Crs Wita Bab I-V
Crs Wita Bab I-V
PENDAHULUAN
Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal,
yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada
kasus ini terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena
berbagai rangsangan pruritogenik. Bagian tubuh yang paling sering terkena
meliputi kulit kepala, tengkuk, ekstremitas, pergelangan kaki dan daerah
anogenital. Proses likenifikasi ini dapat terjadi akibat dari hiperkeratosis,
hipergranulosis, psoariasiform epidermal hyperplasia dan penebalan kolagen.1
Liken simpleks kronis biasa terjadi pada usia dewasa antara 30 hingga 50
tahun dan jarang terjadi pada anak-anak. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan dengan pria. Penderita dengan koeksistensi dermatitis atopik
cenderung memiliki onset umur yang lebih muda (rata-rata 19 tahun)
dibandingkan dengan penderita tanpa atopi (rata-rata 48 tahun).1,2
Terjadinya liken simpleks kronis ini diakibatkan oleh karena gosokan yang
terus menerus dan garukan yang berulang oleh karena rasa gatal yang timbul
sehingga kulit menebal dan kasar. Perubahan pada kulit ini disebut likenifikasi.
Biasanya penebalan yang terjadi berbatas tegas dengan plak yang kemerahan
dengan likenifikasi dan ekskoriasi. Lesi pada liken simpleks kronis ini seringnya
bersifat tunggal. Manifestasi yang dapat timbul pada umumnya adalah gatal
bersifat tidak terus menerus. Gambaran klinis juga sangat dipengaruhi oleh lokasi
dan lamanya lesi.1,2,3
Tujuan dilakukan pengobatan adalah untuk mengurangi rasa gatal dan lesi
kulit akibat garukan. Dapat diberikan dengan penggunaan streroid seperti
glukokortikoid topikal dan glukokortikoid intralesi. Pemberian steroid yang
dikombinasi dengan pemberian anti-inflamasi mempunyai efek yang lebih baik
pada kasus ini. Secara umum, perlu menjelaskan kepada penderita bahwa garukan
akan memperburuk kondisi penyakit. Liken simpleks kronis memiliki prognosis
yang sangat bergantung pada penyebab pruritus (penyakit yang mendasari) dan
status psikologik dari penderita.1,2,3
BAB II
1
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. B
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kecamatan Mendahara Ilir, Tanjab Timur
Pekerjaan : Buruh
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Melayu
Hobi :-
I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Bercak kemerahan yang meninggi dari kulit sekitar dan terasa gatal pada
punggung kaki kiri sejak + 5 bulan yang lalu.
B. Keluhan Tambahan : -
2
Pasien sudah berobat ke puskesmas 2 bulan SMRS diberikan obat salep
(pasien lupa nama obatnya) pasien merasa gatal sedikit berkurang namun
bercak pada kakinya tidak menghilang.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama.
F. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang buruh buah pinang. Tinggal bersama dengan suami dan dua
orang anak dan istri.
B. Status Dermatologi
EFLORESENSI GAMBAR
3
Regio : Dorsum Pedis Sinistra
Deskripsi :
Deskripsi :
4
kasar, terdapat likenifikasi.
Palpasi :
Permukaan tidak rata, kasar,
nyeri tekan (-)
Regio Dorsum
Pedis Dekstra
Regio Dorsum Pedis
Sinistra
C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : Tidak dilakukan
5
o Inspekulo : Tidak dilakukan
2. Palpasi : Tidak dilakukan
6
Liken planus
Psoriasis vulgaris
V. DIAGNOSIS KERJA
Neurodermatitis sirkumskripta (Liken Simpleks Kronis)
VI. TERAPI
Non medikamentosa :
1.Hindari menggaruk-garuk bagian yang gatal
2.Kuku usahakan selalu pendek
2.Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
3.Hindari stress psikologis
4.Istirahat yang cukup
5.Menjaga kebersihan kulit, dan menjaga kelembapan kulit agar kulit tidak kering.
Medikamentosa :
Oral :
1. Antihistamin, Cetirizine 10mg 1x/hari (malam hari)
2. Antidepresan trisiklik, Amitriptyline 10mg 1x/hari (malam hari)
Topikal :
1. Urea 20% (pemakaian setelah mandi diarea lesi)
2. Krim betametason 0,1% 5gram (dipakai setelah 30 menit pemakaiaan urea)
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
7
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 Sinonim
Nama lain LSK adalah Neurodermatitis sirkumskripta, istilah yang
pertama kali dipakai oleh vidal, oleh karena itu juga disebut liken vidal.3
3.2 Defenisi
LSK adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, dan khas ditandai
dengan likenifikasi. Likenifikasi merupakan pola yang terbentuk dari respon
kutaneus akibat garukan dan gosokan yang berulang dalam waktu yang cukup
lama. Likenifikasi timbul secara sekunder dan secara histologi memiliki
karakteristik berupa akantosis (penebalan stratum spinosum) dan hiperkeratosis
(penebalan stratum korneum), dan secara klinis tampak berupa penebalan kulit,
dengan peningkatan garis permukaan kulit pada daerah yang terkena sehingga
tampak seperti kulit batang kayu.3
3.3 Epidemiologi
LSK berlangsung secara kronis dan secara epidemiologi lebih banyak menyerang
kelompok dewasa yang berusia antara 30-50 tahun (jarang pada anak-anak).
Namun pasien yang memiliki riwayat dermatitis atopik dapat menderita LSK pada
onset usia yang lebih muda, yaitu rata-rata 19 tahun. Selain itu, LSK terjadi lebih
sering pada wanita dibanding laki-laki dengan insidensi lebih banyak pada bangsa
asia.1,3
3.4 Etiopatogenesis
Etiologi pasti LSK belum diketahui, namun diduga pruritus memainkan
peranan karena pruritus berasal dari pelepasan mediator atau aktivitas enzim
proteolitik. Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit
berupa likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh
karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi
saluran empedu, limfoma hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis
atopik, dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan
tekanan emosi.
8
Pada prurigo nodularis jumlah eosinofil meningkat. Eosinofil berisi
protein X dan protein kationik yang dapat menimbulkan degranulasi sel mas.
Jumlah sel langerhans juga dapat bertambah banyak. Saraf yang berisi CGRP
(calcitonin gene-related peptide) dan SP (substance P),bahan imunoreaktif,
jumlahnya di dermis bertambah pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada LSK. SP
dan CGRP melepaskan histamin dari sel mas yang selanjutnya memicu pruritus.
Ekspresi faktor pertumbuhan saraf p75 pada membran sel Schwan dan sel
perineurum meningkat, mungkin ini menghasilkan hiperplasi neural. Keadaan ini
menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga penderita sering
menggaruknya. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit.
Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang
penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit.1,3
9
perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelsngsn kaki
bagian depan, dan punggung kaki. Lsk di daerah tengkuk (lichen nuchae)
umumnya hanya pada wanita, berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat
meluas hingga ke skalp. Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis.3
10
Gambar 3. Plak LSK memperlihatkan lesi yang berbatas tegas.4
3.6 Diagnosis
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan
neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu daerah atau lebih.
Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi. Biasanya
rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut,
pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul
pada saat pasien sedang beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan
biasanya gatal timbul intermiten. Pemeriksaan fisis menunjukkan plak yang
eritematous, berbatas tegas, dan terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi,
yaitu hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan penunjang histopatologi didapatkan
adanya hiperkeratosis dengan area yang ortokeratosis, akantosis dengan
pemanjangan rete ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan dari papil
dermis.1,3
11
Gambar 4. Liken Planus pada lengan.6
b. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya adalah autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya plak eritematosa berskuama, berlapis
bewarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya terlokalisis misalnya
pada siku, lutur, atau kulit kepala (slakp) atau menyerang hampir 100% luas
tubuh. Pada psoriasis terdapat tanda khas fenomena tetesan lilin dan auspitz, serta
tanda tak khas yaitu fenomena kobner. Pasien psoriasis umumnya mengeluh gatal
ringan pada kulit kepala, perbatasan rambut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral.
Gambar 5. Psoriasis.1,6
3.8 Pemeriksaan penunjang
12
Kebutuhan untuk dilakukannya pemeriksaan tambahan sangat bergantung
pada kondisi masing-masing pasien berdasarkan riwayat perjalanan penyakitnya,
penyakit penyerta, dan komplikasi yang mungkin berkaitan. Namun pemeriksaan
yang paling bermakna pada LSK adalah pemeriksaan dermatopathology.
3.8.1 Histopatologi
Gambaran histopatologik LSK sirkumskripta berupa ortokeratosis,
hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Serbukan sel
radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas,
fibroblas bertambah, kolagen menebal. Pada prurigo nodularis akantosis pada
bagian tengah lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan sel schwan
berproliferasi, dan terlihat hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta yang menutupi
sebagian epidermis.3
3.9 Pengobatan
Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan
memperburuk keadaan penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Untuk
mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus, kortikosteroid topikal atau
intralesi, produk ter. Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek
sedatif (contoh : hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dan
diberikan antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang efektif, dapat membantu
rasa gatal yang lebih parah. Dapat pula diberikan secara topikal krim doxepin 5%
dalam jangka pendek (maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya
berpotensi kuat, bila perlu ditutup dengan penutup impermeable; kalau masih
tidak berhasil dapat diberikan secara suntikan intralesi (triamsinolon asetonid).
Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan ter. Yang mempunyai efek
13
anti-inflamasi. Ada pula yang mengobati dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari
kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya, bila memang ad harus juga
diobati. 3
Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer adalah
menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-
menerus. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memotong kuku
pasien, memberikan antipruritus, glukokortikoid topikal atau intralesional, atau
produk-produk tar, konsultasi psikiatrik, dan mengobati pasien dengan cryoterapi,
cyproheptadine, atau capsaicin.4
a. Steroid topical
Merupakan pengobatan pilihan karena dapat mengurangi peradangan dan gatal
serta perlahan-lahan menghaluskan hiperkeratosisnya. Karena lesinya kronik.
Pentalaksanaannya biasanya lama. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi
sedang dapat digunakan untuk mengobati inflamasi akut. Tidak direkomendasikan
untuk kulit yang tipis (vulva, skrotum, axilla dan wajah). Steroid potensi kuat
digunakan selama 3 minggu pada area kulit yang lebih tebal.4
1. Clobetasol
Topical steroid super poten kelas 1: menekan mitosis dan menambah sintesis
protein yang mengurangi peradangan dan menyebabakan vasokonstriksi.
2. Betamethasone dipropionate cream 0,05%.
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
memeperbaiki permeabilitas kapiler.
3. Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 % atau ointment
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
memeperbaiki permeabilitas kapiler.
4. Fluocinolone cream 0.1 % atau 0.05%
Topical kortikosteroid potensi tinggi yang menghambat proliferasi sel.
Mempuyai sifat imonusupresif dan sifat anti peradangan.4
b. Antihistamin
14
Peranan antihistamin oral sangat penting dalam pengobatan pruritus.
Antihistamin siistemik sangat efektif untuk keluhan gatal yang hebat.
Antihistamin hanya digunakan untuk keluhan pruritus yang disebabkan oleh
pelepasan histamin. Karena belum tentu pruritus disebabkan oleh histamine maka
antihistamin hanya bisa mengurangi gejala pada keluhan tertentu. Antihistamin
golongan H1 (generasi pertama) : Clemastin, hydroxyzine, dan promethazin dapat
diberikan untuk pasien yang mengalami keluhan gatal dan disertai keluhan sulit
tidur. Golongan H1 selain membantu pasien untuk menghilangkan keluhan gatal,
golongan H1 juga bersifat sedative yang juga mengurangi pemicu pruritus seperti
emosi. Antihistamin golongan H2 (generasi kedua)
meliputi:cetirizin,levocetirizin, loratadin, desloratadin, azelastin, fexofenadin,
ebastin, atau rupatadin. Antihistamin generasi kedua lebih ringan efek sedatifnya.
Antihistamin generasi kedua lebih tepat diberikan pada pasien-pasien muda agar
tidak menganggu aktivitasnya. Dalam pemberian antihistamin pasien juga perlu
diberitahu mengenai efek sampingnya.8,10,11
Edukasi
3.10 Prognosis
Prognosis untuk penyakit liken simpleks kronis adalah :6
a. Lesi bisa sembuh dengan sempurna.
b. Rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan
pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan.
c. Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional
yang meningkat.
d. Pengobatan untuk pencegahan pada stadium-stadium awal dapat
membantu untuk mengurangi proses likenifikasi.
Biasanya prognosis berbeda-beda, tergantung dari kondisi pasien, apabila ada
gangguan psikologis dan apabila ada penyakit lain yang menyertai. Pengobatan
15
yang teratur dapat meringankan kondisi pasien. Penyebab utama dari gatal dapat
hilang, atau dapat muncul kembali. Pencegahan pada tahap awal dapat
menghambat proses penyakit ini.6
BAB IV
PEMBAHASAN
16
tebal, melebar dan bersisik akibat pasien sering menggaruknya. Pasien merasakan
gatal bertambah apabila pasien banyak pikiran. Hal ini sesuai dengan gejala liken
simpleks kronik yaitu penderita mengeluh gatal saat pasien sedang tidak
beraktivitas atau saat banyak pikiran yang sering kali membuat pasien
menggaruk-garuk daerah yang gatal terkadang sampai berdarah. Bila keluhan
muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk.
Setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan
rasa nyeri).1,3
Diagnosis banding pada pasien ini adalah liken planus dan psoriasis
vulgaris. Liken planus dapat disingkirkan dari melihat gambaran klinis berupa
papul poligonal, datar, eritematosa. Memiliki kesamaan dengan liken planus yaitu
terdapat skuama, dan disertai rasa gatal. Untuk psoriasis dapat di singkirkan
melihat dari gambaran klinisnya yaitu plak eritematosa diliputi skuama putih
disertai titik-titik perdarahan apabila skuama dilepas, dan penyakit ini terlokalisir
pada siku, lutur, atau kulit kepala (skalp) atau menyerang hampir 100% luas
tubuhnya.1
Pada pasien mendapatkan terapi antihistamin yang berefek sedative, dan
antidepresan trisiklik, obat topikal krim betametason 0,1 % dan juga urea 20%
pelembab jenis humektan. Berdasarkan teori untuk mengurangi rasa gatal dapat
17
diberikan antipruritus, kortikosteroid topikal atau intralesi, produk Antipruritus
dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedative. Antidepresan juga bisa
digunakan unttuk antipruritus yang efektif, dapat membantu rasa gatal yang lebih
parah. Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat. Krim Betametason
dipakai untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
memperbaiki permeabilitas kapiler. Dan urea 20% pelembab yang bekerja sebagai
humektan yang menarik air dari atmosfir dan dermis. 3,4
BAB V
KESIMPULAN
18
keluhan utamanya ialah gatal-gatal yang berulang, Keparahan gatal dapat
diperburuk bila pasien berkeringat, pasien berada pada suhu yang lembab, atau
pasien terkena benda yang merangsang timbulnya gatal (alergen). Gatal juga dapat
bertambah pada saat pasien mengalami stress psikologis.
Pada pemeriksaan efloresensi ditemukan lesi tampak likenifikasi berupa
penebalan kulit dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat plak
dengan ekskoriasi serta sedikit eritematosa (memerah) dan edema. Pada lesi yang
sudah lama, lesi akan tampak berskuama pada bagian tengahnya, terjadi
hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk berubah menjadi kehitaman) pada
bagian lesi yang gatal, bagian eritema dan edema akan menghilang, dan batas lesi
dengan bagian kulit normal semakin tidak jelas. Gejala pruritus kronis pada
neurodermatitis harus dibedakan dengan dermatitis atopik dan prurigo nodularis
berdasarkan predileksi tempatnya dan gambaran klinisnya. Terapi utama
neurodermatitis ialah dengan pengobatan non medika mentosa yakni dengan
mencegah pemicu terjadinya pruritus. Terapi medika mentosa yang bisa diberikan
ialah kortikosteroid, antihistamin, dan antibiotic jika sudah timbul luka akibat
garukan. Komplikasi dari neurodermatitis ialah ulkus dan hiperpigmentasi yang
permanen. Prognosis dari neurodermatitis umumnya baik, jarang terjadi
pengulangan gejala hingga menganggu aktivitas jika pasien mengetahui dan
mampu mencegah terjadinya pemicu pruritus.
DAFTAR PUSTAKA
19
5. Histopatologi Neurodermatitis. Diunduh 19 Februari 2018.
http://missinglink.ucsf.edu/lm/dermatologyglossary/lichen_simplex_chronicu
s.htm
6. Hunter John, John Savin, Marck Dahl editors. Clinical dermatology:
eczema and dermatitits.3rd edition Blackwell publishing 2002.p.70
7. Neurodermatitis-sirkumskripta. Diunduh 19 Februari 2018. Available :
http://venasaphenamagna.blogspot.com/2011/10/neurodermatitis-
sirkumskripta.html
8. Schulz S, Metz M, Siepmann D, et al.Antipruritic efficacy of high-dosage
antihistamine therapy. Results of a retrospectively analysed case series.
Hautarzt 2009; 60: 564-8
9. Prurigo Nodularis. Diunduh 19 Februari 2018. Available :
http://www.skinsight.com /Lichensimplexchronic.
10. Mazza M,Journal of clinical pharmacy and therapeutic.2013;38:16-8.
11. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin. Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Perdoski. 2017. Hal
368-371.
12. Sanjana VD, Fernandez RJ. Evaluation of of an antihistamine and an
antidepressant for the treatment of lichen simplex chronicus. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 1992;58(6):384-7.
20