Anda di halaman 1dari 18

KARYA TULIS ILMIAH

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA


BUDAYA POLITIK MASYARAKAT DESA SIDOMULYO
KECAMATAN LIRIK KABUPATEN INDRAGIRI HULU
PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2019

DISUSUN OLEH:

NAMA : WENI MARISA LUBIS


KELAS : X APHP

SMK NEGERI 1 PASIR PENYU

KECAMATAN PASIR PENYU

KABUPATEN INDRAGIRI HULU

TAHUN AJARAN 2019-2020


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayahNya-lah kami dapat menyelesaikan karya Tulis Ilmiah mengenai
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA dalam sebuah mata Pelajaran
Kewarganegaraan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini
ataupun kata – kata yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Untuk perbaikan
dan peningkatan tulisan ini, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan khususnya pembaca.

Rengat, 02 April 2020

Weni Marisa
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................1
1.3  TUJUAN PEMBAHASAN...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 PENGERTIAN BUDAYA POLITIK PARTISIPASIF.................................3
2.2 BENTUK-BENTUK BUDAYA POLITIK PARTISIPASIF........................5
2.3 BUDAYA POLITIK YANG BERTENTANGAN DENGAN SEMANGAT
PEMBANGUNAN POLITIK BANGSA.......................................................6
2.4 CONTOH BUDAYA POLITIK PARTISIPAN DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA.....................8
2.5 HASIL PENELITIAN MENGENAI PERILAKU YANG BERPERAN
AKTIF DALAM POLITIK YANG BERKEMBANG DI MASYARAKAT
DESA SIDOMULYO KECAMATAN LIRIK KABUPATEN INDRAGIRI
HULU...........................................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
3.1 KESIMPULAN............................................................................................13
3.2 SARAN........................................................................................................13
3.2 PESAN-PESAN...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti
antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut
Benedict R. OG Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam
antara kelompok elite dengankelompok massa.
Negara Indonesia sebagai negara demokratis membutuhkan warga negara yang
berbudaya politik partisipan dan berorientasi setia atau mendukung sistem politik
nasional. Warga negara yang berciri demikian inilah yang memang didutuhkan bagi
sistem politik demokrasi di Indonesia. 
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem
politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa
akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum,
biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan
pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian,
pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik
tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-
aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian budaya politik partisipan?
2. Bagaimana bentuk-bentuk budaya politik partisipan?
3. Bagaimana budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan politik
bangsa?
4. Bagaimana contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara?
5. Bagaimana Peneletian mengenai perilaku yang berperan aktif dalam politik yang
berkembang di masyarakat di Desa Sidomulyo Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri
Hulu?

1.3  TUJUAN PEMBAHASAN


Tujuan penulis membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Budaya Politik Di
Indonesi “ adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian budaya politik partisipan
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk budaya politik partisipan
3. Untuk mengetahui budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan
politik bangsa
4. Untuk mengetahui contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
5. Untuk mengetahui hasil penelitian mengenai perilaku yang berperan aktif dalam
politik yang berkembang di masyarakat Desa Sidomulyo Kecamatan Lirik Kabupaten
Indragiri Hulu.
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BUDAYA POLITIK PARTISIPASIF


Budaya politik yang partisipasif  adalah budaya politik yang demokratik, dalam hal
ini, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil.
Budaya politik yang demokratik ini menyangkut “suatu kumpulan sistem keyakinan,
sikap, norma, persepsi, dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya
partisipasi,” kata Almond dan Verba.
Masayarakat dalam budaya politik ini mamahami bahwa mereka berstatus warga
negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Masyarakat memiliki
kebangsaan dan kemaua untuk berperam dalam sistem politik. Selain itu, masyarakat
dalam budaya politik imi memiliki keyakinan dapat memengaruhi pengambilan
kebijakan publik dan membentuk kelompok untuk melakukan protes jika pelaksamaa
pemerintah tidak transparan.
Dalam budaya politik partisipan ini, demokrasi dapat berkembang dengan baik. Hal
ini dikarenakan terjadinya hubungan yang harmonis antara warga negara dan pemerintah
yang ditunjuk oleh tingkat kompetensi politik (penyelesaian sesuatu secara politik), dan
tingkat efficacy (keberdayaan). Dapat dikatakan bahwa tipe budaya ini merupakan
kondisi ideal bagi secara politik.
Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap kesulurahan objek,
baik umum, input, maupun output secara pribadinya mendekati satu atau dapat dikatakan
tinggi.
Menurut Bronson dan kawan-kawan dalam bukunya Belajar Civic Education dari
Amerika,beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya partisipan
sebagai berikut:
1. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi,
 Kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena
keterpaksaan atau pengawasan dariluar;
 Bertanggung jawab atas tindakan yang di perbuat;
  Memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat demokrtis.
2. Memenuhi tanggung jawab personal kewargaan dibidang ekonomi dan politik.
Tanggung jawab ini antara lain meliputi:
 Memelihara atau menjaga diri;
 Memberi nafkah dan merawat keluarga;
 Mengasuh dan mendidik anak.
Didalamnya termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, seperti:
 Menentukan pilihan (voting);
 Membayar pajak;
 Menjadi juri di pengadilan;
 Melayani masyarakat;
 Melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.
3.  Menghormati harkat dan marabat kemanusiaan setiap invidu.
 Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka.
 Bersifat sopan.
 Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warga negara.
 Meengikuti aturan “prinsip mayoritas” namun tetap menghargai hak-hak minoritas
untuk berbeda pendapat.
4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana.
Karakterini merupakan sadar informasi sebelum :
 Menentukan pilihan (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik:
 Terlibat dalam diskusi yang santun dan serius;
 Memegang kendali  dalam kepemimpinan bila di perlukan;
 Membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai
warga negara harus di kesampingkan demi memenuhi kepentingan publik;
 Mengavaluasi kapan seseorang karena kewajiban atau prinsip-prinsip
konstitusional di haruskan menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.
5. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi:
 Sadar informasi dan kepekaan terhadap unsur-unsur publik;
 Melakukan penalahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional;
 Memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik agar
sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi;
 Mengambil langkah-langkah yang di perlukan bila ada kekurangannya.
Karakter ini mengarahkan warga negara agar bekerja dengan cara-cara yang damai
dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan tidak
bijaksana.

Budaya politik partisipan adalah salah satu jenis budaya politik bangsa. Dalam budaya
politik partisipan, orientasi politik warga terhadapkesluruhan objek politik, baik umum,
input dan output, maupun pribadinya mendekati satu atau dapat dikatakan tinggi.
Berdasar hal ini maka ciri-ciri budaya politik partisipan adalah sebagai berikut:

 Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik


menerima maupun menolak suatu objek politik
 Kesadaran bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis
 Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya (kewajibannya) dan mampu
mempergunakan hak itu serta menanggung kewajibannya
 Tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin, tetapi
dapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan,
input, output ataupun posisi dirinya sendiri
 Kehidupan politik dianggap sebagai sarana trnsaksi seperti halnya penjual dan
pembeli. Warga dapat menerima berdasar kesadaran, tetapi juga mampu menolak
berdasarkan penilaiannya sendiri

2.2 BENTUK-BENTUK BUDAYA POLITIK PARTISIPASIF           


Sebagai komunitas warga negara yang terdidik dan terpelajar,hendaknya kita memiliki
peran besar (partisipasi aktif)untuk melakukan perubahan politik yang lebih baik dan
berbudaya. Melalui sarana Pemilihan Umum, kita dapat menjadikannya sebagai
momentum untuk mendorong perubahan sosial politik, politik ekonomi, budaya, dan
lain-lain ke arah yang lebih baik dan demokratif melalui pemerintahanyang dipilah
melalui pemilu, secara damai dan beradab (berbudaya). Semua itu dimaksudkan sebagai
upaya melakukan pendidikan budaya politik partisipan (rakyat) yang lebih luas karena
dengan demikian akan dapat digunakan sebagai salah satu rujukan untuk menentukan
pilihan dalam pemilu secara arif, bijaksana, kritis, dan rasional.
Dalam setiap tahapan pemilu, kita sebagai simpatisan (kader) partai politik, ataupu
kaum terpelajar tidak ada larangan untuk mengikutinya. Namun demikian, hal yang perlu
dikedepankan dalam kampanye adalah situasi damai karena dalam kampanyenya sering
kali terjadi persinggungan antar massa pendukung dari partai politik (simpatisan dan
kader) partai politik. Bermula dari saling mengejek dan saling hina di antara mereka
ketika berpapasan di jalan raya dalam situasi kampanye, perkelahian antar massa
pendukung partai politik seringkali terjadi.
Untuk mewujudkan situasi seperti itu dibutuhhkan toleransi yang besar terhadap
kelompok yang berbeda pandangan politik dan juga sikap anti kekerasan. Pelajar yang
ingin aktif dalam kampanye harus sadar bahwa tindakan brutal, kekerasan, dan
keseluruhan hanya akan merusak situasi pemilu yang demokratis dan beradab. Untuk itu,
kita harus sadar bahwa brutalisme, kekerasan, dan kerusuhan yang mengiringi proses
pemilu sebenarnya adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai
demokratis dan budaya politik bangsa Indonesia. Albert Camuspernah mengatakan
bahwa I’ anarchie est I’abus de la democratie, anarkisme adalah penyelewengan dari
demokrasi.

2.3 BUDAYA POLITIK YANG BERTENTANGAN DENGAN SEMANGAT


PEMBANGUNAN POLITIK BANGSA
Suatu pemerintahan dengan budaya politik yang bertentangan dengan semangat
pembangunan politik bangsa yang transparan (terbuka) apabila dalam penyelenggaraan
sistem politik pemerintahannya tidak terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai
proses kelembagaan sehigga tidak mudah di akses oleh masyarakat sebagai warga bangsa
yang membutuhkan.
Budaya politik feodalisme yang terjadi adalah merupakan sebuah sistem
pemerintahan dimana seorang pemimpin bangsawan memiliki anak buah banyak yang
juga masih dari kalangan bangsawan,tetapi lebih rendah mereka biasa disebut  vazal.
Dalam penggunaan bahasa sekalipun, sering kalli digunakan untuk menunjuk para
perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang zalim,seperti
kolot,selalu ingin di hormati atau bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak di
tinggalkan,artinya sudah banyak tidak sesuai lagi dengan pengertian  politik yang
sesungguhnya.
Realitas budaya politik masih menjadi kendala bagi proses pendidikan politik karena
masih di warnai oleh kuatnya pengaruh nilai-nilai feodalisme,primordialisme,dan
paternalisme berlebihan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kondisi itu di perparah
dengan makin sulitnya mencari figur-figur yang dapat diteladani dalam kepemimpinan
nasional. Keadaan ini di rasakan mempersuli mahasiswa dan kaum yang terpelajar dalam
mengoperasionalkan konsep dan nilai-nilai yang terkandung dalam khasanah budaya
bangsa.
Banyak kalangan berpendapat, di era Orde Reformasi ini korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) tetap hidup dan bahkan makin berkembang (wajah baru KKN).
Pemilihan pejabat publik, baik di pemerintahan maupun BUMN, masih menggunakan
cara lama; siapa dekat dia dapat. Pertimbangan profesional buakn acuan utama. Akibat
KKN, harta republik telah menjadi “barang jarahan” yang hanya menguntungkan sedikit
orang.
Tindakan KKN memiliki kecendrungan “terstruktur” dalam kehidupan masyarakat
politik. Tentang perubahan struktur ini, para ilmuan sosial memasuki perdebatan yang
melelahkan,bahkan hampir tidak dapat diselesaikan. Dari kacamata
strukturalisme,perilaku individu akan ditentukan oleh kondisi strukturalnya (structure
conduct performance). Sebaliknya dari kacamata individualisme, struktur adalah hasil
perilaku para aktor politik. Titik tengahnya adalah menganggap bahwa aksi para individu
dan struktur adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan (dualitas). Aksi individu hanya
bisa dipahami dari dan sebaliknya struktur hanya biasa dijelaskan dari aksi para
individunya (Giddens, 1984). Dalam kacamata strukturasi ini, tiap individu memiliki
kebebasan untuk melakukan aksi, tetapi dalam kerangka “aturan main” tertentu yang
memengaruhinya. Dalam pengertian neoinstitusionalisme, ada “roh” yang memengaruhi
cara pandang (sense making) para individu yang akan menghalangi (contraining) atau
mendorong (enabling) tindakan tertentu. Weick (1979) menyebut lingkungan sosial
sebagai sesuatu yang mendorong (enactment) aksi individu.
Suatu hal yang patut kita sayangkan adalah hingga saat ini “belum pernah” atau
“belum ada” contoh yang baik tentang penegakan perilaku KKN. Masih banyak birokrat
dan pejabat tinggi negara yang terang-terangan melakukan praktik ini. Dengan demikian,
tidak mengherankan apabila semua orang berlomba-lomba untuk melakukan hal yang
tampaknya bersifat profesional.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi orang berperilaku tidak mau melibatkan
diri dalam politik (partisipan). Robert dahl menyebutkan alasan sebagai berikut.
 Orang mungkin kurang tertarik dalam politik jika mereka memandang rendah
terhadap segala manfaat yang diharapkan dari keterlibatan politik, dibandingkan
dengan manfaat yang akan diperleh dari berbagai aktivitas lainnya.
 Orang merasa tidak melihat adanya perbedaan yang tegas dengan keadaan
sebelumnya, sehingga apa yang dilakukan seorang tersebut tidaklah menjadi
persoalan.
 Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa bahwa tidak ada
masalah terhadap   hal yang dilakukan, karena ia tidak dapat mengubah dengan jelas
hasilnya.
 Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa bahwa hasil-hasilnya
relatif akan memuaskan orang tersebut sekalipun ia tidak berperan di dalamnya.
 Jika pengetahuan seseorang tentang politik tersebut terlalu terbatas untuk dapat
menjadi efektif.
 Semakin besar kendala yang dihadapi dalam perjalanan hidup, semakin kecil
kemungkinan bagi seseorang untuk terlibat dalam politik.

2.4 CONTOH BUDAYA POLITIK PARTISIPAN DALAM KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
1. Kritis Memilih Partai Politik, Anggota Parlemen(DPR/DPRD dan DPD)
Sikap kritis dalam pemilu juga harus diarahkan pada partai politik, calon anggoya
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan anggoya legislatif, mulai dari tingkat pusat
sampai dengan kabupaten/kota. Sikap kritis ini sangat penting karena merekalah yang
akan mewakili rakyat Indonesia untuk memperjuangkan aspirasi politik rakyat.
Kritisme pada partai politik siarahkan pada platform partai politik untuk
memperjuagkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam sistem proporsional terbuka, rakyatlah yang berkuasa menentukan
kelayakan calin anggota legislatif. Untuk  itu, masyarakat pemilih harus melakukan
seleksi dan penyaringan secara ketat terhadap para calin tersebut, baik dari segi moral
maupun kapasitasnya. Jika terdapat calon anggota legislatif tidak memenuhi
persyaratan moral, kewibawaan dan kejujuran (integritas), dapat dipercaya
(kredibilitas), dan memiliki kemampuan/keahlian pada umumnya (akuntabilitas
publik) maka sikap terbaik masyarakat pemilih tentunya adalah tidak memilih calon
tersebut.
Di alam keterbukaan dan informasi ini, rakyat tentunya dapat mengakses
informasi seluas-luasnya tentang perilaku politik seorang calin anggota legislatif
ataupun partai politik. Dengan demikian, rakyat sebenarnya dapat menentukan secara
objektif siapa dan partai apa yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat
ataukah hanya sekadar menjual janji-janji muluk belaka.
2. Kritis Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Kritisme pada pemilihan presiden dan wakil presiden lebih ditekankan pada
kualitas diri calon yang akan dipilih tersebut, baik dari segi visi kenegaraan,
kredibilitas moral, amanah, kapabilitas, maupun kebersihan dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Okeh karena itu, masyarakat pemilih perlu mengetahui terlebih
dahulu track record cali presiden dan wakil presiden. Masyarakat pemilih perlu
mengikuti perkembangan informasi melalui media massa dan berbagai sumber
informasi lain uang akurat untuk melakukan pemeriksaam kembali (cross check)
tentang kredibilitas moral dan kapabilitas calon presiden maupun wakil presiden.
3. Kritisme dalam Mewujudkan Pemilu Luber dan Jurdil
Pemilu yang Luber dan Jurdil merupakan harapan dari segenap rakyat Indonesia,
sekaligus merupakan perwujudan dari pemilu yang demokratis. Oleh karena itu,
sikapa kritis dari pemilih dan warga Idonesia sengat diperlukan untuk mewujudkan
pemilu yang Luber dan Jurdil. Untuk itu diperlukan persyaratan minimal, di antaranya
sebagai berikut.
 Peraturan perundangan yang mengatur pemilu harus tidak tidak membuka
peluang bagi terjadinya tindak kecurangan ataupun menguntungkan satu atau
beberapa pihak tertentu.
 Peraturan pelaksanaan pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk
pelaksanaan pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya kecurangan 
ataupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu.
 Badan/lembaga penyelenggara maupun panitia pemilu baik di tingkat pusat
maupun daerah harus bersifat mandiri dan independen.
 Partai politik peserta pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat
dalam penyelenggaraan pemili, khususnya yang berkaitan dengan kepanitiaan
pemilu serta kemampuan mempersiapkan saksi-saksi di tempat pemungutah
suara,
 Lembaga/organisasi/jaringan pemamtauan  pemilu harus terlibat aktif dalam suatu
proses dan tahapan pemilu  di semua tingkatan di seluruh wilayah pemilihan
untuk memantau perkembangan penyelenggaraan pemilu.
 Anggota masyarakat luas, baik secara perorangan dan kelompok maupun yang
terhimpun dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan harus aktif dalam
memantau setiap perkembangan penyelenggaraan pemilu daerah masing-masing.
 Insan pers dan media massa harus memberikan perhatian secara khusus pada
setiap penyelenggaraan pemilu.
 Memupuk kesadaran politik setiap warga negara supaya semakin sadar akan hak
politiknya dalam pemilu.

2.5 HASIL PENELITIAN MENGENAI PERILAKU YANG BERPERAN AKTIF


DALAM POLITIK YANG BERKEMBANG DI MASYARAKAT DESA
SIDOMULYO KECAMATAN LIRIK KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Tempat Penelitian : Desa Sidomulyo

Hari dan Tanggal Penelitian : 01 April 2020

Narasumber : Finalia Lubis (Kasi Pemerintahan Desa Sidomulyo)

Masyarakat Desa Sidomulyo Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu ialah


masyarakat yang tinggal, hidup, dan berinteraksi di Desa tersebut. Pada penelitian ini
Masyarakat Desa Sidomulyo yang diteliti dibatasi pada masyarakat yang bertempat
tinggal dan menetap di Desa Sidomulyo dengan alamat yang tertera pada KTP (Kartu
Tanda Penduduk) yaitu Desa Sidomulyo. Kemudian, masyarakat pada penelitian juga
harus mengetahui dan mengikuti Pemilu Legislatif Langsung Tahun 2019 yaitu pada
tanggal 17 April 2019. Jadi, apabila ada masyarakat yang tidak tinggal dan menetap di
Desa Sidomulyo atau tidak mengikuti Pilkada Langsung Tahun 2015, maka tidak
dijadikan subjek penelitian. Masyarakat Desa Sidomulyo yang diteliti termasuk ke
dalam golongan umur yang diperbolehkan ikut serta pada Pemilihan Umum yaitu usia
17 tahun ke atas atau sudah menikah. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, individu
lebih matang secara emosi dan dapat ikut serta dalam kegiatan politik, salah satunya
yaitu Pemilihan Umum.
Hasil Penelitian :
Masyarakat Desa Sidomulyo baik yang tua dan muda (sudah berumur 17 tahun atau
sudah menikah) memilliki peran besar untuk melakukan perubahan sosial politik yang lebih
baik. Melalui pemilu, Masyarakat bisa menjadikannya sebagai momentun untuk mendorong
perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain kearah yang lebih baik dengan
melalui pemerintahan yang dipilih melalui pemilu. Selain itu, pemilu harus juga menjadikan
momentum yang damai dan beradap. Semua ini dimaksudkan sebagai upaya melakukan
pendidikan politik rakyat yang lebih luas, karena dengan demikian Masyarakat sebagai
pemeran penting dalam kegiatan demokrasi ini bisa menjadi salah satu rujukan untuk
menentukan pilihan pemilu secara arif,  bijaksan, krisis, dan rasional. 

Berkaitan dengan kenyataan tersebut, maka keberadaan Masyarakat di Desa Sidomulyo


sebagai pemilih pemilu berdasarkan Penelitian saya telah mengambil sikap dan langkah-
langkah yang positif dan konstruktif dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif
tahun lalu, antara lain sebagai berikut.

1. Aktif tanpa kekerasan dalam Pemilihan Umum


Masyarakat Desa Sidomulyo berpartisipasi secara aktif dalam Pemilihan Umum,
dengan menhindarkan diri dari kekerasan dan anarkisme massa, ciptakan pemilu yang
demokratis, damai, dan beradap.
2. Masyarakat Desa Sidomulyo menciptakan Pemilhan umum sebagai gerakan anti
korupsi
Masyarakat sebagai pemilih aktif dan selektif dalam memilih calon pemimpin
nasional dan wakil-wakil yang bersih, agar kelak dalam melaksanakan pemerintahan
tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Masyarakat Desa Sidomulyo tidak Apatis
Masyarakat yang memiliki hak pilih tidak apatis dalam Pemilihan Umum Legislatif
tahun 2019 lalu. Mereka menggunakan hak pilih mereka dengan menggunakan hati
nurani dan akal pikiran yang sehat ketika memilh wakil-wakil raktyat yang duduk di
perlement, presiden dan wakil presiden, partai politik sebagai kontestan dalam pemilu,
dan sebagainya. Partisipasi dari masyarakat Sidomulyo begitu tinggi terlihat dari
penuhnya setiap TPS yang ada di Desa Sidomulyo ketika Pemilu sedang berlangsung.
DOKUMENTASI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIS 17 APRIL 2019
DI ENAM TPS DESA SIDOMULYO KECAMATAN LIRIK
KABUPATEN INDRAGIRI HULU
Sumber : Website Resmi Desa Sidomulyo ( https://Sidomulyo.sideka.id)
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan semua uraian yang telah dibahas sebelumnya, beberapa hal yang dapat

kita ketahui mengenai budaya politik Masyarakat Desa Sidomulyo adalah sebagai

berikut.

Budaya politik yang partisipasif  adalah budaya politik yang demokratik, dalam hal
ini, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil.
Budaya politik partisipan adalah salah satu jenis budaya politik bangsa. Dalam budaya
politik partisipan, orientasi politik warga terhadap kesluruhan objek politik, baik umum,
input dan output, maupun pribadinya mendekati satu atau dapat dikatakan tinggi.
Budaya Politik Partisipasif di kalangan Masyarakat Desa Sidomulyo sendiri sudah
cukup tinggi, kesadaran masyarakat akan politik demokrasi ini dapat terlihat dari
antusiasnya warga dalam Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019 silam. Tidak hanya
warga yang mendapat undangan penyoblosan saja yang antusias warga yang tidak
mendapat undanganpun rela datang ke TPS untuk memilih dengan membawa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan dengan syarat sudah terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Desa Sidomulyo. Bagi warga yang kerja diluar daerah Sidomulyo pun rela pulang ke
Desa untuk melakukan pencoblosan, hal ini tidak lain dilakukan dengan mengharapkan
perubahan tatanan bangsa dengan memilih Pemimpin Bangsa dan Daerah yang amanah.

3.2 SARAN
1. Masyarakat Desa Sidomulyo diharapkan mampu menyaring informasi-informasi

politik secara bijak, sehingga keterbukaan masyarakat terhadap politik mampu

selaras dengan kestabilan keadaan budaya politik masyarakat.

2. Masyarakat Desa Sidomulyo diharapkan bisa lebih aktif dalam berbagai kegiatan

politik di wilayah yang lebih luas agar dapat lebih bermanfaat bagi kepentingan

bersama termasuk ketika dilaksanakan Pemilu, sehingga akan menciptakan kerja

sama yang baik antar masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah.
3.2 PESAN-PESAN
Alhamdulilah telah selesai Karya Tulis Ilmiah saya ini, pertama dan utama sekali saya
berterimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada saya dan
menguatkan saya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tidak lupa
pula ucapan terimakasih saya kepada orang tua saya yang senantiasa mengingatkan dan
memotivasi saya untuk mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini hingga selesai, kemudian
ucapan terimakasih kepada saudara Finalia Lubis selaku narasumber sekaligus kakak
saya yang telah memberi informasi mengenai pemilihan umum di Desa Sidomulyo dan
senantiasa membantu saya dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Dan juga
terimakasih kepada Ibu Refnita Selaku guru bidang studi yang telah memberikan
bimbingan dan masukan kepada saya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Edukatif HTS. 2006. Modul Kewarganegaraan Untuk SMA/MA Semester


Gasal. Surakarta: Penerbit Hayati Tumbuh Subur
2. Tim SIMPATI. 2006. LKS SIMPATI Untuk SMA/MA Semester Ganjil. Surakarta:
Penerbit Grahadi
3. https://sidomulyo.sideka.id

Anda mungkin juga menyukai