Anda di halaman 1dari 7

NYAWA SANG REMBULAN

“Perjalanan terbaik dalam hidup yaitu belajar dari pengalaman,namun tidak terlarut
dalam kelampauan.”

Tuhan menakdirkan semua orang dengan adil,termasuk keluargaku yang amat


sederhana dengan sejuta kehangatan dan kebahagiaan.Tuhan memberikan
kebahagiaan untuk keluargaku,imajinasi mereka yang di impikan sejak lampau
terwujud dengan nyata.Tahun 2002 lalu,terlahir seorang pemimpin kecil yang
membuat mereka bahagia.Aku terlahir dari seorang ibu yang bernama Irma
Anggraeni dan seorang ayah yang bernama Budi Hernawan.

Dalam ruang lingkup kesederhanaan,masa kecilku banyak dikelilingi sayap tanpa


sadarku.Terlindung untukku,melindungi untuk mereka.Masa kecilku lampu
hijau,oksigen terhirup segar dengan bebas beriringan dengan mata yang putih
lembut tak terbebankan.Pola fikirku dalam kebahagiaan tanpa ada goresan
sedikitpun,kini berbalik 180 derajat.

Ketika dibangku sekolah tingkat dasar,aku yang terlindung menjadi


terkekang.Ragaku teratur oleh beberapa nyawa dan pola fikirku terhipnotis tak
sadarkan diri.Ragaku tertindas,mereka semudahnya menyuruhku melakukan
sesuatu dan aku terlalu polos saat itu hingga menuruti semua perintahnya.Dulu aku
hanya manusia kecil tak tau arah yang terbuka lebar untuk siapapun.

6 tahun tertindas bukan berarti aku tertindas untuk 6 tahun kedepannya,menjelang


tingkat menengah aku berubah.Raga yang teratur saat itu,berantonim saat ini.Sejak
masa SMP nama yang terartikan dengan jelas untukku menjadi sebuah fakta yang
tak terduga.Ya,”Pemimpin Kecil ” .Masa menengahku dikerumuni banyak tanggung
jawab,yang hanya iseng untuk mengikuti keanggotaan Tunas Kelapa diberi amanah
untuk menjadi seorang Ketua.Tertindas bukan lagi yang terasa,namun semua
berbalik dengan maksud bukan menindas.Melainkan terlepas dari penjara
kehidupan dan mengatur kehidupan yang lebih baik.

Saat ini aku menduduki sekolah tingkat atas,yang dirundung oleh beberapa alam
sadar serta candu dan imajinasi yang tinggi.Aku tak lagi dikelilingi sayap,tapi aku
yang menjadi sayapnya.Oksigenku sudah terhirup dengan acak,mataku sudah
bergurat merah sejak pertama tingkat atas.Canduku sudah berkeliaran
bebas,imajinasi melayang tinggi tanpa ingin kembali.Emosiku perlahan membesar
dan fikiranku terpenjara secara senyap tak terlihat.

Tingkat pertama di masa SMA penampilanku disembuyikan dengan pakaian yang


rapih bertubuh mungil,culun dan terlihat polos.Hari jumat saat itu,dengan gagahnya
tubuhku diselimuti pakaian coklat dengan atribut yang ramai.Meski kecil
mungil,tetapi semua tertutupi oleh pakaian coklat itu.Saat petama kali menghirup
aroma putih abu,aku menanggapinya biasa saja.Tak ada keraguan dan tak ada
ketakutan.Tuhan menakdirkan semua ini dengan indah,karena saat itu aku
dipertemukan dengan teman sebangku yang sedikit gila.Dia berpakaian berantonim
dengaku dengan rambut panjang menggomplok di atas kepalanya,dan cerita
pertama kita membuat canda yang mengasikan.

Cerita kita memang berbeda dengan nyawa-nyawa yang lainnya,tertawa bebas


sudah menjdi ciri khas 2 nyawa pencari keributan kelas.Yang tak malu untuk
melepas suara teriakan tawa,dan terlalu frontal untuk menebarkan sebuah
canda.Suara kita bukan lemah lembut tertutur kata,karena kita menggap semua itu
dengan candaan hingga tak memikirkan masalah penghayatan nyawa yang
lain.Kenakalan setiap individu adalah awal percakapan kita yang membuat kita
menjadi gila.BM atau biasa tersebut dengan menghentikan mobil besar seperti
rombongan truk dan yang lainnya,itu pekerjaan tergila yang tak bermanfaat namun
dilakukan dengan sama antara aku dengan dia.
Banjar-Banjarsari,Banjar-Pangandaran,Banjar-Ciamis sudah menjadi jalur untuk
membuat raga kita bahagia meski harus bertaruh dengan nyawa.Hingga saat
mentari yang kian naik untuk bersinar,kita bersiap untuk berbahagia dengan modal
yang sederhana namun bertentangan dengan nyawa.Waktu sudah terlupa,langit
yang tertera pun tak terlihat karena sebuah kebahagiaan.Mentari pamit yang
digantikan dengan cahaya redup kami baru berpulang,melanjutkan kebahagiaan di
daerah masing-masing.Saat angin mulai menusuk,baru kita bermain dengan
imajinasi dalam mimpi.Itu yang kami lakukan setiap libur tiba,kebahagian kita
sederhana hingga bisa memiliki dunia sendiri yang tak perlu banyak harta namun
bersangkutan dengan nyawa.

Lambat laun 2 nyawa yang bersinonim dapat merangkul 32 nyawa yang lainnya,kita
berbaur dengan riang saat itu yang tak lagi memikirkan masalah hati.Keegoisan
yang pertama kali terpapar dengan berhamburan,kini mejadi keluarga sekunder
yang membuat penjara menjadi nyaman.Putih abu membuat diriku menjadi semakin
berubah,kini pola fikirku semakin dewasa yang diiringi dengan sikap dan sifatku
yang mengikutinya.Kita yang mecari cahaya masa depan dengan bersama,membuat
kita semakin erat untuk menjarak.Langit yang kita tatap sejak dulu saling
berbeda,namun kini kita menatap langit yang sama.

Tingkat kedua kita redup,lelucon kita semakin meluas dan raga kita kembali
berputar.Hingga ruangan penjara kita semakin mengekang,kita memilih berdominan
melepaskan semua keluhan yang tak terhitung.Udara semakin pengap untuk
dihirup,raga kita terkalahkan dengan semua kekangan.Sikap antar individu yang
sedang berproses mendewasa menjdi tak beraturan untuk ditanggap,sedikit
memudar rasa hangat itu.Ego yang telah hilang,kini kembali diundang dengan
perlahan oleh setiap individu diantara kita.Nyawa yang kian hidup menjadi
berantonim seperti semula,34 nyawa tak utuh.Ada yang hilang diantara kita dan ada
yang berpulang karena telah hanyut oleh semua kekangan yang ada.
Hati kita terjarak di tingkat kedua,yang lebih mementingkan keegoisan masing-
masing dan berantonim mengenai kebersamaan.Kita jatuh bersama,dan kita tak bisa
saling merangkul saat itu.Terbaring rapuh,dan terpejam lelah.Nyawa yang kian hidup
dengan hangat,tak disangka redup secara pesat terlihat.Hembusan oksigen
terdengar sangat berat dengan raut wajah yang kian melelah.

“Kita tak boleh seperti ini,hangat yang kita buat sejak dulu terkalahkan oleh konflik
yang baru hadir begitu saja.Mari kita kembalikan kehangatan itu,aku percaya kita
pasti bisa mempereratnya lagi.” Ucap sahabatku yang gila itu.

Aku yang sempat rapuh dan jatuh,kini dibuat untuk kembali bangkit oleh ucapan
itu.Nyawaku yang kian berhenti berdetak,tersambat oleh ucapan yang menusuk
hingga membuat kembali berjalan detakanku yang lemah.

”Jika yang terucap oleh lisanmu itu terbisik dari lubuk hati,aku akan sangat
membantu untuk hal ini.Mari kita lakukan,aku pun percaya kita pasti bisa.” Ucapku
penuh kobaran api membara.

Semenjak itu,kita kembali menunjukan aksi yang pernah terdiam membisu.Dan tak
disangka,apa yang kita rencanakan itu terlaksana dengan lancar dan fakta.Kita
kembali dalam kehangatan dengan sedikit kelembapan dalam bola mata,yang tak
tertahan atas semua yang kita lakukan secara bersama.Nyawa kita sunyi dalam
keramaian,tak banyak perbincangan melainkan lebih dominan dalam berbuat namun
tak terlalu terlihat.

Tak terasa,kita selesai dalam semua keacuhan di tingkat kedua dan melanjutkan
tingkat terakhir yang ada dalam tahapan tingkat atas.Kita semakin menjelma dalam
kehangatan,dan kita semakin klimaks dalam definisi sebuah raga.Yang tak sadar
semakin kita meningkat dalam sebuah tahapan,semakin rapuh untuk raga yang kian
untuk berjalan.
Tingkat ketiga membuat dunia malam semakin melarut,wajah bertopeng tebal agar
tak terlihat fakta.Raga dengan terpaksa sangat minimalis untuk merebah,imajinasi
dibiarkan melayang untuk sebuah hiburan.Mata yang pertama kali melihat dengan
lembut,kini tergurat merah menantang semua tugas yang tersebar oleh atasan
pemilik penjara pendidikan.Oksigen terhirup dengan berat dengan terpaksa belajar
untuk ikhlas,tapi tak mengurangi rasa semangat untuk mencari secercah cahaya
masa depan.

“Kita harus tetap menjaga kehangatan ini,dan kita harus tetap berusaha untuk
menjelma agar menjadi keluarga yang terkenang suatu saat nanti.” Ucap sahabatku.

Mereka dengan semangat menjawab pertanyaan tersebut namun penuh


kebingungan.“Ya kita harus melakukan itu,tapi dengan cara bagaimana lagi untuk
tetap hangat namun berbeda aksi yang ditunjukan agar tak datar selamanya?.”

“Menurutku,kita samakan antar raga dan rasa dari setiap individu menjadi satu.Kita
harus menatap langit dengan tujuan yang sama,dan kita tidak boleh saling
menjatuhkan.Melainkan kita harus berantonim dari itu,kita harus saling mendorong
agar tak terjadi kerapuhan,kita harus saling mengingatkan atas semua alam sadar
yang kita miliki masing-masing,dan yang terpenting kita lakukan secara bersama
tanpa ada keraguan dan rasa tersinggung dalam hati.Percaya satu sama lain adalah
kunci dari segala drama yang ada di dunia,aku sangat percaya kita bisa
melakukannya tanpa ada hambatan sedikitpun” Ucapku.

Mereka yang mendengarkan tanpa ada sebuah sanggahan,setuju dengan ucapan


yang aku ucapkan.Dan hasilnya,aku dipercaya menjadi sebuah “Nyawa sang
rembulan”.Tertindas yang pernah teralami saat masa kecilku,membuatku membuka
lembaran baru untuk mengukir sejarah yang berwarna.Dalam ruangan kedua di
penjara pendidikan,hanya tersisa 33 nyawa dengan hiperbola akan rindu di suatu
hari dan kian sendu untuk saat ini.
Raga,pola fikir,sikap dan sifat yang terkekang dengan paksa membuat kita berontak
akan suasana penjara.Kita selalu bersama untuk menghadapi semua yang
tertampak nyata,kita memiliki dunia yang tak hanya satu untuk merasa.Semua yang
terasa sangat melelahkan,menjadikan dunia baru untuk kita jalani dengan
ketenangan.Raga yang tersiksa saat terbitnya mentari hingga menjelang
kepamitanya,kita berbincang dalam gelap dengan suasana kesunyian yang amat
nyaman.Kita ada dalam lingkaran terduduk rapih di bawah langit saat pemilik malam
telah tiba,rembulan.Berbincang ringan untuk menuntaskan kekerasan di hari
esok,dengan sedikit candaan atas apa yang telah terjadi sebelumnya.Kita hangat tak
kenal waktu,kita ada dalam setiap waktu.

Tak terasa sendu semakin mendekat,mempecah belah kehangatan yang


terbuat.Takdir tentang pertemuan memang nyata,saat kita dipertemukan akan ada
sebuah perpisahan.Kita akan kembali menjadi seorang individu yang akan menemui
dunia yang lain,dengan bekal kehangatan yang pernah kita jalani bersama dan
ucapan pembangkit kerapuhan dari semua lisan yang terucap dari dalam hati.

12 tahun tekanan yang berujung keikhlasan membuat kita belajar banyak tentang
hidup dan semua tersimpulkan dengan sendirinya.Aku yang sejak lampau lemah tak
berdaya,kini menjadi antonimnya saat menemui penjara pendidikan yang
menyebalkan namun mengesankan.Kini aku bisa mendefinisakan tentang
kehidupan,dimana semua yang bertaburan dengan acak bisa tersusun rapih dengan
banyak warna layaknya pelangi.Aku sangat bersyukur atas takdir Tuhan yang telah
diberikan,dan kini aku bisa merasakan semua titik kepahitan dan kemanisan tentang
hidup.
“Tuhan tidak menciptakan dunia dan
seisinya dengan sia-sia.Ia telah
merangkainya sejak lama dengan
segala keragaman dan keindahan.Dan
tak ada takdir yang tertukar dari setiap
makhluk yang diciptakan-Nya.”

“Dan ingat,bersyukur adalah cara


terindah untuk berterima kasih kepada
Tuhan.Ikhlas adalah cara untuk
kelangsungan hidup dengan baik dan
nyaman.”

Anda mungkin juga menyukai