Promkes P3 (Area Tindakan Promosi Kesehatan)
Promkes P3 (Area Tindakan Promosi Kesehatan)
Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi
aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan
tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap
masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan
kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung
tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perubahan tersebut tidak akan
bertahan lama.
utama yaitu faktor perilaku dan non perilaku (faktor sosial, ekonomi, politik dan
juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut. Upaya pemberantasan
intervensi terhadap faktor fisik (non perilaku). Sedangkan upaya intervensi terhadap
faktor perilaku menurut Notoatmodjo (2010) dapat dilakukan melalui 2 pendekatan,
yakni :
a. Pendidikan (educational)
Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan menetap, karena
didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya
Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan
langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green
yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan individu atau masyarakat. Faktor
mencapainya.
sehat diperlukan adalah perilaku petugas kesehatan dan dari tokoh masyarakat seperti
lurah dan tokoh agama. Selain hal tersebut juga diperlukan ada tersedianya peraturan
kemauan dan kemampuan hidup agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
sosial ekonomi. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sebagai bagian dari program
Upaya-upaya untuk mewujudkan visi ini disebut sebagai misi promosi kesehatan.
Secara umum misi promosi kesehatan ini, seperti yang termuat dalam Ottawa Charter
a. Advokat (Advocate)
berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa program
kesehatan yang dijalankan tersebut penting. Oleh sebab itu, perlu dukungan kebijakan
antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain
Kemitraan sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan mampu
c. Memampukan (Enabling)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yakni masyarakat mau dan mampu
utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau
kesehatan.
promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan jelas agar promosi
kesehatan lebih efektif. Adapun sasaran dari adanya promosi kesehatan adalah
individu/ keluarga, masyarakat, pemerintah/ lintas sektor/ politisi/ swasta dan petugas
tatanan, antara lain tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi
kesehatan, tatanan tempat-tempat umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009,
a. Sasaran primer, adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau
berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan
perilaku tersebut.
b. Sasaran sekunder, adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau
Selain membutuhkan sasaran yang jelas, maka promosi kesehatan juga harus
bukunya maulana (2009) promosi kesehatan dikelompokkan menjadi lima area, yaitu:
Kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal
ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apa pun harus
masyarakat.
keluarga, dan individu terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota
Menurut Ewles dan Simnett (1994) dalam bukunya Maulana (2009), ada lima
a. Pendekatan medik
kecacatan yang didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan
sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat. Pendekatan ini meyakinkan kita
c. Pendekatan pendidikan
dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan
Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu
mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat
keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka.
penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada
Menurut Chandller (1996), strategi adalah penetapan dari tujuan dan sasaran
jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi
sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada tiga komponen
dari defenisi Chandler yaitu adanya tujuan dan sasaran, adanya cara bertindak dan
strategi. Tipe-tipe strategi yang ia kemukanan berikut ini sering dianggap sebagai
Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif-
esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya
dalam membagi strategi itu kedalam beberapa beberapa kategori, kita cukup diberi
petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Disamping itu tiap-tiap strategi
ini saling menopang sehingga merupakan suatu kesatuan kokoh yang mampu
menjadikan organisasi sebagai lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam
kondisi lingkungan yang tidak menentu. Setiap strategi yang telah dirumuskan
diharapkan dapat secepatnya diimplementasikan. Tidak hanya dapat
mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna.
strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:
2.5.1. Advokasi
kata lain advokasi adalah upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang
dilakukan secara persuasif dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat
(Notoatmodjo, 2010).
mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat, serta
adanya dukungan dana dan sumber daya lainnya. Kegiatan yang dapat dilakukan
antara lain, pendekatan perorangan. Pendekatan tersebut seperti melalui lobi, dialog,
Advokasi menurut Depkes RI (2008) adalah upaya atau proses yang strategis
dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak terkait
lain-lain sejenis. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal
yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana
pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama,
tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan
Tujuan dari adanya advokasi ada dua, yaitu umum dan khusus.
baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut sertaan dalam
2. Tujuan Khusus:
Keluaran atau output advokasi dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yakni
output dalam bentuk perangkat lunak dan output dalam bentuk perangkat keras
bersih, jamban keluarga atau jamban umum, tempat sampah dan sebagainya.
Menurut Effendi dan Makhfudli (2009), bina suasana yaitu penciptaan situasi
yang kondusif untuk memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup
bersih dan sehat dapat tercipta dan berkembang jika lingkungan mendukung hal ini.
Dalam konteks ini lingkungan mencakup lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi,
dan politik.
opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu atau anggota masyarakat
untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk
mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun dia berada (keluarga,
bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya
dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu
Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu (1)
berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi
seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), kelompok
dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan
koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat
pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau
sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal lain yang mendukung
penyelenggaraan penyuluhan.
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan
diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya
yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya (Prijono, Pranarka,
1996).
promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung dengan tujuan
utama yang ingin dicapai adalah agar terwujudnya kemampuan masyarakat dalam
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pemberdayaan masyarakat yaitu masyarakat
perkembangan sasaran serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah
dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge) dari tahu menjadi mau
(aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas
untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat
tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai
1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
2004).
RI, 2000):
b. Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat seperti Posyandu, dll.
dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat
dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang
semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu
perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program
program pembangunan.
3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
4. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
ditentukan sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima cara
1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang
diperlukan.
perencanaan.
dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas
pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran).
Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money
(uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu, dan sebagainya),
undangan, peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat
hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget,
2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi yakni suatu partisipasi yang didasari pada
kesadaran. Sukar ditumbuhkan, akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila
tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.
Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara
Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari
kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia
tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi virus/ bakteri (Almatsier, 2003). Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi
buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun
(Nency, 2005).
Anak balita sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat
badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan
berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi
kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi
kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk.
Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut
(Pardede, J, 2006).
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
1. Marasmus
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di
bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus yaitu anak tampak sangat
kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang
terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, iga gambang dan perut cekung, otot paha
mengendor (baggy pant) serta cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian
tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh, perubahan status
mental berupa cengeng, rewel, kadang apatis,rambut tipis kemerahan seperti warna
rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat
terlihat rambut kepala kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak
sayu, pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam serta kelainan kulit
berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan
terkelupas.
3. Marasmus-Kwashiorkor
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja
terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping
berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan
mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering
disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan
terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar
gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan
tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya
anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka
panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun
perkembangannya.
akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan
dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak
itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja
kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau
ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara
adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri
Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) dalam pedoman Depkes
menghitung status gizi dan memantau perkembangan motorik anak. Aplikasi tersebut
menggunakan data antropometri seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan, dan lingkar kepala sehingga tidak perlu dilakukan lagi melakukan
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan
masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai
berikut :
Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.
karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya nafsu
makan atau memnurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut umur digunakan sebagai
salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang
labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
Kategori BB/U :
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tingii badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan
status gizi masa lalu. Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapat
Kategori TB/U :
1. Kategori Sangat Pendek, jika Z-score < -3,0
2. Kategori Pendek, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0
3. Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0
c. Berdasarkan indikator BB/TB:
1. Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0
2. Kategori Kurus, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score < -2,0
3. Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0
4. Kategori Gemuk, jika Z-score > 2,0
Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut :
1. Prevalensi gizi buruk = (Jumlah balita gizi buruk/jumlah seluruh balita) x 100%
2. Prevalensi gizi kurang = (Jumlah balita gizi kurang/jumlah seluruh balita) x 100%
3. Prevalensi gizi baik = (Jumlah balita gizi baik/jumlah seluruh balita) x 100%
4. Prevalensi gizi lebih = (Jumlah balita gizi lebih/jumlah seluruh balita) x 100%
d. IMT/ U
Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui
perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19
Kategori IMT/U :
Untuk penilaian status gizi dalam program kesehatan masyarakat, salah satu
cara yang digunakan dalam penentuan status gizi masyarakat adalah dengan cara
pengukuran terhadap nilai-nilai dari indeks antropometri. Dalam penentuan status gizi
suatu kelompok masyarakat, lebih baik kita mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
b. Antara -2 s/d -3 atau antara +2 s/d +3 memiliki resiko cukup tinggi (“mode-
masalah kesehatan.
3. Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak
lahnya adalah kekurangan zat gizi karena berbagai faktor (kemiskinan, ketidak
5. Bila dalam suatu masyarakat ada lebih dari 2,5 % balita <-2 SD dan lebih dari
0,5% anak < -3 SD, maka masyarakat tersebut masih memiliki masalah
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai
upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:
a. Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan
b. Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan.
d. Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran
pemberian makanan.
1. Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia
masyarakat.
tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh
4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan
5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi
tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat.
revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) Gizi Buruk, yang
dievaluasi dengan kajian data SKDN yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu
menuju sehat, (D)itimbang setiap bulan dan berat badan (N)aik, data penyakit
dinyatakan bahwa strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari 3 hal yaitu :
1. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
agama, tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
kebijakan yang tidak tertulis. Advokasi dapat diukur dari ketersediaan kebijakan
2. Bina Suasana adalah upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
penyakit.
Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana yaitu :
media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah dan lain-lain sehingga
Kegiatan bina suasana dapat diukur dari yang diukur dari terlaksananya kegiatan
sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge) dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan mau menjadi
kelompok kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya
undangan, peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat
hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget,
2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi yakni suatu partisipasi yang didasari pada
kesadaran. Sukar ditumbuhkan, akan memakan waktu yang yang. Tetapi bila
tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.
Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara