mencapai tujuan partai yaitu partai-partai politik tetap memiliki basis ideologi memiliki nilai keanggotaan fuzzy µA[x]=0
b) apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia berarti x tidak menjadi anggota himpunan
cita-cita ideologis. Ideologi kemudian diter- dan platform yang khas meskipun kemudian
dikatakan TIDAK MUDA (µMUDA[35]=0); A, demikian pula apabila x memiliki nilai
jemahkan ke dalam sesuatu yang bersifat mereka berkoalisi dengan partai-partai yang
c) apabila seseorang berusia 35 tahun kurang
konkrit (platform). Kesamaan platform ini yang memiliki ideologi dan platform yang berbeda. keanggotaan fuzzy µA[x]=1 berarti x menjadi
1 hari, maka ia dikatakan TIDAK MUDA anggota penuh pada him-punan A.
kemudian akan mengelompokkan partai-partai METODE
(µMUDA[35 th -1hr]=0);
politik ke dalam sebuah koalisi.
d) apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika koalisi partai politik di Indo- Logika Fuzzy Sebagai Pendekatan Analisis
dikatakan PAROBAYA (µPAROBAYA[35]=1);
nesia menjelang dan sesudah pemilihan presiden Logika fuzzy adalah pendekatan teori
e) apabila seseorang berusia 34 tahun, Dinamika Koalisi Partai Politik
pada tahun 2014 oleh sebagian sarjana-sarjana grup matematika, pertama kali diperkenalkan
maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA Pada pemilihan presiden Indonesia tahun
politik sebagai manifestasi dari model koalisi oleh Zadeh (1965) yang memandang bahwa
(µPAROBAYA[34]=0); 1999 terjadi koalisi partai politik di parlemen
office-seeking. Karakteristik model koalisi keanggotaan suatu individu dalam sebuah grup
f) apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk memilih
office-seeking bersifat cair, tidak permanen. Hal tertentu tidak bersifat biner seperti dinyatakan
dikatakan PAROBAYA (µPAROBAYA[35]=1); presiden. Yang menarik saat itu adalah koalisi
ini oleh seakan membenarkan adagium politik oleh logika tegas (crips). Pada himpunan tegas
g) apabila seseorang berusia 35 tahun
praktis yang menyatakan bahwa di dalam (crisp), nilai keanggotaan suatu individu atau dengan basis ideologis seakan-akan terbentuk
kurang 1 hari, maka ia dikatakan TIDAK
politik tidak ada teman atau musuh abadi, yang item x dalam suatu himpunan A, yang sering melalui koalisi “Poros Tengah” yang terdiri
PAROBAYA (µPAROBAYA[35 th - 1 hr]=0);
ada adalah kepentingan abdi. ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan, dari partai-partai Islam yaitu Partai Amanat
Dalam konteks demokrasi koalisi yang yaitu bernilai = satu (1), yang berarti bahwa Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan
Dari sini bisa dikatakan bahwa pemakaian
dibangun di atas motif office-seeking dinilai suatu item menjadi anggota dalam suatu (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
himpunan crisp untuk menyatakan umur sangat
merugikan para konstituennya sendiri. Para elit himpunan, atau bernilai = nol (0), yang berarti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan,
tidak adil, adanya perubahan kecil saja pada suatu
politik mengingkari kepercayaan konstituen bahwa suatu item tidak menjadi anggota Partai Kebangkitan Umat, Partai Nahdlatul
nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang
dengan mengubah keberpihakan dari koalisi dalam suatu himpunan. Pada logika fuzzy Umat, dan PSII. Indikator bahwa koalisi ini
cukup signifikan. Himpunan fuzzy digunakan
yang memiliki platform yang sama kepada keanggotaan suatu individu atau item tidak berbasis ideologis sebenarnya tidak cukup
untuk mengantisipasi hal tersebut. Seseorang
koalisi yang memiliki platform yang berbeda. bersifat diskrit dan biner melainkan kontinyu memadai karena tidak ada cukup alasan yang
dapat masuk dalam 2 himpunan yang ber-
Perubahan koalisi partai politik setelah dengan nilai keanggotaan µA[x] tersebut antara menunjukkan dasar pencalonan Abdurrahman
beda, MUDA dan PAROBAYA, PAROBAYA
dua tahun pemerintahan Joko Widodo berjalan [0,1]. Wahid sebagai presiden karena pertimbangan
dan TUA, dsb. Seberapa besar eksistensinya
186 Dinamika Koalisi Partai-Partai Politik di Indonesia Menjelang dan Setelah Pemilihan Presiden Tahun 2014 R. Widya Setiabudi Sumadinata 187

latar belakang agama. Namun secara formal presiden. Hasilnya tidak ada pasangan calon ga tahun 2014 berdasarkan ideologinya adalah berdasarkan ideologi dapat digambarkan sebagai
anggota kelompok Poros Tengah adalah partai- presiden dan wakil presiden yang menang sebagai berikut: berikut.
partai berbasis agama Islam. Premis bahwa secara mayoritas, sehingga pemilihan harus dila- Merujuk kepada berbagai teori tentang
NON
Poros Tengah adalah koalisi berbasis ideologi kukan dua putaran. Pada putaran kedua inilah ideologi dan politik aliran dari partai-partai MODERAT IDEOLOGI
1 IDEOLOGIS
diragukan keabsahannya ketika koalisi ini koalisi partai-partai politik kembali berubah, basis politik di Indonesia maka secara garis besar µ[x]
S
mendorong pemakzulan Abdurrahman Wahid ideologis sebagai dasar koalisi semakin memudar. dapat dikelompokkan kepada dua kategori
sebagai presiden dan menggantikannya dengan Pada pemilihan umum presiden tahun “nasionalis” dan “religius (islam)”. Maka jika
0,5
Megawati Soekarno Puteri yang sebelumnya 2009 presidential threshold berubah kembali dilihat dari dinamika yang terjadi memetakan
berada koalisi yang berbeda. menjadi minimal 20% dari jumlah kursi DPR pengelompokkan atau koalisi partai-partai politik 0,25
Pada tahun 2004 presiden Republik Indo- atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) di Indonesia seperti terlihat pada tabel di atas
0
nesia dipilih secara langsung oleh rakyat. Syarat dari suara sah nasional dalam pemilu anggota dapat dikatakan bahwa referensi ideologis sebagai 10 25 40 50 60 75 100
dan dan tata cara pemilihan presiden langsung DPR. Koalisi partai Islam yang diwakili oleh pertimbangan pembentukan koalisi tidak ber- Homogenitas Ideologi
diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun PKS, PAN, PKB, dan PPP seolah-olah kembali sifat biner. Keanggotaan koalisi berdasarkan (%)
2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan muncul ketika bersama dengan Partai Demokrat ideologi terlihat pada pemilihan presiden tahun
Wakil Presiden. Untuk dapat mengajukan calon yang nasional dan 19 partai politik lainnya 1999, dimana ada dua kubu yaitu “poros tengah” Gambar 3. Himpunan Fuzzy Untuk Variabel
presiden dan wakil presiden setiap partai poli- mengusung pasangan calon presiden dan wakil yang terdiri dari partai-partai Islam dan kubu Homogenitas Ideologi Koalisi.
tik harus memenuhi ambang batas minimal presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan nasionalis yaitu Partai Demokrasi Indonesia Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa jika
perolehan kursi partai tersebut di parlemen Boediono. Di kubu yang berbeda, PDIP yang Perjuangan (PDIP). sebuah partai politik yang tergabung dalam suatu
(presidential threshold) yaitu mendapatkan berbasis ideologi nasionalis cenderung konsisten Pada pemilihan presiden tahun 2004 koalisi dimana 40% anggotanya merupakan
minimal 15% jumlah kursi di parlemen atau dalam menggalang koalisi yang diindikasikan koalisi Islam terpecah menjadi kubu “Amin partai-partai yang memiliki kesamaan ideologis,
20% dari perolehan suara sah secara nasional dengan mitra koalisinya Partai Gerindra yang Rais” yang terdiri dari dua partai Islam yaitu termasuk dalam himpunan NON IDEOLOGIS
pada pemilihan umum legislatif. Dengan jum- juga berbasis ideologi nasionalis. Pemilihan PAN dan PKS serta koalisi “Islam-nasionalis” dengan µNONIDEOLOGIS[40] = 0,25; namun dia
lah partai peserta pemilihan umum yang lebih presiden tahun 2014 semakin menunjukkan yang diindikasikan oleh koalisi PKB dengan juga termasuk dalam himpunan MODERAT
daripada 2 buah (multipartai) maka koalisi asumsi bahwa basis ideologis tidak lagi relevan Golkar dan PKB dengan PDIP. Pada masa ini dengan µMODERAT[40] = 0,5. Sebuah partai
atau gabungan partai-partai menjadi suatu dijadikan rujukan koalisi partai politik. koalisi PAN dan PKS dapat dikatakan masih politik yang tergabung dalam suatu koalisi
keniscayaan. mewakili pembentukan koalisi berdasarkan dimana 60% anggotanya merupakan partai-
Berdasarkan hasil perolehan pemilihan Analisis Logika Fuzzy Terhadap Koalisi ideologi (Islam) sebagaimana pada tahun 1999 partai yang memiliki kesamaan ideologis, ter-
legislatif pada tahun 2004 partai-partai politik Dinamika Koalisi Partai-Partai Politik dengan pembentukan “Poros Tengah”. masuk dalam himpunan NONIDEOLOGIS
harus berkoalisi untuk dapat mengusung calon Perubahan koalisi partai politik dapat Pada pemilihan presiden tahun 2009 koa- dengan µNONIDEOLOGIS[60] = 0,25; namun dia juga
pasangan presiden dan wakil presidennya. Koalisi dipahami melalui pendekatan logika fuzzy. Keter- lisi partai Islam seperti bersatu kembali ketika termasuk dalam himpunan MODERAT dengan
berbasis ideologis seperti yang dibuat oleh Poros ikatan partai-partai politik terhadap variabel- sepakat mendukung pasangan SBY-Boediono, µMODERAT[60] = 0,5.
Tengah pada pemilihan presiden di parlemen variabel yang menentukan koalisi dapat dinilai sedangkan koalisi partai-partai nasionalis justru
pada tahun 1999 tidak terjadi. Partai-partai ber- dalam fungsi keanggotaannya dalam variabel- terpecah dengan membentuk dua koalisi berbeda SIMPULAN
basis keagamaan seperti PKB, PPP, PBB, PAN variabel tersebut. Dinamika koalisi partai politik yaitu Golkar-Hanura serta PDIP-Gerindra. Dan
dan PKS masing-masing mengusung calon pada pemilihan presiden sejak tahun 1999 hing- pada pemilihan presiden tahun 2014 dinamika Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
koalisi partai-partai politik menunjukkan bahwa bahwa ideologi tidak dapat dijadikan sebagai
Tabel 1. Tipologi Partai Politik Menjelang Pemilihan Presiden Tahun 2014
pengelompokan koalisi berdasarkan ideologi preferensi koalisi partai politik secara absolut.
Pilpres Pilpres Pilpres
Sebelum
Setelah
tidak dilaksanakan secara konsisten. Menjelang Karena terbukti bahwa komposisi koalisi
Nama Partai Ideologi Pilpres
1999 2004 2009
2014
Pilpres 204 pemilihan presiden partai-partai Islam seperti tidak selalu dibentuk atas dasar ideologi.
Gerindra Nasionalis - - Mega-Prabowo KMP KMP hendak membentuk “Koalisi Poros Tengah Penjelasan yang lebih sering dikemukakan
PKS Islam - Amin Rais SBY-Boediono KMP KMP Baru” dengan mengkombinasikan model koalisi para analis untuk menjelaskan terbentuknya
Golkar Nasionalis “netral” Wiranto- JK- Wiranto KMP KIH partai Islam pada pemilihan presiden tahun koalisi adalah dasar kepentingan politik yang
Salahudin 1999 dan tahun 2009, tetapi setelah pemilihan bersifat non ideologis atau office seeking.
PBB Islam Poros Tengah SBY-JK SBY-Boediono KMP KIH presiden berlangsung koalisi tersebut tidak Partai-partai politik di Indonesia belum mampu
PAN Islam Poros Tengah Amin Rais SBY-Boediono KMP KIH berjalan dan cenderung menunjukkan bahwa secara mandiri dalam hal pendanaan partai,
PPP Islam Poros Tengah Hamzah Haz SBY-Boediono KMP KIH pertimbangan ideologi tidak lagi penting. selama ini sumber pendapatan partai terbesar
PDIP Nasionalis Nasionalis Mega-
Hasyim
Mega-Prabowo KIH KIH
Dalam konteks logika Fuzzy keanggotaan adalah dari APBN yang diperoleh melalui
PKB Islam Poros Tengah Mega- SBY-Boediono KIH KIH
koalisi berdasarkan ideologis memiliki fungsi anggota-anggota partai politik yang menduduki
Hasyim keanggotaan yang mengikuti logika Fuzzy, jabatan eksekutif maupun legislatif melalui
Demokrat Nasionalis - SBY-JK SBY-Boediono “netral” “netral” artinya tidak diskrit dan biner melainkan konti- berbagai modus, misalnya institutional fee dari
Hanura Nasionalis - - JK- Wiranto “netral” “netral” nyu. Jika merujuk pada persamaan sebelumnya anggaran suatu proyek dimana lembaga tempat
Nasdem Nasionalis - - - KIH KIH maka fungsi keanggotaan koalisi partai politik proyek tersebut berada dikuasai oleh kader
188 Dinamika Koalisi Partai-Partai Politik di Indonesia Menjelang dan Setelah Pemilihan Presiden Tahun 2014

partai tersebut. Partai-partai politik tidak tahan de Swaan, Abram. (1973). Coalition Theories
untuk bersikap oposisi terhadap pemerintah and Cabinet Formation. Amsterdam:
yang berkuasa karena untuk mendapatkan akses Elsevier.
kepada APBN maka harus ada kader partai Katz, R.S. and Mair, P. (2009). ‘The Cartel Party
politik yang menduduki jabatan struktural di Thesis: A Restatement’, Perspectives
lembaga tempat proyek yang didanai APBN on Politics, 7(4), pp. 753–766. doi:
tersebut. Pemodelan logika Fuzzy untuk koalisi 10.1017/S1537592709991782.
pada tulisan ini masih sangat sederhana, perlu
diuji lagi rigority dari model matematikanya Kusumadewi, S. dan Purnomo. (2010).
sehingga dapat menggambarkan kondisi Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Mendukung
riil dari perilaku partai-partai politik dalam Keputusan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
melakukan koalisi. Laver, M. (1998). Models of government
formation. Annual Review of Political
DAFTAR PUSTAKA Science 1: 1–25.

Axelrod, R. (1970). Conflict of Interest. Riker, William. (1962). The Theory of


Chicago: Markham. Political Coalitions. New Haven: Yale
University Press.
de Swaan, A. & R. J. Mokken. (1980). Testing
coalition theories: The combined Strom, Kaare. (1990). Minority Government and
evidence, in: L. Lewin and E. Vedugn Majority Rule. Cambridge: Cambridge
(eds.), Politics as Rational Action. University Press.
Dordrecht: Reidel. Surbakti, Ramlan. (1992). Memahami Ilmu
de Swaan, A. (1973). Coalition Theories Politik. Jakarta: PT Grasindo.
and Cabinet Formations. Amsterdam: Zadeh, Lotfi A. Fuzzy Set. “Fuzzy Sets”.
Elsevier. Information and Control, 8:338-353,
1965. 


Anda mungkin juga menyukai