Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL

KRONIK
Dosen Pembimbing :
Ika Ainur.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun Oleh kelompok 3 :


1. Maskurniawan (201701178)
2. Lailatul Rizqiyah (201701181)
3. Firdatul Shakdiah (201701186)
4. Nadya Wina W. (201701194)
5. Halimatus Sakdiyah (201701197)
6. Eka Windasari (201701199)
7. Anggi Luthfiyatul A. (201701201)
8. Dina Rohmadoni (201701202)
9. Kusmawatun (201701205)
10. Vira Aisah (201701217)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO

Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Setiap konsep dalam makalah ini juga memerlukan bahasa dan rincian serta
berbagai penjelasan yang dapat memudahkan untuk mempelajari dan
memahaminya.Makalah yang berjudul “ ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL
GINJAL KRONIK “. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada para pendukung yang memberikan motivasi sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada para pembaca
terutama bagi mahasiswa, Dan tidak lupa pula kepada para dosen yang telah
membimbing kami menjadi manusia yang berpotensi.Kritik dan saran pembaca
merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi kami dalam menyempurnakan isi
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi panduan bagi mahasiswa.

Mojokerto,18 oktober 2019

Penulis

Page 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. 3

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN


A.Definisi .................................................................................................................. 4
B. Klasifikasi.............................................................................................................. 4
C.Etiologi .................................................................................................................. 5
D.Patofisiologi .......................................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinis ................................................................................................. 8
F. Pathway………………………………………………………………....……… 11
G.Komplikasi……………………………………………………………................ 12
H. PemeriksaanDiagnostik........................................................................................ 12
I.Penatalaksanaan...................................................................................................... 13

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN


A.Pengkajian ............................................................................................................ 20
B.Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 24
C.Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 24

BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan .......................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 29

Page 3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal
untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. KLASIFIKASI
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3
stadium :
a) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b) Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Page 4
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
c) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)


merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73
m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15
mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus
dan bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

Page 5
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

Page 6
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan

Page 7
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan
jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin

Page 8
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
 Toksik uremia yang kurang terdialisis
 Peningkatan kadar kalium phosphor
 Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. Rambut tipis dan kasar

Page 9
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi
sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya

Page 10
F. PATHWAY

Page 11
G. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin
 Mikrobiologi urin
 Kimia darah
 Elektrolit
 Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit

Page 12
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

1) GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-


Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32
mL/detik/m
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23
mL/detik/m2
2) Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
3) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
4) Endokrin : PTH dan T3,T4
5) Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG.

I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif

Page 13
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic
renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.

Page 14
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau
sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20
mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO
) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

Page 15
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e).Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini
bisa diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

Page 16
d.Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif

Page 17
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema
paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan
nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu
LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang
dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala
dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

Page 18
2). Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
a. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80%
faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Page 19
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Tn.A umur 49 tahun datang ke RS Medika dengan keluhan tangan kanan
bengkak seperti tersengat lebah, merasa kesemutan sejak 3 hari yang lalu,
badan terasa lemas dan nafsu makan menurun. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan TD : 160/100 mmHg, N : 73x/menit, S : 37°C, konjungtiva
anemis, tangan kanan terlihat odem, CRT < 3 detik, Hb : 9,9 gr/dl, leukosit
: 8,1 µL, hematokrit : 28,6 %, trombosit : 2,3 µL
B. PENGKAJIAN
1. Identitas klien :
Nama : Ny.A
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tegalsari-Ambulu
2. Penanggung jawab :
Nama : Tn.A
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : PNS
MRS : 02 Juli 2018

Page 20
Alamat : Tegalsari-Ambulu
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Pasien mengatakan tangan kanan bengkak sejak 3 hari yang
lalu
b) Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan tangan kanan bengkak, seperti disengat
lebah dan kesemutan, badan terasa lemas, tidak nafsu
makan
c) Penyakit Dahulu : -
d) Penyakit Keluarga : -
4. Pemeriksaan Fisik Persistem :
a) Sistem persyarafan :
Keadaan umum : Lemas
Kesadaran : Composmentis E : 4, V : 5, M : 6
TD : 160/100 mmHg
N : 73x/menit
S : 37°C
b) Sistem pengindraan :
penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri, konjungtiva
anemis, mata merah, berair, tidak ada edema periorbital
c) Sistem pernafasan :
Tidak tampak cuping hidung, tidak batuk, tidak ada retraksi
dada, bentuk dada simetris, irama pernafasan normal
d) Kardiovaskular :
Ictus cordis tidak tampak pada ICS IV dan V, mid klavikula
sinistra, tidak tampak pembesaran vena jugularis, TD :
160/100 mmHg, suara jantung redup
e) Sistem pencernaan :

Page 21
Bentuk abdomen simetris, mukosa kering, nafsu makan
menurun, bising usus 6x/menit, tidak ada nyeri tekan,
tympani
f) Sistem perkemihan :
Waran urine kuning jernih, tidak terpasang kateter, tidak
ada nyeri tekan
g) Sistem muskuluskeletal :
Ekstremitas atas dan bawah lengkap, tidak ada jaringan
parus, tidak ada lesi, odem pada lengan kanan
h) Sistem integumen :
Kulit berwarna sawo matang, kering, kuku merah muda,
tidak sianosis, CRT < 3 detik, pucat, akral hangat
i) Sistem endokrin :
Pasien mengalami penurunan seksualitas karena mengalami
penurunan hormon reproduksi
j) Sistem genetalia :
Kelamin bersih, tidak tampak tanda-tanda inflamasi, tidak
terpasang kateter, tidak ada nyeri tekan
k) Sistem imun :
Tidak terjadi penurunan sel darah putih
5. Hasil pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
a) Hb : 9,9 gr/dl
b) Leukosit : 8,1 µL
c) Hematokrit : 28,6 %
d) Trombosit : 2,3 µL
6. Penatalaksanaan medis :
Terapi :
o Cairan IV : infus asering 7 tpm
o Inj. Ranitidin 2x1 gr
o Inj. Ondansetron 3x4 gr

Page 22
o Inj. Santagesik 3x1 gr
o Valsatran 1x160 mg (oral)
o Amlodipin 1x10 mg (oral)
o Diet : rendah protein, rendah garam, rendah purin
7. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS : tangan kanan Faktor pencetus Hipervolemia
bengkak
DO : odem tangan Gagal ginjal kronik
kanan
Gangguan reabsorbsi

Hipernatremia

Retensi cairan

Hipervolemia

Permebilitas kapiler

Odem
DS : px mengatakan Faktor pencetus Defisit Nutrisi
nafsu makan menurun
DO : mukosa bibir Penyakit vaskular
kering, bising usus
6x/menit GGK

Akibat intokfikasi

HCL

Page 23
Mual muntah
DS :px mengatakan Faktor resiko Intoleransi
lemas Aktivitas
DO : mukosa bibir Hrormon eritropoietin
kering, konjungtiva
anemis Produksi sel darah
merah

Hb

8. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia b/d retensi cairan lebih ditandai dengan odem
b. Defisit nutrisi b/d HCL meningkat ditandai dengan nafsu
makan menurun dan mukosa bibir kering
c. Intoleransi aktivitas b/d beban jantung naik ditandai dengan
lemas seperti tidak ada tenaga

9. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteia Hasil
Hipervolemia Setelah 1. Observasi 1. Untuk
b/d retensi dilakukan derajat menentukan
cairan lebih tindakan odem intervensi
ditandai keperawatn 2. Pantau selanjutnya
dengan odem selama 3x24 jam hasil lab 2. Memantau
hipervolemia yang perubahan
dapat berkurang relevan dan
dengan KH : 3. Distribusi mengevalua
- Odem kan cairan si

Page 24
berkuran yang 3. Memantau
g masuk jumlah
- Tidak selama 24 cairan yang
ada jam masuk dan
penumpu 4. Pembatasa keluar
kan n cairan 4. Agar odem
cairan 5. Meninggi tidak
kan bertambah
ekstremita 5. Agar dapat
s mengatasi
6. Kolaboras odem secara
i mandiri
pemberian 6. Meminimali
gizi diet sir
natrium terjadinya
dan cairan
kalium berlebih
7. Kolaboras 7. Memberika
i n obat
pemberian sesuai
obat inj. intruksi
Lasix dokter
Defisit nutrisi Setelah 1. Berikan 1. Agar dapat
b/d HCL dilakukan informasi memenuhi
meningkat tindakan yang tepat nutrisi
ditandai keperawatan tentang dengan
dengan nafsu selama 3x24 jam kebutuhan mandiri dan
makan diharapkan nutrisi dan sesuai
menurun dan defisit nutrisi cara keinginan
mukosa bibir dapat diatasi memenuhi 2. Untuk
kering dengan KH : nya mengetahui

Page 25
- Menjelas 2. Timbang apakah ada
kan BB harian peningkatan
kompone 3. Kolaboras BB
n diet i dengan 3. Dengan
bergizi ahli gizi pemberian
dan untuk diet yang
adekuat menentuk tepat juga
- Melapor an akan
kan kebutuhan mempercep
tingkat protein at
energi dan kesembuha
yang kebutuhan n pasien
adekuat kalori
- Mempert
ahankan
masa
tubuh
dan BB
dalam
batas
normal
Intoleransi Setelah 1. Kaji 1. Untuk
aktivitas b/d dilakukan tingkat mengetahui
beban jantung tindakan kemampu seberapa
naik ditandai keperawatan an px jauh px
dengan lemas selama 3x24 jam untuk dapat
seperti tidak diharapkan berpindah melakukan
ada tenaga intoleransi dari aktivitas
aktivitas bisa tempat 2. Mengurangi
teratasi dengan tidur, kecemasan
KH : berdiri, akibat

Page 26
- Berpatisi ambulasi kelelahan
pasi 2. Pengguna 3. Untuk
dalam an teknik mengetahui
aktivitas nafas apakah
kelompo terkontrol terdapat
k 3. Pantau perubahan
- Kemamp TTV TTV
uan sebelum, 4. Untuk
aktivitas selama mengetahui
kehidupa dan apakah
n sehari- setelah terdapat
hari aktivitas kelainan/ga
- Mengide 4. Rujuk px ngguan
ntifikasi ke pusat pada
aktivitas rehabilitas jantung
atau i jantung
situasi jika
yang keletihan
mengaki
batkan
intoleran
si
aktivitas

Page 27
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat . Gagal ginjal di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu, Gagal ginjal kronik dan KDOQI . Gagal ginjal kronik terjadi
setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan
penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. Seperti, Infeksi misalnya Pielonefritis kronik,
Penyakit peradangan misalnya Glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif misalnya
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
Tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik seperti Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan
dengan anemia, Kelainan Saluran cerna

Page 28
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, E. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan medikal-bedah. Vol 1 . Jakarta:


EGC.
Carpenito, L. j. (1999). Rencana asuhan & dokumentasi keperawatan . Jakarta:
EGC.

Page 29

Anda mungkin juga menyukai