Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

A. PENDAHULUAN
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom
klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih bahkan
langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer A, 2000; Rumantir CU, 2007.).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2006).
Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia. Meskipun
upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam
beberapa tahun terakhir, stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian,
dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar
62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup
dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan, dari angka ini, 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Di Indonesia,
menurut SKRT tahun 1995, stroke termasuk penyebab kematian utama,
dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung iskemik.
(Smeltzer, 2001).

B. PENGERTIAN
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang
dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya
trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan
oksigen ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan
menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.
Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

C. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi Fisiologi dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (Vertebrobasiler). Darah arteri yang ke otak berasal dari
arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri subklavia berasal
langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan
arteri karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di
sebelah anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh
dua arteri vertebralis (Price, 2006).

Gambar 1. Anatomi vaskulrisasi otak

Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri
serebri media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis,
parietal, dan sebagian temporal (Price, 2006).
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui
foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris
(sistem vertebrobasiler) taut pons dan medulla di batang otak. Arteri basilaris
bercabang menjadi arteri serebellum superior kemudian arteri basilaris
berjalan ke otak tengah dan bercabang menjadi sepasang arteri serebri
posterior (Price, 2006).
Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior membentuk suatu
arteri yang disebut sirkulus willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri
anterior, arteri komunikantes anterior, arteri karotis interna, arteri
komunikantes posterior, dan arteri serebri posterior. Untuk menjamin
pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler (Price, 2006).

D. ETIOLOGI
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik.
4. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.

E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering ataucenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area  infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat,
dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin
2008).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

ialah sebagai berikut :

1. Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab dari stroke secara

spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk

mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2. Lumbal pungsi : Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada

carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau

perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan

adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil

biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari

pertama.

3. CT scan : Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens


fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke

permukaan otak.

4. MRI : MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan

otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi

dan infark akibat dari hemoragik.

5. USG Doppler : Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena

(masalah sistem karotis).

6. EEG : Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak.

G. PENATALAKSANAAN

1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan

lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,

membantu pernafasan.

2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk

untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala

yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai