BAJU RANJANG DAN SEBUAH MEJA BELAJAR KECIL YANG BISA DI DUDUKI
DAN DI BUAT PIJAKAN UNTUK MENGINTIP.
Ibu, aku lulus bu aku lulus bu, aku lulus dengan nilai terbaik bu.
Tepat tiga hari sebalum aku berusia tujuh belas tahun kau meninggalkanku bu, sekarang aku
hanya sendirian di dunia.
Padahal aku sudah menjalankan semua perintahmu bu. Aku sudah belajar dengan sunggunh
aku sudah menjadi yang terbaik di sekolah tapi untuk apa? Kalau kau meninggalkan ku
dengan secepat ini bu.
Katamu, aku harus menjadi orang hebat dan mempunyai bayak teman. Tapi untuk apa bu
kalau kau sudah tiada.
Dan teman, apakah menurut ibu ada yang mau berteman denganku yang dilahirkan di
lingkungan seperti ini.
Lingkungan yang menuurut sebagian orang jelek. Ya memamng ada orang yang mengatakan
lingkungan ini di perlukan.
Tapi diperlukan oleh para lelaki mata keranjang, penikmat wanita dan para bandot tua yang
burungnya aja sudah lemah kerena usia.
Di sekolah aku seperti orang asing yang tidak pantas untuk mendapatkan teman. Memang ibu
mengatakan “nak. Kamu harus sekolah, karena pendidikan yang baik hakmu juga nak”
Ya bu. Memang benar hak ku dan hak semua orang tapi bu apakah hak itu masih ada apabila
mereka tau bahwa aku adalah anak seorang pelacur yang tinggal di sebuah lokalisasi dan di
besarkan di situ.
Ibu tau bagaimana mereka menatapku bu, dengan rendah, menjijikan dan ada yang menapku
dengan tatapan kesian.
“jangan kamu fikir kami menerima kamu, apalagi mau berteman sama kamu, kamu Cuma
anak rendahan yang hidup di lokalisasi yang menjijikkan, dan kamu tidak akan pernah bisa
selevel dengan kami yang ada di sekolahan ini”
(dia tertawa dengan kencangnya)
“dengar ya, kamu itu anak pelacur dan pasti kamu bakalan sama seperti ibumu akan menjadi
pelacur juga”
Tau apa kamu tentang aku dan ibuku, kamu tidak tau apa-apa tentang kami, jangan pernah
kau mengatakan hal burung tentang dia, dia berjuang demi aku, supaya aku tidak melakukan
hal seperti itu.
Dia berjuang setiap malam di tempat ini, sama seperti perempuan lainya di tempat ini. Dia
rela keluar di malam hari hanya untuk mengais rezeki.
Kalian tau apa, hidup kalian enak. Apa yang kalian mau tinggal bilang sama orang tua kalian
dan pasti dibelikan. Dasar kalian anak manja anak yang hanya bisa menanaikan tanganya
kepada orangtuanya.
Ketika aku terjatuh karena dorongan anak itu, dia pun menolongku. Sigit namanya, dia adalah
orang yang bertanggung jawab.
Itu kata sih kata orang-orang. Dia menolongku untuk berdiri dan sejak saat itu aku mulai
dekat dengan Sigit.
“nak. Ingat ya lelaki itu tidak bisa dipercaya. Lelaki itu Cuma manis di awal tapi ketika apa
yang dia mau darimu sudah didapatnya, dia pasti akan meninggalkanmu.
Tapi bu..
Aku mau sekali menentang perkataan ibu itu, tapi aku tidak bisa karena aku tau bagaimana
ibuku dicampakkan oleh seorang laki-laki brengsek yang meninggalkanya ketika dia tau
ibuku mengandung aku.
Ibu pergi dari kampungnya mencari laki-laki brengsek itu. Sesampainya di kota ibu pergi
ketempat dimana lelaki itu tinggal.
Tapi tidak ada dia tidak ada di tempat itu. Ibuku terus mencari terus dan terus mencari.
Sampai di suatu ketika dia bertemu dengan laki-laki itu di sebuah jalan yang remang-remang.
Dia sedang bermesraan dengan seorang wanita. Dan mulai bercumbu dengan wanita itu.
Ibu hanya terdiam melihat kelakuan lelaki itu, dengan air mata yang mulai menetes ibu mulai
medekati mereka.
Laki-laki itu menoleh dan terkejut melihat siapa yang memanggil namanya. Ibuku menagis
sejadi-jadinya di tempat itu karena walnya dia tidak yakin bahwa laki-laki itu adalah sang
pujaan hati yang beberapa bualan lalu menghabiskan waktu bersamanya tapi sekarang dia
hanya bisa menangis.
Tapi Sigit beda, dia bertanggung jawab dia pasti yang terbaik aku tau itu.
Hari itu aku mulai berdandan karena aku ingin pergi bersama Sigit, aku mulai merapikan
bajuku dan mulai berdandan karena aku tau Sigit senang apabila aku berdandan.
Dia pun datang dan kami mulai jalan-jalan. Mengelilingi kota kami makan kami bermain
kami...
Kami..
Semua itu hancur, ketika dia mengajakku untuk pergi kekosnya, ya dia ngekos ksrena dia
juga anak pendatang dari kota sebelah.
Awalnya dia kami hanya duduk biasa sampai dia mulai mendekatkan dirinya ke tempatku
duduk.
Dadaku terasa sesak karena baru pertama aku berduaan dengan sorang laki-laki disebuah
kamar.
Tanganya pun mulai memegang tanganku, nafasku rasanya behenti aku merasa seperti tidak
benafas ketika dia mendekatkan bibirnya kebibirku.
Tanganya pun mulai menjelajah tubuhku, aku merasa panas dan aku merasa seperti ada yang
mau meladak dari tubuhku.
Ketika dia mau membuka kancing bajuku, aku sadar bahwa ini salah dan aku tidak mau ini
terjadi.
Aku durong dia menjauh dariku, tapi dia semakin kuat menindihku aku terus melawan dan
saat dantang sebuah kesempatan ku tendang hewan yang ada diselangkaanya.
“dasar kau wanita sial, kau itu adalah anak seorang pelacur, ya pasti kau akan menjadi
pelacur pula nantinya”
Mendengar Sigit mengatakan itu hatiku hancur, aku lalu berlari keluar dari kosnya dan
pulang kerumah dengan air mata yang terus membasahi pipiku.
Di hari itu aku bersumpah bahwa aku, tidak akan pernah suka dengan lelaki dan akan ku
benci semua lelaki.
Sama seperti perempuan yang ada ditempat ini, mereka juga merasakan hal yang sama dari
laki-laki.
Seperti acil ijah, acil rahma yang di tinggalkan laki-laki dengan wanita lain, acil enah acil
hanna, yang dipukuli sang suami karena mabuk-mabukan atau Fifi yang malah di pekerjakan
sang suami di tempat ini karena ekonomi, apakah itu salah mereka para wanita. Bukan. Itu
salah para lelaki yang tidak bertanggung jawab itu.
Dengan keterbatasan skill, lemah, dan perut yang ingin makan mereka bingung untuk bekerja
apa, yah inilah caranya.
Akupun kesian melihat mereka, dengan pakaian yang minim mereka akan turun kejalanan
dan menjajakan diri mereka.
Dan mulailah para lelaki hidung belang itu datang. Untuk menikmati suguhan domba domba
yang tersesat itu.
“mas.. mau ngamar, murah koq Cuma seratus ajah. Dan bakalan aku servis burungmu itu
mas. Boleh ngapain aja mas, terserah kamu. Asalkan kamu puas. Yuk masuk”
Aku yang penasaran lalu mulai ingin tau, apa yang mereka lakukan. Karena setiap malam aku
akan mendengar suara Fifi merintih di sebelah kamarku. Aku pun mulai mencoba mengintup
dari lubang lubang yang ada di kamar kayuku.
Dengan tidak sadar darahku mulai mendidih melihat mereka. Aku teringat Sigit yang meraba
tubuhku.
Ahhh. Tidak aku tidak ingin ini terjadi aku tidak mau. Tapi bagaimana nasibku sekarang,
ibuku telah tiada.
Untuk apa lagi aku sekolah kalau yang membuat aku semangat sekolah sudah tidak ada, dan
untuk apa aku capek-capek sekolah kalau orang toh tidak akan menerimaku, mereka juga
akan berfikir aku pasti akan menjadi sama seperti ibuku dan orang-orang yang ada ditempat
ini.
Bagaimana aku meneruskan hidupku tuhan. Kau telah memeberi beban besar kenapa kau
memberi beban ini kepadaku.
Apa kau mau aku menjadi seperti wanita disini juga tuhan, karena itulah kau buat aku
menderita sperti ini, kau buat sakit hati ini di hidupku tuhan.
Baiklah, akan ku tempuh jalan ini, akan ku lakukan takdir yang berikan kepadaku.
Tuhan. Jangan salahkan aku. Karena kau tidak memberiku jalan lain.
(memacul kerudungnya)