A. Definisi
Cephalgiaatau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik ( neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner &
Suddart).
B. Etiologi
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko yang
umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat
menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan
sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah
di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika ditambahkan
kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat
memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan
efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol
juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher
atau bahkan tumor
C. Manifestasi Klinis
D. Patofisiologi
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala,
arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri.
Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura
basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis
otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap
bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.
7. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.Ketegangan
otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan
stress.
PATHWAY :
Perubahan
Ekstra kranial Intra kranial
outoregulasi Stress psikologis
Peningkatan
TIK Mual muntah Dx: Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan
Girus medialis Papilodema
lobus temporalis
tergeser Pandangan Penurunan
kabur fungsi
Nyeri (kepala)
Nekrosis CHEPALGIA
Disfungsi
jaringan otak batang otak
Gangguan
kesadaran
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi masalah-
masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau hemoragi
Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat episode
sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat pada
inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya sel-
sel abnormal dan infeksi
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaannya dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis.
Secara Farmakologis :
1) Penggunaan obat analgesic
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat. Banyak
orang mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri seperti
aspirin, asetaminofen, senyawa aspirin, ibuprofen, dan narkotika. Namun demikian
ada beberapa jenis obat seperti Ergotamin (Cafergot), triptans (Imitrex), dan
prednisone (Deltasone) bila digunakan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
peningkatan sakit kepala. Obat penghilang rasa sakit tersebut hanya membantu
sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih re-aktif dan tumbuh dalam intensitas bila
digunakan terus-menerus (sakit kepala rebound). Ini benar-benar dapat membuat
tubuh kurang responsif terhadap pengobatan pencegahan. Oleh karena itu, obat
analgesik sering disarankan untuk sakit kepala yang tidak kronis di alami.
1) Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk membantu
mengidentifikasi dan mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang mempengaruhi
sakit kepala kronis. Terapi fisik untuk sakit kepala harian kronis berfokus pada tubuh
bagian atas, termasuk punggung atas, leher, dan wajah. Therapist menilai dan
meningkatkan tubuh postur pasien, yang dapat memperburuk sakit kepala. Selama
sesi latihan, terapis menggunakan terapi manual, seperti pijat, peregangan, atau
gerakan bersama untuk melepaskan ketegangan otot. Metode lain untuk
mengendurkan otot termasuk penggunaan rangsangan panas, kantong es, dan
“rangsangan listrik.” Terapis juga mengajarkan penderita sakit kepala kronis-latihan
di rumah untuk memperkuat dan peregangan otot-otot yang dapat memicu sakit
kepala. Dalam terapi fisik, pasien harus mengambil peran aktif untuk berlatih latihan
dan melakukan perubahan atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.
2) Akupunktur
3) Relaksasi
4) Biofeedback
H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Data :
a) Identitasklien
b) Keluhanutama ( sakitkepalahebat )
c) Riwayatpenyakitdahulu ( Hipertensiringan )
d) Riwayakeluarga ( anggotkeluargaada yang mengidappenyakithipertensi )
e) Riwayatsosial ( kliendapatberinteraksidgnbaikkepada orang lain )
Pengkajian fisik :
a) Aktivitas / Istirahat
Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca, insomnia
b) Sirkulasi
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak kemerahan
c) Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
d) Makanan / Cairan
Mual / muntah , anoreksia selama nyeri
e) Neuro sensori
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
f) Kenyamanan
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
g) Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab peran
h) Pengkajian kegawat daruratan
Primary survey padapasien di
gawatdaruratbertujuanmengetahuidengansegerakondisi yang
mengancamnyawapasien.
Secondb) Primaryari Survey
Pengkajiansekundermeliputi anamnesis danpemeriksaanfisik. Anamnesis
dapatmeggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal,
dan Event/ Environment yang berhubungandengankejadian).
Pemeriksaanfisikdimulaidarikepalahingga kaki dandapat pula
ditambahkanpemeriksaandiagnostik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera neurologis
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan memasukkan / mencerna dan mengabsorbsi makanan
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasan kognitif.
Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan. EGC:
Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.