Anda di halaman 1dari 148

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“Tax Treaty Indonesia Dengan Beberapa Negara”

Oleh :
Valen Miranda
NPM : 1601051001

Dosen : Neny Desriani,S.E.,M.Sc.,Ak.

JURUSAN D3 PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
LAMPUNG
2018

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayatnya,penulis dapat menyelesaikan tugas Akuntansi Perpajakan yang
berjudul “Tax Treaty Indonesia Dengan Beberapa Negara” yang diajukan sebagai
tugas untuk memperoleh nilai semester genap TA 2017/2018.
Ucapan terimakasih,penulis tujukan kepada :
1. Tuhan YME,atas rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
2. Ibu Neny Desriani,S.E.,M.Sc.,Ak. selaku dosen bidang study yang telah
membimbing dan memberi pengarahan.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat bermanfaat untuk penyempurnaan tugas ini.

Bandar Lampung,28 Juni 2018

...........................

Valen Miranda

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 1
I.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Memahami Tax Treaty 3
II.2 Tujuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) 6
II.3 Metode Yang Digunakan Dalam Pemungutan Tax Treaty 7
II.4 Objek pajak yang tercantum dalam tax treaty Indonesia
dengan beberapa negara 7
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan 150
III.2 Saran 150
DAFTAR PUSTAKA 151

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di zaman globalisasi ini, dunia semakin tidak terbendung. Terlebih dalam


memenuhi segala bentuk kebutuhan dan aktifitas. Dewasa ini dunia seperti tidak
memiliki batas, dapat dilihat dari maraknya para pelaku ekonomi di seluruh dunia
yang saling menjalin hubungan kerja sama dalam berbagai bidang, terutama
dalam bidang ekonomi atau usaha, dengan tujuan demi meningkatkan transaksi-
transaksi ekonomi yang saling menguntungkan antar negara, diantaranya arus
investasi, perdagangan, dan mobilitas sumber daya manusia (SDM) baik secara
permanen maupun temporer.
Batas-batas negara tersebut dapat menimbulkan beberapa permasalahan
tersendiri, terlebih jika dilihat dari sisi perpajakan, yaitu adanya perbedaan dari
yuridiksi peraturan perpajakan antar negara. Kondisi ini akan menimbulkan pajak
berganda internasional dimana ada dua negara atau lebih yang perundang-
undangan perpajakannya membebankan pajak pada subjek pajak yang sama
terhadap objek pajak yang sama. Dalam hal ini subjek pajak akan dirugikan
karena terkena pajak ganda dan akan mungkin terjadi semakin gencarnya usaha
penyelundupan pajak (tax evasion). Salah satu solusi untuk mengatasi masalah
pajak berganda internasional dengan melalui Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B). Indonesia telah melakukan P3B dengan 65 negara mitra runding.

I.2 Rumusan Masalah

1. Pemahaman tentang Tax Treaty


2. Tujuan P3B
3. Metode yang digunakan dalam pemungutan Tax Treaty
4. Objek pajak yang tercantum dalam tax treaty Indonesia dengan beberapa negara

1
I.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami apa itu Tax Treaty


2. Untuk mengetahui tujuan P3B
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pemungutan Tax Treaty
4. Untuk mempelajari objek pajak yang tercantum dalam tax treaty Indonesia
dengan beberapa negara

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Memahami Tax Treaty

Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau dalam bahasa Inggris disebut


tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara mengenai hak-hak
pemajakan masing-masing negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir
pemajakan berganda dan upaya penghindaran pajak.

Martin Hearson (2016) menyatakan pada prinsipnya tax treaty ditujukan untuk


menentukan alokasi hak pemajakan yang timbul dari suatu transaksi yang terjadi
di antara negara sumber dan negara domisili. Pengertian dari negara sumber
adalah negara tempat sumber penghasilan berasal, sedangkan negara domisili
adalah negara tempat wajib pajak berdomisili.

Secara sederhana, perjanjian pajak internasional ini memiliki peran untuk


mengatur batasan penerapan ketentuan pajak domestik masing-masing negara
berdasarkan hukum kebiasaan internasional dan tax treaty yang telah ditetapkan.

Sementara itu, Vienna Convention on the Law of Treaties mendefinisikan


‘treaty’ sebagai perjanjian internasional yang ditetapkan antarnegara dalam
bentuk tertulis dan diatur dalam hukum internasional, baik yang berwujud
instrumen tunggal atau lebih dalam desain spesifik.

Tax treaty digunakan sebagai salah satu sumber hukum dalam perpajakan


internasional selain dari peraturan perpajakan domestik. Penentuan aspek
perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat
dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.

Setiap tax treaty mempunyai prinsip-prinsip dasar yang hampir sama sebagai


bagian dari konvensi internasional, di mana setiap negara yang terlibat dapat
menyusun tax treaty-nya masing-masing berdasarkan model-model perjanjian

3
yang diakui secara internasional. Saat ini, terdapat dua model treaty yang sering
dijadikan acuan yaitu OECD Model dan UN Model.

Tax treaty merupakan perjanjian yang bersifat lex specialis terhadap ketentuan


PPh (lex generalis). Artinya, kedudukan P3B berada di atas ketentuan PPh.
Kendati demikian, perlu diketahui bahwa tax treaty ini tidak memberikan hak
pemajakan baru kepada negara yang mengadakan tax treaty.

Tax treaty akan dianggap sebagai sumber hukum suatu negara apabila telah
melalui proses ratifikasi atau pengesahan. Di banyak negara, proses ratifikasi tax
treaty harus melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen.
Kemudian apabila tax treaty tersebut telah diratifikasi maka harus diberitahukan
kepada negara mitranya.

Berdasarkan Pasal  11 ayat (1) UU No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian


Internasional, proses ratifikasi tax treaty tidak melalui persetujuan oleh DPR,
tetapi cukup dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden yang kemudian
diberitahukan kepada DPR.

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai tax treaty, aturan tax treaty pertama


kali diperkenalkan pada tahun 1934, yaitu pada saat pemerintahan Hindia
Belanda. Pada tahun 1970, Indonesia pertama kali melakukan penandatangan tax
treaty dengan 4 negara yaitu Kanada, Inggris, Belgia dan Belanda. Hingga saat
ini, Indonesia telah memiliki 65 tax treaty (P3B) dengan negara lain.

Adapun, objek pajak yang tercantum dalam tax treaty pada umumnya terdiri atas
15 jenis penghasilan, yaitu:

1. penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from
immovable property)
2. penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
3. penghasilan sari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from
shipping and air transport)
4. dividen (divident)

4
5. bunga (interest)
6. royalti (royalty)
7. keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8. penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal
service)
9. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja (income from dependent
personal service)
10. gaji untuk direktur (director fees)
11. penghasilan seniman, artis dan atlet (income earned by entertainers and
athletes)
12. uang pensiun dan jaminan sosial tenaga kerja (pension and social security
payment)
13. penghasilan pejabat pemerintah (income in respect of government service)
14. penghasilan pelajar dan peserta pelatihan (income received by students and
apprentices)
15. penghasilan lain-lain (other income)

Selain itu, di antara pasal dalam model tax treaty, terdapat ketentuan internasional
yang berlaku khusus, yaitu ketentuan mengenai pajak atas penghasilan pejabat
diplomatik dan konsulat, baik dalam OECD Model (Pasal 28) maupun UN Model
(Pasal 27). 

Namun, berbeda dengan kedua model tersebut, ASEAN Model telah memiliki
pasal yang secara khusus mengatur pemajakan atas penghasilan yang diterima
dosen dan peneliti, yaitu melalui Pasal 21.

5
II.2 Tujuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Sebagaimana telah disinggung di atas, adanya P3B dimaksudkan terutama


untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul
karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-
ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak
berganda ini misalnya :

1. Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana


seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax
person) oleh dua negara yang berbeda. Aturan ini dikenal dengan istilah Tie
Breaker Rule yang dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (2) P3B.

2. Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai


dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian
hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu
negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk
mengenakan pajak.

3. Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan


transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi
terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.

4. Adanya ketentuan tentang penerapan metode penghindaran pajak berganda


yang diatur dalam Pasal 23 P3B.

5. Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana


jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di
negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk
menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan


untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan

6
pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya
P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan
investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu
negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.

II.3 Metode Yang Digunakan Dalam Pemungutan Tax Treaty

a. Metode Pemajakan Unilateral


Metode ini mengatur bahwa negara Republik Indonesia mempunyai
kekuatan hukum didalamnya yang mengatur masyarakat atau badan
internasional dan ditetapkan sepihak oleh negara Indonesia sendiri, dengan
kata lain tidak ada yang bisa mengatur negara kita lain karena hal itu
merupakan kewibawaan dan kedaulatan negara kita.

b. Metode Pemajakan Bilateral


Metode ini dalam penghitungan pengenaan pajaknya harus
mempertimbangkan perjanjian kedua negara (Tax Treaty). Indonesia tidak
dapat sesuka hati menerapkan jumlah pajak terutang penduduk asing atau
badan internasional dua negara yang telah mengadakan perjanjian. Justru
peraturan perpajakan Indonesia tidak berlaku bilamana terdapat Tax
Treaty.

c. Metode Pemajakan Multilateral


Metode ini didasarkan pada konvensi internasional yang ketentuan
atau ketetapan atau keputusan yang dihasilkan untuk kepentingan banyak
negara yang ditandatangani oleh berbagai negara, misalnya Konvensi
Wina.

II.4 Objek pajak yang tercantum dalam tax treaty Indonesia dengan


beberapa negara

7
1. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Malaysia yang tercantum
dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Malaysia Mengenai Penghindaran Pajak Berganda Dan Pencegahan
Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak


pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang
diperoleh dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara
pihak pada persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di negara lain
tersebut.
2. Untuk maksud Persetujuan ini istilah "harta tak gerak" mempunyai arti
sesuai dengan perundang- undangan Negara pihak pada Persetujuan
dimana harta yang bersangkutan berada. Namun demikian istilah tersebut
meliputi benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan
yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana
ketentuan-ketentuan hukum perdata mengenai tanah berlaku, hak memetik
hasil atas harta tak gerak serta hak atas pembayaran- pembayaran tetap
ataupun tidak tetap sebagai balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk
mengerjakan penggalian-penggalian tambang, sumber-sumber dan
sumber-sumber kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu dan pesawat
udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan
harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta
tak gerak yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA

8
1. Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika
perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu
menjalankan usaha seperti tersebut di atas, maka laba perusahaan itu dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang
dianggap berasal dari bentuk usaha tetap, atau atas penjualan barang atau
barang dagangan yang sejenis seperti yang dijual, atau transaksi usaha
lainnya yang sejenis yang dilakukan, melalui bentuk usaha tetap.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara
pihak pada persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang
berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha
tetap itu di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang
dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk
usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan
berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis
dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang
sepenuhnya bebas dari perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap
itu.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha
bentuk usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya
administrasi umum, baik yang dikeluarkan jika bentuk usaha tetap tersebut
adalah perusahaan bebas, sepanjang terdapat alasan yang diberikan bentuk
usaha tetap tersebut, apakah diperoleh di Negara dimana bentuk usaha
tetap tersebut berada.
4. Seandainya informasi yang tersedia pada pihak yang berwenang tidak
mencukupi untuk menentukan keuntungan-keuntungan yang diperoleh
bentuk usaha tetap atau perusahaan, Pasal ini tidak akan mempengaruhi
berbagai ketentuan dari negara tersebut sehubungan penentuan pajak yang
terhutang terhadap orang atau badan dengan suatu kebijaksanaan atau

9
berdasarkan suatu taksiran oleh pejabat berwenang, sepanjang Undang-
Undang memungkinkannya dan informasi yang tersedia
memungkinkannya, asalkan sesuai dengan prinsip yang dianut oleh Pasal
ini.
5. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang
dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak
akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap
berasal dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama
dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk
menyimpang.
7. Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang
diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain, maka ketentuan pasal-pasal
tersebut tidak akan terpengaruh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

C. Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

1. Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara
dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara
dimana tempat manajemen yang efektif dari perusahaan berada.
2. Menyimpang dari ketentuan ayat 1, laba yang diperoleh oleh suatu
perusahaan dari satu Negara pihak pada Persetujuan atas operasi kapal laut
dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara
Persetujuan lainnya, tetapi pajak yang dikenakan tersebut akan dikurangi
dengan 50%.
3. Menyimpang dari ayat-ayat 1 dan 2 Pasal 7, keuntungan yang diperoleh
oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dari perjalanan kapal-
kapal laut atau pesawat udara yang tujuan utamanya dari perjalanan
tersebut adalah mengangkut penumpang-penumpang atau barang-barang
antara tempat-tempat di Negara Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak
di negara lainnya.

10
4. Ayat 1 dan 2 akan diberlakukan atas saham dari keuntungan atas
pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh
penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari penyertaan dalam
suatu gabungan perusahaan, suatu usaha patungan, atau dari suatu
perwakilan usaha internasional.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di


suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di
Indonesia kepada penduduk Malaysia akan dikenakan pajak di Indonesia
sesuai dengan Undang-Undang Indonesia yang berlaku tetapi bila
penerima adalah pemilik dari dividen tersebut maka pengenaan pajaknya
tidak akan melebihi dari 15% dari jumlah bruto dividen.
3. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang berkedudukan di
Malaysia kepada penduduk Indonesia yang merupakan pemilik yang
sebenarnya atas dividen tersebut, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di
Malaysia dimana pengenaan pajak atas dividen tersebut telah termasuk
dalam pengenaan penghasilan dari perusahaan. Ayat ini tidak
mempengaruhi ketentuan dalam Undang- Undang Malaysia yang
mengatur pajak atas dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang
berkedudukan di Malaysia yang pajaknya telah, atau dianggap sudah
dikenakan, dikurangkan boleh disesuaikan dengan tarif yang berlaku di
Malaysia di tahun penetapan segera setelah tahun pada saat dividen
tersebut dibayarkan.
4. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan
merupakan surat-surat piutang, hak atas pembagian laba, termasuk
penghasilan dari hak-hak dari perseroan lainnya yang diperlakukan sama
dalam pengenaan pajaknya sebagai penghasilan dari saham-saham oleh

11
undang-undang Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan yang
membagikan dividen berkedudukan.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemilik
saham yang menikmati dividen yang berkedudukan di suatu Negara pihak
pada Persetujuan, menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana perseroan yang
membayarkan dividen berkedudukan, dan pemilikan saham-saham atas
nama dividen itu dibayarkan mempunyai hubungan yang efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, berlaku
ketentuan Pasal 7.
6. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan memperoleh penghasilan atau laba dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak
apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kepada orang
atau badan yang bukan penduduk negara lainnya itu, atau mengenakan
pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun seandainya
dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut
seluruhnya atau sebagian berasal dari laba atau penghasilan yang diperoleh
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan dimana bunga itu berasal dan sesuai dengan perundang-
undangan Negara tersebut akan tetapi apabila penerima bunga adalah
pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan
tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang menjadi hak
penduduk Indonesia akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Malaysia

12
jika pinjaman atau utang-utang lainnya yang menyebabkan timbulnya
pembayaran bunga tersebut, merupakan pinjaman yang disetujui sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dari peraturan Pajak Penghasilan
Malaysia Tahun 1967.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) dan (3), Pemerintah dari
Negara pada pihak Persetujuan akan dibebaskan dari pengenaan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya atas bunga yang diperoleh dari
Negara lain.
5. Dengan menunjuk ayat (4), istilah "Pemerintah"

(a) dalam hal Malaysia berarti Pemerintah Malaysia dan termasuk :


(i) Pemerintah dari Negara-negara bagian;
(ii) Penguasa Daerah;
(iii) Lembaga-lembaga Negara;
(iv) Bank Negara Malaysia; dan
(v) Lembaga-lembaga yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh
Pemerintah Malaysia atau Pemerintah negara-negara Bagian
atau Penguasa Daerah atau lembaga-lembaga Negara yang
menjadi bagiannya, yang ditentukan berdasarkan kesepakatan
dari waktu ke waktu, antara para pejabat yang berwenang dari
negara-negara pihak pada Persetujuan.
(b) Dalam Hal Indonesia berarti Pemerintah Indonesia dan termasuk :
(i) Penguasa Daerah;
(ii) Lembaga-lembaga Negara;
(iii) Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia); dan
(iv) Lembaga yang modalnya dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah
Republik Indonesia, atau Penguasa Daerah atau Lembaga-
lembaga Negara, yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dari
waktu ke waktu antara para pejabat yang berwenang dari
Negara- negara pihak pada Persetujuan.

6. Istilah "bunga" seperti yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari semua jenis tagihan atau piutang, baik yang dijamin dengan hipotik
ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba debitur
dan pada khususnya penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan
penghasilan dari obligasi atau surat-surat hutang.

13
7. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemberi
pinjaman yang menikmati bunga yang berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dimana bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada disana, dan tagihan piutang atas mana bunga itu dibayar
mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat
tetap, dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan
Pasal 7.
8. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila
yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, bagian dari
ketatanegaraan atau pemerintah daerah, atau lembaga-lembaga negara atau
penduduk Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Namun demikian,
apabila orang dan badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang
apakah ia penduduk Negara pihak pada Persetujuan atau bukan,
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan dalam
hubungan mana hutang yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah
dibuat, dan bunga itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap
tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada
Persetujuan dimana bentuk usaha tetap itu berada.
9. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima yang menikmati bunga atau antara kedua-duanya dengan
orang atau badan lain, dengan memperhatikan besarnya tagihan piutang,
bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang telah disetujui antara
pembayar dengan penerima yang menikmati bunga tersebut seandainya
hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini
hanya akan berlaku atas jumlah yang disebut kemudian. Dalam hal
demikian, jumlah kelebihan yang dibayarkan akan tetap dikenakan pajak
sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada
Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam
Persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTI

14
1. Royalti yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan dimana royalti itu berasal dan sesuai dengan
perundang-undangan negara tersebut, tetapi apabila penerima royalti
adalah pemilik hak yang menikmati royalti tersebut, maka pajak yang
dikenakan tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor royalti.
3. istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima sebagai balas jasa
karena :

(i) penggunaan atau hak untuk menggunakan, suatu paten, merek


dagang, pola atau model, rencana, rumus, atau cara pengolahan yang
dirahasiakan, atau hak cipta pekerjaan ilmu pengetahuan atau
penggunaan atau hak untuk menggunakan perlengkapan industri,
rniagaan atau ilmu pengetahuan, atau keterangan menyangkut
pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu pengetahuan.
(ii) penggunaan atau hak untuk menggunakan, film-film sinematografi
atau pita-pita yang digunakan untuk siaran radio atau televisi, atau
hak cipta kesusasteraan atau karya seni.

4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti


yang berhak menikmatinya, yang merupakan penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dimana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada disana, dan hak atau milik sehubungan mana royalti itu
dibayarkan mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap.
Dalam hal demikian berlaku ketentuan Pasal 7.
5. Royalti akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila
pembayar royalti adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan,
pemerintah daerahnya, atau Lembaga-lembaga negara, atau penduduk dari
Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang
membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk salah satu

15
Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, mempunyai suatu bentuk
usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban
untuk membayar royalti itu timbul, dan royalti tersebut menjadi beban
bentuk usaha tetap, maka royalti tersebut dianggap berasal dari negara
dimana bentuk usaha tetap itu berada.
6. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti
dengan pemilik hak yang menikmati royalti itu atau antara kedua-duanya
dengan orang atau badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan, dengan
memperhatikan penggunaan, hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran royalti itu, melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati
oleh pembayar dengan pemilik hak yang menikmati royalti seandainya
hubungan istimewa tersebut tidak ada, maka ketentuan-ketentuan dalam
pasal ini hanya akan berlaku bagi jumlah yang disebut kemudian. Dalam
hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan
pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak
pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam
Persetujuan ini.
7. Tunduk pada Pasal 22 ayat 5, royalti yang diperoleh oleh penduduk
Indonesia yang dikenakan bea sewa film berdasarkan peraturan
perundang-undangan film cinematografi Malaysia, tidak akan dikenakan
pajak di Malaysia seperti dimaksud dalam Persetujuan ini.

G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHAN HARTA

1. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak


seperti yang dimaksud dalam ayat 2 Pasal 6 dapat dikenakan pajak di
Negara dimana harta tersebut terletak.
2. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak yang
merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh
perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya atau dari harta gerak suatu tempat tetap yang
tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara

16
pihak pada Persetujuan lainnya untuk maksud melakukan pekerjaan bebas,
termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap
(tersendiri atau dengan seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan
tempat tetap, dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut. Namun
demikian keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal-kapal
laut atau pesawat-pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari
Negara pihak pada Persetujuan dalam jalur lalu lintas internasional atau
dari harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal laut
atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan tersebut berkedudukan.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan saham perusahaan,
yang kekayaannya terutama terdiri dari barang tak gerak yang terletak di
Negara pada pihak Persetujuan, akan dikenakan di negara itu. Keuntungan
yang diperoleh dari pemindahtanganan hak atas persekutuan atau
perusahaan perserikatan, yang kekayaannya terutama terdiri harta tak
gerak yang terletak di Negara pihak pada Persetujuan, akan dikenakan
pajak di negara itu.
4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari
yang telah disebutkan pada ayat 1, 2 dan 3 dari Pasal ini, hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana yang
memindahtangankan berkedudukan.

H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal 15, 16, 17, 18, 19 dan


20, gaji, upah dan balas jasa lain yang serupa atau penghasilan yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukannya dalam hubungan kerja atau kegiatan
lain yang sejenis, hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut kecuali
jika pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
Dalam hal demikian maka balas jasa yang diperoleh dari pekerjaan itu
dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

17
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu
hubungan kerja yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, apabila :

(a) penerima balas jasa berada di Negara itu dalam suatu masa atau
masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun
takwim yang bersangkutan; dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain tersebut; dan
(c) balas jasa itu tidak akan menjadi beban bentuk usaha tetap atau
tempat tetap yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain tersebut.

3. Istilah "pekerjaan bebas" meliputi pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan,


kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau pengajaran, demikian
pula pekerjaan-pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli hukum, ahli tekhnik,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas
jasa yang berkenaan dengan suatu hubungan kerja yang dilakukan di atas
kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di negara tersebut.

I. Pasal 15
PENGHASILAN PARA DIREKTUR

1. Penghasilan-penghasilan para direktur dan pembayaran-pembayaran


serupa yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam
kedudukannya sebagai anggota Dewan Direksi dari perusahaan yang
berkedudukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Balas jasa yang diperoleh seseorang dari suatu perusahaan yang dikenakan
pajak berdasarkan ayat 1, dan sehari-hari bekerja menjalankan fungsi
managerial dan masalah teknis, akan dikenakan pajak sesuai dengan
ketentuan Pasal 14 (pekerjaan bebas).

18
J. Pasal 16
PARA SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 14 dan 15, penghasilan


yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai
seniman, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau pemain musik,
atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadi mereka, dapat
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana
kegiatan tersebut dilakukan.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang
dilakukan oleh seniman atau olahragawan tersebut diterima bukan oleh
seniman atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain,
maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada Pasal 7 dan 14,
penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan seniman atau olahragawan itu
dilakukan.
3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku bagi pembayaran
atau laba dari kegiatan di Negara pada pihak Persetujuan jika kunjungan
ke Negara pada pihak Persetujuan didukung dana dari Negara pada pihak
Persetujuan lainnya, salah satu bagian ketatanegaraannya, Pemerintah
Daerahnya atau dari Lembaga-lembaga negara lainnya.

K. Pasal 17
PENSIUNAN DAN TUNJANGAN HARI TUA

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 18, setiap


pensiun atau balas jasa lainnya yang sejenis atau tunjangan hari tua yang
dibayarkan pada penduduk Negara pihak pada Persetujuan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa pada masa yang lampau dapat dikenakan pajak
di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.
2. Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan
secara berkala dalam waktu tertentu selama hidup atau selama suatu masa
atau jangka waktu tertentu berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan

19
pembayaran sebagai penggantian balas jasa yang memadai dan penuh
dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.

L. Pasal 18
JABATAN DALAM PEMERINTAH

1. (a) Balas jasa, selain pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada
Persetujuan, atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya
atau badan resmi dibawahnya kepada setiap orang pribadi sehubungan
dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau kepada
bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau kepada
badan resmi lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya apabila jasa-jasa tersebut
diberikan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan penerima jasa
adalah penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu yang :
(i) merupakan warganegara Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata karena
bermaksud untuk memberikan jasa-jasanya.
2. Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk
oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau
pemerintah daerahnya atau badan resmi dibawahnya kepada seseorang
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara itu atau bagian
ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan resmi lainnya hanya
akan dikenakan pajak di Negara pihak pada persetujuan itu.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 14, 15 dan 17 berlaku terhadap
balas jasa berkenaan dengan pemberian jasa dalam hubungan dengan suatu
perdagangan atau usaha yang dijalankan oleh Negara pihak pada
Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau
badan resmi lainnya.

M. Pasal 19
PELAJAR DAN PESERTA LATIHAN

20
Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan segera sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dan tinggal untuk sementara di Negara lain semata- mata :

(a) sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan
tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain yang diakui di Negara lain
tersebut;
(b) sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang atau
(c) seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud
belajar, riset atau latihan dari Pemerintah dari salah satu Negara atau dari
organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau dalam rangka
program bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu
Negara.

Akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas :

(a) seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya,
pendidikan, belajar, riset atau latihan;
(b) seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan; dan
(c) setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 Dollar Amerika per tahun
dalam hubungan dengan jasa yang diberikan di Negara lain, asalkan jasa
tersebut dilakukan sehubungan dengan kegiatan belajarnya, riset atau latihan
atau perlu untuk membiayai hidupnya.

N. Pasal 21
PENGHASILAN YANG TIDAK DIATUR SECARA TEGAS

Jenis-jenis penghasilan dari seorang penduduk salah satu Negara pihak pada
Persetujuan, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal terdahulu pada Persetujuan ini
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika penghasilan tersebut
diperoleh dari sumber-sumber di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, maka
penghasilan tersebut boleh dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

2. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Singapura yang tercantum


dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah

21
Republik Singapura Tentang Penghindaran Pajak Berganda Dan
Pencegahan Pengelakan Pajak Penghasilan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1.         Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari harta tak gerak yang berada di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2.         Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “harta tak gerak” akan
mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara pihak pada
Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut meliputi juga
benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang
dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana
berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan,
hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran
tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk
mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan
alam lainnya. Kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta
tak gerak
3.         Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan, atau dari
penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4.         Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap
penghasilan yang diperoleh dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap
penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan dalam menjalankan jasa-jasa
profesional.
 
B. Pasal 7
LABA USAHA
1.         Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila

22
perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka
laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas
bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.
2.         Jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu
bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai
laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang
diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan
yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama
atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan
yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu.
3.         Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk
usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan
dan biaya-biaya administrasi umum, yang dapat dikurangkan seandainya bentuk
usaha tetap adalah perusahaan yang berdiri sendiri, sepanjang biaya-biaya tersebut
dialokasikan secara wajar terhadap bentuk usaha usaha tetap, baik yang
dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada atau
dimanapun.
4.         Seandainya informasi yang tersedia pada pihak yang berwenang tidak
mencukupi untuk menentukan keuntungan-keuntungan yang diperoleh bentuk
usaha tetap atau perusahaan, Pasal ini tidak akan mempengaruhi berbagai
ketentuan dari negara tersebut sehubungan penentuan pajak yang terhutang
terhadap orang atau badan dengan suatu kebijaksanaan atau berdasarkan suatu
taksiran oleh pejabat berwenang, sepanjang undang-undang memungkinkannya
dan informasi yang tersedia memungkinkannya, asalkan sesuai dengan prinsip
yang dianut oleh Pasal ini.
5.         Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap
harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat
alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.

23
6.         Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur
secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan
pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.
7.         Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang atau barang
dagangan yang dilakukan oleh suatu bentuk usaha tetap untuk perusahaan, tidak
dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
 
C. Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1.         Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pengoperasian pesawat udara di jalur lalu lintas internasional
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2.         Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintas internasional
dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan, tetapi pajak yang
dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangi sebesar 50%.
3.         Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap bagian laba
dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan melalui penyertaan dalam suatu
gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan untuk
operasi internasional.
D. Pasal 10
DIVIDEN
1.         Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di
suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2.         Namun demikian, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut
berkedudukan, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan
tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu,
maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :

24
(a)        10 persen dari jumlah kotor dividen apabila penerima dividen tersebut
adalah perseroan yang memegang secara langsung paling sedikit 25 persen dari
modal perseroan yang membagikan dividen itu;
(b)        15 persen dari jumlah bruto dividen dalam hal-hal lainnya.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan
menetapkan cara penerapan dari pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak
atas laba perseroan darimana pembayaran dividen dibayarkan.
3.         Menyimpang dari ketentuan ayat 2 Pasal ini sepanjang Singapura tidak
mengenakan pajak atas dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan
terhadap laba atas keuntungan perusahaan, dividen yang dibayarkan oleh suatu
perusahaan yang merupakan penduduk Singapura kepada penduduk Indonesia
dibebaskan dari pemungutan pajak di Singapura yang dapat dikenakan pada
dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau
keuntungan perusahaan. Namun demikian apabila Singapura mengenakan pajak
atas dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau
keuntungan perusahaan, tarif yang berlaku adalah sesuai dengan ketentuan ayat 2
Pasal ini.
4.         Istilah “dividen” sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan
surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba,maupun penghasilan lainnya
dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara di mana
perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan
pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham sesuai
perundang-undangan Negara dimana perusahaan yang mendistribusikan
berkedudukan.
5.         Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima
dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan,
memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, di
mana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan, mempunyai
hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu.

25
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7.
6.         Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas
dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu kepada orang atau badan yang bukan
penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, juga tidak boleh mengenakan
pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan
atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau
penghasilan yang berasal dari Negara lain tersebut.
Dividen dianggap timbul :
(a)        di Singapura :
jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Singapura; atau
(b)        di Indonesia
jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.
 
E. Pasal 11
BUNGA
 
1.         Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.
2.         Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-
undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dan pemilik bunga adalah
pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak
akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga.
3.         Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal di suatu
Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak
lainnya dari Persetujuan hanya dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain
tersebut, apabila bunga yang dibayarkan berasal dari :

26
(a)        obligasi, surat-surat hutang atau obligasi lainnya yang sejenis dari
Pemerintah Negara pihak yang disebut pertama atau suatu bagian ketatanegaraan
atau pemerintah daerahnya; atau
(b)        pinjaman, garansi atau jaminan atau kredit yang dijamin oleh Badan
Keuangan Singapura atau Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia) atau institusi
pemberi pinjaman lainnya, yang dikhususkan dan disetujui dalam pertukaran nota
diantara pejabat yang berwenang Negara pihak pada Persetujuan.
4.         Pejabat-pejabat berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan
menetapkan cara penerapan pembatasan-pembatasan pada ayat-ayat sebelumnya
berdasarkan persetujuan bersama.
5.         Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 dan 3, bunga diterima oleh
Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan yang berasal dari Negara pihak
lainnya pada Persetujuan akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak
lainnya tersebut.
6.         Untuk keperluan-keperluan ayat 5, istilah “Pemerintah” :
(a)        dalam hal Singapura berarti Pemerintah Singapura dan meliputi :
(i)         Badan Keuangan Singapura atau Dewan Komisi yang
bersangkutan;
(ii)        Pengelola Singapore Investment Corporation Pte. Ltd.
(iii)       (aa)      Port of Singapore Authority;
(bb)      Public Utilities Board;
(cc)       Badan Telekomunikasi Singapura dan
(iv)       setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang
disetujui oleh Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada
Persetujuan.
(b)        dalam hal Indonesia berarti Pemerintah Republik Indonesia dan
mencakup:
(i)         pemerintah daerah;
(ii)        Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia);
(iii)       setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang
disetujui oleh Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

27
7.         Istilah “bunga” yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari
semua jenis tagihan hutang,baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak
dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang tidak dan
khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat
obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada
surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut.
8.         Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemberi
pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
di mana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan
yang efektif dengan suatu bentuk usaha tetap. Dalam hal demikian, tergantung
pada masalahnya,berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.
9.         Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila
yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya,
pemerintah daerahnya, badan hukum publiknya atau penduduk Negara tersebut.
Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa
memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak,
mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak
pada Persetujuan dimana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap tersebut,maka bunga itu akan dianggap berasal dari
Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha
tetap itu berada.
10.        Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau
badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan
bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya
disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya
hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku
hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan

28
perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.
  

F. Pasal 12
ROYALTI
1.         Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk dari suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di negara lain tersebut.
2.         Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal, dan sesuai dengan
perundang-undangan Negara tersebut, tetapi apabila penerima royalti adalah
pemilik hak yang menikmati royalti, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15
persen dari jumlah bruto royalti tersebut.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan
menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.
3.         Istilah “royalti” dalam pasal ini berarti segala jenis pembayaran yang
diterima atas penggunaan, hak penggunaan, setiap karya tulisan, kesusasteraan
atau karya ilmiah termasuk film-film bioskop dan film-film atau rekaman untuk
siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, disain atau model,
rencana rumus atau cara pengolahan, atau penggunaan, atau cara menggunakan,
peralatan industri, alat-alat perdagangan atau pengetahuan, atau untuk informasi
mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.
4.         Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 dari Pasal ini tidak berlaku apabila pihak
yang memiliki hak menikmati royalti, yang merupakan penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan tempat royalty berasal, memiliki suatu bentuk usaha tetap,
dimana hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan
efektif. Dalam hal demikian berlaku ketentuan Pasal 7.
5.         Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila
pembayarnya adalah Negara itu sendiri, suatu bagian ketatanegaraan, pemerintah
daerah, badan hukum publik atau penduduk dari Negara tersebut. Namun

29
demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti itu, tanpa
memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan,
memiliki bentuk usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana
kewajiban membayarroyalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk
usaha tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk
usaha tetap itu berada.
6.         Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 5 Pasal ini dapat diterapkan untuk
penghasilan yang diterima dari pemindahan hak atas hak cipta dari ilmu
pengetahuan, hak paten, merek dagang, disain atau model, perencanaan, rumus
atau cara pengolahan yang dirahasiakan.
7.         Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan
pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain,
berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada
hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku
terhadap jumlah yang disebut terakhir.Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-
undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

G. Pasal 13
PEKERJAAN BEBAS
1.         Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya
hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia berada di Negara
pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa-masa yang melebihi 90 hari dalam
masa dua belas bulan. Apabila ia berada di Negara pihak lainnya itu selama masa
atau masa-masa tersebut di atas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak
di Negara Pihak lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan itu dianggap
berasal dari tempat usaha tetap tersebut atau diperoleh di Negara lain itu selama
masa atau masa-masa tersebut di atas.

30
2.         Istilah “jasa-jasa profesional” terutama meliputi kegiatan-kegiatan di
bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang
dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek dan para
akuntan.
 
H. Pasal 14
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1.         Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 15, 17, 18, 19
dan 20 gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan
yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya itu.
2.         Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau
diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang
dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak
di Negara yang disebut pertama apabila :
(a)        penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam suatu masa
atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun takwim
yang bersangkutan; dan
(b)        imbalan itu dibayarkan oleh atau atas nama pemberi kerja yang
merupakan penduduk Negara pihak yang disebut pertama tersebut; dan
(c)        imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh
pemberi kerja di Negara pihak lain tersebut.
3.         Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, imbalan yang
diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara
yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut.
 

31
I. Pasal 15
IMBALAN PARA DIREKTUR
1.         Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya
sebagai anggota dewan direktur suatu perseroan yang berkedudukan di suatu
Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya tersebut.
2.         Imbalan yang diterima atau diperoleh seseorang sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dari perseroan sehubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari
sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan 
pada Pasal 14.

J. Pasal 16
PARA ARTIS DAN ATLIT
1.         Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 13 dan 14, penghasilan yang
diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai artis, seperti artis
teater, film, artis radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai atlit, dari
kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada
persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negera lainnya tersebut. Penghasilan
tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak lain pada
Persetujuan jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik keseluruhan
maupun sebagian oleh pemerintah yang berasal dari dana masyarakat suatu
Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah daerah atau badan hukum
publiknya.
2.         Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang
dilakukan oleh artis atau atlit tersebut diterima bukan oleh artis atau atlit itu
sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan
Pasal 7, 13 dan 14, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan artis atau atlit itu dilakukan.
Penghasilan tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak
lain pada Persetujuan jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik
keseluruhan maupun sebagian oleh pemerintah yang berasal dari dana masyarakat

32
suatu Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah daerah atau badan
hukum publiknya.
 

K. Pasal 17
PENSIUN
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 18, pensiun atau imbalan
sejenis lainnya yang bersumber dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak lain pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak yang disebut pertama.
 
L. Pasal 18
PEJABAT PEMERINTAH
1.  (a)        Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak
pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau
badan hukum publik di bawahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa
yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya atau kepada badan hokum publik dibawahnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu.
(b)        Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan orang tersebut adalah penduduk
Negara itu yang :
(i)         merupakan warganegara dari Negara itu; atau
(ii)        tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud
memberikan jasa-jasa tersebut.
2.         Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk
oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau
pemerintah daerahnya atau badan hukum public dibawahnya kepada seseorang
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu atau bagian

33
ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya
hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.
3.         Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 14, 15 dan 17 akan berlaku
terhadap imbalan dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang
dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya.

M. Pasal 20
PELAJAR DAN PESERTA LATIHAN

Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan
segera sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tinggal
untuk sementara di Negara lain semata-mata:
(a)        sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan
tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain yang diakui di Negara tersebut;
(b)        sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang; atau
(c)        seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud
belajar, riset atau latihan dari Pemerintah dari salah satu Negara atau dari
organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau dalam rangka program
bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu Negara;
akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas :
(a)        seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya,
pendidikan, belajar, riset atau latihan;
(b)        seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan; dan
(c)        setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 dolar Amerika per tahun
dalam hubungan dengan jasa yang diberikan di Negara lain, asalkan jasa tersebut
dilakukan sehubungan dengan kegiatan belajarnya, riset atau latihan atau perlu
untuk membiayai hidupnya.

3. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Thailand yang tercantum


dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Kerajaan Thailand Mengenai Penghindaran Pajak Berganda Dan

34
Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas
Penghasilan.

A. Pasal 6
Pendapatan dari harta tak gerak

1. Pendapatan dari harta tak gerak, termasuk pendapatan dari pertanian atau
kehutanan dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta itu terletak.
2. Untuk kepentingan Persetujuan ini istilah "harta tak gerak" akan diartikan
sesuai menurut undang-undang Negara dimana harta yang bersangkutan
terletak.
Bagaimanapun istilah itu meliputi juga benda yang menyertai harta tak gerak
itu, ternak dan peralatan yang digunakan dalam usaha pertanian dan
kehutanan, hak terhadap mana ketentuan-ketentuan hukum umum mengenai
harta berupa tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak dan hak-hak
atas pembayaran-pembayaran baik yang tetap maupun tidak, sebagai balas jasa
karena pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan galian atau
sumber-sumber alam lainnya; kapal-kapal laut, kapal-kapal dan pesawat udara
tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan ayat 1 akan berlaku terhadap pendapatan yang diterima dari
penggunaan secara langsung, penyewaan atau penggunaan harta tak gerak
dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 juga akan berlaku terhadap pendapatan dari
harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta tak gerak
yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
Laba usaha

1. Pendapatan atau laba suatu perusahaan dari suatu Negara hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu,kecuali perusahaan tersebut menjalankan usaha
melalui suatu kedudukan tetap di Negara lain. Apabila perusahaan itu
menjalankan usaha seperti tersebut di atas, maka pendapatan atau laba
perusahaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara lain, tetapi hanya

35
sepanjang mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari (a) kedudukan
tetap itu; (b) penjualan barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan di
Negara lain itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dijual melalui
kedudukan tetap; (c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di
Negara lain itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dilakukan melalui
kedudukan tetap.
2. Jika suatu perusahaan dari suatu Negara menjalankan usaha di Negara lain
melalui suatu kedudukan tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba
kedudukan tetap itu oleh masing-masing Negara adalah laba yang dianggap
diperoleh seolah-olah kedudukan tetap itu merupakan perusahaan yang
terpisah dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau
serupa dan yang mengadakan transaksi dalam suasana sepenuhnya bebas
dengan perusahaan yang memiliki kedudukan tetap tersebut.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu kedudukan tetap, dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan kedudukan tetap itu,
termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum, baik yang dikeluarkan
di Negara dimana kedudukan tetap itu berada ataupun di tempat lain.
4. Sepanjang merupakan kelaziman di suatu Negara untuk menentukan besarnya
laba yang diperoleh suatu kedudukan tetap berdasarkan suatu persentasi
tertentu dari penerimaan kotor perusahaan atau berdasarkan suatu pembagian
laba terhadap seluruh laba perusahaan itu untuk berbagai bagiannya, ayat 2
tidak bermaksud untuk menghalangi Negara itu dalam menentukan laba yang
dikenakan pajak dengan cara demikian; namun cara yang dipakai itu harus
sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan azas-azas yang
digariskan dalam Pasal ini..
5. Tidak dianggap adanya pendapatan atau laba jika suatu kedudukan tetap hanya
melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan.
6. Untuk kepentingan ayat-ayat terdahulu, laba yang menjadi bagian kedudukan
tetap akan ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika
terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
7. Jika dalam jumlah pendapatan atau laba termasuk bagian-bagian pendapatan
yang diatur secara tersendiri oleh Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini, maka
ketentuan-ketentuan Pasal itu tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan
Pasal ini.

36
C. Pasal 8
Pengangkutan laut dan udara

1. Pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara karena
mengoperasikan pesawat udara dalam jalur lalu-lintas internasional, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
2. Pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara karena
mengoperasikan kapal-kapal laut dalam jalur lalu-lintas internasional, dapat
dikenakan pajak di Negara lain, tetapi pajak yang dikenakan oleh Negara lain
itu akan dikurangi sejumlah 50 persen.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 berlaku juga terhadap pendapatan yang
diterima oleh suatu perusahaan dari suatu Negara karena ikut serta dalam
gabungan-gabungan dalam bentuk apapun dari perusahaan yang berusaha di
bidang pengangkutan laut atau pengangkutan udara.

D. Pasal 10
Dividen

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu


Negara kepada penduduk Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara
lain itu.
2. Namun demikian,
(a) Dalam hal di Indonesia, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Indonesia
dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan dan menurut
perundang-undangan Indonesia, tetapi pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi 15 persen dari jumlah kotor dividen.
(b)Dalam hal di Thailand, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Thailand
dimana perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan dan menurut
perundang-undangan Thailand, tetapi apabila penerima dividen adalah
perseroan Indonesia, bukan kongsi, yang menguasai langsung sekurang-
kurangnya 25 persen modal perseroan di Thailand yang membayarkan
dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :
(i) 15 persen dari jumlah kotor dividen apabila perseroan yang
membayarkan dividen berusaha di bidang industri;
(ii)25 persen dari jumlah kotor dividen untuk bidang lannya.
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan itu atas

37
laba dimana dividen dibayarkan.
3. Istilah "dividen" seperti yang dimaksud dalam Pasal ini berarti pendapatan dari
saham-saham, saham-saham pertambangan, saham-saham pendiri atau hak-hak
lain (bukan surat-surat piutang) yang ikut serta dalam pembagian laba, begitu
juga pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang diperlakukan sama dalam
pengenaan pajaknya sebagai pendapatan dari saham oleh perundang-undangan
Negara dimana perseroan yang membagikan dividen berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang
berkedudukan di suatu Negara, menjalankan usaha melalui suatu kedudukan
tetap di Negara lain dimana perseroan yang membagikan dividen juga
berkedudukan, atau melakukan pekerjaan bebas melalui suatu tempat tertentu
di Negara lain itu dan pemilikan saham atas mana dividen dibayarkan,
mempunyai hubungan efektif dengan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada permasalahannya, berlaku Pasal 7 atau
Pasal 14.
5. Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara, menerima
keuntungan atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain itu tidak dapat
mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kepada
orang-orang/badan yang bukan merupakan penduduk Negara lain itu, atau
mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun dividen
yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri dari seluruhnya atau
sebagian dari laba atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.
6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 5, jika suatu perseroan yang
berkedudukan di suatu Negara mempunyai kedudukan tetap di Negara lain,
maka atas laba kedudukan tetap itu, setelah dikurangi pajak perseroan yang
terhutang, dapat dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara
lain itu.

E. Pasal 11
Bunga

1. Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Bagaimanapun,
(a) Dalam hal di Indonesia, bunga yang berasal dari Indonesia dapat dikenakan

38
pajak di Indonesia menurut perundang-undangan Indonesia, tetapi pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor bunga.
(b)Dalam hal di Thailand, bunga yang berasal dari Thailand dapat dikenakan
pajak di Thailand menurut perundang-undangan Thailand, tetapi pajak yang
dikenakan tidak akan melebihi :
(i) 10 persen dari jumlah kotor bunga, apabila bunga itu diterima oleh
lembaga keuangan (termasuk perusahaan asuransi);
(ii)dalam hal lainnya, 25 persen dari jumlah kotor bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, bunga yang berasal
dari suatu Negara dan dibayarkan kepada Pemerintah Negara lain akan
dibebaskan dari pengenaan pajak oleh Negara yang disebut pertama.
4. Untuk kepentingan ayat 3 Pasal ini, istilah "Pemerintah",
(a) Dalam hal Indonesia, berarti Pemerintah Indonesia dan akan termasuk
(i) Bank Indonesia; dan
(ii)lembaga-lembaga perbankan, yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia atau pemerintah Daerah yang dapat dimufakati
oleh pemerintah kedua Negara;
(b)Dalam hal Thailand, berarti Pemerintah Kerajaan Thailand dan akan
termasuk
(i) Bank of Thailand; dan lembaga-lembaga perbankan, yang seluruh
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Kerajaan Thailand atau pemerintah
Daerah, yang dapat dimufakati oleh pemerintah kedua Negara.
5. Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara jika pembayar bunga adalah
Negara itu sendiri, Pemerintah Daerahnya atau penduduk Negara itu.
Bagaimanapun, jika orang/badan yang membayar bunga, apakah ia penduduk
suatu Negara atau bukan, mempunyai di Negara lain suatu kedudukan tetap
atau tempat tertentu dalam hubungan mana hutang yang menjadi pokok
pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga yang dibayarkan menjadi beban
kedudukan tetap atau tempat tertentu itu, maka bunga itu dianggap berasal dari
Negara dimana pendirian tetap atau tempat tertentu itu berada.
6. Jika, karena adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan
penerima bunga atau di antara keduanya dengan pihak ketiga, jumlah bunga
yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan, melebihi jumlah
yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima bunga seandainya
tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini
akan berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam hal

39
demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak
menurut perundang-undangan masing-masing Negara, dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

F. Pasal 12
Royalti

1. Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Namun demikian, oyalty dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana
oyalty itu berasal dan menurut perundang-undangan Negara itu, tetapi pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi :
(a) 10 persen dari jumlah kotor pembayaran, apabila oyalty itu adalah sebagai
pembayaran untuk penggunaan, atau hak menggunakan hak cipta di bidang
kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah;
(b) 15 persen dari jumlah kotor pembayaran, apabila oyalty itu adalah sebagai
pembayaran untuk penggunaan, atau hak menggunakan paten, merek
dagang, pola atau model, rencana, formula rahasia atau pengolahan, atau
untuk bahan keterangan di bidang oyalty , perdagangan atau ilmu
pengetahuan, atau untuk penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan
oyalty , perdagangan atau ilmu pengetahuan, film-film sinematografi atau
tape-tape untuk oyalty atau radio.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 2 akan berlaku juga terhadap keuntungan dari
pemindahtanganan setiap hak atau milik yang menghasilkan oyalty itu,
apabila hak atau milik itu dipindahtangankan oleh penduduk suatu Negara
untuk digunakan khusus di Negara lain dan pembayaran hak atau milik itu
menjadi beban perusahaan atau kedudukan tetap atau tempat tertentu yang
berada di Negara lain tersebut.
4. Royalti akan dianggap berasal dari suatu Negara, apabila pembayar bunga
adalah Negara itu sendiri, pemerintah Daerahnya atau penduduk Negara itu.

Bagaimanapun, jika orang badan yang membayarkan oyalty, apakah ia


penduduk suatu Negara ataubukan, mempunyai di Negara lain suatu
kedudukan tetap atau tempat tertentu dalam hubungan mana kewajiban
membayar oyalty telah diadakan dan royalty dimaksud menjadi beban

40
kedudukan tetap atau tempat tertentu itu, maka oyalty tersebut akan dianggap
berasal dari Negara dimana kedudukan tetap atau tempat tertentu itu berada.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila penerima
oyalty yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha melalui
suatu kedudukan tetap atau melakukan pekerjaan bebas dengan suatu tempat
tertentu di Negara lain tempat oyalty berasal dan hak atau milik yang
berhubungan dengan pembayaran oyalty itu mempunyai hubungan yang
efektif dengan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian,
melihat pada masalahnya, berlaku Pasal 7 atau 14.
6. Jika karena adanya hubungan istimewa antara pembayar dan penerima oyalty
atau di antara keduanya dengan pihak ketiga, jumlah oyalty yang dibayarkan,
dengan memperhatikan penggunaan, hak atau bahan keterangan untuk mana
oyalty tersebut dibayar, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh
pembayar dan penerima oyalty seandainya tidak ada hubungan istimewa
semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya terhadap
jumlah oyalty yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan
masing-masing Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya
dalam Persetujuan ini.

G. Pasal 13
Keuntungan dari pemindahtanganan harta

1. Keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu Negara dari


pemindahtanganan harta tak gerak, seperti disebut dalam ayat 2 Pasal 6, dapat
dikenakan pajak di Negara dimana harta itu terletak.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian
kekayaan usaha dari suatu kedudukan tetap di Negara lain yang dimiliki oleh
perusahaan di suatu Negara, atau harta gerak dari suatu tempat tertentu di
Negara lain yang tersedia bagi seorang penduduk suatu Negara
untuk melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari
pemindahtanganan kedudukan tetap atau tempat tertentu itu (tersendiri atau
dengan seluruh perusahaan), dapat dikenakan pajak di Negara lain itu, namun

41
demikian keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak seperti tersebut
dalam ayat 3 Pasal 23, hanya akan dikenakan pajak di Negara dimana
perusahaan itu berkedudukan.
3. Keuntungan dari pemindahtanganan setiap harta atau kekayaan selain dari
yang disebut dalam ayat 1 dan 2 Pasal ini dan ayat 3 Pasal 12, hanya akan
dikenakan pajak di Negara dimana orang/badan yang memindahtangankan
berkedudukan.

H. Pasal 14
Pekerjaan Bebas

1. Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara sehubungan


dengan pemberian jasa-jasa profesional atau pekerjaan-pekerjaan bebas, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan demikian dilakukan di
Negara lain.
Pendapatan sehubungan dengan pemberian jasa-jasa profesional atau pekerjaan
bebas yang dilakukan di Negara lain, dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, pendapatan yang diterima oleh
seorang penduduk suatu Negara sehubungan dengan pemberian jasa-jasa
profesional atau pekerjaan bebas yang dilakukan di Negara lain, hanya akan
dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila  :
(a) ia tinggal di Negara lain itu dalam waktu yang tidak melebihi jumlah 183
hari dalam tahun buku yang bersangkutan, dan
(b) ia tidak mempunyai suatu tempat tertentu di Negara lain itu untuk suatu
masa atau masa-masa yang melebihi jumlah 183 hari dalam tahun buku
tersebut, dan
(c) pendapatan yang ia terima tidak merupakan beban suatu perusahaan atau
kedudukan tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain itu.
3. Istilah "jasa-jasa profesional" khususnya termasuk pekerjaan bebas di bidang
ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran, begitu
juga pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli hukum, ahli tehnik,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.

42
I. Pasal 15
Pekerjaan dalam hubungan kerja

1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 17, 18, 19, 20 dan 21, gaji, upah
dan balas jasa lain yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk suatu
Negara sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya, hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan itu dilakukan di Negara lain.
Apabila suatu pekerjaan dilakukan di Negara lain, balas jasa yang diterimanya
dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 Pasal ini, balas jasa yang
diterima oleh seorang penduduk suatu Negara, sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang
disebut pertama apabila :
(a) si penerima balas jasa berada di Negara lain itu untuk suatu masa atau
masa-masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam tahun buku yang
bersangkutan, dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk Negara lain itu, dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban atau dibayar atas nama suatu kedudukan
tetap atau suatu tempat tertentu yang menjadi milik majikan di Negara lain
itu.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu Pasal ini, balas jasa yang
diterima sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di atas kapal atau
pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional oleh suatu
perusahaan dari suatu Negara, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

J. Pasal 16
Pendapatan para direktur

Pendapatan para direktur dan pembayaran-pembayaran lainnya yang sejenis yang


diterima oleh seorang penduduk suatu Negara dalam kedudukannya sebagai
anggota dewan direktur dari suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara lain,
dapat dikenakan di Negara lain itu.

K. Pasal 17
Para artis dan atlit

43
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang
diterima oleh penduduk suatu Negara sebagai penghibur, seperti artis teater,
film, radio atau televisi, atau pemusik, atau sebagai atlit, dari kegiatan-kegiatan
pribadi mereka di atas yang dilakukan di Negara lain, dapat dikenakan pajak di
Negara lain itu.
2. Jika pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan seperti dimaksud pada
ayat 1, jatuhnya bukan kepada artis atau atlit itu sendiri tetapi kepada pihak
ketiga, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka
pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-kegiatan itu
dilakukan.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku :
(a) terhadap pendapatan yang diterima dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
di suatu Negara oleh para artis atau atlit, apabila kunjungan ke Negara itu
sepenuhnya dibiayai oleh dana-dana pemerintah Negara lain, atau oleh
pemerintah Daerah Negara lain itu atau badan-badannya;
(b) terhadap pendapatan yang diterima di suatu Negara oleh suatu organisasi
sosial dari Negara lain sehubungan dengan kegiatan-kegiatan dimaksud,
asalkan organisasi itu sepenuhnya dibiayai oleh dana-dana pemerintah
Negara lain itu, atau oleh pemerintah Daerah atau badan-badannya.

L. Pasal 18
Pensiun

1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19, pendapatan berupa pensiun atau


balas jasa lainnya akibat dari hubungan kerja masa lalu, yang berasal dari suatu
Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lain, dapat dikenakan pajak
di Negara yang disebut pertama.
2. Pendapatan berupa pensiun atau balas jasa lainnya akibat dari hubungan kerja
masa lalu akan dianggap berasal dari suatu Negara, apabila si pembayar adalah
Negara itu sendiri, pemerintah Daerah atau penduduk Negara itu.
Bagaimanapun, jika orang/badan yang membayarkan pendapatan itu, apakah ia
penduduk suatu Negara atau bukan, mempunyai kedudukan tetap di suatu
Negara dan pendapatan itu merupakan biaya yang mengurangi bagian laba
kedudukan tetap, maka pendapatan itu dianggap berasal dari Negara dimana
kedudukan tetap tersebut berada.

44
M. Pasal 19
Pekerjaan Pemerintah

1. Balas jasa, termasuk pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara atau
pemerintah Daerah Negara itu kepada setiap orang sehubungan dengan jasa-
jasa yang diberikan kepada Negara atau pemerintahDaerah Negara itu, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu.
Bagaimanapun, apabila si penerima balas jasa bukan warganegara Negara itu
atau tidak berada di Negara lain semata-mata untuk maksud melakukan
pekerjaannya, balas jasa tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak berlaku terhadap balas jasa termasuk
pensiun, yang berhubungan dengan jasa yang diberikan di bidang perdagangan
atau usaha yang dijalankan oleh salah satu Negara atau pemerintah Daerah
Negara itu.

N. Pasal 20
Para siswa

Penduduk suatu Negara yang mengunjungi Negara lain untuk sementara, semata-
mata :

(a) sebagai mahasiswa pada universitas, perguruan tinggi atau siswa pada sekolah
di Negara lain itu,
(b) sebagai peserta latihan di bidang usaha atau teknik, atau
(c) sebagai penerima bantuan, tunjangan atau sumbangan dari organisasi
keagamaan, sosial, keilmuan dan pendidikan untuk tujuan pokok melakukan
studi dan riset, tidak akan dikenakan pajak di Negara lain itu atas uang yang
diterimanya untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan, atau atas
beasiswa atau bantuan.

Hal yang sama berlaku juga atas balas jasa yang diterima dari pemberian jasa-
jasa di Negara lain itu asalkan jasa-jasa tersebut berkaitan dengan studi atau
latihannya atau untuk keperluan hidupnya. Bagaimanapun, ketentuan ini tidak
akan berlaku dalam hal studi dan latihan itu hanya bersifat tambahan dari
pekerjaan memberikan jasa-jasa yang menghasilkan balas jasa tersebut.

45
O. Pasal 22
Pendapatan lain-lain

Pendapatan-pendapatan lain yang tidak disebut secara tegas pada Pasal-Pasal


terdahulu dalam Perjanjian ini yang diterima oleh penduduk suatu Negara, dapat
dikenakan pajak di Negara dimana pendapatan itu berasal.

4. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Hongkong yang tercantum


dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Hongkong Wilayah Administratif Khusus Republik Rakyat China Untuk
Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda Dan Pencegahan Pengelakan
Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan dari harta
tidak bergerak (termasuk penghasilan dari pertanian dan kehutanan) yang
berada di Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Pihak
lainnya tersebut.
2. Istilah harta tidak bergerak mempunyai pengertian sesuai dengan perundang-
undangan Pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada.
Istilah tersebut termasuk benda-benda yang menyertai harta tidak bergerak,
ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-
hak di mana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum yang
berkenaan dengan pertanahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak
bergerak dan hak atas pembayaran-pembayaran tidak tetap atau tetap sebagai
pertimbangan atas pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, kandungan
mineral, penggalian, sumber-sumber dan sumber-sumber daya alam lainnya,
kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak.
3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau setiap bentuk
lainnya dari penggunaan harta tidak bergerak.

46
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tidak bergerak perusahaan dan penghasilan dari harta tidak
bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba perusahaan dari Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di
Pihak itu kecuali perusahaan tersebut menjalankan usaha di Pihak lainnya
pada Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada di sana. Jika
perusahaan tersebut menjalankan usaha sebagaimana dimaksud di atas, maka
laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya, namun
hanya atas bagian laba yang berasal dari:
(a) bentuk usaha tetap tersebut;
(b) penjualan yang dilakukan di Pihak lainnya itu atas barang-barang atau
barang dagangan yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dijual
melalui bentuk usaha tetap itu; atau
(c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Pihak lainnya
tersebut yang sama atau serupa jenisnya dengan yang dilakukan
melalui bentuk usaha tetap itu.
sepanjang ketentuan-ketentuan pada (b) dan (c) tidak akan berlaku apabila
perusahaan tersebut dapat membuktikan bahwa penjualan-penjualan atau
aktivitas-aktivitas yang dijalankannya mempunyai tujuan-tujuan selain
daripada mendapatkan manfaat-manfaat berdasarkan Persetujuan ini.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada ayat 3, apabila perusahaan
dari Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Pihak lainnya pada
Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berada disana, maka yang akan
diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap di masing-masing Pihak pada
Persetujuan adalah laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap
tersebut, seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan perusahaan lain
yang terpisah dan berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang
sama atau sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan
hubungan dalam keadaan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang
mempunyai bentuk usaha tetap itu.

47
3. Dalam menentukan besarnya laba bentuk usaha tetap dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bentuk usaha tetap itu
termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum baik
yang dikeluarkan di Pihak di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di
tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan
adalah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain
dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya
atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain
atau berupa komisi, untuk jasa-jasa yang khusus yang dilakukan atau untuk
manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan berupa bunga atas uang
yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap. Sebaliknya, tidak akan
diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap, sejumlah pembebanan yang
dikenakan bentuk usaha tetap terhadap kantor pusat atau kantor-kantor lain
milik kantor pusat (selain penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan),
berupa royalti, komisi atau pembayaran serupa lainnya karena penggunaan
paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi untuk pemberian jasa-jasa
tertentu atau untuk manajemen, kecuali dalam hal usaha perbankan berupa,
bunga atas peminjaman uang kepada kantor pusat atau kantor-kantor lain
milik kantor pusat.
4. Sepanjang sudah menjadi kelaziman di Pihak pada Persetujuan untuk
menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari bentuk usaha
tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan
tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, atau dengan cara lainnya
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pihak tersebut, maka
ketentuan-ketentuan pada ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi
Pihak pada Persetujuan tersebut untuk menentukan besarnya laba yang
dikenakan pajak berdasarkan cara pembagian tersebut atau cara lainnya;
namun demikian, cara pembagiannya harus sedemikian rupa sehingga
hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pasal
ini.
5. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang
dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak

48
akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.
6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap
berasal dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari
tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk
menyimpang.
7. Apabila di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang
diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain, maka ketentuan pasal-pasal
tersebut tidak akan terpengaruh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

C. Pasal 8
PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI UDARA
1. Laba yang diperoleh perusahaan dari Pihak pada Persetujuan dari
pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan
dikenakan pajak di Pihak tersebut.
2. Laba yang diperoleh perusahaan dari Pihak pada Persetujuan atas
pengoperasian kapal-kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat
dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan tetapi pajak yang
dikenakan tersebut akan dikurangi sebesar 50%.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap bagian laba dari
penyertaan dalam gabungan perusahaan, usaha bersama atau dari perwakilan
untuk operasi internasional.
4. Untuk kepentingan Pasal ini, laba dari pengoperasian kapal laut atau pesawat
udara dalam jalur lalu lintas internasional khususnya mencakup:
(a) penghasilan dan penerimaan bruto dari pengoperasian kapal laut atau
pesawat udara untuk transportasi bagi orang-orang, hewan ternak,
benda-benda, surat atau barang dagangan dalam lalu lintas
internasional termasuk:
(i) penghasilan dari penyewaan kapal laut atau pesawat udara atas
penyewaan bareboat secara pencarteran apabila penyewaan
tersebut dilakukan secara tidak rutin di antara pengoperasian
kapal-kapal laut pesawat udara dalam jalur lalu lintas
internasional;
(ii) penghasilan dari penjualan tiket-tiket dan penyediaan jasa-jasa

49
yang terkait dengan transportasi baik untuk perusahaan itu sendiri
atau setiap perusahaan lainnya, sepanjang dalam hal penyediaan
jasa-jasa, penyediaan jasa tersebut bersifat tidak rutin di antara
pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara dalam lalu
lintas internasional;
(b) bunga atas dana yang terkait langsung dengan pengoperasian kapal-
kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional;
(c) laba dari penyewaan peti kemas oleh perusahaan, di mana penyewaan
tersebut bersifat tidak rutin di antara pengoperasian kapal-kapal laut
atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional

D. Pasal 10
DIVIDEN
1. Dividen yang dibayar oleh perseroan yang berkedudukan di Pihak pada
Persetujuan kepada penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Pihak lainnya tersebut.
2. Namun demikian, dividen tersebut juga dapat dikenakan di Pihak pada
Persetujuan di mana perseroan yang membayar dividen berkedudukan dan
sesuai dengan perundang-undangan di Pihak tersebut, namun jika pemilik
saham yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari dividen tersebut
berkedudukan di Pihak lainnya pada Persetujuan, pajak yang dikenakan tidak
boleh melebihi.
(a) 5 persen dari jumlah bruto dividen jika pemilik saham yang
memperoleh manfaat (beneficial owner) dari dividen tersebut
merupakan perseroan (selain dari persekutuan) yang memiliki secara
langsung paling sedikit 25 persen dari modal perusahaan yang
membayar dividen;
(b) 10 persen dari jumlah bruto dividen dalam hal-hal lainnya.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari Pihak-pihak pada Persetujuan akan
menetapkan cara penerapan pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan itu
atas laba dari mana dividen tersebut dibayarkan.
3. Istilah dividen sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan
dari saham-saham atau hak-hak lainnya, yang bukan merupakan tagihan-
tagihan piutang, hak atas pembagian laba, termasuk penghasilan dari hak-hak

50
dari perseroan lainnya yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya
sebagai penghasilan dari saham-saham oleh undang-undang Pihak pada
Persetujuan dimana perseroan yang membagikan dividen berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan diberlakukan jika pemilik
saham yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari dividen tersebut,
yang berkedudukan di Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Pihak
lainnya pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen
berkedudukan, melalui bentuk usaha tetap yang berlokasi di sana, atau
menjalankan pekerjaan bebas di Pihak lainnya tersebut, dan pemilikan
saham-saham atas dividen yang dibayarkan itu mempunyai hubungan yang
efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian,
dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, sesuai
dengan keadaannya.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dari Persetujuan ini apabila
perseroan yang berkedudukan di Pihak pada Persetujuan memiliki bentuk
usaha tetap di Pihak lainnya pada Persetujuan, laba bentuk usaha tetap
tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Pihak lainnya tersebut sesuai
dengan perundang-undangannya, namun besarnya pajak tambahan tersebut
tidak akan melebihi 5 persen dari laba bentuk usaha tetap tersebut setelah
dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang dikenakan
oleh Pihak lainnya tersebut.
6. Apabila perseroan yang berkedudukan di Pihak pada Persetujuan
memperoleh laba atau penghasilan dari Pihak lainnya pada Persetujuan,
Pihak lainnya tersebut tidak dapat mengenakan pajak apapun juga atas
dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen itu
dibayarkan kepada penduduk Pihak lainnya itu atau apabila penguasaan
saham-saham atas mana dividen itu dibayarkan mempunyai hubungan yang
efektif dengan bentuk usaha tetap yang berada di Pihak lainnya itu, ataupun
mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun
dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut seluruhnya
atau sebagian berasal dari laba atau penghasilan yang diperoleh di Pihak
lainnya tersebut.
7. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak akan diberlakukan jika tujuan
utama atau salah satu tujuan utama dari setiap orang/badan yang terkait

51
dengan penerbitan atau pemindahan hak atas saham atau hak-hak lainnya
berkenaan dengan dividen yang dibayarkan untuk memperoleh manfaat dari
Pasal ini melalui cara-cara penerbitan atau pemindahan hak tersebut.

E. Pasal 11
BUNGA
1. Bunga yang berasal dari Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada
penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Pihak
lainnya tersebut.
2. Namun demikian, bunga tersebut juga dapat dikenakan di Pihak pada
Persetujuan di mana bunga tersebut berasal sesuai dengan perundang-
undangan di Pihak tersebut, namun jika pemilik dana yang memperoleh
manfaat (beneficial owner) dari bunga tersebut berkedudukan di Pihak
lainnya pada Persetujuan, pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 10
persen dari jumlah bruto bunga tersebut. Pejabat-pejabat yang berwenang
dari Pihak-pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan
pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (2) dan (3) Pasal ini, bunga yang
berasal dari Pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pengenaan pajak di
Pihak lainnya, jika bunga tersebut dibayarkan:
(a) Dalam hal Hong Kong SAR:
(i) kepada Pemerintah Hong Kong SAR;
(ii) kepada Otoritas Moneter Hong Kong;
(iii) kepada badan pemerintah, institusi, atau lembaga keuangan yang
ditunjuk oleh Hong Kong SAR dan disetujui bersama oleh
pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Pihak pada
Persetujuan.
(b) dalam hal Indonesia:
(i) kepada Pemerintah Republik Indonesia;
(ii) kepada Bank Indonesia;
(iii) kepada Pusat Investasi Pemerintah;
(iv) kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
(v) kepada badan pemerintah, institusi, atau lembaga keuangan yang
ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia dan disetujui

52
bersama oleh pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Pihak
pada Persetujuan.
4. Istilah bunga yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari
semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan hipotek ataupun
tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba debitur, dan pada
khususnya, penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan
dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah-hadiah yang
terikat pada surat-surat berharga, obligasi maupun surat-surat hutang
tersebut. Pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran tidak akan
dianggap sebagai bunga untuk kepentingan Pasal ini.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan diberlakukan jika pemilik
dana yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari bunga tersebut, yang
berkedudukan di Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Pihak
lainnya pada Persetujuan di mana bunga tersebut berasal, melalui bentuk
usaha tetap yang berlokasi di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di
Pihak lainnya tersebut, dan tagihan piutang berkenaan dengan bunga yang
dibayarkan itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a) bentuk usaha
tetap atau tempat tetap itu atau dengan (b) kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam (c) dari Pasal 7 ayat 1. Dalam hal demikian, dapat
diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, sesuai dengan
keadaannya.
6. Bunga dianggap berasal dari Pihak pada Persetujuan apabila yang membayar
bunga berkedudukan di Pihak tersebut. Namun demikian, apabila
orang/badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia
berkedudukan di Pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk
usaha tetap atau tempat tetap di Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
hutang yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga
itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga
itu akan dianggap berasal dari Pihak dimana bentuk usaha tetap atau tempat
tetap itu berada.
7. Apabila, karena adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan
pemilik dana yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari bunga
tersebut atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lainnya, jumlah
bunga yang dibayarkan melebihi, untuk alasan apapun, jumlah yang telah

53
disetujui antara pembayar bunga dengan pemilik dana yang memperoleh
manfaat (beneficial owner) dari bunga tersebut seandainya hubungan
istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan
berlaku atas jumlah yang disebut kemudian. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan yang dibayarkan akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan
perundang-undangan masing-masing Pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.
8. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak akan diterapkan jika tujuan utama
atau salah satu tujuan utama dari setiap orang/badan yang terkait dengan
penerbitan atau pemindahan hak atas tagihan piutang berkenaan dengan
bunga yang dibayarkan untuk memperoleh manfaat dari Pasal ini melalui
cara-cara penerbitan atau pemindahan hak tersebut.

F. Pasal 12
ROYALTI
1. Royalti yang berasal dari Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada
penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Pihak
lainnya tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut juga dapat dikenakan di Pihak pada
Persetujuan dimana royalti tersebut berasal sesuai dengan perundang-
undangan di Pihak tersebut, namun jika pemilik hak yang memperoleh
manfaat (beneficial owner) dari royalti tersebut berkedudukan di Pihak
lainnya pada Persetujuan, pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 5
persen dari jumlah bruto bunga tersebut. Pejabat-pejabat yang berwenang
dari kedua Pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan
pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
3. Istilah royalti yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran dalam
bentuk apapun yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak
untuk menggunakan, hak cipta kesusasteraan, karya seni atau karya ilmiah,
termasuk film-film sinematografi, atau film-film atau pita-pita atau cakram
yang dipergunakan untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang,
desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk

54
penggunaan, atau hak untuk menggunakan, perlengkapan industri,
perniagaan atau ilmu pengetahuan, atau informasi mengenai pengalaman di
bidang industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan diberlakukan jika pemilik hak
yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari royalti tersebut, yang
berkedudukan di Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Pihak
lainnya pada Persetujuan di mana royalti tersebut berasal, melalui bentuk
usaha tetap yang berlokasi di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di
Pihak lainnya tersebut, dan hak atau harta berkenaan dengan royalti yang
dibayarkan itu mempunyai hubungan yang efektif dengan (a) bentuk usaha
tetap atau tempat tetap itu atau dengan (b) kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam (c) dari Pasal 7 ayat 1. Dalam hal demikian, dapat
diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, sesuai dengan
keadaannya.
5. Royalti dianggap berasal dari Pihak pada Persetujuan apabila yang
membayar royalti berkedudukan di Pihak tersebut. Namun demikian, apabila
orang/badan yang membayar royalti itu, tanpa memandang apakah ia
berkedudukan di Pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk
usaha tetap atau tempat tetap di Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
kewajiban pembayaran royalti itu telah dibuat, dan royalti itu menjadi beban
bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu akan dianggap
berasal dari Pihak di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
6. Apabila, karena adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti dengan
pemilik hak yang memperoleh manfaat (beneficial owner) dari royalti
tersebut atau antara kedua-keduanya dengan orang/badan lainnya, jumlah
royalti yang dibayarkan melebihi, untuk alasan apapun, jumlah yang telah
disetujui antara pembayar royalti dengan pemilik hak yang memperoleh
manfaat (beneficial owner) dari royalti tersebut seandainya hubungan
istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan
berlaku atas jumlah yang disebut kemudian. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan yang dibayarkan akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan
perundang-undangan masing-masing Pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.
7. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak akan diterapkan jika tujuan utama

55
atau salah satu tujuan utama dari setiap orang/badan yang terkait dengan
penerbitan atau pemindahan atas hak-hak berkenaan dengan royalti yang
dibayarkan untuk memperoleh manfaat dari Pasal ini melalui cara-cara
penerbitan atau pemindahan hak tersebut.

G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAH TANGANAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan dari
pemindahtanganan harta tak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dan berada di Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Pihak
lainnya tersebut.
2. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta bergerak yang
merupakan bagian harta yang digunakan untuk usaha dari bentuk usaha tetap
yang dimiliki oleh perusahaan dari Pihak pada Persetujuan di Pihak pada
Persetujuan lainnya atau dari harta bergerak tempat tetap yang tersedia bagi
penduduk Pihak pada Persetujuan di Pihak lainnya pada Persetujuan untuk
tujuan melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari
pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh
perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tetap, dapat dikenakan pajak di
Pihak lainnya tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dari Pihak pada Persetujuan dari
pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara yang
dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau dari harta gerak yang
berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat
udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di Pihak tersebut.
4. Keuntungan yang diperoleh perusahaan dari Pihak pada Persetujuan dari
pemindahtanganan atas saham-saham perseroan yang lebih dari 50 persen
nilai kekayaannya secara langsung atau tidak langsung berasal dari harta tak
bergerak yang berada di Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Pihak lainnya tersebut. Namun demikian, ayat ini tidak diterapkan
untuk keuntungan yang berasal dari pemindahtanganan atas saham-saham;
(a) dipindahtangankan atau pertukarkan dalam rangka reorganisasi

56
perseroan, penggabungan, pemisahan atau langkah serupa lainnya; atau
(b) dalam perseroan yang lebih dari 50 persen nilai kekayaannya berasal
dari harta tak bergerak yang digunakan untuk menjalankan usahanya.
5. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari
yang telah disebutkan pada ayat 1, 2, 3 dan 4, hanya akan dikenakan pajak di
Pihak pada Persetujuan dimana yang melakukan pemindahtanganan
berkedudukan.

H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan berkenaan
dengan jasa profesi atau kegiatan bebas lainnya dengan karakteristerik yang
serupa hanya dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan tersebut kecuali
dalam kondisi-kondisi sebagai berikut ini, bilamana penghasilan tersebut
juga dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan:
(a) jika ia memiliki tempat tetap yang tersedia baginya di Pihak lainnya
pada Persetujuan untuk tujuan menjalankan kegiatannya; dalam hal
tersebut, hanya penghasilan yang terkait dengan tempat tetap tersebut
yang dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan; atau
(b) jika ia tinggal di Pihak lainnya pada Persetujuan untuk periode atau
periode-periode yang keseluruhannya mencapai atau melebihi dari 183
hari dalam periode 12 bulan yang dimulai atau berakhir di periode
pajak yang terkait; dalam hal tersebut, hanya sejumlah penghasilan
yang diperoleh dari kegiatan yang dijalankannya di Pihak lainnya pada
Persetujuan yang dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada
Persetujuan.
2. Istilah jasa-jasa profesi terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang
ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran
serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, dokter gigi,
pengacara, insinyur, arsitek, dan akuntan.

57
I. Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada Pasal 16, 18 dan 19, gaji,
upah dan remunerasi serupa lainnya yang diperoleh penduduk Pihak pada
Persetujuan berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukannya hanya akan
dikenakan pajak di Pihak itu kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Pihak
lainnya pada Persetujuan. Jika pekerjaan tersebut dilakukan di Pihak lainnya,
remunerasi yang diperolehnya dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 1, maka remunerasi yang
diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan berkenaan dengan pekerjaan
yang dilakukan di Pihak lainnya pada Persetujuan hanya akan dikenakan
pajak di Pihak yang disebut pertama jika:
(a) penerima remunerasi tersebut berada di Pihak lainnya itu dalam periode
atau periode-periode yang keseluruhannya tidak melebihi 183 hari
dalam periode dua belas bulan yang dimulai atau berakhir di periode
pajak yang terkait; dan
(b) remunerasi tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja
yang tidak berkedudukan di Pihak lainnya; dan
(c) remunerasi tersebut tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau
tempat tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Pihak lainnya tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini,
remunerasi yang diperoleh berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di
atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional oleh perusahaan Pihak pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak
di Pihak tersebut.

J. Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR
Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh
penduduk Pihak pada Persetujuan dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan
direktur suatu perseroan atau badan lain yang serupa dari perseroan yang
berkedudukan di Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Pihak
lainnya tersebut.

58
K. Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN
1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan yang
diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan sebagai pekerja seni, seperti artis
teater, film, radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai atlet, dari
kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukannya di Pihak lainnya pada
Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan lainnya.
2. Apabila penghasilan berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang
dilakukan oleh pekerja seni atau atlet dalam kapasitasnya tersebut diterima
bukan oleh pekerja seni atau atlet itu sendiri tetapi oleh orang badan lain,
maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada Pasal 7, 14 dan 15,
penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan
dimana kegiatan-kegiatan pekerjaan seni atau atlet itu dilakukan.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak diterapkan terhadap penghasilan
yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dijalankan di Pihak pada
Persetujuan jika kunjungan ke Pihak tersebut didukung dana pemerintah
salah satu atau kedua Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya. Dalam hal demikian, penghasilan tersebut hanya
akan dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan dimana pekerja seni atau
atlet tersebut merupakan penduduk.
L. Pasal 18
PENSIUN
1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19, pensiun atau
remunerasi serupa lainnya (termasuk pembayaran secara sekaligus) yang
dibayarkan kepada penduduk Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa pada masa yang lampau dapat dikenakan pajak di Pihak
tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan ayat 1, pensiun atau remunerasi serupa lainnya
(termasuk pembayaran secara sekaligus) yang dibuat berdasarkan program
pensiun atau tunjangan masa tua berupa:
(a) program pemerintah yang merupakan bagian dari sistem pengaman
sosial dari Pihak pada Persetujuan; atau

59
(b) program yang dapat diikuti oleh orang pribadi untuk menjamin
kenikmatan di masa tua dan yang diakui untuk tujuan perpajakan di
Pihak pada Persetujuan,
hanya dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan tersebut.

M. Pasal 19
JASA KEPEMERINTAHAN
1. (a) Gaji, upah dan remunerasi serupa lainnya, selain pensiun, yang
dibayarkan oleh Pihak pada Persetujuan, atau bagian
ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi
berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Pihak tersebut atau
bagian ketatanegaraannya atau otoritasnya hanya akan dikenakan pajak
di Pihak tersebut.
(b) Namun demikian, gaji, upah dan remunerasi serupa lainnya tersebut
hanya akan dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan jika
jasa-jasa tersebut diberikan di Pihak lainnya pada Persetujuan dan
orang pribadi yang memberikan jasa tersebut adalah penduduk Pihak
pada Persetujuan lainnya itu yang:
(i) dalam hal Hong Kong SAR, memiliki hak untuk menetap dan
dalam hal Indonesia, merupakan warga negara; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Pihak tersebut semata-mata karena untuk
tujuan memberikan jasa.
2. (a) Pensiun (termasuk pembayaran secara sekaligus) yang dibayarkan oleh,
atau dibayarkan dari dana yang dibuat atau dikontribusikan oleh,
Pemerintah Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau
pemerintah daerahnya kepada orang pribadi berkenaan dengan jasa-jasa
yang diberikan kepada Pihak tersebut atau bagian atau pemerintahnya
hanya akan dikenakan pajak di Pihak tersebut.
(b) Namun demikian, jika orang pribadi yang memberikan jasa-jasa
tersebut merupakan penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan dan
dalam hal termasuk cakupan yang dimaksud dalam sub-ayat (b) ayat 1
Pasal ini, pensiun yang terkait (baik melalui pembayaran secara
sekaligus maupun secara bertahap) hanya akan dikenakan pajak di

60
Pihak lainnya pada Persetujuan.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15, 16, 17 dan 18 diberlakukan terhadap
gaji, upah, pensiun (termasuk pembayaran sekaligus), dan remunerasi serupa
lainnya berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan yang terkait dengan usaha
yang dijalankan oleh Pemerintah Pihak pada Persetujuan atau bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

N. Pasal 20
SISWA
Pembayaran-pembayaran untuk keperluan hidup atau pendidikan yang diterima
oleh siswa yang sebelum mengunjungi Pihak pada Persetujuan merupakan
penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan atau merupakan penduduk Pihak
lainnya pada Persetujuan dan keberadaannya di Pihak yang pertama disebutkan
semata-mata untuk kepentingan pendidikannya tidak akan dikenakan pajak di
Pihak yang pertama disebutkan, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut
berasal dari sumber-sumber di luar Pihak yang pertama disebutkan.

O. Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA
1. Jenis-jenis penghasilan penduduk Pihak pada Persetujuan, di mana pun
penghasilan tersebut berasal, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal sebelumnya
dalam Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Pihak tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan diberlakukan untuk penghasilan,
selain penghasilan dari harta tak bergerak sebagaimana didefinisikan dalam
ayat 2 Pasal 6, jika penerima penghasilan tersebut, yang berkedudukan di
Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Pihak lainnya pada
Persetujuan melalui bentuk usaha tetap yang berlokasi di sana, atau
menjalankan pekerjaan bebas melalui tempat tetap di sana, dan hak atau harta
berkenaan dengan penghasilan yang dibayarkan itu mempunyai hubungan
yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal
demikian, dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal
14, sesuai dengan keadaannya.

61
3. Pembayaran alimony (tunjangan kepada mantan isteri/suami) atau
pembayaran untuk keperluan hidup lainnya yang dibayarkan oleh penduduk
Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Pihak lainnya pada Persetujuan
hanya akan dikenakan pajak di Pihak tersebut, sepanjang pembayaran
tersebut tidak diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bagi yang
melakukan pembayaran di Pihak yang pertama disebutkan.
4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, jenis-jenis penghasilan
penduduk Pihak pada Persetujuan yang tidak diatur dalam Pasal-pasal
sebelumnya dari Persetujuan ini dan berasal dari Pihak lainnya pada
Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Pihak lainnya tersebut.

5. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Korea Selatan yang tercantum
dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Republik Korea Untuk Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda Dan
Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas
Penghasilan.
A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak


pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang
diperoleh dari lahan pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lain
tersebut.
2. Istilah "harta tak gerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-
undangan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan
berada. Namun demikian istilah tersebut meliputi benda-benda yang
menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam
usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan
hukum perdata mengenai tanah berlaku, hak memetik hasil atas harta tak
gerak serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap ataupun tidak tetap
sebagai balas jasa untuk pekerjaan atau hak untuk mengerjakan
penggalian- penggalian tambang, sumber-sumber dan sumber-sumber

62
kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu dan pesawat udara tidak
dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan
harta tak gerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 akan berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta
tak gerak yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA

1. Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada


Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika
perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu
menjalankan usaha seperti tersebut di atas, maka laba perusahaan itu dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang
dianggap berasal dari bentuk usaha tetap, atau atas penjualan barang atau
barang dagangan yang sejenis seperti yang dijual, atau transaksi usaha
lainnya yang sejenis yang dilakukan, melalui bentuk usaha tetap.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang
berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha
tetap itu di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang
dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut, seandainya bentuk
usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan
berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis
dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang
sepenuhnya bebas dari perusahaan yang mempunyai bentuk usaha tetap
itu.

63
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha
bentuk usaha tetap itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya
administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk
usaha tetap itu berada ataupun di tempat lain. Namun demikian, tidak
diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-
kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang
benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-
pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain,
atau komisi untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk manajemen
atau, kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas uang yang
dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap.
Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap
jumlah-jumlah yang dibayarkan (selain dari penggantian biaya yang benar-
benar dikeluarkan) oleh kantor pusatnya, atau kantor-kantor lain milik
kantor pusatnya, berupa royalti, biaya atau pembayaran lainnya yang
serupa karena penggunaan paten atau penggunaan hak-hak lainnya, atau
berupa komisi untuk jasa-jasa khusus yang dilakukan atau untuk
manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas uang
yang dipinjamkan kepada kantor pusat atau kantor-kantor lainnya.
4. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba yang dianggap
berasal dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama
dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk
menyimpang.
5. Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang
diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain, maka ketentuan pasal-pasal
tersebut tidak akan terpengaruh ketentuan-ketentuan Pasal ini.
6. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang
dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak
akan dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap

64
C. Pasal 8
PENGANGKUTAN LAUT DAN UDARA

1. Laba yang diperoleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur
lalu lintas internasional hanya akan dapat dikenakan pajak di Negara
tersebut.
2. Ketentuan ayat 1 akan berlaku pula terhadap laba yang diperoleh dari
penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha patungan, atau
dari suatu perwakilan usaha internasional.
3. Dalam hubungannya dengan pengoperasian kapal-kapal atau pesawat
udara di dalam lalu lintas internasional yang dijalankan oleh suatu
perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, perusahaan tersebut,
jika perusahaan itu adalah perusahaan Indonesia akan dibebaskan juga dari
pajak pertambahan nilai di Korea dan, jika perusahaan itu adalah
perusahaan Korea, akan dibebaskan dari pajak yang serupa dengan pajak
pertambahan nilai di Korea yang dapat dikenakan di Indonesia.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di


suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya tersebut.
2. Namun demikian, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut
berkedudukan dan sesuai dengan perundang- undangan Negara tersebut,
akan tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang
menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi.

(a)10 persen dari jumlah kotor dividen apabila pemilik saham yang
menikmati dividen tersebut adalah perseroan (selain persekutuan) yang
memiliki paling sedikit 25 persen dari modal perusahaan yang

65
membayarkan dividen;
(b 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
)
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba suatu
perseroan yang menjadi dasar pembayaran dividen.

3. Istilah "Dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti


penghasilan dari saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan
merupakan surat-surat piutang, namun berhak atas pembagian laba,
demikian pula penghasilan dari hak-hak dari perseroan lainnya yang
diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya sebagai penghasilan dari
saham-saham oleh undang-undang Negara pihak pada Persetujuan dimana
perusahaan yang membagikan dividen berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik
saham yang menikmati dividen yang berkedudukan di suatu Negara pihak
pada Persetujuan, menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya di mana perseroan yang
membayarkan dividen berkedudukan, atau menjalankan pekerjaan bebas di
negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dan
pemilikan saham-saham atas nama dividen itu dibayarkan mempunyai
hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan Pasal
7 atau Pasal 14.
5. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak
apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan kecuali apabila
dividen itu dibayarkan kepada penduduk negara lainnya atau apabila
penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan
yang effektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di
Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu, demikian pula tidak boleh
mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, meskipun
dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut

66
seluruhnya atau sebagian berasal dari laba atau penghasilan yang diperoleh
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut.
6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini, perseroan
yang merupakan penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
laba dari bentuk usaha tetap dapat dikenakan pajak tambahan di Negara
lainnya sesuai dengan undang-undang Negara tersebut, tetapi tambahan
pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah laba
setelah dikurangi pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang
dikenakan atas laba itu di Negara lainnya tersebut.
7. Ketentuan-ketentuan ayat 6 Pasal ini tidak akan mempengaruhi ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam suatu kontrak bagi hasil dan kontrak karya
(atau kontrak-kontrak lainnya yang serupa) berkenaan dengan sektor
minyak dan gas atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh
Pemerintah Indonesia yang menjadi perantaranya, perusahaan minyak dan
gas Negaranya atau kesatuan lainnya dengan orang atau badan yang
merupakan penduduk Korea pada atau sebelum tanggal 31 Desember
1983.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan dimana bunga itu berasal dan sesuai dengan perundang-
undangan Negara tersebut akan tetapi apabila penerima bunga adalah
pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan
tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang timbul di
Negara pihak pada Persetujuan dan diperoleh oleh pemerintah dari Negara
pihak pada Persetujuan lainnya termasuk bagian ketatanegaraan,

67
pemerintah daerahnya, Bank Sentral atau lembaga keuangan yang
sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah, atau oleh seorang penduduk dari
Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungannya dengan tagihan
piutang yang dijamin atau secara tidak langsung dibiayai oleh Pemerintah
dari Negara pihak pada Persetujuan termasuk bagian ketatanegaraan dan
pemerintah daerahnya, Bank Sentral dari Negara pihak pada Persetujuan
atau suatu lembaga keuangan yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah
tersebut akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebut
pertama.
4. Untuk kepentingan ayat 3, istilah "Bank Sentral" dan "lembaga keuangan
yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah" berarti :

(a)dalam hal Korea :


(i) the Bank of Korea;
(ii) the Korea Export-Import Bank;
(iii the Korea Exchange Bank;
)
(iv)lembaga keuangan lainnya yang modalnya dimiliki sepenuhnya oleh
Pemerintah Republik Korea, yang dimufakati dari waktu ke waktu
antara kedua Negara pihak pada Persetujuan;
(b dalam hal Indonesia :
(i) Bank Indonesia; dan
)
(ii) lembaga keuangan lainnya, yang modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Republik Indonesia, yang dimufakati dari waktu ke
waktu antara kedua Negara pihak pada Persetujuan.

5. Istilah "bunga" seperti yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti


penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan
hipotik ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba
debitur dan pada khususnya penghasilan dari surat-surat berharga
pemerintah dan penghasilan dari obligasi atau surat-surat hutang, termasuk
premi dan hadiah-hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi
maupun surat-surat hutang tersebut, demikian pula penghasilan yang oleh
undang-undang perpajakan dari Negara dimana penghasilan itu timbul
dipersamakan dengan penghasilan dari peminjaman uang.

68
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemberi
pinjaman yang menikmati bunga yang berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dimana bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara
lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dan tagihan
piutang atas mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan yang efektif
dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap. Dalam hal demikian,
tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan pasal 7 atau pasal 14.
7. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila
yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, bagian dari
ketatanegaraan atau pemerintah daerah, atau penduduk Negara pihak pada
Persetujuan tersebut. Namun demikian, apabila orang dan badan yang
membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk Negara pihak
pada Persetujuan atau bukan, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat
tetap di Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana hutang
yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga itu
menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga
itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dimana
bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
8. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima yang menikmati bunga atau antara kedua-duanya dengan
orang atau badan lain, dengan memperhatikan besarnya tagihan piutang,
bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang telah disetujui antara
pembayar dengan penerima yang menikmati bunga tersebut seandainya
hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini
hanya akan berlaku atas jumlah yang disebut kemudian.
Dalam hal demikian, jumlah kelebihan yang dibayarkan akan tetap
dikenakan pajak sesuai dengan perundang- undangan masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan lain dalam Persetujuan ini.

69
F. Pasal 12
ROYALTI

1. Royalti yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan dimana royalti itu berasal dan sesuai dengan
perundang-undangan negara tersebut, tetapi apabila penerima royalti
adalah pemilik hak yang menikmati royalti itu, maka pajak yang
dikenakan tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor royalti.
3. Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima sebagai balas jasa karena
penggunaan atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusasteraan, karya
seni atau karya ilmiah, termasuk film-film sinematografi, atau film-film
atau pita -pita yang digunakan untuk siaran radio atau televisi, paten,
merek dagang, pola atau model, rencana, rumus, atau cara pengolahan
yang dirahasiakan, atau untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan
perlengkapan industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan, atau keterangan
menyangkut pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu
pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti
yang berhak menikmatinya, yang merupakan penduduk suatu Negara
pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya dimana royalti itu berasal, melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada di sana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di
Negara lain itu melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dan hak
atau milik sehubungan dengan royalti itu dibayarkan mempunyai
hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap. Dalam
hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan Pasal 7 atau
14.
5. Royalti akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila
pembayar royalti adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan,

70
pemerintah daerahnya, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun
demikian, apabila orang dan badan yang membayarkan royalti itu, tanpa
memandang apakah ia penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan
atau bukan, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di
suatu Negara pihak pada Persetujuan dimana kewajiban untuk membayar
royalti itu timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap
atau tempat tetap tersebut, maka royalti tersebut dianggap berasal dari
negara dimana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
6. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti
dengan pemilik hak yang menikmati royalti itu atau antara kedua-duanya
dengan orang atau badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan, dengan
memperhatikan penggunaan, hak atau keterangan yang mengakibatkan
pembayaran royalti itu, melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati
oleh pembayar dengan pemilik hak yang menikmati royalti seandainya
hubungan istimewa tersebut tidak ada, maka ketentuan-ketentuan dalam
Pasal ini hanya akan berlaku bagi jumlah yang disebut kemudian. Dalam
hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan
pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak
pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam
Persetujuan ini.

G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAH TANGANAN HARTA

1. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak


seperti yang dimaksud dalam ayat 2 Pasal 6 dapat dikenakan pajak di
Negara dimana harta tersebut terletak.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian
kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari
suatu negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya atau dari harta gerak suatu tempat tetap yang tersedia bagi
penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk

71
keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau
dengan seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tetap, dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau
pesawat-pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional atau dari harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian
kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana perusahaan
tersebut berkedudukan.
4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta selain dari yang
telah disebutkan pada ayat 1, 2 dan 3 hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan dimana yang memindahtangankan
berkedudukan.

H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

1. Penghasilan yang diperoleh orang pribadi yang menjadi penduduk dari


suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan bebas
yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang serupa, hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut kecuali ia
mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
atau ia berada di Negara lainnya tersebut untuk suatu masa atau masa-
masa yang jumlahnya melebihi 90 hari dalam suatu tahun takwim. Jika ia
mempunyai suatu tempat tetap atau berada di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya tersebut untuk masa atau masa-masa seperti tersebut
dimuka, penghasilan dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap
berasal dari tempat tetap tersebut atau yang diperoleh dari Negara pihak
pada Persetujuan lainnya selama masa atau masa-masa tersebut.
2. Istilah "pekerjaan bebas" meliputi khususnya pekerjaan bebas di bidang
ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau

72
pengajaran, demikian pula pekerjaan-pekerjaan bebas oleh para dokter,
ahli hukum, ahli tehnik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

I. Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan 21,


gaji, upah dan balas jasa lain yang serupa yang diperoleh penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukannya dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di
Negara tersebut kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya. Dalam hal demikian, maka balas jasa yang diperoleh
dari pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu
hubungan kerja yang dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, apabila :

(a)penerima balas jasa berada di Negara itu dalam suatu masa atau masa-
masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun pajak
bersangkutan; dan
(b balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
) merupakan penduduk Negara lain tersebut; dan
(c)balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap
yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain tersebut.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan terdahulu dalam Pasal ini, balas


jasa yang berkenaan dengan suatu hubungan kerja yang dilakukan di atas
kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas
internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di negara tersebut.

J. Pasal 16
IMBALAN PARA DIREKTUR

73
Penghasilan-penghasilan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang
diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai
anggota Dewan Komisaris dari perusahaan yang berkedudukan di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.

K. Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 14 dan 15, penghasilan


yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai
seniman, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau pemain musik,
atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadi mereka, dapat
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana
kegiatan tersebut dilakukan.
Penghasilan seperti itu akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya apabila kegiatan-kegiatan oleh seseorang
yang menjadi penduduk Negara pihak pada Persetujuan tersebut,
dilakukan berdasarkan suatu program khusus pertukaran kebudayaan yang
dimufakati oleh kedua Negara pihak pada Persetujuan.
2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang
dilakukan oleh seniman atau olahragawan tersebut diterima bukan oleh
seniman atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain,
maka menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada Pasal-pasal 7, 14, dan
15, penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan seniman atau olahragawan itu
dilakukan.
Penghasilan itu dibebaskan dari pengenaan di Negara pihak pada
Persetujuan tersebut jika kegiatan- kegiatan oleh seseorang yang
merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dilakukan
berdasarkan suatu program khusus pertukaran kebudayaan yang
dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara pihak pada Persetujuan dan
diterima orang lain yang merupakan penduduk Negara pihak pada
Persetujuan lainnya itu.

74
L. Pasal 18
PENSIUN
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal 19, setiap pensiun atau
balas jasa lainnya yang sejenis yang dibayarkan pada penduduk Negara pihak
pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa pada masa yang lampau
dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tersebut.
Namun demikian, pensiun tersebut dapat pula dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan lainnya jika pembayaran itu dilakukan oleh penduduk dari
Negara tersebut atau dari bentuk usaha tetap yang berkedudukan di Negara
tersebut.

M. Pasal 19
JABATAN DALAM PEMERINTAH
1.(a)Balas jasa, selain pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada
Persetujuan, atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya kepada
seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara
tersebut atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu.
(b Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara
) pihak pada Persetujuan lainnya apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya tersebut dan orang itu adalah penduduk
Negara pihak pada Persetujuan lainnya itu yang :
(i) memiliki kewarganegaraan Negara itu; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata karena bermaksud
untuk memberikan jasa-jasanya.
2.(a)Pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk oleh suatu
Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah
daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan
kepada negara itu atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya
hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.
(b Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan di Negara pihak
) pada Persetujuan lainnya bilamana orang tersebut adalah penduduk dan
warga negara Negara pihak Persetujuan lainnya tersebut.
3.Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap

75
balas jasa dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha
yang dijalankan oleh Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan
atau pemerintah daerahnya.
4.Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 dari Pasal ini akan berlaku seperti halnya
dalam hubungannya dengan balas jasa atau pensiun yang dibayarkan, dalam hal
Korea, oleh Bank of Korea, Export-Import Bank of Korea, Korea Exchange
Bank, Badan Promosi Perdagangan Korea dan badan-badan lain milik
Pemerintah yang akan dimufakati dari waktu ke waktu oleh kedua Negara pihak
pada Persetujuan dan, dalam hal Indonesia, oleh Bank Indonesia, Bank
Pembangunan Indonesia, Bank Tabungan Negara dan badan-badan lain milik
Pemerintah yang telah dimufakati dari waktu ke waktu oleh kedua Negara pihak
pada Persetujuan.

N. Pasal 20
GURU, PENELITI DAN PARA SISWA
Profesor atau guru yang mengadakan kunjungan sementara ke Negara pihak pada
Persetujuan untuk masa tidak melebihi dua tahun semata-mata untuk tujuan
mengajar atau memimpin penelitian pada universitas, akademi, sekolah atau
lembaga pendidikan yang diakui dan yang segera sebelum kunjungan dilakukan,
adalah penduduk dan Negara pihak pada Persetujuan lainnya, hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atas balas jasa
mengajar atau penelitian tersebut.

O. Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA
Pembayaran yang diterima siswa atau karya siswa yang pada saat atau sebelum
mengadakan kunjungan ke suatu Negara pihak pada Persetujuan, adalah penduduk
Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan kehadirannya di Negara yang disebut
pertama semata-mata untuk tujuan pendidikan atau latihannya, untuk membiayai
keperluan hidupnya, pendidikan atau latihannya, tidak akan dikenakan pajak di
Negara yang disebut pertama sepanjang pembayaran yang diberikan kepada
mereka berasal dari sumber-sumber di luar Negara tersebut.

76
6. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan China yang tercantum dalam
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Republik Rakyat China Mengenai Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda
Dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas
Penghasilan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada


Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan dari pertanian
dan kehutanan) yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan
dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Istilah "harta tidak bergerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-
undangan Negara Pihak pada Persetujuan di mana harta yang
bersangkutan berada. Istilah tersebut mencakup benda-benda yang
menyertai harta tidak bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan
dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak di mana ketentuan-ketentuan
dalam perundangan-undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan
berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas
pembayaran-pembayaran tidak tetap atau tetap sebagai pertimbangan atas
pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-
sumber daya alam lainnya. Kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap
sebagai harta tidak bergerak.
3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain
penggunaan harta tidak bergerak.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan
dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan penghasilan dari harta tidak
bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.

77
B. Pasal 7
LABA USAHA

1. Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut
menjalankan usahanya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui
suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana. Apabila perusahaan tersebut
menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba
perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi
hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Namun, ketentuan-ketentuan pada ayat ini tidak berlaku jika perusahaan
tersebut membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dapat dilakukan
oleh badan usaha tetap atau tidak ada hubungannya dengan bentuk usaha
tetap tersebut.
2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, jika suatu
perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha
di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap
yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk
usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan
ialah laba yang diperolehnya apabila bentuk usaha tetap tersebut
merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri yang
melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang
sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas
dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha
bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-
biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana
bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat
lain.
4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara Pihak pada
Persetujuan untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal

78
dari suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba dari
total laba perusahaan dengan berbagai komponennya, ketentuan-ketentuan
dalam ayat 2 tidak akan menghalangi Negara Pihak pada Persetujuan
tersebut untuk menentukan besarnya laba yang akan dikenakan pajak
berdasarkan pembagian yang merupakan kelaziman tersebut. Namun cara
pembagian tersebut harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai
dengan prinsip- prinsip yang terkandung di dalam Pasal ini.
5. Suatu bentuk usaha tetap tidak akan dianggap memperoleh laba hanya
karena bentuk usaha tetap tersebut melakukan pembelian barang-barang
atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.
6. Untuk kepentingan ayat-ayat 1 sampai 5, besarnya laba bentuk usaha tetap
harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali
jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
7. Jika dalam jumlah laba tersebut termasuk bagian-bagian penghasilan yang
diatur secara tersendiri pada Pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka
ketentuan Pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-
ketentuan Pasal ini.

C. Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN

1. Laba yang berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan diperoleh
oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dari
pengoperasian kapal-kapal laut dalam jalur internasional dapat dikenakan
pajak di Negara yang disebut pertama, tetapi pajak yang dikenakan
tersebut akan dikurangi dengan jumlah yang sama dengan 50 persennya.
2. Laba dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas
internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada
Persetujuan di mana perusahaan yang mengoperasikan pesawat udara
tersebut berkedudukan.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 berlaku pula terhadap laba dari
penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau
dari suatu perwakilan untuk operasi internasional.

79
D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk


suatu Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya
tersebut.
2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak
pada Persetujuan dimana perseroan yang membayarkan dividen tersebut
berkedudukan dan sesuai dengan perundang- undangan Negara tersebut,
akan tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang
menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10
persen dari jumlah bruto dividen. Ketentuan-ketentuan ayat ini tidak akan
mempengaruhi pengenaan pajak atas laba perseroan dari mana dividen
tersebut dibayarkan.
3. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari saham-saham atau hak-hak lainnya, tetapi yang bukan
merupakan surat-surat tagihan piutang, yang berhak atas pembagian laba
serta penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang pengenaan
pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham oleh
perundang-undangan Negara di mana perseroan yang melakukan
pembayaran tersebut menjadi penduduknya.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima
dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen tersebut yang
merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan,
melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan
dimana perseroan pembayar dividen menjadi penduduk melalui suatu
bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas
di suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan kepemilikan saham
yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tadi. Dalam hal demikian,
tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal
14 akan berlaku.

80
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini, apabila
suatu perseroan yang berkedudukan di Negara Pihak pada Persetujuan
memiliki bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan,
keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan
sesuai dengan undang-undang di Negara Pihak lainnya, namun pajak
tambahan tersebut tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah keuntungan
setelah dikurangi dengan pajak penghasilan yang dikenakan di Negara
Pihak lainnya tersebut.
6. Apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak
pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan. Negara Pihak lainnya tersebut tidak dapat
mengenakan pajak atas dividen yang dibayar oleh perseroan tersebut,
kecuali sepanjang dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara
Pihak lainnya tersebut atau sepanjang kepemilikan saham yang
menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di Negara Pihak
lainnya tersebut, dan juga Negara Pihak lainnya tersebut tidak dapat
mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan meskipun dividen yang
dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan terdiri dari laba atau
penghasilan yang seluruhnya atau sebagiannya timbul di Negara Pihak
lainnya tersebut.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan


dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan
atas bunga yang diperoleh yang bersumber di Negara tersebut dan dimiliki
oleh pemberi pinjaman yang menikmati bunga yang merupakan penduduk
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tidak akan melebihi 10 persen dari
jumlah bruto bunga.

81
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di
suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara
Pihak lainnya pada Persetujuan termasuk bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya, Bank Sentral, atau lembaga keuangan yang
dikuasai oleh Pemerintah tersebut, yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut, sebagaimana
yang dapat disetujui dari waktu ke waktu oleh pejabat yang berwenang
dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama.
4. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari
semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak
dan khususnya penghasilan dari surat-surat berharga negara dan
penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk
premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau
surat-surat hutang tersebut, demikian pula penghasilan yang dipersamakan
dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan
berdasarkan undang-undang perpajakan dari Negara di mana penghasilan
itu berasal, termasuk bunga atas pembayaran untuk penjualan di muka.
Denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran tidak dianggap
sebagai bunga yang dimaksud dalam Pasal ini.
5. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila
pemilik pinjaman yang menikmati bunga tersebut, yang merupakan
penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan
usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan di mana bunga tersebut
timbul melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau
menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat
usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan piutang yang menghasilkan
bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap
atau tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada
masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan
berlaku.

82
6. Bunga dianggap timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan apabila
pihak yang membayar bunga tersebut adalah Negara itu sendiri,
pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian,
apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut, tanpa memandang
apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak,
mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara
Pihak pada Persetujuan di mana utang yang menimbulkan biaya bunga
tersebut timbul, dan bunga tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau
tempat usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap timbul di
Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
7. Apabila karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik manfaat dari bunga tersebut atau antara keduanya dengan
orang/badan lain, jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan
besarnya utang yang menghasilkan bunga tersebut, melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati antara pembayar dan pemilik manfaat dari bunga
tersebut apabila mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang
disebutkan terakhir tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-
undangan masing-masing Negara ihak pada Persetujuan dengan tetap
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTI

1. Royalti yang timbul di Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan


kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan
atas royalti yang diperoleh yang bersumber di Negara tersebut dan dimiliki
oleh pihak yang menikmati royalti tersebut yang merupakan penduduk
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tidak akan melebihi 10 persen dari
jumlah bruto royalti.

83
3. Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
pembayaran-pembayaran, baik secara berkala maupun tidak, dan dalam
bentuk, nama, atau istilah apapun sepanjang pembayaran tersebut dibuat
sebagai imbalan untuk:

a) penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta, paten, desain


atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
harta atau hak lainnya yang serupa; atau
b) penggunaan, atau hak untuk menggunakan, peralatan industri,
perdagangan, atau ilmu pengetahuan; atau
c) pemberian pengetahuan atau informasi yang berhubungan dengan
ilmu pengetahuan, teknik, industri atau perdagangan, atau
d) pemberian bantuan yang merupakan pelengkap dan tambahan atau
kenikmatan dari setiap harta atau hak sebagaimana dimaksud dalam
huruf (a), peralatan sebagaimana dimaksud dalam huruf (b), atau
pengetahuan atau informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf (e);
atau
e) penggunaan, atau hak untuk menggunakan:
(i) film-film bioskop; atau
(ii) film-film atau video yang digunakan dalam
hubungannya dengan siaran televisi; atau
(iii) pita-pita yang digunakan dalam hubungannya dengan
siaran radio; atau
f) seluruh atau sebagian pembayaran sehubungan dengan penggunaan
atau penyediaan harta atas hak yang dimaksud dalam ayat ini.

4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku jika pihak


yang menikmati royalti tersebut, yang merupakan penduduk suatu Negara
Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan di mana royalti tersebut timbul melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada di sana, atau melakukan pekerjaan bebas di Negara
Pihak lainnya tersebut melalui suatu tempat usaha tetap yang berada di
sana, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai
hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap.
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.

84
5. Royalti dianggap timbul di Negara Pihak pada Persetujuan apabila
pembayarnya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya, atau
penduduk Negara Pihak pada Persetujuan tersebut. Namun demikian,
apabila orang/badan yang membayar royalti tersebut, tanpa memandang
apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bukan,
memiliki bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara Pihak
pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti tersebut timbul,
dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha
tetap, maka royalti tersebut dianggap timbul di Negara Pihak pada
Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut
berada.
6. Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar royalti
dengan pihak yang menikmati manfaat dari royalti tersebut atau antara
keduanya dengan orang/badan lain, jumlah royalti yang dibayarkan,
dengan memperhatikan penggunaan, hak, atau informasi yang
menghasilkan royalti tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
antara pembayar dan pemilik manfaat dari royalti tersebut apabila mereka
tidak mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam
Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir
tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan
tetap dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana royalti
tersebut timbul sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut.

G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

1. Keuntungan yang diperoleh oleh seorang penduduk suatu Negara Pihak


pada Persetujuan dari pengalihan hak milik atas harta tidak bergerak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Keuntungan dari pengalihan hak milik atas harta bergerak yang merupakan
bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan
dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada

85
Persetujuan atau dari harta bergerak yang terkait dengan tempat usaha
tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan di
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan guna menjalankan pekerjaan
bebasnya, termasuk keuntungan dari pengalihan hak milik bentuk usaha
tetap itu sendiri (terpisah atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat
usaha tetap tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya
tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh oleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada
Persetujuan dari pengalihan hak milik atas kapal laut atau pesawat udara
yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau harta bergerak
yang terkait dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
4. Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham dari modal suatu
perseroan di mana assetnya yang terutama secara langsung atau tidak
langsung terdiri atas harta tak gerak yang terletak di satu Negara Pihak
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
5. Keuntungan dari pengalihan hak milik harta lainnya selain yang disebut
pada ayat-ayat sebelumnya hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak
pada Persetujuan di mana orang/badan yang mengalihkan harta tersebut
menjadi penduduknya.

H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada


Persetujuan sehubungan dengan jasa- jasa profesional atau pekerjaan
bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali
dalam keadaan-keadaan berikut, yaitu ketika penghasilan tersebut dapat
juga dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan:

a) Jika penduduk tersebut mempunyai suatu tempat tetap di Negara


Pihak lainnya pada Persetujuan yang tersedia secara teratur baginya
untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya : dalam hal demikian,

86
hanya atas penghasilan yang berhubungan dengan tempat tetap
tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan tersebut; atau
b) Jika penduduk tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya
berjumlah 183 hari atau lebih dalam suatu masa dua belas bulan yang
berurutan : dalam hal ini, hanya atas penghasilan yang diperoleh dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya tersebut
selama masa atau masa- masa yang disebutkan di atas yang dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di


bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau
pengajaran serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para
dokter, insinyur, pengacara, dokter gigi, arsitek, dan akuntan.

I. Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16, 18, 19, 20


dan 21, gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh
penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan karena dalam hubungan
kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan
tersebut dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal
demikian, maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau
diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari
pekerjaan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan,
hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila:

a) penerima imbalan berada di Negara Pihak lainnya itu dalam suatu


masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam
jangka waktu dua belas bulan; dan
b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang

87
bukan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya tersebut; dan
c) imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi suatu bentuk usaha tetap
atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara
Pihak lainnya tersebut.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini,


imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut
atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional
oleh suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

J. Pasal 16
IMBALAN DIREKTUR

Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh


penduduk Negara Pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota
dewan direksi atau badan serupa lainnya dari suatu perseroan yang merupakan
penduduk suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya tersebut.

K. Pasal 17
ARTIS DAN ATLET

1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 dan 15, penghasilan


yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sebagai
artis, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau pemusik, atau
sebagai atlet, dari kegiatan-kegiatan sebagai artis atau atlet yang dilakukan
di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh artis atau atlet tersebut tidak diterima oleh artis atau atlet
itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka menyimpang dari ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 7, 14, dan 15, atas penghasilan tersebut dapat
dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana kegiatan-
kegiatan artis atau atlet tersebut dilakukan.

88
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, penghasilan
yang diperoleh para artis atau atlet yang merupakan penduduk dari suatu
Negara Pihak pada Persetujuan dari kegiatan-kegiatan di Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana dari
pertukaran kebudayaan antara kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan
dibebaskan dari pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

L. Pasal 18
PENSIUN

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 19 ayat 2,


pensiun dan imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk
suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan di
masa lalu hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 19 ayat 2, pensiun yang dibayarkan dan
imbalan sejenis lainnya yang dilakukan dalam skema kesejahteraan umum
dari sistem tunjangan hari tua atau dana khusus dari Negara pihak pada
Persetujuan, atau dari Pemerintah, atau pemerintah daerahnya sesuai
dengan undang-undang Negara tersebut dapat dikenakan pajak hanya di
negara tersebut.

M. Pasal 19
PEGAWAI PEMERINTAH

1. (a) Imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak
pada Persetujuan, atau pemerintah daerahnya, kepada orang pribadi
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut
atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut.
(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika jasa-jasa tersebut diberikan
di Negara Pihak lainnya tersebut dan orang pribadi tersebut adalah
penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang:

89
(i) mempunyai kewarganegaraan di Negara Pihak lainnya
tersebut; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara Pihak lainnya tersebut
semata-mata dengan tujuan untuk melakukan jasa-jasa tadi.
2. (a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk
oleh Pemerintah suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau pemerintah
daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang
diberikan kepada Pemerintah tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara tersebut.
(b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika orang pribadi tersebut
adalah penduduk dan warganegara dari Negara Pihak lainnya tersebut.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap
imbalan dan pensiun yang berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan
sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Pemerintahan Negara
Pihak pada Persetujuan atau pemerintah daerahnya.

N. Pasal 21
PELAJAR DAN PEMAGANG

1. Pembayaran-pembayaran, terhadap seorang pelajar, pemagang atau siswa


dalam pelatihan usaha yang sebelum melakukan kunjungan ke Negara
Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk dari Negara Pihak lainnya
pada Persetujuan dan yang berada di Negara yang disebutkan pertama
bertujuan semata-mata untuk pendidikan atau pelatihannya, menerima
imbalan dengan tujuan untuk memenuhi biaya hidup, pendidikan, atau
latihan tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama,
sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut timbul dari sumber di luar
Negara tersebut.
2. Sehubungan dengan hibah, beasiswa, dan imbalan dari pekerjaan yang
tidak dicakup dalam ayat 1, seorang siswa atau pemagang yang disebutkan
dalam ayat 1, sebagai tambahan, selama masa pendidikan atau pelatihan
tersebut berhak atas pengecualian-pengecualian, keringanan, atau
pengurangan pajak yang sama dengan yang diberikan kepada penduduk
Negara Pihak pada Persetujuan yang ia kunjungi.

90
O. Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA

1. Jenis-jenis penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan,


dari mana pun asalnya, yang tidak diatur dalam pasal-pasal terdahulu dari
Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
Bagaimanapun jenis-jenis penghasilan yang timbul dari di Negara Pihak
lainnya pada Persetujuan dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak
lainnya tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku terhadap penghasilan,
selain penghasilan dari harta tidak bergerak sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 6 ayat 2 dari Persetujuan ini, jika penerima penghasilan tersebut,
yang merupakan penduduk Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan
usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk
usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan pekerjaan bebas di
Negara Pihak lainnya tersebut melalui tempat usaha tetap yang berada di
sana, dan hak atau harta yang menghasilkan penghasilan tersebut
mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha
tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.

7. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Belanda yang tercantum dalam
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Kerajaan Belanda Untuk Penghindaran Pajak Berganda Dan Pencegahan
Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

1. Penghasilan dari harta tidak bergerak dapat dikenakan pajak di Negara


dimana harta tersebut berada.
2. Istilah "harta tidak bergerak" akan diartikan sesuai dengan perundang-
undangan Negara di mana harta yang bersangkutan berada. Dalam setiap
kasus, istilah tersebut mencakup benda-benda yang menyertai harta tidak

91
bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan
kehutanan, hak-hak di mana ketentuan-ketentuan dalam perundang-
undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan berlaku, hak
memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-
pembayaran tetap maupun tak tetap sebagai penggantian atas pengerjaan,
atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya
alam lainnya; kapal laut dan Pesawat udara tidak dianggap sebagai harta
tidak bergerak.
3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain
penggunaan harta tidak bergerak.
4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan
dan harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari
harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan
bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA

1. Laba perusahaan dari salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di
Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di
Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana.
Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana
dimaksud di atas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari
bentuk usaha tetap tersebut, atau yang diperoleh di Negara lainnya dari
penjualan barang-barang atau barang dagangan yang sama atau serupa
jenisnya dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetapnya atau dari
kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan hal yang sama apabila
dilakukan melalui bentuk usaha tetapnya.
2. Apabila suatu perusahaan dari salah satu Negara menjalankan usaha di
Negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana,
maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap tersebut

92
oleh masing-masing Negara ialah laba yang diperolehnya seandainya
bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri dan
terpisah yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam
keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang
sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap
tersebut.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat
dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha
bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-
biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana
bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat
lain.
4. Sepanjang telah menjadi kelaziman di salah satu Negara untuk
menetapkan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap dengan cara membagi
keseluruhan laba perusahaan induk ke berbagai bagiannya berdasarkan
suatu rumusan tertentu, maka ketentuan pada ayat 2 sekali-kali tidak
mengurangi hak Negara itu untuk menentukan besarnya laba kena pajak
bentuk usaha tetap tersebut berdasarkan rumus pembagian yang biasa
dipakai; namun demikian, cara pembagian itu harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga hasil akhirnya tetap sesuai dengan azas-azas yang termuat
dalam Pasal ini.
5. Suatu bentuk usaha tetap tidak akan dianggap memperoleh laba hanya
karena bentuk usaha tetap tersebut melakukan pembelian barang-barang
atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.
6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba bentuk usaha
tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun
kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan
penyimpangan.
7. Apabila laba usaha mencakup bagian-bagian penghasilan yang terpisah di
Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam
Pasal-Pasal tersebut tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini.

93
C. Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN

1. Laba dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara dalam jalur
Ialu lintas internasional yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari salah
satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap laba yang berasal
dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha patungan, atau
perwakilan untuk kegiatan internasional tetapi hanya terbatas pada laba
yang dianggap berasal dari perusahaan partisipan sesuai dengan proporsi
sahamnya dalam operasi bersama tersebut.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan


penduduk salah satu Negara kepada penduduk Negara lainnya dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian dividen tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
dimana perusahaan pembayar dividen menjadi penduduknya dan dengan
tarif pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut; tetapi, jika
pemilik manfaat dari dividen tersebut adalah penduduk Negara lainnya,
maka pajak yang akan dikenakan tidak akan melebihi 10% (sepuluh
persen) dari jumlah bruto dividen.
3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan
bersama akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2.
4. Ketentuan dalam ayat 2 tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak pada
perusahaan atas laba yang menjadi sumber dari dividen yang dibayarkan.
5. Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari saham, termasuk saham "jouissance" atau hak
"jouissance," saham pendiri, atau hak-hak atas pembagian laba lainnya,
serta penghasilan dari surat-surat tagihan piutang yang berhak atas
pembagian laba dan penghasilan dari hak-hak atas perusahaan yang dapat

94
disamakan dengan penghasilan dari saham oleh perundang-undangan
Negara di mana perusahaan yang mendistribusikan dividen menjadi
penduduknya.
6. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima
dividen tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara,
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana perusahaan
pembayar dividen tersebut menjadi penduduknya, dimana kepemilikan
saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif
dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.
7. Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara
memperoleh laba atau penghasilan dari Negara lainnya, Negara lainnya
tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas dividen, yang dibayar oleh
perusahaan tersebut kepada orang/badan yang bukan penduduk Negara
lainnya tersebut, dan juga tidak dapat mengenakan pajak atas laba yang
tidak dibagikan meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak
dibagikan terdiri dari laba atau penghasilan yang seluruhnya atau
sebagiannya timbul di Negara lainnya tersebut.
8. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini,
apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk salah satu Negara
memiliki bentuk usaha tetap di Negara lainnya, maka keuntungan bentuk
usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu
sesuai dengan perundang-undangannya, namun pajak tambahan tersebut
tidak akan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah laba setelah
dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang
dikenakan atas penghasilan di Negara lainnya tersebut.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya.

95
2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara di
mana bunga tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan
Negara tersebut; akan tetapi, apabila pemilik manfaat dari bunga tersebut
adalah penduduk Negara lainnya, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi 10% (sepuluh persen) dan jumlah bruto bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di
salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya
sepanjang bunga tersebut diperoleh:

(a) Pemerintah Negara lainnya, termasuk bagian ketatanegaraannya dan


pemerintah daerahnya; atau
(b) Bank Sentral Negara lainnya; atau
(c) Lembaga keuangan yang dimiliki atau dikendalikan oleh Pemerintah
Negara lainnya termasuk bagian ketatanegaraannya dan pemerintah
daerahnya; atau
(d) setiap penduduk Negara lainnya sehubungan dengan piutang yang
dijamin oleh Pemerintah Negara lainnya termasuk bagian
ketatanegaraannya dan pemerintah daerahnya, Bank Sentral Negara
lainnya, atau setiap lembaga keuangan yang dimiliki atau
dikendalikan oleh Pemerintah tersebut.

4. Menyirnpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di


salah satu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya jika
pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk Negara lainnya
dan jika bunga tersebut dibayarkan atas hutang yang dibuat untuk jangka
waktu lebih dari 2 (dua) tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan
penjualan kredit perlengkapan industri, dagang, atau ilmu pengetahuan.
5. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama
akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2, 3, dan 4.
6. Istilah "bunga" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti
penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan
hipotik maupun tidak, dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba
maupun tidak, dan khususnya, penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan
oleh pemerintah dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat

96
utang, termasuk premi dan hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi,
atau surat utang tersebut. Untuk kepentingan Pasal ini, denda atas
keterlambatan pembayaran tidak dianggap sebagai bunga. Lebih lanjut,
istilah "bunga" juga mencakup penghasilan yang diatur dalam Pasal 10.
7. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila
penerima bunga tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara,
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana bunga tersebut
timbul dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai
hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian,
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.
8. Bunga dianggap timbul di salah satu Negara apabila pihak yang membayar
bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya,
pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian,
apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut, tanpa memandang
apakah ia penduduk salah satu Negara atau tidak, mempunyai bentuk
usaha tetap di salah satu Negara yang kemudian mempunyai utang
sehingga menimbulkan biaya bunga, dan bunga tersebut menjadi beban
bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap timbul di
Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.
9. Apabila karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan
penerima bunga atau antara keduanya dan orang/badan lain, jumlah bunga
yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya utang yang
menghasilkan bunga tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati
antara pembayar dan panerima bunga seandainya mereka tidak
mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal
ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir tersebut.
Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap
dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara masing-
masing dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam
Persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTI

97
1. Royalti yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara di
mana royalti tersebut berasal dan sesuai dengan perundang-undangan
Negara tersebut; akan tetapi, apabila penerima royalti itu adalah pemilik
manfaat dari royalti tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti.
3. Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti semua
bentuk pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau
hak untuk menggunakan hak cipta kesusasteraan, kesenian, atau karya
ilmiah - termasuk film sinematografi dan film atau pita untuk siaran radio
atau televisi - paten, merek dagang, desain atau model, rencana, rumus
atau proses yang dirahasiakan, atau untuk penggunaan, atau hak
menggunakan, perlengkapan industri, perdagangan, atau ilmu
pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman dibidang
industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan. Namun demikian, istilah
tersebut tidak mencakup pembayaran untuk pemberian jasa teknis.
4. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara melalui persetujuan bersama
akan mengatur cara-cara untuk menerapkan ayat 2.
5. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 12 tidak akan berlaku jika penerima
royalti tersebut, yang merupakan penduduk salah satu Negara,
mempunyai, bentuk usaha tetap di Negara lainnya di mana royalti tersebut
timbul dan hak atau harta yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai
hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian,
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 akan berlaku.
6. Royalti dianggap timbul di salah satu Negara apabila pembayarnya adalah
Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau
penduduk salah satu Negara tersebut. Namun demikian, apabila
orang/badan yang membayar royalti tersebut, tanpa memandang apakah ia
penduduk salah satu Negara atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap di
salah satu negara di mana kontrak yang menimbulkan royalti tersebut
dibuat, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut,

98
maka royalti tersebut dianggap timbul di Negara di mana bentuk usaha
tetap tersebut berada.
7. Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan
penerima royalti atau antara keduanya dengan orang/badan lain, jumlah
royalti yang dibayarkan dengan memperhatikan penggunaan, hak, atau
informasi yang menghasilkan royalti tersebut, melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati antara pembayar dan penerima royalti seandainya
mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebutkan terakhir
tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan
tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan Negara masing-
masing dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam
Persetujuan ini.

G. Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

1. Keuntungan dari pengalihan harta tidak bergerak, sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 ayat 2, dapat dikenakan pajak di Negara di mana harta tidak
bergerak tersebut berada.
2. Keuntungan dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari
harta usaha suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan darl
salah satu Negara di Negara lainnya atau dari harta bergerak yang terkait
dengan tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk salah satu Negara
di Negara lainnya guna menjalankan pekerjaan bebasnya, termasuk
keuntungan dari pengalihan bentuk usaha tetap itu sendiri (terpisah atau
beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat usaha tetap tersebut, dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
3. Keuntungan dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang
dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau harta bergerak yang
terkait dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut hanya
akan dikenakan pajak di Negara di mana perusahaan tersebut menjadi
penduduknya.

99
4. Keuntungan dari pengalihan harta lainnya selain yang disebut pada ayat 1,
2, dan 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara di mana orang/badan yang
mengalihkan harta tersebut menjadi penduduknya.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 4, sesuai dengan
perundang-undangannya termasuk penafsiran terhadap istilah pengalihan,
salah satu Negara dapat mengenakan pajak atas keuntungan yang
diperoleh seseorang yang merupakan penduduk Negara lainnya dari
pengalihan saham-saham atau hak-hak "jouissance" atau surat tagihan
piutang pada suatu perusahaan yang modalnya terbagi atas saham dan
yang berdasarkan undang-undang Negara dari negara yang disebutkan
pertama itu perusahaan tersebut merupakan penduduk dari Negara
tersebut, dan dari pengalihan suatu bagian dari hak-hak yang melekat pada
saham-saham, saham "jouissance" atau surat tagihan piutang yang telah
disebutkan di muka, jika orang pribadi tersebut baik sendiri maupun
bersama pasangannya - atau satu dari saudara sedarah atau semenda
mereka dalam satu garis lurus - secara langsung atau tidak langsung
memiliki sedikitnya 5% (lima persen) dari modal yang berupa saham jenis
tertentu pada perusahaan tersebut. Ketentuan ini hanya akan berlaku jika
orang pribadi yang memperoleh keuntungan telah menjadi penduduk
Negara yang disebutkan pertama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terakhir sebelum tahun diperolehnya keuntungan tersebut dan sepanjang,
pada saat dia menjadi penduduk Negara lainnya, kondisi-kondisi yang
telah disebutkan di muka yang berkenaan dengan kepemilikan saham di
perusahaan dimaksud telah dipenuhi.
Dalam kasus-kasus di mana, berdasarkan undang-undang domestik Negara
yang disebutkan pertama, suatu ketetapan telah diterbitkan untuk
seseorang dan menetapkan bahwa pengalihan saham sebagaimana telah
disebutkan di muka dianggap terjadi pada saat orang tersebut ber-emigrasi
dari Negara yang disebutkan pertama, maka ketentuan di atas hanya akan
berlaku sepanjang surat ketetapan dimaksud masih berlaku.

H. Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS

100
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk salah satu Negara sehubungan
dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dia mempunyai tempat usaha
tetap yang tersedia baginya secara teratur di Negara lainnya guna
melaksanakan kegiatan-kegiatannya atau ia berada di Negara lainnya
tersebut untuk masa-masa yang melebihi 91 (sembilan puluh satu) hari
dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan. Jika dia mempunyai tempat usaha
tetap atau berada di Negara lainnya selama masa-masa tersebut di atas,
maka atas penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tersebut tetapi hanya sebatas penghasilan yang berkaitan dengan tempat
usaha tetap tersebut atau yang diperoleh di Negara lainnya tersebut selama
masa-masa tersebut di atas.
2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di
bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau
pengajaran, serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh dokter,
pengacara, insinyur, dokter gigi, dan akuntan.

I. Pasal 16
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 17, 19, 20, 21


dan 22, gaji, upah, dan imbalan serupa lainnya yang diperoleh penduduk
salah satu Negara karena pekerjaan dalam hubungan kerja hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di
Negara lainnya. Jika Pekerjaan tersebut dilakukan di Negara lainnya, maka
imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di
Negara lainnya tersebut.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, imbalan yang
diperoleh penduduk salah satu Negara sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan di Negara lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara yang
disebut pertama, jika:

(a) penerima imbalan tersebut berada di Negara lainnya tersebut dalam

101
suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan yang dimulai atau berakhir dalam tahun pajak terkait, dan
(b) imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja
yang bukan merupakan penduduk Negara lainnya tersebut, dan
(c) imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi suatu bentuk usaha tetap
atau tempat usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara
lainnya tersebut.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini,


imbalan yang diperoleh penduduk salah satu Negara dari pekerjaan yang
dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara di mana
perusahaan dimaksud menjadi penduduknya.

J. Pasal 17
IMBALAN UNTUK DIREKTUR

1. Imbalan dan pembayaran-pembayaran lainnya yang diperoleh penduduk


Belanda dalam kedudukannya sebagai pengurus atau komisaris suatu
perusahaan yang merupakan penduduk Belanda dapat dikenakan pajak di
Belanda.
2. Imbalan dan pembayaran-pembayaran lainnya yang diperoleh penduduk
Indonesia dalam kedudukannya sebagai "bestuurde" (pengurus) atau
"commissaris" (komisaris) suatu perusahaan yang merupakan penduduk
Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.

K. Pasal 18
ARTIS DAN ATLET

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7, 15, dan 16, penghasilan


yang diperoleh seorang artis, seperti misalnya artis teater, film, radio atau televisi,
atau pemusik, atau sebagai atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis atau atlet
tersebut, atau penghasilan yang diperoleh suatu perusahaan dari jasa penyediaan

102
artis atau atlet, dapat dikenakan pajak di Negara di mana kegiatan-kegiatan atau
jasa tersebut dilakukan.

L. Pasal 19
PENSIUN, PEMBAYARAN BERKALA DAN PEMBAYARAN JAMINAN
SOSIAL

1. Dengan tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Pasal 20 ayat 1,


pensiun dan imbalan serupa lainnya dan pembayaran berkala dan
pembayaran sekaligus sebagai pengganti atas hak untuk suatu pembayaran
berkala, yang timbul di salah satu Negara dan dibayarkan kepada
penduduk Negara lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara yang
disebutkan pertama.
2. Setiap pensiun dan pembayaran lainnya yang dibayarkan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam suatu system jaminan sosial dari salah satu
Negara kepada penduduk Negara lainnya dikenakan pajak di Negara yang
disebutkan pertama.
3. Istiiah "pembayaran berkala" berarti suatu jumlah tertentu yang
dibayarkan secara berkala pada waktu yang telah ditentukan selama hidup
atau selama jangka waktu tertentu karena adanya suatu kewajiban untuk
melakukan pembayaran yang merupakan pengganti nafkah yang layak dan
utuh dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang.
4. Pensiun atau imbalan serupa lainnya atau pembayaran berkala akan
dianggap diperoleh dari salah satu Negara jika dan sepanjang kontribusi
atau pembayaran yang terkait dengan pensiun atau imbalan serupa lainnya
atau pembayaran berkala tersebut, atau hak untuk menerima pembayaran-
pembayaran tersebut, memenuhi syarat untuk mendapatkan keringanan
pajak di Negara tersebut. Pembayaran pensiun dari suatu dana pensiun
atau perusahaan asuransi dari Negara lainnya tidak akan membatasi,
dengan cara apa pun, hak-hak perpajakan dari Negara yang disebutkan
pertama berdasarkan Pasal ini.

103
M. Pasal 20
PEGAWAI PEMERINTAH

1. Imbalan, termasuk pensiun, yang dibayarkan oleh, atau dikeluarkan dari


dana yang dibuat oleh salah satu Negara atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-
jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya namun telah diberhentikan dari tugas
kepemerintahan dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Menyimpang dari ayat 1, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16, 17, dan 19
akan berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang berkenaan dengan jasa-
jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau bisnis yang
dijalankan oleh salah satu Negara atau bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya.
3. Ayat 1 tidak akan berlaku apabila jasa yang diberikan kepada suatu Negara
dilakukan di Negara lainnya dari orang pribadi yang menjadi penduduk
dan warganegara dari Negara lainnya tersebut.

N. Pasal 22
PELAJAR

1. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu


Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada
di Negara yang disebutkan pertama dengan tujuan utamanya untuk:

(a) mengikuti pendidikan pada suatu universitas, akademi, atau sekolah


yang telah diakui yang berada di Negara yang disebutkan pertama
tersebut; atau
(b) memperoleh pelatihan sebagai pemagang, akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama atas:
(i) semua pengiriman uang dari luar negeri guna biaya hidupnya,
pendidikannya, atau pelatihannya; dan
(ii) setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang
disebutkan pertama namun dalam jumlah yang tidak melebihi
suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh pejabat-pejabat yang

104
berwenang melalui suatu keputusan bersama, untuk suatu tahun
pajak.
Kemudahan-kemudahan berdasarkan ayat ini hanya akan diberikan selama
suatu jangka waktu yang dapat dianggap layak atau yang lazim diperlukan
untuk mencapai tujuan dari kunjungan tersebut.

2. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu


Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada
di Negara yang disebutkan pertama untuk suatu masa yang tidak lebih dari
3 (tiga) tahun, dengan tujuan untuk menempuh pendidikan, melakukan
penelitian, atau memperoleh pelatihan semata-mata sebagai penerima
hibah, bea siswa, atau hadiah dari suatu lembaga ilmiah, lembaga
pendidikan, organisasi keagamaan, atau organisasi sosial atau berdasarkan
suatu program bantuan teknis yang diadakan oleh salah satu Negara,
bagian ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya akan dibebaskan
dari pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama atas:

(a) jumlah hibah, bea siswa, atau hadiah tersebut; dan


(b) setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang
disebutkan pertama sepanjang pekerjaan tersebut ada hubungannya
dengan kegiatan belajar, penelitian, atau pelatihannya atau yang
merupakan akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut, namun dalam
jumlah yang tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh
pejabat-pejabat yang berwenang melalui suatu keputusan bersama,
untuk suatu tahun pajak.

3. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke salah satu


Negara merupakan penduduk Negara lainnya dan untuk sementara berada
di Negara yang disebutkan pertama untuk suatu masa yang tidak lebih dari
12 (dua belas) bulan sebagai seorang pegawai dari, atau berdasarkan
kontrak kerja dengan Negara yang disebutkan terakhir, bagian
ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya, atau sebagai pegawai
perusahaan dari Negara yang disebutkan terakhir, dengan tujuan untuk
memperoleh pengalaman teknis, profesional atau bisnis akan dibebaskan
dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama atas:

105
(a) sernua pengiriman uang dari Negara yang disebutkan terakhir guna
biaya hidupnya, pendidikannya, atau pelatihannya; dan
(b) setiap imbalan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara yang
disebutkan pertama sepanjang pekerjaan tersebut ada hubungannya
dengan kegiatan belajar atau pelatihannya atau yang merupakan
akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut, namun dalam jumlah yang
tidak melebihi suatu jumlah yang akan ditetapkan oleh pejabat-
pejabat yang berwenang melalui suatu keputusan bersama.
Namun demikian, kemudahan-kemudahan berdasarkan ayat ini tidak akan
diberikan apabila pengalaman teknis, profesional, atau bisnis dimaksud
didapatkan dari perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih
sahamnya dimiliki oleh Negara, bagian ketatanegaraannya, atau
pemerintah daerahnya atau dari perusahaan yang mengirimkan
pegawainya atau orang yang bekerja untuknya berdasarkan suatu kontrak.

O. Pasal 23
PENGHASILAN LAINNYA

1. Jenis-jenis penghasilan penduduk salah satu Negara, dari mana pun


asaInya, yang tidak diatur dalam Pasal-Pasal sebelumnya dari Persetujuan
ini, selain penghasilan dalam bentuk lotere dan hadiah, hanya akan di
kenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tidak berlaku terhadap penghasilan
selain penghasilan dari harta tidak bergerak sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 6 ayat 2, jika penerima penghasilan tersebut, yang merupakan
penduduk salah satu Negara, menjalankan usaha di Negara lainnya melalui
suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan pekerjaan
bebas di Negara lainnya tersebut melalui tempat usaha tetap yang berada
di sana, dan hak atau harta yang menghasilkan penghasilan tersebut
mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha
tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.

106
8. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Jepang yang tercantum dalam
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Jepang
Tentang Penghindaran Pajak Berganda Dan Pencegahan Pengelakan Pajak
Yang Berhubungan Dengan Pajak-Pajak Atas Pendapatan.

A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

1. Pendapatan yang diterima oleh seorang penduduk suatu Negara yang


berasal dari harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara dimana harta
itu berada.
2. Istilah "harta tak gerak" akan diartikan sesuai dengan Undang-undang
Negara yang terikat Persetujuan, dimana harta yang bersangkutan berada.
Bagaimanapun istilah ini akan termasuk benda-benda yang menyertai
harta tak gerak, ternak dan peralatan yang digunakan dalam pertanian dan
kehutanan, hak-hak yang diberlakukan terhadap ketentuan-ketentuan
hukum umum mengenai tanah, hak memetik hasil dari harta tak gerak dan
hak-hak terhadap macam macam pembayaran-pembayaran atau
pembayaran-pembayaran yang ditetapkan sebagai alasan atau pekerjaan,
atau hak mengerjakan, penggalian-penggalian tambang, sumber-sumber
dan sumber kekayaan alam lainnya; kapal-kapal, perahu-perahu dan
pesawat udara tidak akan dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 akan berlaku untuk pendapatan yang diperoleh
dan penggunaan langsung sewa atau setiap bentuk penggunaan lainnya dan
harta tak gerak.
4. Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 dan 3 juga akan berlaku bagi pendapatan
dan harta tak gerak suatu perusahaan dan bagi pendapatan dari harta tak
gerak yang digunakan untuk pelaksanaan jasa-jasa profesi.

B. Pasal 7
LABA USAHA

107
1. Laba perusahaan disuatu Negara hanya akan dikenakan pajak di Negara itu
kecuali perusahaan itu menjalankan usahannya di Negara lainnya, melalui
suatu pendirian tetap yang berkedudukan disitu.
Jika perusahaan menjalankan usahannya seperti yang dikatakan
sebelumnya, laba dari perusahaan itu bisa dikenakan pajak di Negara lain
itu, tetapi hanya mengenai bagian laba yang dianggap berasal dari
pendirian tetap tersebut.
2. Mengikuti ketentuan-ketentuan pada ayat 3, jika suatu perusahaan dari
suatu Negara menjalankan usahannya di Negara lain melalui suatu
pendirian tetap yang berkedudukan disitu, masing-masing Negara akan
memperhitungkan laba pendirian tetap itu sama dengan laba seandainya
pendirian tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah
dan berdiri sendiri, yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau
sejenis dalam keadaan yang sama atau serupa, dan yang mengadakan
hubungan sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang mempunyai
pendirian tetap tersebut.
3. Dalam menentukan laba suatu pendirian tetap, akan diijinkan
pengurangan-pengurangan seperti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan-kepentingan pendirian tetap itu termasuk biaya untuk para
pimpinan dan biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara
tempat pendirian tetap itu berkedudukan maupun tempat lainnya.
4. Selama menjadi kebiasaan di suatu Negara untuk menetapkan laba yang
diperkirakan diperoleh suatu pendirian tetap berdasarkan suatu pembagian
laba dari keseluruhan laba perusahaan terhadap pelbagai bagiannya,
ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi
perusahaan di Negara itu untuk menetapkan laba yang dikenakan pajak
atas suatu pembagian laba seperti itu yang mungkin merupakan kebiasaan;
bagaimanapun cara penghitungan pembagian yang dianut, akan
menjadikan hasilnya sesuai dengan azas-azas yang terkandung dalam pasal
ini.

108
5. Tidak ada laba yang diperoleh suatu pendirian tetap hanya karena
pembelian barang-barang atau barang-barang dagangan oleh pendirian
tetap itu bagi perusahaannya.
6. Untuk kepentingan-kepentingan ayat-ayat terdahulu, laba yang diperoleh
suatu pendirian tetap akan ditentukan dengan cara perhitungan yang sama
dari tahun ke tahun kecuali bila ada alasan yang cukup kuat untuk
melakukan penyimpangan.
7. Jika dalam jumlah laba termasuk unsur-unsur pendapatan yang diatur
secara tersendiri oleh Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak akan terpengaruh oleh
ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

C. Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN

1. Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat


udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari suatu
Negara, hanya dikenakan pajak di Negara itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga berlaku bagi keuntungan yang diperoleh
karena ikut serta dalam suatu gabungan perusahaan-perusahaan, suatu
usaha kerjasama atau suatu keagenan usaha internasional, tetapi hanya
sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha
kerjasama itu.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu


Negara kepada penduduk Negara lainnya dikenakan pajak di Negara
lainnya itu.
2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara dimana
badan yang membayarkan dividen itu berkedudukan sesuai dengan

109
perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila sipenerima dividen adalah
pemilik yang menikmatinya, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi :

(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah,
suatu badan yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan
dimana pembagian keuntungan dilakukan, memiliki sekurang-
kurangnya 25 persen modal dari badan yang membayarkan dividen.
(b) 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
Ketentuan-ketentuan dari ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan
pajak terhadap badan itu atas laba dimana dividen dibayarkan.

3. Istilah "dividen" yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari
saham-saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat
hutang namun turut serta dalam pembagian keuntungan, demikian halnya
pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan
pajaknya diperlakukan sama sebagai pendapatan dari saham menurut
perundang-undangan pajak Negara dimana badan yang melakukan
pembayaran berkedudukan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen
yang merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha di negara
lainnya dimana badan yang membayarkan dividen berkedudukan, melalui
suatu pendirian tetap atau menjalankan pekerjaaan bebas dengan suatu
tempat tertentu, dan penguasaan saham-saham atas nama dividen itu
dibayarkan, mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau
tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya,
ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 berlaku.
5. Jika suatu badan yang berkedudukan disuatu Negara memperoleh
keuntungan atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain tersebut tidak
akan mengenakan pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu,
kecuali sepanjang dividen-dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk
Negara lain itu atau sepanjang penguasaan saham-saham atas mana
dividen dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan suatu pendirian
tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara lain itu, juga tidak

110
dikenakan pajak atas keuntungan-keuntungan badan yang tidak dibagikan,
sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau keuntungan keuntungan
yang tidak dibagikan terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari keuntungan
atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di negara tempat
asal bunga sesuai dengan perundang-undangan pajak Negara itu, akan
tetapi jika sipenerima bunga adalah pemilik yang menikmati bunga
tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari
jumlah kotor bunga itu.
3. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal dari suatu
Negara diterima oleh Pemerintah Negara lainnya termasuk Pemerintah
Daerah dan lokal, Bank Sentral atau setiap lembaga keuangan milik
Pemerintah, atau yang diterima oleh setiap penduduk Negara sehubungan
dengan surat-surat hutang yang dijamin atau secara tidak langsung
dibiayai oleh Pemerintah Negara lainnya itu termasuk Pemerintah Daerah
dan lokal, Bank Sentral atau Lembaga keuangan milik Pemerintah, akan
dibebaskan dari Pengenaan pajak oleh negara tersebut terdahulu.
4. Untuk tujuan-tujuan ayat 3, istilah-istilah "Bank Sentral" dan "Lembaga
keuangan milik Pemerintah" berarti

(a) Untuk Jepang.


(i) the Bank of Japan,
(ii) the Export Import Bank of Japan,
(iii) the Japan International Cooperation Fund,
(iv) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah
Jepang yang dimufakati dari waktu kewaktu antara kedua
Negara.
(b) untuk Indonesia

111
(i) Bank Indonesia dan
(ii) lembaga keuangan lainnya yang modalnya milik Pemerintah
Republik Indonesia yang dimufakati dari waktu kewaktu antara
kedua Negara.

5. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti Pendapatan dari
semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun
tidak dan baik yang berhak ikut serta dalam bagian keuntungan
sipeminjam atau tidak, dan khususnya pendapatan dari surat-surat hutang,
termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat perbendaharaan
Negara, obligasi atau surat-surat hutang tersebut diatas.
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima bunga
yang merupakan penduduk suatu Negara, melakukan usaha di Negara
lainnya dimana bunga itu berasal, melalui suatu pendirian tetap atau
menjalankan pekerjaan bebas dengan tempat tertentu dan tagihan hutang
sehubungan dengan mana bunga itu dibayar mempunyai hubungan efektif
dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
7. Bunga akan dianggap berasal dari suatu Negara, jika yang membayar
bunga adalah Negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk
dari Negara tersebut, namun demikian, orang atau badan yang membayar
bunga, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk suatu Negara
atau tidak, memiliki suatu pendirian tetap disuatu Negara atau suatu
tempat tertentu dalam hubungan mana hutang yang menjadi pokok
pembayaran bunga itu dan bunga itu dibebaskan pada pendirian tetap atau
tempat tertentu tersebut., maka bunga itu akan dianggap berasal dari
Negara dimana pendirian tetap atau tempat tertentu itu berada.
8. Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima bunga atau antara keduanya dengan pihak ketiga,
besarnya jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya
tagihan hutang yang menjadi pokok pembayaran itu, melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima bunga seandainya

112
tidak ada hubungan istimewa semacam itu, maka keuntungan-keuntungan
Pasal ini akan berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir.
Dalam hal ini, jumlah pembayaran selebihnya akan tetap dikenakan pajak
menurut perundang undangan masing-masing Negara, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTI

1. Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk
Negara lainnya, dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara
dimana royalti itu berasal, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu,
tetapi apabila sipenerima adalah pemilik royalti yang menikmatinya, pajak
yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dan jumlah kotor royalti.
3. Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk
pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak
menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah
termasuk film-sinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau
televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia
atau pengolahan, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan-
perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk
keterangan mengenai pengalaman dibidang industri, perdagangan atau
ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima royalti
yang merupakan penduduk suatu Negara menjalankan usaha di Negara
lainnya dimana royalti itu berasal, melalui pendirian tetap, atau melakukan
pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan hak atau milik
sehubungan dengan mana royalti itu dibayarkan, mempunyai hubungan
efektif dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya, berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14

113
5. Royalti dianggap berasal dari suatu Negara, jika pembayaran royalti itu
adalah Negara itu sendiri, Pemerintah Daerah/Lokal atau penduduk Negara
tersebut.
Namun demikian apabila pembayaran royalti, tanpa memandang apakah ia
merupakan penduduk suatu Negara atau bukan mempunyai pendirian tetap
atau tempat tertentu di Negara lain dimana kewajiban membayar royalti
timbul dan royalti itu dibebankan pada pendirian tetap atau tempat tertentu
itu, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara dimana pendirian tetap
atau tempat tertentu itu berada.
6. Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan
penerima royalti atau antara keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah
royalti, dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk
mana royalti itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh
pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa,
maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah
yang disebut terakhir.
Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan pajak
menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini.

G. Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

1. Pendapatan yang diterima seorang penduduk suatu Negara sehubungan


dengan pekerjaan bebas atau pekerjaan lain yang bersifat sama, hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali ia mempunyai tempat tertentu
yang secara teratur dipergunakan untuk melakukan pekerjaannya di
Negara lain atau ia berada di Negara lain itu untuk suatu masa atau masa
masa yang tidak melebihi jumlah 183 hari dalam suatu tahun takwim,
apabila ia mempunyai tempat tertentu atau tinggal di Negara lain seperti
disebut diatas, maka pendapatannya dikenakan pajak di Negara lain itu,
tetapi hanya bagian pendapatan yang dianggap berasal dari tempat tertentu

114
itu atau pendapatan yang diterima selama masa ia berada di Negara lain
tersebut.
2. Istilah "pekerjaan bebas" meliputi terutama, pekerjaan bebas dibidang ilmu
pengetahuan, kesusastraan, kesenian pendidikan atau pengajaran demikian
pula pekerjaan bebas yang dilakukan oleh dokter, ahli hukum, ahli tehnik,
arsitek, dokter gigi dan akuntan.

H. Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS

1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, 20 dan 21, gaji upah
dan jasa lainnya yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk dari
suatu Negara berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan
hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika pekerjaan itu
dilakukan di negara lain jika demikian, maka balas jasa yang diterima dari
pekerjaan itu dikenakan pajak di Negara lain itu.
2. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
seorang penduduk disuatu Negara dari pekerjaan yang dilakukan di Negara
lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, jika:

(a) si penerima berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-
masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam suatu tahun
takwim; dan
(b) balas jasa dibayar oleh atau nama majikan yang bukan merupakan
penduduk Negara lainnya itu; dan
(c) balas jasa tidak menjadi beban suatu ayat 1 dan 2, balas jasa yang
berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan yang
dilakukan di atas kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam
jalur lalulintas internasional oleh perusahaan dari suatu Negara,
dikenakan pajak di Negara itu.

I. Pasal 16
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

115
Pendapatan para pengurus dan pembayaran-pembayaran sejenis lainnya yang
diperoleh seorang penduduk suatu Negara dalam kedudukannya sebagai anggota
pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di Negara lain, dikenakan
pajak di Negara lainnya itu.

J. Pasal 17
IMBALAN UNTUK DIREKTUR

1. Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang


diperoleh seorang seniman penghibur, seperti artis teater, film, radio atau
televisi, dan pemain musik, atau oleh seorang atlit, dari kegiatan-kegiatan
pribadi mereka diatas, dikenakan pajak di Negara dimana kegiatan-
kegiatan tersebut dilakukan.
Bagaimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
tersebut apabila kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang
menjadi penduduk Negara lain, berdasarkan suatu program khusus
pertukaran kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara.
2. Bila pendapatan sehubungan dengan kegiatan pribadi demikian dari
penghibur atau atlit tidak jatuh kepada mereka tetapi kepada orang lain
walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, dikenakan pajak di
Negara dimana kegiatan-kegiatan mereka dilakukan.
Bagimanapun pendapatan itu dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara
tersebut, apabila kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang
merupakan penduduk Negara lain berdasarkan suatu program khusus
pertukaran kebudayaan yang dimufakati oleh Pemerintah kedua Negara
dan jatuh kepada orang lain yang merupakan penduduk dari Negara
lainnya itu.

K. Pasal 19
PENSIUN

1. (a) Balas jasa, selain pensiun, yang dibayar oleh suatu Negara,

116
Pemerintah/Lokal kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang
diberikan kepada Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal itu, dalam
rangka pelaksanaan tugas-tugas Pemerintah, hanya akan dikenakan
pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian, balas jasa itu hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara lainnya itu dari
pemberi jasa adalah penduduk Negara tersebut yang :
(i) mempunyai kewarganegaraan Negara lain itu, atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara lain itu semata-mata
dengan tujuan melaksanakan pemberian jasa-jasa di
maksud.
2. (a) Setiap pensiun yang dibayar oleh atau dari dana-dana yang diadakan
oleh suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal kepada seseorang
sehubungan dengan pemberian jasa kepada Negara, atau Pemerintah
Daerah/Lokal itu, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
(b) Namun demikian pensiun itu hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya apabila orang tersebut merupakan penduduk dan
berkewarganegaraan Negara lainnya itu.
3. Ketentuan-ketentuan Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap balas
jasa atau pensiun dari jasa yang diberikan kepada perusahaan yang
dijalankan oleh suatu Negara atau Pemerintah Daerah/Lokal.

L. Pasal 21
PELAJAR

1. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum melakukan


kunjungan ke Negara lainnya dan untuk sementara berada di Negara lain
itu semata-mata:

(a) sebagai seorang mahasiswa atau pelajar pada suatu Universitas,


Akademi, Sekolah atau Lembaga pendidikan lainnya yang diakui
Pemerintah di Negara lain itu.
(b) sebagai seorang yang menerima bantuan, tunjangan atau hadiah dari
Pemerintah, organisasi-organisasi keagamaan, sosial, ilmu
pengetahuan, kesusasteraan atau pendidikan, dengan tujuan pokok
untuk belajar atau melakukan riset, atau

117
(c) sebagai seorang yang sedang belajar diperusahaan, akan dibebaskan
dari pengenaan pajak di Negara lain itu, untuk suatu jangka waktu
yang tidak melebihi 5 tahun pajak terhitung dari tanggal
kedatangannya yang pertama di Negara lain tersebut, atau
pendapatan yang diperoleh dari
(i) pengiriman uang dari luar negeri untuk maksud keperluan
hidupnya, pendidikan, pelajaran, riset atau latihan.
(ii) bantuan, tunjangan atau hadiah.
(iii) pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu yang dibayar
oleh majikan yang merupakan penduduk dari Negara yang
disebut pertama, dan
(iv) pemberian jasa perorangan di Negara lainnya itu selain
pendapatan yang disebut dalam sub-ayat (iii), tidak melebihi
jumlah 600.000 yen apabila Negara lainnya itu Jepang, atau
900.000, rupiah apabila Negara lainnya itu adalah Indonesia,
selama satu tahun takwim.

2. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan


kunjungan ke Negara lainnya dan berada untuk sementara di Negara
lainnya itu selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan
sebagai pegawai dari, atau dalam ikatan kerja dengan suatu perusahaan
dari Negara yang disebut pertama, atau suatu organisasi seperti tersebut
pada ayat 1 (b), semata-mata untuk mendapatkan pengalaman dibidang
tehnik, keahlian atau usaha, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di
Negara lainnya itu atas pendapatan selama jangka waktu tersebut diatas
untuk jasa-jasa yang langsung diberikannya untuk mendapatkan
pengalaman itu, jika jumlah seluruhnya yang diterima dari luar negeri oleh
orang tersebut dan yang dibayarkan di negara lainnya itu tidak melebihi
jumlah 1.800.000 Yen apabila Negara lainnya itu adalah Jepang, atau
2.700.000 Rupiah apabila Negara lainnya itu adalah Indonesia, selama
suatu tahun takwim.
3. Seseorang yang merupakan penduduk suatu Negara sebelum mengadakan
kunjungan ke Negara lainnya dan berada untuk sementara di Negara itu
selama suatu jangka waktu yang tidak melebihi 12 bulan berdasarkan

118
rencana Pemerintah Negara lainnya itu, semata-mata dengan maksud
untuk belajar, riset atau latihan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di
Negara lainnya itu atas pendapatan dari jasa-jasa yang langsung
diberikannya sehubungan dengan maksud tersebut di atas.
4. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3, dimana seseorang
memenuhi persyaratan untuk pembebasan pajak sehubungan dengan
jangka waktu berdasarkan dua atau semua ayat ayat itu, namun ia hanya
mempunyai hak pembebasan pajak berdasarkan satu ayat saja yang dapat
ia pilih.
5. Untuk tujuan-tujuan dari Pasal ini, istilah Pemerintah akan dianggap
termasuk setiap Pemerintah Daerah/Lokal dari suatu Negara.

M. Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA

1. Bagian-bagian dan pendapatan dari seorang penduduk suatu Negara,


darimanapun asalnya, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal terdahulu dari
persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku terhadap pendapatan yang
berasal dari harta tak gerak seperti dirumuskan dalam Pasal 6 ayat 2, jika
penerimaan pendapatan itu merupakan penduduk dari suatu Negara,
menjalankan perusahaan dengan suatu pendirian tetap di Negara lain, atau
melakukan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu di Negara lain,
dan hak atau kekayaan sehubungan dengan mana pendapatan itu
dibayarkan mempunyai hubungan efektif dengan pendirian tetap atau
tempat tertentu itu.
Dalam hal demikian, melihat pada masalahnya berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.

9. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Jerman yang tercantum dalam
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Republik Federal Jerman Untuk Penghindaran Pajak Berganda Mengenai
Pajak Atas Penghasilan Dan Kekayaan.

119
A. Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dalam negeri suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan dari lahan
pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak pada Persetujuan
lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Istilah "harta tidak bergerak" mempunyai arti menurut undang-undang Negara
pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada.Namun
demikian istilah itu meliputi pula benda-benda yang meyertai harta tidak
bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan
kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan hukum perdata mengenai
tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta tidak bergerak serta hak atas
pembayaran-pembayaran tetap namun tidak tetap sebagai balas jasa untuk
pekerjaan atau hak untuk mengerjakan, bahan-bahan tambang, sumber alam
lainnya; kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta
tidak bergerak.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang diperoleh
dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan harta tidak
bergerak dalam bentuk apapun.
4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dari
harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta
tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA

1. Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada


Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali jika perusahaan
itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu
bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti tersebut
diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap.
2. Tunduk pada ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada

120
Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana,
maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh
masing-masing negara ialah laba yang dapat diharapkan diperoleh, seandainya
bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah
dari berdiri sendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa
dan yang mengadakan hubungan bebas sepenuhnya dari perusahaan yang
mempunyai bentuk usaha tetap.
3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap
itu, termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik
yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada ataupun di
tempat lain.
4. Dalam hal tidak adanya pembukuan atau tersedianya data-data yang dapat
dipakai untuk menentukan laba yang dari bentuk usaha tetap, pajak itu akan
ditentukan oleh Negara pihak pada Persetujuan dimana bentuk usaha tetap itu
berada sesuai dengan undang-undang dari Negara itu, dengan
mempertimbangkan besarnya laba yang biasa diperoleh perusahaan yang sama,
asalkan dengan dasar informasi yang ada, penentuan besarnya laba dari bentuk
usaha tetap tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Pasal
ini.
5. Tidak akan dianggap sebagai laba dari suatu bentuk usaha tetap karena bentuk
usaha tetap tersebut semata-mata melakukan pembelian barang-barang atau
barang dagangan untuk perusahaan.
6. Untuk penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba yang dianggap berasal
dari bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke
tahun kecuali tidak terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk mengadakan
penyimpangan.
7. Jika di dalam jumlah laba terdapat penghasilan-penghasilan lain yang diatur
secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan
pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

C. Pasal 8
PENGANGKUTAN LAUT DAN UDARA

1. Laba yang berasal dari pengoperasian kapal laut atau pesawat-pesawat udara

121
dalam lalu lintas internasional yang diterima oleh penduduk dari Negara pihak
pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 akan berlaku pula bagi laba yang diperoleh dari
keikutsertaannya dalam gabungan perusahaan, usaha kerjasama dalam
perwakilan usaha internasional.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara
pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan
lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya, tetapi pajak yang dikenakan
tidak lebih dari :
(a) 10% dari jumlah kotor dari dividen jika penerimanya adalah perseroan
(tidak termasuk persekutuan) yang memiliki secara langsung sekurang-
kurangnya 25% dari modal perseroan yang membayarkan dividen itu;
(b) dalam hal lainnya, 15% dari jumlah kotor dividen; jika penerimanya adalah
pemilik yang berhak atas dividen tersebut.
2. Istilah "dividen" yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti :
(a) Dividen-dividen yang berasal dari saham-saham termasuk penghasilan dari
saham-saham, saham-saham jouissance atau hak jouissance, saham-saham
pertambangan, saham saham pemilikan atau hak-hak lain, yang bukan
merupakan surat tagihan piutang, namun berhak atas pembagian laba, dan
(b) penghasilan lain yang untuk kepentingan pajak, diperlukan sama dengan
penghasilan dari saham-saham berdasarkan undang-undang Negara dimana
perusahaan yang membagikan dividen berkedudukan dan, untuk
kepentingan perpajakan di Republik Federal Jerman, penghasilan yang
diterima oleh persero diam (stiller Gesellschafter) dari pernyataannya
sebagai persero dan pembagian sertifikat-sertifikat dalam suatu investment
atau investment trust.
3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen
yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan
usaha melalui suatu bentuk usaha tetap atau melakukan pekerjaan bebas
melalui suatu tempat tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana
perseroan yang membayarkan dividen berkedudukan, dan pemilikan saham
yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan

122
bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung
pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
4. Apabila suatu badan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada
Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, maka Negara lainnya itu tidak boleh mengenakan pajak
apapun atas dividen yang dibayarkan oleh badan tersebut, kecuali apabila
dividen itu dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya atau apabila
penguasaan saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang
efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berada di Negara
lainnya itu, demikian pula tidak boleh mengenakan pajak atau laba badan yang
tidak dibagikan, bahkan jika dividen tersebut dibayarkan atas laba yang tidak
dibagi tersebut yang berasal dari Negara lainnya itu.
5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila
suatu badan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya,
maka laba bentuk usaha tetap ini dapat dikenakan pajak tambahan di Negara
lainnya itu, tetapi tarip pajak tambahan yang dikenakan tersebut tidak akan
melebihi 10% dari jumlah laba setelah dikurangkan pajak penghasilan dan
pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lain tersebut.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga yang timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya itu dimana bunga itu timbul dan sesuai dengan
undang-undang Negara itu, tetapi pajak yang dikenakan tidak boleh lebih dari
10% dari jumlah kotor dari bunga itu jika penduduk itu adalah pemilik dari
bunga itu.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1
(a) bunga yang timbul di Republik Federal Jerman dan dibayarkan kepada
Pemerintah atau Bank Sentral Indonesia akan dibebaskan dari Pajak
Jerman;

123
(b) bunga yang timbul dari Republik Indonesia dan dibayarkan dalam
kaitannya sebagai pinjaman dengan jaminan dari Hermes-Deckung atau
dibayarkan kepada Pemerintah Republik Federal Jerman, the Deutsche
Bundesbank, the Kredit-anstalt fuer Wiederaufbau atau the Deuthsche
Finanzierungsgesellschaft fuer Beteiligungen in Entwicklungslaendern
akan dibebaskan dari pajak Indonesia
3. Pihak yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyetujui
dari waktu ke waktu pemberian pengecualian sebagai disebut pada ayat 2
kepada badan-badan keuangan lain, yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah atau Negara pihak pada Persetujuan lainnya.
4. Istilah "bunga" sebagaimana disebut dalam Pasal ini berarti penghasilan dari
semua jenis tagihan atau piutang, baik yang dijamin dengan hipotik atau tidak,
baik yang mempunyai hak atas pembagian laba atau tidak dan pada khususnya,
penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi
atau surat-surat piutang termasuk premi dan hadiah yang terikat pada obligasi
dan surat-surat piutang tersebut, demikian pula penghasilan yang oleh undang-
undang pajak dari Negara dimana penghasilan itu timbul dipersamakan dengan
penghasilan dari peminjaman uang, termasuk bunga atas penjualan yang
pembayarannya dilakukan kemudian.
5. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima bunga,
yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan
usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha
tetap yang berada disana, atau menjalankan pekerjaan bebas dari suatu tempat
tetap yang berada disana, dan tagihan piutang yang menghasilkan bunga itu
mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat
tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14.
6. Bunga dianggap timbul di suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang
membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraan,
pemerintah daerah atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila
orang dan badan yang membayarkan bunga, apakah ia penduduk Negara pihak
pada Persetujuan ataupun tidak, memiliki suatu bentuk usaha tetap atau tempat
tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dalam hubungan mana piutang
yang menjadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat, dan bunga yang

124
dibayarkan itu menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut,
maka bunga itu dianggap timbul di Negara dimana bentuk usaha tetap atau
tempat tetap itu berada.
7. Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan
penerima atau antara kedua-duanya dengan orang dan badan lainnya, jumlah
bunga yang dibayarkan dengan memperhatikan tagihan atas piutang yang
menjadi dasar pembayaran bunga itu, melebihi jumlah yang seharusnya
disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak ada hubungan
istimewa semacam itu, maka bunga menurut ketentuan dalam Pasal ini hanya
berlaku bagi jumlah yang disebut terakhir.
Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran itu akan tetap dikenakan
pajak berdasarkan perundang-undangan di masing-masing Negara dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTI DAN IMBALAN JASA TEKNIK

1. Royalti dan imbalan jasa teknik di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat
dikenakan pajak di Negara dimana royalti itu timbul sesuai dengan undang-
undang Negara itu, tetapi jika penerimanya adalah pemilik dari royalti atau
imbalan untuk jasa teknik maka pajaknya tidak akan melebihi :
(a) dalam hal royalti seperti disebut pada ayat 2 sub-ayat a adalah 15% dari
pengenaan kotor dari royalti.
(b) dalam hal royalti seperti yang disebut pada ayat 2 sub-nya b adalah 10%
dari pengenaan kotor dari royalti dan
(c) dalam hal imbalan untuk jasa teknik adalah 7,5% dari jumlah kotor imbalan
tersebut.
2. Istilah "royalti" dalam Pasal ini berarti semua bentuk pembayaran yang
diterima sebagai imbalan :
(a) atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan setiap hak cipta
kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film, sinematografi,
paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan, resep, atau cara
pengolahan yang dirahasiakan, atau
(b) penggunaan ataupun hak untuk menggunakan alat-alat perlengkapan
industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk informasi

125
mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu
pengetahuan.
3. Istilah "imbalan untuk jasa teknik" seperti yang digunakan dalam Pasal ini
berarti pembayaran sesuatu kepada orang, yang lain dari pembayaran kepada
karyawan oleh orang yang melakukan pembayaran tadi, sebagai imbalan untuk
setiap jasa manajemen, teknis dan nasihat yang diberikan kepada Negara pihak
pada Persetujuan dimana pembayarannya adalah penduduk.
4. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2 berlaku apabila penerima royalti yang
berhak menerimanya, yang menjadi penduduk suatu Negara pihak pada
Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya
melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan
pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang berada disana, dan hak atau milik
yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
5. Royalti dan imbalan untuk jasa teknik dianggap berasal dari suatu Negara
pihak pada Persetujuan jika pembayar royalti adalah Negara itu sendiri, bagian
ketatanegaraan, pemerintah daerahnya atau penduduk dalam negeri Negara
tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan
royalti atau jasa teknik baik ia adalah penduduk Negara itu atau bukan,
mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara pihak pada
Persetujuan dimana kewajiban membayar royalti itu timbul, dan royalti
tersebut dibebankan kepada bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu, maka
royalti tersebut dianggap timbul di Negara dimana bentuk usaha tetap itu
berada.
6. Apabila karena adanya hubungan istimewa antar pembayaran dan penerima
royalti atau antar keduanya dengan pihak ketiga lainnya pembayaran royalti
itu, jumlahnya melebihi jumlah yang seharusnya akan disepakati oleh
pembayar dan penerima seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku bagi jumlah royalti yang
disebut terakhir. Dalam hal demikian jumlah kelebihan pembayaran, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam persetujuan ini, akan tetap
dikenakan pajak menurut undang-undang di masing-masing Negara.

126
G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA

1. Keuntungan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada


Persetujuan dari pemindahtangan harta tidak bergerak, seperti disebutkan
dalam Pasal 6, dan terletak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak yang merupakan bagian
kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu
Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau
dari harta bergerak suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk dari Negara
pihak pada Persetujuan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya untuk
maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari
pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan seluruh
perusahaan) atau tempat tetap, dapat dikenakan di Negara lain tersebut.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtangan pesawat udara yang
beroperasi di dalam jalur lalu-lintas internasional atau dari harta gerak yang
berkenaan dengan pengoperasian pesawat udara semacam itu hanya akan
dikenakan pajak di Negara tersebut.
4. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari
yang telah disebutkan pada ayat-ayat yang terdahulu hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana yang memindahtangankannya
adalah penduduk.

H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan


sehubungan dengan pekerjaan bebas yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan
lainnya yang berupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali ia
mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya atau
ia berada di Negara lainnya tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang

127
jumlahnya melebihi 120 hari dalam masa tahun pajak. Jika ia mempunyai
suatu tempat tetap atau berada di Negara lain itu untuk masa atau masa-masa
seperti tersebut di muka, penghasilan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya
tetapi hanya bagian penghasilan yang dianggap berasal dari tempat tetap
tersebut atau yang diperoleh dari negara lain tersebut selama masa atau masa-
masa tersebut.
2. Istilah "pekerjaan bebas" meliputi khususnya pekerjaan bebas di bidang ilmu
pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kegiatan pendidikan atau pengajaran,
demikian juga pekerjaan pekerjaan bebas oleh para dokter ahli hukum, ahli
teknik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

I. Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

1. Tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18 dan 19, upah dan balas jasa lain
yang serupa yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya dalam hubungan kerja,
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika pekerjaan itu
dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya. Dalam hal demikian,
maka balas jasa yang diperoleh dari pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di
Negara lain.
2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh
penduduk Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya, hanya akan dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama, apabila :
(a) penerimaan balas jasa berada di Negara lain itu dalam suatu masa atau
masa-masa yang jumlahnya 183 hari dalam satu tahun takwim, dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan
merupakan penduduk dari Negara lainnya tersebut, dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap
yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, balas jasa
yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dalam hubungan kerja yang
dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur
lalu lintas internasional oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan

128
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

J. Pasal 16
PENGHASILAN DIREKTUR

Penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis yang diperoleh penduduk


Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota Dewan
Komisaris.Perusahaan yang merupakan penduduk dari Negara pihak pada
Persetujuan lainnya, dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.

K. Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari Pasal 7, 14 dan 15, penghasilan


yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan yaitu para penjamu
seperti para artis teater, film, radio atau televisi, dan pemain musik, atau
olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara
pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pribadi para
penjamu atau olahragawan dibayarkan tidak kepada penjamu atau olahragawan
tersebut melainkan kepada orang atau badan lainnya, maka menyimpang dari
ketentuan dalam Pasal-pasal 7, 14 dan 15 penghasilan tersebut dapat dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana dilakukan kegiatan-kegiatan
dari para penjamu ataupun olahragawan tersebut.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 2 penghasilan
yang diterima oleh seorang artis ataupun olahragawan dari kegiatan pribadinya
akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di
mana kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka suatu kunjungan yang dibiayai
oleh Negara pihak pada Persetujuan lainnya, bagian ketatanegaraannya,
pemerintahnya ataupun lembaga-lembaga umum.

L. Pasal 18
PENSIUN

129
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 19, pensiun dan balas jasa
lainnya yang sejenis yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya sebagai
imbalan atas pekerjaan masa lampau, dapat dikenakan pajak Negara yang disebut
pertama.

M. Pasal 19
JABATAN PEMERINTAH

1. Balas jasa termasuk pensiun yang dibayarkan oleh Negara pihak pada
Persetujuan, Negara Bagian, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya
kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan negara,
sebidang Tanah, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu. Namun demikian, balas jasa tersebut hanya
akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya apabila jasa
jasa tersebut diberikan di Negara lain itu, dan orang tersebut adalah penduduk
dari Negara pihak pada Persetujuan lain tersebut serta bukan penduduk dari
Negara yang disebut pertama.
2. Ketentuan-ketentuan dari Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap balas
jasa dan pensiun dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan kegiatan
usaha yang dijalankan oleh Negara pihak pada Persetujuan, Negara Bagian,
bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya.
3. Ketentuan-ketentuan dari ayat 1 akan berlaku juga dalam hubungannya dengan
pembayaran yang dibayarkan, dalam rangka bantuan pembangunan yang
diberikan oleh Negara pihak pada Persetujuan, Negara Bagian, bagian
ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya, atas pembiayaan dari Negara
tersebut, Negara Bagian, bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya,
kepada seseorang profesional atau sukarelawan yang ditugaskan oleh Negara
pihak pada Persetujuan lainnya di Negara itu.

N. Pasal 20
GURU, PENELITI DAN MAHASISWA

1. Seseorang yang berkunjung ke suatu Negara pihak pada Persetujuan atas


undangan dari Negara tadi atau dari Universitas, akademi, sekolah, musium

130
atau lembaga-lembaga pendidikan dari Negara atau dibawah program dinas
dari lembaga-lembaga pendidikan untuk suatu jangka waktu tidak lebih dari
dua tahun untuk tujuan pendidikan, pemberian kuliah atau melaksanakan
penelitian pada lembaga semacam itu, yang sebelum kunjungan itu, adalah
penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, akan dibebaskan dari
pengenaan pajak di Negara pertama atas setiap balas jasa yang diterimanya
dari mengajar atau dari penelitiannya, asalkan imbalan yang diterimanya
berasal dari luar Negara tersebut.
2. Pembayaran yang diterima oleh siswa atau karya siswa yang pada saat atau
sebelumnya mengadakan kunjungan ke suatu Negara pihak pada Persetujuan
adalah penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dan
kehadirannya di Negara yang disebut pertama semata mata untuk tujuan
pendidikan atau latihannya, untuk membiayai keperluan hidupnya, pendidikan
atau latihannya, tidak akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama
tersebut sepanjang pembayaran yang diberikan kepada mereka berasal dari
sumber-sumber di luar negara tersebut.

O. Pasal 21
PENGHASILAN LAINNYA

1. Jenis-jenis penghasilan lain dari seorang penduduk Negara pihak pada


Persetujuan, dari manapun asalnya, yang tidak disebut di pasal-pasal terdahulu
dalam Persetujuan ini, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak berlaku, jika seorang penduduk Negara pihak
pada Persetujuan menerima penghasilan dari sumber-sumber dari Negara
pihak pada Persetujuan lainnya misalnya berupa lotere, hadiah dan penghasilan
dari penyewaan harta bergerak, maka penghasilan semacam itu dapat dipajaki
di Negara pihak pada Persetujuan lainnya.

10. Objek Pajak Tax Treaty Indonesia dengan Perancis yang tercantum
dalam Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah
Republik Perancis Mengenai Penghindaran Pajak Berganda Dan
Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Atas Pendapatan Dan Atas
Kekayaan.

131
A. Pasal 6
PENDAPATAN DARI HARTA TAK GERAK

1. Pendapatan dari harta tak gerak, termasuk pendapatan yang diperoleh dari hasil
pertanian atau kehutanan dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan di mana harta itu terletak.
2. Istilah harta tak gerak akan mempunyai arti menurut Undang-undang
Perpajakan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan
terletak. Namun bagaimanapun juga istilah itu meliputi benda-benda yang
menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam
usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana ketentuan ketentuan
hukum umum mengenai harta berupa tanah berlaku, hak pakai hasil atas harta
tak gerak serta atas pembayaran-pembayaran yang tetap atau tidak tetap
sebagai balas jasa untuk pengerjaan atau hak untuk mengerjakan bahan-bahan
galian, sumber-sumber ataupun sumber-sumber kekayaan alam lainnya, kapal
laut, kapal-kapal dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.
3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 berlaku terhadap pendapatan yang diperoleh dari
penggunaan secara langsung, dari penyewaan atau dari setiap penggunaan
secara lain dari pada harta tak gerak.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap pendapatan dari harta
tak gerak suatu perusahaan dan terhadap pendapatan dari harta tak gerak yang
dipergunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas.

B. Pasal 7
LABA USAHA

1. Laba usaha perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan hanya
akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali perusahaan tersebut menjalankan
usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan melalui suatu tempat usaha
tetap yang terletak di sana. Jika perusahaan itu menjalankan usaha
sebagaimana dimaksud diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak
di Negara lainnya pihak pada Persetujuan, tetapi hanya sepanjang mengenai
bagian laba yang dapat dianggap berasal dari suatu tempat usaha tetap tersebut.
2. Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari
salah satu Negara pihak pada Persetujuan melakukan usaha di Negara lainnya

132
pihak pada Persetujuan melalui suatu tempat usaha tetap itu oleh masing-
masing Negara pihak pada Persetujuan adalah laba yang dapat dianggap akan
diperoleh tempat usaha tetap tersebut, seandainya tempat usaha tetap tersebut
merupakan suatu perusahaan lain yang terpisah dan berdiri sendiri, yang
melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau sejenis dalam keadaan yang
sama atau serupa, dan yang mengadakan hubungan dalam suasana sepenuhnya
bebas dengan perusahaan yang mempunyai tempat usaha tetap tersebut.
3. Dalam menetapkan besarnya laba suatu tempat usaha tetap, dapat dikurangkan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan tempat usaha tetap itu,
termasuk biaya-biaya pimpinan serta biaya-biaya pengelolaan umum, baik
yang dikeluarkan di Negara di mana tempat usaha tetap itu terletak ataupun di
tempat lain.
4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara pihak pada Persetujuan
untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu
tempat usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian
perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu, maka ketentuan-
ketentuan pada ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak
pada Persetujuan termaksud untuk menetukan besarnya laba yang kana
dikenakan pajak berdasarkan rumus pembagian itu yang lazim dipakai, namun
cara pembagiannya itu harus sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya akan
sesuai dengan azas azas yang terkandung di dalam Pasal ini.
5. Tidak akan dianggap ada laba yang diperoleh suatu tempat usaha tetap hanya
berdasarkan pembelian semata-mata oleh tempat usaha tetap tersebut dari
barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.
6. Untuk penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba yang dianggap berasal
dari suatu tempat usaha tetap itu setiap tahun akan ditetapkan dengan cara
perhitungan yang sama kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk
menyimpang.
7. Jika di dalam jumlah laba ada termasuk unsur-unsur pendapatan yang diatur
secara tersendiri oleh Pasal-pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-
ketentuan dalam Pasal-pasal itu tidak akan dipengaruhi oleh ketentuan-
ketentuan dalam Pasal ini.

C. Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

133
1. Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dari pengusahaan kapal laut atau
pesawat udara dalam lalulintas internasional hanya dapat dikenakan pajak di
Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan itu berkedudukan.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga akan berlaku bagi keuntungan yang diperoleh
suatu perusahaan dari pengikutsertaannya dalam suatu gabungan perusahaan-
perusahaan, suatu usaha kerja sama atau dalam suatu perwakilan usaha
internasional, tetapi hanya sebesar keuntungan yang dapat ditetapkan sebagai
bagian sipeserta dalam hubungan kerja sama internasional, yang seimbang
dengan andilnya dalam usaha bersama itu.

D. Pasal 10
DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang merupakan penduduk salah
satu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara lainnya pihak
pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan di mana badan yang membayarkan dividen tersebut merupakan
penduduk, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, akan tetapi jika
si penerima adalah pemilik dividen yang menikmatinya, maka pajak yang
dikenakan tidak boleh melebihi :
a) 10 perseratus dari jumlah kotor dividen jika penerima adalah suatu badan
yang memiliki secara langsung sedikit-dikitnya 25 perseratus dari modal
badan yang membayarkan dividen itu;
b) dalam semua hal lainnya, 15 perseratus dari jumlah kotor dividen.
Ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan pajak terhadap badan itu atas laba
dari mana dividen dibayarkan.
3. Istilah dividen yang dipergunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari
saham-saham, saham-saham jouissance atau hak-hak jouissance, saham-saham
pertambangan, saham saham pendiri atau hak-hak lainnya yang bukan
merupakan surat-surat piutang, naun berhak atas pembagian laba, demikian
pula pendapatan dari hak-hak perseroan lainnya yang oleh Undang-undang
perpajakan segera di mana badan yang melaksanakan pembagian itu
merupakan penduduk, dalam pemajakannya diperlakukan sama dengan
pendapatan dari saham-saham.

134
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila si penerima dividen
yang merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan,
melakukan kegiatan-kegiatan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan,
di mana badan yang membayarkan dividen itu merupakan penduduk, melalui
tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di
Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di sana dan penguasaan
saham-saham atas mana dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif
dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut. Dalam hal demikian,
tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal
14.
5. Seorang penduduk Indonesia yang menerima dividen yang dibayarkan oleh
suatu badan yang merupakan penduduk Perancis dapat memperoleh kembali
pembayaran dimuka (precompte) sehubungan dengan dividen tersebut, dalam
hal pembayaran di muka (precompte) tersebut akan dikembalikan dengan
pengurangan pajak yang dikenakan sesuai dengan Undang-undang Negara
yang bersangkutan dan ketentuan-ketentuan ayat 2.
Jumlah kotor dari pembayaran di muka (precompte) yang dibayarkan kembali
akan dianggap sebagai dividen untuk tujuan Persetujuan ini.
6. Apabila suatu badan yang berkedudukan di salah satu Negara pihak pada
Persetujuan mempunyai suatu tempat usaha tetap di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan, maka keuntungan yang diperoleh tempat usaha tetap ini, setelah
dibebani pajak perseroan, dapat dikenakan pajak sesuai dengan Undang-
undang Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu, dengan tarip yang tidak
melampaui 10 perseratus.

E. Pasal 11
BUNGA

1. Bunga berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk Negara lainnya pihak pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya tersebut.
2. Namun demikian, bunga itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan tempat asal bunga itu dan menurut Undang-undang Negara
tersebut, akan tetapi jika penerima bunga adalah pemilik yang menikmati

135
bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15 perseratus
daripada jumlah bunga itu.
3. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, pajak yang dipungut oleh
Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga itu berasal tidak akan melebihi
10 perseratus daripada jumlah bunga, jika :
(a) bunga itu dibayar oleh bank, lembaga keuangan atau oleh suatu perusahaan
yang kegiatannya terutama dijalankan dalam bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, pertambangan, pembuatan barang, industri,
pengangkutan, proyek perumahan murah, pariwisata dan prasarana, dan
(b) bunga itu dibayarkan kepada suatu bank atau kepada perusahaan lainnya.
4. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2 Pasal ini, bunga yang berasal dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya pihak pada Persetujuan jika bunga itu dibayarkan :
(a) kepada Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu atau kepada salah satu
badan hukum publiknya, atau
(b) kepada suatu perusahaan dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu
atas pinjaman atau kredit yang diberikan dengan pengikutsertaan suatu
lembaga keuangan umum dari Negara lainnya pihak pada Persetujuan
tersebut dan dengan persetujuan Menteri yang berwenang atas urusan
keuangan atau ekonomi atau perencanaan dari Negara pihak pada
Persetujuan yang disebut pertama, sehubungan dengan penjualan sesuatu
peralatan perindustrian atau ilmu pengetahuan atau dengan penelitian,
instalasi atau penyerahan kawasan perindustrian atau ilmiah atau pekerjaan
umum.
5. Istilah bunga yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari segala
macam tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan
baik yang berhak atas bagian laba si debitur ataupun tidak, dan pada khususnya
pendapatan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan pendapatan dari
obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada
surat-surat obligasi atau surat-surat hutang.
6. Ketentuan-ketentuan ayat 1,2,3 dan 4 tidak akan berlaku, jika penerima bunga
yang merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan,
melakukan usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan di mana bunga itu
berasal, melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau
menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang

136
terletak di sana dan tagihan hutang sehubungan dengan mana bunga itu dibayar
mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap itu.
Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.
7. Bunga dianggap berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan, jika
yang membayar bunga adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian
ketatanegaraannya, salah satu pemerintah daerahnya, salah satu badan hukum
publiknya, atau salah seorang penduduknya. Namun demikian, apabila orang
yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, memiliki suatu tempat
usaha tetap di salah satu Negara pihak pada Persetujuan dalam hubungan mana
hutang yang mejadi pokok pembayaran bunga itu telah dibuat dan bunga itu
adalah atas beban tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu dianggap
berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana tempat usaha tetap itu
terletak.
8. Apabila, karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan penerima bunga atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya
jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan besarnya tagihan
hutang yang menjadi pokok pembayaran itu, melebihi jumlah yang seharusnya
disepakati oleh pembayaran dan penerima bunga seandainya tidak ada
hubungan istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan
berlaku hanya terhadap jumlah bunga yang disebut terakhir. Dalam hal itu,
jumlah kelebihan pembayaran-pembayaran tersebut tetap akan dikenakan
pajak menurut Undang undang masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,
dengan memperhatikan ketentuan ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

F. Pasal 12
ROYALTY

1. Royalty yang berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan
dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya pihak pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di negara lainnya itu.
2. Namun demikian, royalty itu dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan tempat asal royalty itu dan sesuai dengan Undang-undang di

137
Negara itu, tetapi apabila penerima royalty adalah pemilik royalty yang
menikmatinya, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 perseratus dari
jumlah royalty.
3. Istilah royalty yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala jenis pembayaran
pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas pemakaian atau hak
memakai setiap hak cipta atas karya kesusasteraan, kesenian atau ilmu
pengetahuan termasuk film-film bioskop dan karya-karya rekaman untuk
siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, desain atau model,
rencana, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau untuk keterangan
mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan atau ilmu pengetahuan.
4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima royalty yang
merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan
usaha di Negara lainnya pihak pada Persetujuan tempat asal royalty itu,
melalui suatu tempat usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan
pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu basis tetap yang terletak di
sana, dan hak atau milik sehubungan dengan mana royalty yang dibayarkan,
mempunyai hubungan efektif dengan tempat usaha tetap atau basis tetap
tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-
ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
5. Royalty dianggap berasal dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan jika
yang membayarkan royalty itu adalah Negara itu sendiri, salah satu bagian
ketatanegaraannya, salah satu Pemerintah daerahnya atau salah satu seorang
penduduknya. Namun demikian apabila pembayar royalty itu, tanpa
memandang apakah ia merupakan penduduk salah satu Negara pihak pada
Persetujuan atau bukan, memiliki suatu tempat usaha tetap di salah satu
Negara pihak pada Persetujuan, sehubungan dengan mana kewajiban untuk
membayar royalty itu telah dibuat, dan royalty tersebut adalah atas beban
tempat usaha tetap itu, maka royalty akan dianggap berasal dari Negara pihak
pada Persetujuan di mana tempat usaha tetap itu terletak.
6. Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dengan
penerima royalty atau diantara keduanya dengan pihak ketiga, besarnya jumlah
royalty yang dibayarkan dengan memperhatikan pemakaian, hak atau
keterangan, untuk mana royalty itu dibayar, melebihi jumlah yang seharusnya
disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan

138
istimewa semacam itu, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya
terhadap jumlah yang tersebut terakhir. Dalam hal ini, jumlah kelebihan
pembayaran pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak menurut
Undang-undang masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

G. Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA

1. Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dirumuskan


dalam Pasal 6 ayat 2 atau pemindahtanganan saham-saham atau
pengikutsertaan semacam itu dalam suatu pemilikan bersama mengenai harta
tak gerak atau dalam suatu badan yang aktivanya terutama terdiri dari harta tak
gerak, dapat dikenakan pajak di Negara yang mengadakan kemufakatan di
mana harta semacam itu terletak.
2. Keuntungan dari pemindahtanganan harta tak gerak yang merupakan bagian
daripada kekayaan perusahaan suatu tempat usaha tetap yang dimiliki oleh
perusahaan dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan di Negara lainnya
pihak pada Persetujuan, atau dari pemindahtanganan harta gerak yang
termasuk dalam suatu basis tetap yang tersedia bagi seorang penduduk salah
satu Negara pihak pada Persetujuan di Negara lainnya pihak pada Persetujuan
untuk tujuan pelaksanaan pekerjaan bebas, termasuk didalamnya keuntungan
dari pemindahtanganan tempat usaha tetap itu (baik pemindahtanganan secara
tersendiri maupun bersama-sama dengan pemindahtanganan seluruh
perusahaan) ataupun dari pemindahtanganan basis tetap itu, dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya.
Namun demikian, keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak semacam
yang tersebut dalam Pasal 23 ayat 3 hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan di mana harta gerak itu dapat dikenakan pajak sesuai
dengan ketentuan Pasal ini.
3. Keuntungan dari pemindahtanganan atas setiap harta lain daripada yang
disebutkan dalam ayat 1 dan 2 hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan di mana pihak yang memindahtangankan itu merupakan
penduduknya.

139
H. Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS PRIBADI

1. Pendapatan yang diperoleh seorang penduduk salah satu Negara pihak pada
Persetujuan sehubungan dengan suatu pekerjaan bebas atau kegiatan-kegiatan
bebas lainnya yang serupa, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali
jika ia di Negara pihak pada Persetujuan lainnya mempunyai suatu basis tetap
yang secara teratur tersedia baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya.
Jika ia mempunyai basis tetap demikian, maka pendapatannya dapat dikenakan
pajak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan tetapi hanya sepanjang
mengenai bagian pendapatan yang dapat dianggap berasal dari basis tetap itu.
2. Istilah pekerjaan bebas meliputi teristimewa pekerjaan-pekerjaan bebas di
bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau
pengajaran, demikian pula pekerjaan pekerjaan bebas oleh para dokter, ahli
hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi dan akuntan.

I. Pasal 17
SENIMAN DAN OLAHRAGAWAN

1. Walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, pendapatan yang


diperoleh para seniman penghibur seperti artis-artis teater, film, radio atau
televisi dan pemain musik, dan oleh olahragawan, dari kegiatan pribadi mereka
tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana
kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan.
2. Apabila pendapatan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan seorang penghibur
tersebut atau olahragawan, jatuhnya bukan kepada penghibur atau olahragawan
itu sendiri tetapi kepada orang lain, maka pendapatan itu dapat dikenakan
pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana kegiatan penghibur atau
olahragawan itu dilakukan, walaupun ada ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan
15.
3. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa atau keuntungan dan
upah, gaji dan pendapatan lainnya semacam itu yang diperoleh para penghibur
atau olahragawan atas kegiatan pribadi mereka itu di salah satu Negara pihak

140
pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan jika kunjungan mereka ke Negara pihak pada Persetujuan yang
disebut pertama ditunjang untuk sebagian besar dari dana umum Negara
lainnya pihak pada Persetujuan tersebut, salah satu bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya atau dari suatu badan hukum publiknya.
4. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 2, apabila pendapatan sehubungan
dengan kegiatan pribadi demikian dari penghibur atau olahragawan di salah
satu Negara pihak pada Persetujuan tidak jatuh kepada penghibur atau
olahragawan itu sendiri tetapi kepada orang lain, walaupun ada ketentuan-
ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka pendapatan itu hanya akan dikenakan
pajak di Negara lainya pihak pada Persetujuan jika orang atau badan tersebut
ditunjang untuk sebagian besar dari dana umum Negara lainnya pihak pada
Persetujuan tesebut, salah satu bagian ketatanegaraannya atau pemerintah
daerahnya atau suatu badan hukum publiknya.

J. Pasal 18
PENSIUN

1. Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 19 ayat 2, pensiun dan balas


jasa lainnya semacam itu, yang dibayarkan kepada seorang penduduk salah
satu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan dalam
hubungan perburuhan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan itu.
2. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, pensiun jaminan sosial yang
dibayar oleh suatu lembaga jaminan sosial salah satu Negara yang
mengadakan kemufakatan hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan itu.

K. Pasal 19
JABATAN PEMERINTAH

1. (a) Balas jasa, lain daripada pensiun, yang dibayar oleh salah satu Negara
pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah
daerahnya atau badan hukum publiknya kepada setiap orang pribadi
sehubungan dengan pemberian jasa-jasa kepada Negara pihak pada

141
Persetujuan itu atau kepada bagian ketatanegaraannya atau pemerintah
daerahnya atau badan hukum publiknya, hanya dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan itu.
(b) Namun demikian, balas jasa tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara
lainnya pihak pada Persetujuan jika jasa-jasa itu diberikan di Negara
lainnya pihak pada Persetujuan itu dan penerima uang jasa adalah
penduduk yang merupakan warga negara dari Negara lainnya pihak pada
Persetujuan itu.
2. Setiap pensiun yang dibayar oleh atau dari dana-dana yang diadakan oleh salah
satu Negara pihak pada Persetujuan atau salah satu bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publiknya kepada seorang
pribadi sehubungan dengan pemberian jasa jasa kepada Negara pihak pada
Persetujuan itu atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau
badan hukum publiknya hanya akan dikenakan pajak pada Negara pihak pada
Persetujuan.
3. Ketentuan-ketentuan Pasal 15 dan 16 berlaku terhadap balas jasa berkenaan
dengan pemberian jasa dalam hubungan suatu perusahaan yang dilakukan oleh
salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau salah satu bagian
ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publiknya.

L. Pasal 20
PARA SISWA

1. Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh seorang siswa atau siswa


kejuruan perusahaan yang merupakan atau sebelumnya merupakan penduduk
salah satu Negara pihak pada Persetujuan dan berada di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan semata-mata untuk maksud pendidikan atau latihannya,
untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan atau latihannya tidak akan
dikenakan pajak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu, asalkan
pembayaran-pembayaran tersebut diberikan kepadanya dari sumber-sumber di
luar Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu.
2. Walaupun ada ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh siswa atau
siswa kejuruan perusahaan yang atau sebelumnya merupakan penduduk salah
satu Negara pihak pada Persetujuan dan yang berada di Negara lainnya pihak
pada Persetujuan semata-mata untuk maksud pendidikan atau latihannya dari

142
pemberian jasa-jasa di Negara lainnya pihak pada Persetujuan itu, tidak akan
dikenakan pajak di Negara lainnya itu, asalkan jasa-jasa tersebut adalah
sehubungan dengan pendidikan atau latihannya ataupun balas jasa tersebut
perlu untuk menambah sumber-sumber yang tersedia baginya untuk keperluan
biaya hidupnya.

M. Pasal 22
PENDAPATAN LAIN

1. Bagian-bagain pendapatan berasal dari manapun dari seorang penduduk salah


satu Negara pihak pada Persetujuan, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal yang
terdahulu dari Persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan itu.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku, jika si penerima pendapatan
yang merupakan salah satu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan usaha
melalui tempat usaha tetap yang terletak di Negara lainnya pihak pada
Persetujuan atau melakukan pekerjaan bebas dari suatu basis tetap yang
terletak di Negara lainnya pihak pada Persetujuan, dan hak atau milik
sehubungan dengan mana pendapatan itu dibayar mempunyai hubungan efektif
dengan tempat usaha tetap atau basis tetap tersebut.
Dalam hal tersebut tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 7 atau Pasal 14.

143
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Treaty memiliki makna suatu persetujuan internasional yang disepakati
antar negara dan dibuat sesuai hukum internasional. Sementara itu pengertian Tax
Treaty atau P3B itu sendiri adalah suatu persetujuan antara dua Negara atau lebih
dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
berasal dari suatu Negara yang diperoleh penduduk atau resident negara lain.
Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak pemajakan
antarnegara. P3B tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif
pajak.P3B hanya akan mengatur pembagian hak pemajakan sehingga nantinya
atas beberapa jenis penghasilan, hak pemajakan suatu negara akan dibatasi oleh
P3B.

III.2 Saran
Dari penjelasan di atas, diharapkan seluruh aparat negara dan petugas
pajak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tepat.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Saya pelaku penulis makalah meminta maaf serta mohon kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi terciptanya sebuah makalah yang lebih baik
lagi.

144
DAFTAR PUSTAKA

 Apa itu Tax Treaty? ,(online)


(https://news.ddtc.co.id/apa-itu-tax-treaty-9578, diakses 14 Maret 2017)
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=27&l=id
 https://txtreaty.wordpress.com/2012/10/11/treaty-sing-id/
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=58&l=id
 https://engine.ddtc.co.id/p3b/read/hongkong
 https://engine.ddtc.co.id/p3b/read/south-korea
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=10&l=id
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=34&l=id
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=21&l=id
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=16&l=id
 http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=15&l=id

145

Anda mungkin juga menyukai