Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Idris bin Yarid, nama aslinya Akhnukh, nama


Nama
Ibunya Asyut
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail
Garis Keturunan
⇒ Yarid ⇒ Idris as
Usia 345 tahun
Periode sejarah 4533 - 4188 SM
Irak Kuno (Babylon, Babilonia) dan Mesir
Tempat diutus (lokasi)
(Memphis)
Tempat wafat Allah mengangkatnya ke langit
di Al-Quran namanya
2 kali
disebutkan sebanyak

Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam, putra dari Yarid bin Mihla'iel
(Mahlail) bin Qinan (Qainan) bin Anusy bin Shiyth (Syits) bin Adam as. Nabi Idris as
menjadi keturunan pertama yang diutus menjadi nabi setelah Adam.
Dalam agama Yahudi dan Nasrani, Idris dikenal dengan nama Henokh.

Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu, kemahiran, serta
kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan manusia,
seperti pengenalan tulisan, matematika, astronomi, dan lain sebagainya. Menurut
suatu kisah, terdapat suatu masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah
sehingga Allah menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang berkepanjangan. Nabi
Idris pun turun tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri hukuman tersebut.
Allah mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan
ditandai turunnya hujan.

Idris dilahirkan di Mesir. Mereka menyebutnya dengan Hirmisal Haramisah, menurut


Bahasa Suryani. Idris lahir di kota Manfis (Manaf). Ada yang mengatakan Idris
dilahirkan di Babilonia dan Hijrah ke Mesir. Ketika melihat sungai Nil, dia berkata:
"Babilonia". yang berarti, sungai seperti sungai kalian, sungai besar, sungai yang penuh
berkah. Pada zamannya dibangun 188 kota, yang terkecil diantaranya adalah ar-Ruha.

Nabi Idris berdakwah untuk menegakkan agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah
menyembah Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikutnya supaya
selamat dari siksa dunia dan akhirat.

Nabi Idris dinyatakan dalam Al-Quran sebagai manusia pilihan Allah sehingga Dia
mengangkatnya ke langit. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Nabi Idris
wafat saat beliau sedang berada di langit keempat ditemani oleh seorang malaikat.

Dakwah Nabi Idris


Allah berfirman, "Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam kitab (al-qur'an).
Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi," (QS.
Maryam [19]:56).

Para sejarawan kuno dan ahli sejarah para nabi mengatakan bahwa beliau adalah Idris bin
Burd, ada juga yang berpendapat bin Yarid. Nama aslinya adalah Akhnukh. Latar belakang
dinamakan Idris karena beliau sering membaca kitab dan shuhuf Nabi Adam serta Nabi
Syits. Ibu beliau bernama Asyut. Beliau adalah orang pertama yang menulis dengan pena,
menjahit pakaian, mengenakan pakaian berjahit, serta orang pertama yang mempelajari
ilmu perbintangan dalam ilmu hutang.

Allah mengutus beliau kepada anak cucu Qabil dan mengangkatnya ke langit. Dalam
sebuah hadits riwayat Anas bin Malik disebutkan dari Abu Dzar bahwa Rasulullah pada
saat Mi'raj melihat Nabi Idris di langit ke empat. Nabi Idris berkata pada beliau, "Selamat
wahai Nabi yang baik dan saudara yang baik pula." Nabi Muhammad lantas bertanya, "
Siapakah dia, wahai Jibril?" Jibril menjawab, "Dia adalah Idris."

Disebutkan pula dalam Tarikh ath-Thabariy bahwasanya Burd melahirkan Akhnukh yaitu
Idris dan Allah mengangkatnya (Akhnukh) sebagai nabi. Saat itu, Nabi Adam telah berusia
622 tahun dan telah menerima 30 suhuf.

Ada juga sebuah hadits tentang ini. Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Dzar, ada empat
rasul yang berbangsa Suryani, mereka adalah Adam, Syist, Nuh, dan Akhnukh…" Hingga
ada pula yang mengatakan bhwa Nabi Idris diutus Allah pada masanya kepada seluruh
penduduk bumi. Selain itu, Allah menghimpun ilmu orang-orang terdahulu padanya.

Di dalam Qashash al-Anbiya disebutkan bahwa para ahli berbeda pendapat mengenai
lokasi Nabi Idris dilahirkan dan dibesarkan. Sebagian berpendapat, beliau dilahirkan di
Mesir, tepatnya di Manaf (Memphis) dan mereka menamakannya dengan Harmas al-
Haramisah. Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa beliau dilahirkan dan dibesarkan
di Babylon. Dalam bahasa Suryani "Babil" berarti sungai. Nabi Idris lalu memerintahkan
seluruh pengikutnya untuk berpindah ke Mesir.

Pada zaman Nabi Idris, manusia berbicara dengan 72 bahasa. Merekan telah mampu
mendesain kota-kota mewah. Kota yang telah dibangun pada waktu itu sebanyak 188 kota.
Saat itu bumi dibagi menjadi empat bagian dan setiap bagian tersebut memiliki raja
sendiri. Nama-nama raja tersebut adalah Elaus, Zous, Asghalebioos, dan Zous Amon.

Nabi Idris mewarisi ilmu Nabi Syits bin Adam. Setelah beranjak dewasa, Allah
mengangkatnya sebagai nabi. Beliaupun melarang orang-orang berbuat kerusakan yang
menentang syariat Nabi Adam dan Nabi Syits, tetapi hanya sedikit yang menaatinya.
Sebagian besar menentang dakwah beliau. Beliau lalu berniat untuk berpindah ke tempat
yang lebih banyak penduduknya dan mau menerima ajakannya yaitu daerah Mesir.

Beliau kemudian memerintahkan seluruh pengikutnya untuk meninggalkan Babylon.


Mereka berkata, "Bila kita berpindah, tempat manakah yang serupa dengan tempat kita?"

"Jika kita berpindah karena Allah, kita akan diberi rezeki yang serupa dengan tempat
itu." Jawab beliau. Mereka pun berangkat dan sampai di Mesir. Mereka melihat sungai
Nil. Nabi Idris pun berhenti di sana dan bertasbih memuji Allah. Di Mesir, beliau
berdakwah menyeru umat manusia menuju jalan Allah.

Nabi Idris sangat hati-hati dalam berbicara, pendiam, berwibawa, dan memiliki berbagai
petuah serta untaian kata-kata indah dalam nasihatnya, seperti "Janganlah kalian dengki
terhadap orang lain yang mendapatkan kemakmuran. Sebab, kenikmatan yang mereka
rasakan itu sedikit saja." Ucapan beliau yang lain adalah, "Cinta dunia dan cinta akhirat,
keduanya tidak akan berkumpul dalam satu hati, selamanya."

Menjelang wafat, Nabi Idris berwasiat kepada keturunannya agar mereka mengikhlaskan
diri beribadah kepada Allah semata. Selain itu, hendaknya mereka selalu berpegang pada
kejujuran dan keyakinan sdi setiap urusan hidup mereka. Beliaupun kemudian diangkat
Allah ke langit.

Idris adalah kakek dari ayah Nabi Nuh: Nuh bin Lamak bin Mutawasylah bin Akhnukh.
Ada berpendapat, dinamai Idris karena dia banyak dia banyak belajar. Nama sebenarnya
adalah Akhnukh. Allah menyifatinya dengan beberapa hal : pertama, dia adalah seorang
yang jujur; kedua, dia adalah seorang nabi; ketiga, firman Allah, "Warafa'nahu makanan
'aliyya" 'Kami mengangkatnya ke tempat (martabat) yang tinggi," (QS. Maryam [19]:
57). Ada dua pendapat mengenai penafsiran firman Allah tersebut.

Pertama, bahwa Nabi Idris mendapatkan "kedudukan" yang tinggi, seperti firman-Nya
kepada Rasulullah, "kami tinggikan sebutan (nama)mu," (QS. Al-Insyirah [94]: 4). Allah
memuliakan Idris dengan kenabian dan menurunkan tiga puluh shuhuf kepadanya. Tidak
hanya itu, Nabi Idris adalah nabi pertama yang menulis dengan pena; mempelajari ilmu
perbintangan, ilmu hitung (aritmetika); orang pertama yang menjahit dan memakai baju
darik kain. Sebab, para pendahulunya tidak mengenakan pakaian dari kain, tetapi dari
kulit.

Kedua, maksud dari kata "tinggi" dalam ayat tersebut adalah " tempat" yang sangat tinggi.
Demikianlah argument yang lebih kuat. Sebab, ketinggian yang disandingkan dengan
tempat berarti ketinggian tempat, bukan tingginya derajat. Kemudian, para ulama berbeda
pendapat mengenai hal ini.

Sebagian mereka berpendapat bahwa Allah mengangkat Nabi Idris ke langit atau ke surga.
Dengan begitu, dia dalam kondisi hidup, tidak mati. Sementara itu yang lain berpendapat,
"Allah mengangkatnya ke langit dan melepaskan ruhnya. "Kemudian Ibnu Abbas bertanya
kepada Ka'ab mengenai firman Allah, "Kami mengangkatnya ke tempat (martabat) yang
tinggi," (QS. Maryam [19]: 57).

Menurut Ka'ab, malaikat pencabut nyawa mendatangi Nabi Idris. Nabi Idris pun
mengajaknya bicara sampai malaikat menunda pencabutan nyawanya. Lantas malaikat itu
membawanya ke langit dengan kedua sayapnya. Sesampainya di langit ke empat, malaikat
itu berkata, "Aku sebenarnya diutus mencabut nyawamu di langit ke empat. Mendapat
perintah demikian itu, aku pun bertanya, 'Bagaimana caranya, sedangkan dia ada di
bumi?!'" Ketika Idris menoleh, malaikat maut menatapnya kemudian mencabut nyawanya
di tempat itu.

Ketahuilah, Allah memuji Idris dengan menaikannya ke langit. Sebab biasanya, yang
diangkat ke langit hanya mereka yang memiliki dan kedudukan yang tinggi. Karena itu,
Allah berfirman mengenai para malaikat, "Malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka
tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembahnya," (QS. Al-Anbiya' [21]: 19), (al-
Fakhrurrazi, Tafsir a-Raziy, jilid X, hlm. 322).

Idris di dalam Al-Qur'an

Di dalam Al-Quran, nama Idris as disebutkan 2 kali, yaitu :

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam
Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (QS. Maryam [19]:56,57)

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang
yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya
mereka termasuk orang-orang yang saleh. (QS. al-Anbiyaa' [21]:85,86)

Idris dalam Hadits

Dalam sebuah hadits, Idris disebutkan sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama yang
berbicara dengan Muhammad dalam salah satu surga selama Mi'raj.

Diriwayatkan dari Abbas bin Malik: ... Gerbang telah terbuka, dan ketika aku pergi ke
surga keempat, disana aku melihat Idris. Jibril berkata (kepadaku). 'Ini adalah Idris;
berilah dia salammu.' Maka aku mengucapkan salam kepadanya dan ia mengucapkan
salam kepadaku dan berkata. 'Selamat datang saudaraku yang alim dan nabi yang saleh.;
... (Sahih Bukhari 5:58:227)

Idris dipercayai sebagai seorang penjahit berdasarkan hadits ini:

Ibnu Abbas berkata, "Daud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh
seorang tukang kayu, Idris seorang penjahit dan Musa adalah penggembala." (dari al-
Hakim).

Nasihat dan Ajaran Idris

Kepada Nabi Idris dinisbatkan beberapa hikmah (kata-kata bijak) berikut ini.

1. Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya, seseorang dikatakan


tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperolehnya itu.

2. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah (akan) membawa kemenangan.

3. Orang yang bahagia adalah orang yang waspada dan mengharapkan syafaat
dari Tuhannya dengan amal-amal salehnya.

4. Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa, maka ikhlaskanlah
niatmu. Demikian pula (untuk) puasa dan shalatmu.

5. Janganlah bersumpah palsu dan janganlah menutup-nutupi sumpah palsu


supaya kamu tidak ikut berdosa.

6. Taatlah kepada rajamu dan tunduklah kepada pembesarmu serta penuhilah


selalu mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah.

7. Janganlah iri hati kepada orang-orang yang nasibnya baik, karena


kesenangan yang mereka peroleh sebenarnya sangat sedikit.

8. Barangsiapa tidak merasa cukup, maka tidak ada sesuatu pun yang
membuatnya puas.

Referensi
 Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul,
Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh,
Almahira Jakarta, 2008.
 Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah
yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr
Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
 Ibnu Katsir, Qishashul Anbiyaa', hlm 63.
 Ats-Tsa'labi, Qishashul Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 50.
 Ath-Thabari, Qishashul Anbiyaa', hlm 80.
 An-Najjar, Qishashul Anbiyaa', hlm 24.
 Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq
Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
 Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran,
Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
 alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web,
id.wikipedia.org, PT. Gilland Ganesha, 2008.
 Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina
Ilmu, 1979.
 Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim,
Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
 M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif,
Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
 Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
 Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.

Anda mungkin juga menyukai