Makalahb3danlimbahb3renyyulianti1109045013tl11 150515031550 Lva1 App6892
Makalahb3danlimbahb3renyyulianti1109045013tl11 150515031550 Lva1 App6892
Disusun Oleh:
NAMA NIM
RENY YULIANTI 1109045013
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makala Pengelolaan B3 dan Limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) tentang uji LD 50, LC 50 dan TCLP dengan Judul yang
diambil adalah “Penggunaan Uji Toksisitas dalam Penentuan dan Evaluasi Limbah B3” .
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis apa saja penggunaan uji toksisitas dalam
menentukan limbah B3 serta mengevaluasinya dalam tahapan selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharap saran dan kritikan yang membangun guna memperbaiki makalah ini agar dimasa
yang akan datang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang
yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).....................................
2.2 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)................................
2.3 Uji Toksisitas....................................................................................................
2.4 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)............................................
BAB III METODOLOGI PENULISAN
3.1 Ruang Lingkup Kajian......................................................................................
3.2 Teknik Pengumpulan Data................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tahap Identifikasi Limbah B3..........................................................................
4.2 Studi Kasus Tentang Penggunaan Uji Toksisitas Limbah Cair........................
4.3 Studi Kasus Uji Toksisitas Slag Baja Untuk Teknologi Jalan..........................
4.3.1 Uji Lethal Dose Fifty (LD-50).................................................................
4.3.2 Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).......................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Limbah tersebut akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan
manusia bila tidak dikelola dengan benar. Keberadaan limbah B3 sebagian besar memang
berasal dari sektor industri yang di satu pihak akan menghasilkan produk yang bermanfaat
bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain pihak industri itu juga banyak menghasilkan
limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut dapat berupa limbah
bahan berbahaya dan beracun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Limbah B3. Sebelum
limbah tersebut dikatakan sebagai limbah B3 diperlukan sebuah identifikasi, dalam
identifikasi limbah B3 diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut.
Dalam menentukan limbah tersebut termasuk limbah B3, uji yang dilakukan dilengkapi
dengan adanya uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) yang merupakan uji
pelindian dan digunakan selain sebagai penentuan salah satu sifat “ berbahaya (beracun) ”
suatu limbah.
Limbah B3 bukan merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau
bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menanganani limbah B3 tersebut, maka
dampak dari Limbah Bahan Berbahaya dan beracun tersebut akan semakin meluas, bahkan
dampaknya pun akan sangat dirasakan bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak
tersebut akan menjurus pada kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan
dalam jangka pendek ataupun dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa
yang akan datang.
Namun seiring dengan berjalannya waktu limbah B3 tidak hanya diolah dengan teknologi
tertentu yang akhirnya kemudian dibuang ketempat pembuangan akhir, sekarang ini ada
bentuk pengelolaan limbah B3 yang berkelanjutan yakni Teknologi perlakuan terhadap
limbah untuk menghasilkan produk lain yang bermanfaat atau yang dikenal dengan ”waste to
product”. Sehingga uji karakteristik dan uji toksisitas tidak hanya digunakan untuk
menentukan apakah limbah tersebut termasuk limbah B3 tetapi juga digunakan untuk tujuan
yang lain, yaitu uji evaluasi dari hasil pengelolaan limbah B3 dengan metode tertentu, maka
ketika limbah tersebut dibuang kealam dampaknya bisa diminimalisir serta limbah B3
tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk yang lain.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas akan dibahas tentang uji toksisitas terhadap
beberapa masalah (studi kasus) yang merupakan sebuah evaluasi sehingga diperoleh
perbedaan antara sifat dan karakteristik limbah B3 tersebut sebelum dan sesudah adanya
pengelolaan atau penanganan, selain itu juga terdapat evaluasi untuk peninjauan dampak
terhadap bioindikator, dan uji toksisitas terhadap suatu produk inovasi yang memanfaatkan
bahan dari limbah B3. Uji toksisitas yang diangkat dalam makalah ini adalah uji toksisitas
limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah dengan tawas dan karbon aktif terhadap
bioindikator (Uji LC-50) dan uji toksisitas slag baja untuk teknologi jalan yang ramah
lingkungan (Uji LD-50 dan uji TCLP).
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia
atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk
mengidentifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP) pencemar organik dan anorganik dalam limbah
sebagaimana yang tercantum dalam PP No.85 tahun 1999.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dibuang langsung kedalam lingkungan dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Mengingat resiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan industri dapat
meminimalkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan dan mencegah
masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari luar Wilayah Indonesia. Pemerintah
Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) telah meratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden
Nomor 61 Tahun 1993.
Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diperlukan
uji karakteristik dan uji toksikologis atas limbah tersebut. Pengujian ini meliputi karakterisasi
limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau mudah terbakar dan atau bersifat reaktif, dan
atau beracun dan atau menyebabkan infeksi, dan atau berisfat korosif.
Uji toksikologi digunakan untuk mengetahui nilai akut dan atau kronik limbah. Penentuan
sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengetahui hubungan dosis respon antara
limbah dengan kematian hewan uji untuk menetapkan nilai Lethal Dose Fifty (LD-50) adalah
dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Sedangkan
sifat kronis limbah B3 ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat
di dalam limbah dengan menggunakan metodelogi tertentu (PP No 85 tahun 1999).
Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang
diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metoda Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Identifikasi limbah B3 berdasarkan
karakteristiknya dapat dibagi seperti dijelaskan sebagi berikut:
1. Mudah meledak
2. Mudah terbakar
3. Limbah reaktif
4. Limbah beracun
5. Korosif
6. Limbah infeksi
7. Uji toksikologi
Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh, yaitu melalui paru-
paru (pernafasan), mulut, dan kulit. Melalui ketiga rute tersebut, senyawa yang bersifat racun
dapat masuk ke aliran darah, dan kemudian terbawa ke jaringan tubuh lainnya. Yang menjadi
perhatian utama dalam toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar
senyawa yang berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik). Sebagai
contohnya adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah bersifat
toksik. Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel (Pradipta 2007).
Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik toksik dari
suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia
yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur
oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia
(Anonim, 1998).
Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pamaparan bahan toksik
dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung menggunakan nilai LC50 atau LD50. Nilai ini
didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut bahan
kimia (Anonim, 1998). Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara
eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan
invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga (Hodgson dan Levi, 1997). Uji toksisitas akut dapat
menggunakan beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD50 diantaranya
tikus, mencit dan kelinci (Anonim, 1998).
Berdasarkan kepada lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud serta
tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut (Rosianna 2006) :
• Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay),
jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term
bioassay).
• Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji
hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow
trough bioassay). Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah
pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan
toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji.
Untuk mengetahui nilai LC-50 digunakan uji statik. Ada dua tahapan dalam penelitian
(Rossiana 2006), yaitu:
1. Uji Pendahuluan: Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi yang
dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil
mendekati 50%.
2. Uji Lanjutan: Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi akut
berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi oleh Rochini dkk (1982)
diacu dalam Rossiana (2006). Adapun kriteria toksisitas suatu perairan adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC-50 48 jam pada lingkungan perairan
Tingkat Racun Nilai (LC-50) (ppm)
2.3.2 LD 50
LD singkatan dari "Lethal Dose". LD-50 adalah jumlah material, diberikan sekaligus, yang
menyebabkan kematian 50% (satu setengah) dari kelompok hewan uji. LD50 adalah salah
satu cara untuk mengukur potensi jangka pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu
material. Toksikologi dapat menggunakan berbagai jenis hewan, tetapi paling sering
pengujian dilakukan dengan tikus dan tikus. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai jumlah
bahan kimia dikelola (misalnya, miligram) per 100 gram (untuk hewan yang lebih kecil) atau
per kilogram (untuk ujian mata pelajaran lebih besar) dari berat tubuh hewan uji. LD50 dapat
ditemukan untuk setiap rute entri atau administrasi tetapi kulit (dioleskan pada kulit) dan oral
(diberikan melalui mulut) metode administrasi adalah yang paling umum.
LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran
dosis letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju,
dengan pertimbangan:
a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga
memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala
sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek
nonlethal.
b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian
subakut.
c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap
konsumen atau pasien.
Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati, juga
harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24 jam setelah
perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring perkembangan, hal ini
sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50 dilakukan dalam 24 jam
pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja sudah cukup untuk mewakili tes LD50 yang
diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini dapat dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya,
pada senyawa tricresyl phosphat, akan memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10 –
14, sehingga bila diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti. Dan
jika begitu tentu saja penulisan hasil harus deisertai dengan durasi pengamatan.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis
kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis
pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan,
kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil
ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor – faktor
yang mempengaruhi hasil ini.
Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu pula
sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang diperoleh
(dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan akut senyawa uji menjadi
beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Tingkat racun menurut PP 74/2001
Hasil dari uji LD50 dari bahan kimia biasanya bervariasi untuk setiap spesies hewan dan
laboratorium penguji, sehingga nilai LD50 tersebut biasanya hanya merupakan perkiraan
(Tabel 2).
Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau TCLP adalah salah satu evaluasi toksisitas
limbah untuk bahan-bahan yang dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada
nilai leachate. Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi oleh
zat-zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami proses pembusukan.
Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang mencakup semua komponen di dalam cairan
tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari limbah berbahaya. Leachate telah dihasilkan
sejak manusia pertama kali melakukan penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan
persampahan. Tentu saja pada tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan
bercampur dalam suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik
dan pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi manusia
akibat timbulnya leachate tersebut.
Leachete merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap hasil solidifikasi
yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu untuk menentukan kualitas
lindi adalah dengan Toxicity Characteristic Leaching Prosedur (TCLP).
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan bagi kesehatan dan lingkungan
mengingat bahan tambahan yang digunakan adalah limbah sisa berupa limbah TA 5, alumina
dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Untuk itu dilakukan uji leached
(TCLP) terhadap produk batu bata. Pada umumnya uji ini ditunjukan terutama untuk melihat
potensi toksisitas leaching dari logam berat.
.
Tujuan pengujian TCLP adalah untuk mengetahui tingkat imobilisasi logam berat pada
limbah Hasil pengujian TCLP baik sebelum disolidifikasi (tabel 4.2) maupun sesudah
disolidifikasi (tabel 4.5) memberikan hasil yang baik karena hasil pengujian menunjukkan
bahwa logam berat dapat diimobilisasi kecuali pada logam berat seng (Zn) pada karakteristik
limbah sandblasting melebihi standar yang ditetapkan PP No 85 tahun 1999 yaitu melebihi 50
mg/l
Uji TCLP adalah uji yang dikembangkan oleh US-EPA, yang merupakan simulasi terburuk
kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya
digunakan secara rutin. Simulasi transportasi ini, menghasilkan batas aman yang
memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non-kanker maupun kanker.
Namun dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil penghasil
limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis.
Gambar 3. Ambang batas uji TCLP
Pemilihan teknologi alternatif proses pengolahan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 4.
METODOLOGI PENULISAN
Pada kajian ini digunakan tahapan uji toksisitas dengan LC-50 dan LD-50 yaitu jumlah
konsentrasi dan material, diberikan sekaligus, yang menyebabkan kematian 50% (satu
setengah) dari kelompok hewan uji. Selain itu dilakukan uji TCLP untuk menentukan sifat
karakteristik limbah (Berdasarkan PP No.85 tahun 1999). Untuk kajian lingkup kegiatan ialah
pengkajian tentang penggunaan uji toksisitas limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah
dengan tawas dan karbon aktif terhadap bioindikator (Uji LC-50) dan uji toksisitas slag baja
untuk teknologi jalan yang ramah lingkungan (Uji LD-50 dan Uji TCLP). Setelah itu
dianalisis berdasarkan data yang ada apakah suatu bahan tersebut tergolong B3 atau tidak,
kemudian mengevaluasi kondisi (kandungan) dari limbah tersebut apakah terjadi penurunan
kandungan bahan berbahaya dan beracunnya untuk dibuang ke lingkungan dan untuk
dimanfaatkan kembali menjadi produk yang berbeda.
Dalam Pengkajian masalah ini digunakan bahan Pustaka (Studi Literatur) yang berupa data
sekunder sebagai sumber utamanya. Dengan demikian maka teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan, yang diperoleh melalui penelusuran manual maupun
elektronik berupa jurnal, buku maupun internet yang terkait dengan uji toksisitas suatu
limbah/bahan, yang kemudian disortir dan diklasifikasikan dan disusun secara komperhensif.
BAB IV
Sedangkan uji toksikologi digunakan untuk mengetahui nilai akut dan atau kronik limbah.
Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengetahui hubungan dosis
respon antara limbah dengan kematian hewan uji untuk menetapkan nilai Lethal Dose Fifty
(LD-50) adalah dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan
uji. Sedangkan sifat kronis limbah B3 ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat
pencemar yang terdapat di dalam limbah dengan menggunakan metodelogi tertentu (PP No 85
tahun 1999).
Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang
diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metoda Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
4.2 Studi Kasus Tentang Penggunaan Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum
dan Sesudah Diolah Dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Uji
LC-50)
Limbah cair laundry mengandung deterjen yang dapat menyebabkan pencemaran ai dan
bersifat toksik bagi bioindikator (Cyprinus carpio L). Deterjen mengandung zat surface active
(surfaktan), yaitu anionik, kationik, dan nonionik. Surfaktan yang digunakan dalam deterjen
adalah jenis anionik dalam bentuk sulfat dan sulfonat. Surfaktan sulfonat yang dipergunakan
adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dan Linier Alkyl Sulfonate (LAS). Lingkungan perairan
yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi dapat
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
Metode penelitian
Hasil analisis limbah cair laundry sebelum dan sesudah diolah menggunakan tawas dan
karbon aktif disajikan pada Tabel dibawah ini.
Tabel Hasil analisis limbah air laundry sebelum dan sesudah pengolahan
Berdasarkan analisis limbah cair laundry sebelum dan sesudah pengolahan, parameter yang
melampaui baku mutu untuk kegiatan industri laundry menurut Peraturan Gubernur DIY No.7
Tahun 2010 sebelum pengolahan meliputi: BOD, COD, TSS, dan deterjen serta fosfat
berdasarkan baku mutu untuk kegiatan lainnya. Sedangkan pH, temperatur, konduktivitas,
TDS, dan deterjen masih di bawah baku mutu. Kadar pencemaran setiap parameter sebelum
dan sesudah pengolahan menggunakan tawas dan karbon aktif mengalami perbaikan.
Temperatur dan pH mengalami perbaikan terlihat dengan sesudah pengolahan mendekati
standar baku mutu yang ditetapkan.
Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 2, kelompok sebelum pengolahan dengan tawas dan karbon
aktif LC50–96 jam = 0,1 % jadi terletak pada interval konsentrasi limbah cair laundry 0–10
%. Pada kelompok sesudah pengolahan (Tabel 4 dan Gambar 3) diperoleh bahwa LC50–96
jam = 49,91% dan terletak pada interval konsentrasi 40–50 %.
Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah mortalitas bioindikator
pada uji pendahuluan ini dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diberi
simbol r dengan kisaran nilai antara -1 sampai 1. Berdasarkan besarnya nilai koefisien
korelasi dapat diartikan bahwa ada hubungan korelasi positif antara konsentrasi limbah cair
laundry dan jumlah mortalitas bioindikator, artinya semakin tinggi konsentrasi limbah cair
laundry maka akan semakin banyak bioindikator yang mati.
Pada Tabel 5, terlihat mortalitas rata-rata bioindikator yang hidup di limbah cair laundry
sebelum pengolahan dengan tawas dan karbon aktif dan sesudah penambahan tawas dan
karbon aktif.
Berdasarkan jumlah rata-rata mortalitas bioindikator pada Tabel 5, nampak bahwa semakin
tinggi konsentrasi limbah cair laundry dan lamanya persentuhan antara bioindikator dan
limbah cair laundry, akan semakin banyak jumlah bioindikator yang mati. Hal ini berlaku
pada limbah cair laundry sebelum dilakukan pengolahan (limbah cair laundry konsentrasi 0–
10 %) maupun sesudah pengolahan (limbah cair laundry konsentrasi 40–50 %). Nilai LC50 0-
72 jam lebih besar dari nilai LC50-96 jam (Tabel 6), baik pada uji toksisitas limbah cair
laundry sebelum pengolahan maupun sesudah pengolahan dengan tawas dan karbon aktif
terhadap bioindikator. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu persentuhan limbah
cair laundry dengan Cyprinus carpio L, maka jumlah rata-rata kematiannya akan meningkat
pada konsentrasi limbah cair laundry yang lebih rendah. Hal ini di karenakan daya tahan
Cyprinus carpio L semakin lama semakin menurun.
Kualitas limbah cair laundry setelah diolah dengan tawas dan karbon aktif mengalami
perbaikan dan memenuhi standar baku mutu lingkungan. Efisiensi penurunan: pH (5,52%),
konduktivitas (58,90%), BOD (82,00%), COD (81,39%), TSS (92,25%), TDS (55,56%),
deterjen (57,72%), fosfat (92,28%). Berdasarkan data LC50 0–96 maupun batas aman limbah
cair laundry dapat membuktikan bahwa pengolahan menggunakan tawas dan karbon aktif
dapat menurunkan daya toksisitas limbah cair laundry.
Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah mortalitas Cyprinus
carpio L pada uji sesungguhnya berdasarkan nilai koefisiensi korelasi (r) sebelum dan sesudah
pengolahan pada pengamatan 0 – 96 jam menunjukkan bahwa ada hubungan korelasi positif,
artinya semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak maka semakin banyak bioindikator
yang mati.
Teknologi perlakuan terhadap limbah untuk menghasilkan produk lain yang bermanfaat atau
yang dikenal dengan ”waste to product” merupakan alternatip yang banyak dipilih oleh
industri penghasil limbah.Teknologi pengolahan limbah lumpur atau sludge melalui metode
solidifikasi atau stabilisasi telah berkembang sejak pertengahan tahun 1980-an, dan beberapa
negara industri telah menerapkan pada system pengolahan limbah padat, lumpur, contohnya
untuk pengolahan abu terbang, oily sludge.
Slag yang digunakan untuk percobaan adalah produk samping dari industri baja yang
terbentuk dari kombinasi bijih besi dengan flux batu kapur. Slag berbentuk granular dengan
ukuran bervariasi dari kasar sampai halus. Di Indonesia 150 ton slag dihasilkan setiap harinya
oleh industri baja PT Krakatau Steel, Cilegon, Banten.
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan dengan tegas bahwa limbah slag baja masih
termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Penentuan termasuk dalam
limbah B3 atau non B3 sebenarnya masih tergantung masing-masing negara. USA dan negara
lainnya seperti Jepang mengatakan bahwa limbah slag baja termasuk dalam limbah khusus
dan bukan limbah B3.
Karena slag digolongkan sebagai limbah B3 maka dalam pemanfaatannya harus mengikuti
UU Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009, bahan slag telah dinyatakan bebas B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), menurut The Federal Register Vol. 45 no. 98 tahun 1980, telah
dilakukan pengujian terhadap bahan slag dengan metode EPA standard, yang menyatakan
slag tidak berbahaya dengan hasil sebagai berikut : tidak mudah terbakar, mempunyai pH 7,9
(tidak korosif), tidak bersifat reaktif dan bersifat racun yaitu mengandung sianida atau sulfide,
cairan pencuci slag (lechate) adalah 100 kali dibawah standar air minum (persyaratan racun
adalah 10 kali dibawah persyaratan air minum).
Kalangan Industri baja mengharapkan agar limbah slag bisa dimanfaatkan untuk proyek
infrastruktur, ketimbang dibiarkan terbuang di gudang penyimpanan. Limbah slag harus
digudangkan karena masuk dalam kategori limbah B3 atau berbahaya sesuai dengan peraturan
yang berlaku, khususnya Peraturan Pemerintah No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan beracun (B3). Slag adalah limbah besi dan baja yang berbentuk
bongkahan-bongkahan kecil yang secara fisik menyerupai agregat kasar yang diperoleh dari
hasil samping pembuatan baja dengan tanur tinggi.
4.3.1 Uji Lethal Dose Fifty (LD-50)
Uji toksisitas LD-50 digunakan untuk mengetahuji toksisitas,ui nilai toksisitas akut dari suatu
material. Selain dilakukan pada slag, juga dilakukan pada produk perkerasan jalan dengan
aspal yang direkomendasikan (AC wearing).
Tabel 6. menunjukkan bahwa hasil observasi selama 0 – 96 jam menunjukan bahwa angka
kematian tidak ditemukan dalam setiap pemberian dosis processed slag (5; 50; 500; dan
15.000 mg/kg BW), baik pada mencit jantan maupun pada mencit betina. Berdasarkan hasil
uji toksisitas LD-50 tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik processed slag bersifat non-akut.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa produk perkerasan jalan (AC wearing dari processed slag
yang dicampur dengan aspal tidak menunjukan toksik akut. Hasil observasi selama 0-96 jam
menunjukkan bahwa angka kematian tidak ditemukan dalam setiap pemberian dosis ( 5; 50;
500; 5000; dan 15,000 mg/Kg BW), baik pada mencit jantan maupun pada mencit betina,
sehingga berdasarkan hasil uji toksisitas LD-50 tersebut, dapat disimpulkan bahwa produk
perkerasan bersifat non-akut. Penambahan aspal pada slag untuk dijadikan sebagai AC
wearing tidak meningkatkan toksisitas slag tersebut.
Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai agregat campuran aspal yaitu, hasil pelindian untuk
rentang waktu 48 jam dapat dilihat pada tabel 10. Secara keseluruhan, hasil pengukuran
konsentrasi logam dalam uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Maka jika dibandingkan
dengan baku mutu TCLP, konsentrasi logam yang terdapat pada lindi untuk semua tahap
pelindian jauh lebih kecil dibandingkan dengan baku mutu TCLP.
Melihat dari kandungan logam maksimum dari slag baja, maka limbah slag baja, pengelolaan
tempat penimbunannya di landfill kategori II (Secure Landfill Single Liner). Hasil Uji TCLP
slag baja, untuk semua kandungan logam berat masih di bawah baku mutu standar
Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999,. Uji TCLP ini memberikan
gambaran kemungkinan terburuk terjadinya perlindian limbah yang dibuang pada lahan
terbuka, (PP 85/1999).
Faktor–faktor yang menentukan sifat penyemenan dalam slag adalah komposisi kimia,
konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca pada slag, kehalusan dan
temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi berlangsung.
Keuntungan penggunaan limbah padat (slag) dalam campuran beton adalah sebagai berikut:
o Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan melambatnya kenaikan
kekuatan tekan
o Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton
o Mengurangi variasi kekuatan tekan beton
o Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut
o Mengurangi serangan alkali-silika
o Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu
o Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton
o Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume
o Mengurangi porositas dan serangan klorida
Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai agregat campuran aspal untuk kelayakan teknis dan
dampak lingkungan dari hasil uji TCLP secara keseluruhan, hasil pengukuran konsentrasi
logam dalam Uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Sehingga dikategorikan tidak
berbahaya, sehingga layak dari aspek lingkungan dan direkomendasikan pemanfaatan bahan
limbah slag baja ini untuk bidang konstruksi jalan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologis atas limbah tersebut. Dimana uji
toksisitas dapat berupa uji LC-50, Uji LD-50, dan Uji TCLP.
b. Kualitas limbah cair laundry setelah diolah dengan tawas dan karbon aktif mengalami
perbaikan dan memenuhi standar baku mutu lingkungan. Efisiensi penurunan: pH
(5,52%), konduktivitas (58,90%), BOD (82,00%), COD (81,39%), TSS (92,25%),
TDS (55,56%), deterjen (57,72%), fosfat (92,28%). Berdasarkan data LC50 0–96
maupun batas aman limbah cair laundry dapat membuktikan bahwa pengolahan
menggunakan tawas dan karbon aktif dapat menurunkan daya toksisitas limbah cair
laundry. Hubungan korelasi antara konsentrasi limbah cair laundry dan jumlah
mortalitas Cyprinus carpio L pada pengamatan 0–96 jam menunjukkan bahwa ada
hubungan korelasi positif, artinya semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak
maka semakin banyak bioindikator yang mati.
c. Secara umum dari hasil Uji LD-50 dapat disimpulkan bahwa produk perkerasan
bersifat non-akut. Penambahan aspal pada slag untuk dijadikan sebagai AC wearing
tidak meningkatkan toksisitas slag tersebut. Hasil Kajian pemanfaatan slag sebagai
agregat campuran aspal untuk kelayakan teknis dan dampak lingkungan dari hasil uji
TCLP secara keseluruhan tidak berbahaya, hasil pengukuran konsentrasi logam dalam
Uji TCLP tidak melebihi baku mutu TCLP. Sehingga dikategorikan tidak berbahaya,
sehingga layak dari aspek lingkungan dan direkomendasikan pemanfaatan Bahan
limbah slag baja ini untuk bidang konstruksi jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, G. Dharma, Pantja O Dkk. 2011. Pemanfaatan Slag Baja Untuk Teknologi Jalan
yang Ramah Lingkungan. PUSLITBANG Jalan dan Jembatan.
Pratiwi, Yuli Dkk. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah
dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap Bioindikator (Cyprinuscarpio L). Jurnal
Teknik Lingkungan Fakultas Sains Terapan AKPRIND Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III.