Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


      A. Ansietas
Takut dan Cemas merupakan suatu perasaan yang bisa dialami oleh setiap orang dalam
kehidupannya setiap hari. Setiap orang akan mengalaminya pada waktu yang berbeda-beda.
Takut dan cemas sering berhubungan erat. Saat orang merasa takut akan sesuatu, orang
tersebut sering merasa cemas juga. Walaupun perasaan cemas dan takut keduanya
berhubungan erat, keduanya berbeda.
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomic (SSA).
Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu
fungsi emosi.
Rasa khawatir, gelisah, takut, waswas, tidak tenteram, panik dan sebagainya merupakan
gejala umum akibat cemas. Namun sampai sebatas mana situasi jiwa berupa cemas itu dapat
ditoleransi oleh seorang individu sebagai kesatuan utuh. Karena seringkali ”cemas”
menimbulkan keluhan fisik berupa berdebar-debar, berkeringat, sakit kepala, bahkan
gangguan fungsi seksual dan beragam lainnya.
Kecemasan pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam atau
membahayakan. Dengan berjalannya waktu, keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat
teratasi sendiri. Namun, ada keadaan cemas yang berkepanjangan, bahkan tidak jelas lagi
kaitannya dengan suatu faktor penyebab atau pencetus tertentu. Hal ini merupakan pertanda
gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hambatan dalam berbagai segi kemampuan dan
fungsi sosial bagi penderitanya. Tidaklah mudah untuk membedakan cemas yang wajar dan
cemas yang sakit. Karena keduanya merupakan respons yang umum dan normal dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Perkembangan dan pertumbuhan anak
             Memonitor tumbuh kembang anak, penting dilakukan. Tujuannya agar bisa diketahui
sejak dini, jika ada kelainan yang terjadi, sehingga penanganan antisipatif bisa dengan cepat
diambil. Waktu terbaik untuk melakukan skrining tumbuh kembang adalah pada usia 0-3
tahun. Masa 0-3 tahun juga waktu terbaik untuk melakukan intervensi dini penyimpangan
tumbuhkembanganak.Dalam tumbuh kembang anak, ada beberapa hal yang bisa menjadi

1
masalah dan menghambat perkembangan anak. Jika masalah tidak cepat ditanganni, bisa
merugikan anak dilingkungan keluarga dan sosial kelak.
C. Gangguan motorik kasar dsn halus pada anak
            Motorik adalah terjemahan dari kata “motor” yang menurut Gallahue adalah suatu
dasar biologi atau mekanika yang menyebabkan terjadinya suatu gerak. Dengan kata lain,
gerak (movement) adalah kulminasi dari suatu tindakan yang didasrkan oleh proses motorik.
Karena motorik (motor) menyebabkan terjadinya suatu gerak (movement), maka setiap
penggunaan kata motorik selalu dikaitkan denga gerak dan didalam penggunaan sehari-hari
sering tidak dibedakan antara motorik dengan gerak. Namun yang harus selalu diperhatikan
adalah bahwa gerak yang dimaksudkan disini bukan hanya semata-mata berhubungan dengan
gerak seperti yang kita lihat sehari-hari, yakni geraknya anggota tubuh (tangan, lengan, kaki,
dan tungkai) melalui alat gerak tubuh (otot dan rangka). Tetapi gerak yang didalamnya
melibatkan fungsi motorik seperti otak, saraf, otot dan rangka.
Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah
gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Perkembangan motorik beriringan
dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak, Contohnya
kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya. Sedangkan
motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh
tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan
memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis
dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang
dengan optimal.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ dan fungsi system susunan
saraf pusat atau otak. Sistem susunan saraf pusat yang sangat berperanan dalam kemampuan
motorik dan mengkoordinasi setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya
perkembangan sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya
kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi
Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, mmelompat, naik turun tangga.
Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis, menggambar,
memotong, melempar dan menangkap bola serta memainkan benda-benda atau alat-alat
mainan

2
1.2  Rumusan Masalah
·         Apa pengertian dari Ansietas?
·         Apa penyebab Ansietas?
·         Apa yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak
·         Apa yang dapat mempengaruhi gangguan motorik kasar dan halus pada anak

1.3  Tujuan
·         Untuk Mengetahui pengertian dari Ansietas
·         Untuk Mengetahui penyebab Ansietas
·         Untuk mengetahui adanya penyebab dan gangguan tumbuh kembang anak
·         Untuk mengetahui adanya penyebab dan gangguan motorik pada anak

3
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi
(Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik
yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala
sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons
emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan
dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

B.  Tingkatan Ansietas


Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1.      Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a.    Respons fisik
-       Ketegangan otot ringan
-       Sadar akan lingkungan
-       Rileks atau sedikit gelisah

4
-       Penuh perhatian
-       Rajin

b.    Respon kognitif


-       Lapang persepsi luas
-       Terlihat tenang, percaya diri
-       Perasaan gagal sedikit
-       Waspada dan memperhatikan banyak hal
-       Mempertimbangkan informasi
-       Tingkat pembelajaran optimal

c.    Respons emosional


-       Perilaku otomatis
-       Sedikit tidak sadar
-       Aktivitas menyendiri
-       Terstimulasi
-       Tenang

2.      Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-
benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
-       Ketegangan otot sedang
-       Tanda-tanda vital meningkat
-       Pupil dilatasi, mulai berkeringat
-       Sering mondar-mandir, memukul tangan
-       Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
-       Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
-       Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b. Respons kognitif
-       Lapang persepsi menurun
-       Tidak perhatian secara selektif
-       Fokus terhadap stimulus meningkat

5
-       Rentang perhatian menurun
-       Penyelesaian masalah menurun
-       Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
-       Tidak nyaman
-       Mudah tersinggung
-       Kepercayaan diri goyah
-       Tidak sabar
-       Gembira

3.      Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan
respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
-       Ketegangan otot berat
-       Hiperventilasi
-       Kontak mata buruk
-       Pengeluaran keringat meningkat
-       Bicara cepat, nada suara tinggi
-       Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
-       Rahang menegang, mengertakan gigi
-       Mondar-mandir, berteriak
-       Meremas tangan, gemetar

b. Respons kognitif
-       Lapang persepsi terbatas
-       Proses berpikir terpecah-pecah
-       Sulit berpikir
-       Penyelesaian masalah buruk
-       Tidak mampu mempertimbangkan informasi
-       Hanya memerhatikan ancaman
-       Preokupasi dengan pikiran sendiri
-       Egosentris

6
c. Respons emosional
-       Sangat cemas
-       Agitasi
-       Takut
-       Bingung
-       Merasa tidak adekuat
-       Menarik diri
-       Penyangkalan
-       Ingin bebas

4.      Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol,
maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
-       Flight, fight, atau freeze
-       Ketegangan otot sangat berat
-       Agitasi motorik kasar
-       Pupil dilatasi
-       Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
-       Tidak dapat tidur
-       Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
-       Wajah menyeringai, mulut ternganga

b. Respons kognitif
-       Persepsi sangat sempit
-       Pikiran tidak logis, terganggu
-       Kepribadian kacau
-       Tidak dapat menyelesaikan masalah
-       Fokus pada pikiran sendiri
-       Tidak rasional
-       Sulit memahami stimulus eksternal

7
-       Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

c. Respon emosional
-       Merasa terbebani
-       Merasa tidak mampu, tidak berdaya
-       Lepas kendali
-       Mengamuk, putus asa
-       Marah, sangat takut
-       Mengharapkan hasil yang buruk
-       Kaget, takut
-       Lelah

C.  Tanda dan gejala ansietas


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas
(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

D.  Faktor Predisposisi


Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa :
1.      Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis
yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2.      Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan
pada individu.

8
3.      Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara
realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4.      Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego.
5.      Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6.      Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7.      Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu
dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8.      Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma
amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung
jawab menghasilkan kecemasan.

E.  Faktor presipitasi


Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
a.       Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b.      Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2.      Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a.       Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b.      Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

9
F.   Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau
mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal.
Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah,
dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut
individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

G. Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami
kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati,
2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat
dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.      Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan
tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a.       Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan.
b.      Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c.       Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.

2.      Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego.


Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya

10
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai
penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di
evaluasi hal-hal berikut :
a.       Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b.      Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
c.       Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d.      Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H.  Penatalaksanaan ansietas


Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :

1.      Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :


a.       Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b.      Tidur yang cukup.
c.       Cukup olahraga.
d.      Tidak merokok.
e.       Tidak meminum minuman keras.

2.      Terapi psikofarmaka.


Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar
saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai
adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

3.      Terapi somatik


Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik)
itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

11
4.      Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.       Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien
yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b.      Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.       Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d.      Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk
berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e.       Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor
psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.       Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga
tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.

5.      Terapi psikoreligius


Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

I.     Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah psikososial (ansietas)


1.    Pengkajian
Menurut Direja (2011), data yang perlu dikaji pada klien dengan masalah psikososial
(ansietas), yaitu:
a.    Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata jelek, gelisah, melihat
sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti: foot shuffling, pergerakan lengan/tangan),
ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia dan perasaan
gelisah.

12
b.    Afektif
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan, nyeri dan
ketidakberdayaan meningkat secara menetap, gemeretak, ketidakpastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir,
prihatin dan mencemaskan.

c.    Fisiologis
Suara bergetar, gemetar atau tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi meningkat,
madi meningkat, dilatasi pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,
perasaan geli pada ekstermitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang,
anoreksia, jatung berdebar-debar, keragu-raguan berkemih, kelelahan, mulut kering,
kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi superficial, tekanan darah
menurun, mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar bernafas, tekanan darah meningkat.

d.   Kognitif
Hambatan berpikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian lemah, lapang
persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar
berkonsentrasi, kemampuan berkurang (memecahkan masalah dan belajar), kewaspadaan
terhadap gejala fisiologis.

e.    Faktor yang berhubungan


Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai atau tujuan
hidup, hubungan kekeluargaan atau keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
interpersonal-transmisi atau penularan, krisis situasional atau maturasi, ancaman kematian,
ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalahgunaan zat, ancaman terhadap atau perubahan
dalam: status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan dan status
ekonomi.
2.    Diagnosa keperawatan
a.       Ansietas
b.      Harga diri rendah
c.       Gangguan citra tubuh
d.      Koping individu inefektif
e.       Kurangnya pengetahuan

13
3.    Perencanaan
Rencana keperawatan pada ansietas berat dan sedang, yaitu sebagai berikut:
Kriteria hasil: klien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.
Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat sangat berat

Tujuan Khusus Intervensi Rasional


Klien dapat -    Dukung dan terima Ansietas berat dan panic
terlindung dari mekanisme pertahan diri dapat dikurangi dengan
bahaya klien mengizinkan klien untuk
-    Kenalkan klien pada menentukan besarnya
kriteria kesediahan yang stress yang dapat
berhubungan dengan ditangani.
mekanisme kopingnya saat Jika klien tidak mampu
ini menghilangkan ansietas,
-    Berikan umpan balik ketegangan dapat
kepada klien tentang mencapai
perilaku, stressor dan
sumber koping.
-    Hindari perhatian pada
fobia, ritual atau keluhan
fisik.
-    Kuatkan ide bahwa
kesehatan fisik
berhubungan dengan
kesehatan emosional
-    Batasi perilaku
maladaptif klien dengan
cara yang mendukung
Klien akan -    Bersikap tenang Perilaku dapat
mengalami situasi terhadap klien dimodifikasi dengan
yang lebih sedikit -    Kurangi stimulus mengubah lingkungan
menimbulkan lingkungan dan interkasi klien
ansietas -    Batasi interaksi klien dengan lingkungan

14
dengan klien lain untuk
meminimalkan aspek
menularnya ansietas
-    Identifikasi dan
modifikasi situasi yang
dapat menimbulkan
ansietas bagi klien
-    Berikan tindakan fisik
seperti mandi air hangat
dan massage
Klien dapat terlibat -    Ikutlah terlibat dengan Dengan mendorong
dalam aktivitas aktivitas klien untuk aktivitas ke luar rumah,
yang dijadwalkan memberikan dukungan perawat membatasi
sehari-hari pada penguatan perilaku waktu klien yang tersedia
produktif secara sosial untuk mekanisme koping
-    Berikan beberapa jenis destruktif sambil
latihan fisik meningkatkan partisipasi
-    Rencanakan jadwal atau dan meninkmati aspek
daftar aktivitas yang dapat kehidupan lainnya
dilakukan setiap hari
-    Libatkan anggota
keluarga dan sistem
pendukung lainnya
Klien akan -    Berikan medikasi yang Efek hubungan yang
mengalami dapat membantu terapeutik dapat
penyembuhan dan mengurangi rasa tidak ditingkatkan jika kendali
gejala-gejala nyaman klien kimiawi terhadap gejala
ansietas berat -    Amati efek samping kemungkinan klien untuk
medikasi dan lakukan mengarahkan perhatian
penyuluhan kesehatan pada konflik yang
yang relevan mendasari

15
Rencana keperawatan: respon ansietas pada tingkat berat

Tujuan Khusus Intervensi Rasional


Klien akan -    Bantu klien Untuk mengadopsi
mengidentifikasi mengindentifikasi dan respon koping yang baru,
dan menggambarkan perasaan klien pertama kali harus
menggambarkan yang mendasari menyadari perasaan dan
perasaan tentang kecemasan mengatasi
ansietasnya -    Kaitkan perilaku klien penyakangkalan dan
dengan perasaan tersebut resistens yang disadari
-    Validasikan semua atau tidak disadri
perubahan dan asumsi
kepada klien
-    Gunakan pertanyaan
terbuka untuk beralih dari
topic yang tidak
mengancam ke isu-isu
konflik
-    Variasikan besarnya
ansietas untuk
meningkatkan motivasi
klien
-    Gunakan konfrontasi
supportif dengan bijaksana
Klien akan -    Bantu klien Setelah perasaan ansietas
mengidentifikasi manggambarkan situasi dikenali, klien harus
penyebab ansietas dan interaksi yang mengerti
mendahului ansietas perkembangannya
-    Tinjau penilaian klien termasuk stressor
terhadap stressor, nilai- pencetus, penilaian
nilai yang terancam dan stressor dan sumber yang
cara konflik berkembang tersedia
-    Hubungkan pengalaman
klien dengan pengalaman

16
yang relevan pada masa
lalu
Klien akan -    Kaji bagaimana klien Respons koping adaptif
menguraikan menurunkan ansietasnya dapat dipelajri melalui
respons koping dimasa lalu dan tindakan analisa mekanisme
adaptif dan yang dilakukan untuk koping yang digunakan
maladaptif menurunkakannya dimasa lalu, penilaian
-    Tunjukkan efek ulang stressor,
maladaptif dan destruktif menggunakan sumber
dari respons koping saat koping yang tersedia dan
ini menerima tanggung
-    Dorong klien jawab untuk berubah.
menggunakan koping
adaptif yang efektif
dimasa lalu
-    Fokuskan klien pada
tanggung jawab untuk
berubah
-    Bantu klien untuk
mengevaluasi nilai, sifat
dan arti stressor pada saat
yang tepat
-    Bantu klien secara aktif
mengkaitkan hubungan
sebab akibat
Klien akan -    Bantu klien Individu dapat mengatasi
mengimplementasi mengidentifikasi cara stress dengan mengatur
kan dua respons untuk membangun distress emosional yang
adaptif untuk kembali pikiran, menyertainya melalui
mengatasi ansietas memodifikasi perilaku, teknik penatalaksanaan
menggunakan su,mber dan stres
menguji respons koping
yang baru

17
-    Dorong klien melakukan
aktivitas fisik untuk
menyalurkan energi
-    Libatkan orang terdekat
sebagai sumber koping
dan dukungan sosial
-    Ajarkan teknik relaksasi
untuk meningkatkan
percaya diri

4.    Implementasi
Fokus intervensi pada klien dengan respons ansietas menurut tingkatannya, yaitu:
a.       Intervensi dalam ansietas tingkat berat dan panic
Prioritas tertinggi dari tujuan keperawatan harus ditujukan untuk menurunkan ansietas
tingkat berat atau panik klien dan intervensi keperawatan yang berhubungan harus supportif
dan protektif.

b.      Intervensi dalam ansietas tingkat sedang


Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang perawat dapat
mengimplementasikan intervensi keperawatan re edukatif atau berorientasi pada pikiran.
Intervensi ini melibatkan klien dalam proses pemecahan masalah.

5.    Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon ansietas klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan atau kriterian hasil
yang disusun.

DAFTAR PUSTAKA

18
Direja, A. H. S. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Jakarta : Penerbit
Aesculapius.

Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses
Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Yogyakarta : Penerbit MocoMedia

Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC.

Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai