TESIS
DINANTI ABADINI
1606856082
TESIS
DINANTI ABADINI
1606856082
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan
Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari awal masa perkuliahan hingga pada penyusunan tesis ini, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.Kes, selaku dosen pembimbing atas
kesabaran, waktu dan atensi yang diberikan dalam membimbing, mengarahkan maupun
memberi masukan dalam keseluruhan proses penyusunan dan perbaikan tesis ini;
(2) Dr. Drs. Tri Krianto, M.Kes, selaku dosen penguji seminar proposal, seminar hasil
dan juga sidang tesis, atas waktu yang diluangkan dan masukan-masukan berharga yang
diberikan;
(3) Bapak Dadan Erwandi, S.Psi, M.Psi, selaku penguji sidang tesis atas waktu yang
telah diluangkan dan masukan yang diberikan;
(4) Dr. Ahmad Muhidin, M.Psi dan Ibu Intan Endang Sonata, SKM, M.Kes, selaku
penguji luar sidang tesis atas waktu dan masukan yang diberikan untuk perbaikan tesis
ini;
(5) Ignatius Darma Juwono, M.Psi, Psikolog, atas bantuan dan berbagai pengetahuan
serta ilmu yang diberikan kepada penulis terkait aktivitas fisik selama proses penulisan
tesis ini;
(6) Seluruh Pengajar Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang memperkaya wawasan penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tesis
ini;
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan masih
terdapat berbagai kekurangan. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi para
pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan.
vi
The health benefits of physical activity in adults order to maintain health and prevent
disease have been extensively documented. Sedentary occupation and the long hours of
work believed to be the factors that make office workers tends to be physically inactive.
Majority worker in Jakarta were office workers. Jakarta was the province with the
highest proportion of people with insufficient physical activity, where 44.2% of the
population was reported not active enough. This study aim to find determinants of
physical activity of adult office worker who work in Jakarta. The research was
conducted by quantitative method. A total of 174 Jakarta office workers participate
online by answering questionnaire through website. Result found that 59% of office
worker who work in Jakarta had insufficient physical activity. Statistical anlysis
revealed that gender, friends support and perceived barriers were the determinants of
Jakarta‘s office workers physical activity. Health intervention and promotion that intend
to reduce physical activity perceived barriers, at once increase perceived benefits of
doing physical activity, encourge to do physical activity with friends and giving each
other support should be done in order to increase Jakarta‘s office worker physical
activity. In addition, special attention should be given to female office workers to
increase their participation in physical activity.
viii
Aktivitas fisik pada orang dewasa bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mencegah
terjadinya penyakit. Pekerjaan yang cenderung sedentari dan durasi kerja yang cukup
panjang membuat pekerja kantoran berisiko kurang aktif fisik. Sebagian besar pekerja di
Jakarta adalah pekerja kantoran. Jakarta merupakan provinsi dengan proporsi penduduk
kurang aktivitas fisik tertinggi, tercatat masih ada 44,2% penduduk yang kurang
aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan aktivitas fisik
orang dewasa pekerja kantoran yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. Penelitian
dilakukan dengan metode kuantitatif. Sebanyak 174 orang pekerja kantoran Jakarta
berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi kuesioner berbasis website secara
online. Hasil penelitian menunjukkan 59% pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta
kurang aktif fisik. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis kelamin pria,
dukungan teman yang cukup dan lemahnya hambatan yang dirasakan (perceived
barriers) merupakan determinan dari aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Upaya
intervensi atau program promosi yang bertujuan mengurangi persepsi negatif akan
hambatan-hambatan yang dirasa terkait aktivitas fisik sekaligus meningkatkan persepsi
positif akan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan aktivitas fisik, serta
mendorong untuk melakukan aktivitas fisik bersama perlu dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Selain itu, perhatian khusus
perlu diberikan pada kelompok pekerja kantoran wanita untuk meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas fisik.
Kata kunci:
Aktivitas fisik, dewasa, pekerja, pekerja kantoran
ix
Universitas Indonesia
xii
Tabel 2.1. Perbedaan Aktivitas Fisik, Latihan Fisik dan Olahraga ................................ 11
Tabel 5.1. Distribusi responden menurut usia, jenis kelamin, status nikah, dan
pendidikan di Jakarta Tahun 2018 ............................................................. 46
Tabel 5.2. Distribusi responden menurut pendapatan di Jakarta Tahun 2018 ................ 47
Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan di Jakarta Tahun 2018 .. 47
Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis di Jakarta Tahun 2018 . 48
Tabel 5.6 Distribusi jawaban variabel promosi aktivitas fisik di tempat kerja .............. 50
Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan variabel promosi aktivitas fisik ................ 50
Tabel 5.8 Distribusi responden variabel transportasi aktif di Jakarta Tahun 2018 ........ 51
Tabel 5.12. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan aktivitas fisik 54
Tabel 5.13. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan dan aktivitas fisik ....... 55
Tabel 5.14. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis dan aktivitas fisik ...... 56
Tabel 5.15. Distribusi responden berdasarkan dukungan sosial dan aktivitas fisik ....... 57
Tabel 5.16. Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan dan aktivitas fisik..... 58
Tabel 5.17. Hasil Seleksi Bivariat Variabel Independen dengan Dependen .................. 59
Tabel 5.18. Pemodelan Multivariat Pertama Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 59
xiii
Universitas Indonesia
Tabel 5.21. Pemodelan Multivariat Ketiga Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 60
Tabel 5.23. Hasil Pemodelan Multivariat Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 61
xiv
Gambar 1.1. Proporsi Aktivitas Fisik Penduduk Usia Dewasa Provinsi DKI Jakarta
(Riskesdas Dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013) ............................... 6
Gambar 2.1 Komponen Health Belief Model (Glanz et al., 2008) ................................. 16
Gambar 2.2 Skema Tinjauan Teori Health Belief Model dan Social Cognitive Theory
untuk Memahami Determinan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran di Jakarta
................................................................................................................... 26
xv
Universitas Indonesia
Lampiran 2 Kuesioner
xvi
Perubahan dalam perilaku aktivitas fisik juga menunjukkan adanya manfaat bagi
kesehatan. Paffenbarger dan rekan-rekan (1993) mengemukakan bahwa orang dewasa
yang awalnya cenderung tidak aktif fisik dan kemudian mengubah perilaku menjadi
lebih aktif fisik mendapatkan efek sehat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Salah
satunya adalah mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Biddle &
Mutrie, 2008).
Meski sudah banyak bukti yang menyampaikan manfaat dari aktivitas fisik,
tetapi masih cukup banyak orang dewasa yang tidak aktif fisik. WHO menyebutkan,
secara global, satu dari empat orang dewasa kurang aktivitas fisik. Upaya untuk
meningkatkan aktivitas fisik orang dewasa terus dilakukan mengingat banyaknya
manfaat bagi kesehatan.
Secara umum, terdapat berbagai faktor yang dilihat berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa. Faktor karakteristik individu seperti jenis kelamin, usia,
status pernikahan dan pendidikan ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik orang
dewasa. Pria ditemukan lebih aktif fisik dibandingkan wanita. Usia dewasa yang lebih
muda, lebih aktif fisik dibandingkan dengan mereka yang usianya lebih tua. Berstatus
menikah juga ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik kurang. Semakin tinggi
jenjang pendidikan, semakin rendah tingkat aktivitas fisik seseoarang (Bauman et al.,
2012; Bui, Blizzard, Luong, & Truong, 2015; Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win
et al., 2015).
Status kesehatan individu juga merupakan faktor yang berhubungan dengan
aktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit kronis, terdiagnosa hiperkolesterolimia dan
kondisi berat badan ditemukan berkorelasi dengan aktivitas fisik (Cheah & Poh, 2014;
Ibrahim, Karim, Oon, Zurinah, & Ngah, 2013; Jurj et al., 2007). Hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan melakukan aktivitas fisik ketika sudah dinyatakan terserang atau
mengalami penyakit tertentu.
Persepsi yang dirasakan individu terhadap aktivitas fisik ditemukan
berhubungan dengan aktivitas fisik. Orang dewasa yang memiliki persepsi positif akan
manfaat dari aktivitas fisik (perceived benefits), seperti dapat mencegah penyakit,
menjadi cara untuk memperoleh bentuk tubuh ideal, atau menghilangkan stres,
cenderung melakukan aktivitas fisik. Sebaliknya orang dewasa yang memiliki persepsi
negatif tentang adanya penghalang untuk aktif fisik (perceived barriers) yang tinggi
Universitas Indonesia
cenderung tidak melakukan aktivitas fisik (Ibrahim et al., 2013; Shibata, Oka, Harada,
Nakamura, & Muraoka, 2009).
Faktor interpersonal berupa dukungan sosial juga dinilai berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa. Adanya dukungan dari orang lain untuk melakukan
aktivitas fisik membuat individu cenderung lebih aktif fisik (Bauman et al., 2012;
Shibata et al., 2009; Trost, Owen, Bauman, Sallis, & Brown, 2002). Mendapat
informasi dari teman atau keluarga, memiliki teman untuk melakukan aktivitas fisik,
mendapatkan dorongan atau ajakan dari teman atau keluarga juga ditemukan
berhubungan positif dengan aktivitas fisik (Brownson, Baker, Housemann, Brennan, &
Bacak, 2001).
Pada sebagaian besar orang dewasa, bekerja merupakan bagian dari keseharian.
Lingkungan tempat kerja dimana mereka kebanyakan menghabiskan waktu dan
keseharian juga dilihat sebagai faktor yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Tiap-tiap
pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, ada pekerjaan yang membutuhkan
aktivitas fisik sedang hingga berat, namun ada juga pekerjaan yang tidak demikian. Hal
ini membuat pekerjaan juga dapat berkontribusi pada tingkat aktivitas fisik seseorang
(Blackwell & Clarke, 2016).
Studi di Amerika tentang aktivitas fisik terkait pekerjaan, selama 50 tahun
terakhir telah terjadi pergeseran tren yang awalnya kebanyakan pekerjaan yang
membutuhkan aktivitas fisik intensitas sedang hingga tinggi (produksi barang,
pertanian, dsb) ke pekerjaan yang cenderung sedentari (pelayanan, administrasi
perkantoran, dsb). Hal ini dianggap berdampak pada rendahnya tingkat aktivitas fisik
orang dewasa dan tingginya kejadian obesitas di Amerika (Church et al., 2011).
Perilaku sedentari dalam bekerja sendiri dipercaya berkaitan dengan
ketidakaktifan fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku saat kita terjaga atau tidak tidur
yang hanya membutuhkan pengeluaran energi kurang dari 1,5 satuan Metabolic
Equivalents (METs), seperti duduk atau berbaring (Tremblay et al., 2017). Perilaku
sedentari saat bekerja banyak dijumpai pada pekerja kantoran. Studi di Inggris
menunjukkan bahwa orang dewasa yang bekerja kantoran cenderung berperilaku
sedentari karena banyak menghabiskan waktu dengan duduk di balik meja. Selain itu,
pekerja kantoran ini juga menunjukkan kecenderungan tingkat aktivitas fisik yang
rendah (Hopkin & Sarkar, 2016).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perilaku aktivitas fisik dengan kejadian penyakit tertentu, seperti hipertensi, diabetes
melitus tipe-2 dan obesitas (Indriani, 2004; Rahajeng et al., 2009; Sudikno, 2010).
Beberapa penelitian mencoba melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku aktivitas fisik. Penelitian yang dilakukan Wulandari (2016) yang mencoba
melihat determinan sosial kognitif dari perilaku aktivitas fisik pada populasi penderita
diabetes dan sindrom metabolik. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perilaku aktivitas
fisik memiliki hubungan dengan self-efficacy, persepsi akan hasil dan regulasi diri.
Pawitaningtyas (2017) juga melakukan penelitian determinan aktivitas fisik tetapi pada
kelompok populasi berbeda, yaitu wanita pasca menopause dengan obesitas sentral.
Hasilnya menunjukkan dukungan sosial merupakan faktor dominan yang berhubungan
dengan aktivitas fisik.
Dari sisi kebijakan, upaya peningkatan aktivitas fisik masyarakat secara umum
dari pemerintah Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2001 melalui program Perilaku
Hidup Bersih Sehat (PHBS) yang diprakarsai Kementerian Kesehatan RI. Program
PHBS sebenarnya dimulai pada tahun 1996, yang berisikan indikator-indikator perilaku
yang berguna untuk menciptakan kesehatan, tetapi rancangan PHBS pertama ini belum
memuat aktivitas fisik sebagai indikator kesehatan. Pada tahun 2001, indikator olahraga
teratur dimasukkan dan kemudian dielaborasi menjadi melakukan aktivitas fisik pada
tahun 2003 (Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), 2011).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan di Indonesia
masih terdapat 26,1% penduduk yang termasuk dalam kategori aktivitas fisik kurang.
Terdapat 22 provinsi dari total 33 provinsi yang proporsi penduduk aktivitas fisik
kurangnya berada diatas rata-rata Indonesia. Data yang sama juga menunjukkan
proporsi penduduk dengan perilaku sedentari yang dilakukan dalam keseharian, baik di
tempat kerja, rumah atau perjalanan, sebanyak lebih atau sama dengan 6 jam per hari
adalah 24,1% (Riskesadas, 2013).
Kementerian Kesehatan RI mencatat akibat banyaknya penduduk yang tidak
aktif fisik ini adalah perubahan tren penyakit tidak menular. Awalnya penyakit tidak
menular diderita oleh kelompok lanjut usia (lansia), tetapi kini sudah mulai ditemukan
banyak terjadi di kompok usia 15 hingga 65 tahun (Sulistyawati, 2017). Kondisi ini
membuat upaya peningkatan aktivitas fisik semakin menjadi perhatian pemerintah.
Upaya terkini pemerintah kembali muncul pada awal tahun 2017, Presiden Indonesia
Universitas Indonesia
menetapkan kebijakan berupa Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dimana peningkatan aktivitas fisik menjadi isu
pertama yang diintruksikan kepada seluruh jajaran pemerintah sebagai upaya
terciptanya masyarakat Indonesia yang sehat.
Jakarta merupakan provinsi dengan proporsi penduduk kurang aktivitas fisik
tertinggi, tercatat masih ada 44,2% penduduk yang kurang aktivitas fisik. Gambar 1.1
menunjukkan proporsi aktvitas fisik pada penduduk Jakarta usia dewasa (Riskesdas,
2013).
Gambar 1.1. Proporsi Aktivitas Fisik Penduduk Usia Dewasa Provinsi DKI Jakarta
(Riskesdas Dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013)
Sebuah survei mengenai gaya hidup sehat pada para pekerja usia dewasa di
Jakarta juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Sebagian besar pekerja di Jakarta
adalah pekerja kantoran. Mereka menghabiskan waktu lebih dari 8 jam di kantor dan 2
hingga 4 jam di perjalanan, baik menuju kantor ataupun pulang ke rumah, yang
membuat tidak adanya waktu untuk bergerak aktif sehingga cenderung menyebabkan
ketidakaktifan fisik. Bahkan 23,8% responden yang terdiri dari mayoritas wanita
mengaku tidak berolahraga sama sekali (Pradesha, 2015).
Membaiknya kesejahteraan, kemajuan teknologi dan kurang baiknya tata kota
dianggap berkontribusi terhadap kurangnya aktivitas fisik pada penduduk dewasa usia
produktif di Jakarta (―Warga Kurang Aktivitas Fisik,‖ 2017). Studi pendahuluan
Universitas Indonesia
dilakukan kepada empat orang dewasa pekerja kantoran di Jakarta untuk mengetahui
gambaran aktivitas fisik keseharian dan faktor yang melatari mereka untuk melakukan
aktivitas fisik. Keempat pekerja ini adalah pekerja kantoran pria dan wanita yang
bekerja pada instansi pemerintah maupun swasta dengan rentang usia 25 hingga 48
tahun.
Informasi yang diperoleh terkait aktivitas fisik yang biasa dilakukan adalah
olahraga atau latihan fisik. Olahraga yang dilakukan beragam, seperti futsal, sepak bola,
lari, yoga, senam dan latihan fisik interval intensitas tinggi (High Intensity Interval
Training/HIIT). Kebanyakan melakukan olahraga di waktu luang, tetapi ada juga yang
melakukan olaharaga di kantor dengan memanfaatkan fasilitas kebugaran dan mengikuti
senam rutin mingguan. Terkait aktivitas fisik dalam pekerjaan, seluruh informas
menyebutkan bahwa pekerjaan utama mereka dilakukan dengan duduk dan
memanfaatkan teknologi komputer. Terkait dengan aktivitas fisik dalam perjalanan,
pengguna kereta komuter dan Trans Jakarta menyebutkan bahwa mereka cukup banyak
berjalan kaki selama di perjalanan untuk berpindah halte ataupun stasiun. Berkaitan
dengan faktor yang melatari untuk aktivitas fisik, informan menyatakan melakukan
untuk bisa hidup sehat. Kesadaran akan mulai menurunnya kondisi kesehatan,
mengalami hipertensi, menggemuk, adanya ajakan teman, adanya kegiatan olahraga
rutin dan kuatnya promosi kesehatan di tempat kerja juga menjadi faktor yang dirasa
mendorong para informan untuk melakukan aktivitas fisik.
Tingginya proporsi kurang aktivitas fisik di ibukota negara, yaitu Jakarta,
terutama pada kelompok usia dewasa yang bekerja kantoran membuat diperlukannya
suatu intervensi promosi kesehatan yang dapat meningkatkan aktivitas fisik. Program
intervensi yang baik memerlukan pengetahuan yang baik pula terkait perilaku yang
menjadi tujuan intervensi. Pengetahuan akan faktor-faktor yang berhubungan dan
determinan perilaku dapat membantu dalam memahami dan memprediksi terjadinya
suatu perilaku pada individu sehingga dapat menjadi kerangka dalam mendesain
intervensi yang bertujuan untuk mencipatakan suatu perubahan perilaku sesuai dengan
yang diharapkan (Biddle & Mutrie, 2008; Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Untuk
itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui apakah faktor karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, status nikah, pendidikan, pendapatan), status kesehatan (riwayat penyakit
dan IMT), psikologis (perceived benefits dan perceived barriers), dukungan sosial
Universitas Indonesia
(dukungan keluarga dan dukungan teman) dan lingkungan (promosi aktivitas fisik di
tempat kerja dan transportasi aktif) berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
yang bekerja di Jakarta.
Universitas Indonesia
g. Apa faktor yang menjadi faktor dominan dari aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta?
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga
memiliki ciri yang membedakan satu sama lain. Akan tetapi melalui penjelasan tersebut
terlihat bahwa bahwa latihan fisik dan olahraga merupakan bagian atau subkategori dari
aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Metode pengukuran aktivitas fisik yang paling banyak dipakai adalah kuesioner
karena relatif cepat, murah, mudah dan tidak membebani responden. Global Physical
Activity Questionaire (GPAQ) merupakan kuesioner aktivitas fisik yang banyak
digunakan di dunia. WHO menggunakan GPAQ sebagai kuesioner untuk mengukur
prevalensi aktvitas fisik. GPAQ juga banyak digunakan pada penelitian di Indonesia dan
telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
GPAQ mengukur 3 domain aktivitas fisik, yaitu aktivitas fisik dalam pekerjaan,
dalam perjalanan dan waktu luang. Penggabungan ketiga domain memberikan
gambaran tingkat aktivitas fisik keseluruhan. Hasil pengukuran tingkat aktivitas fisik
menggunakan GPAQ berupa melakukan aktivitas fisik ringan, sedang atau berat. Orang
Universitas Indonesia
yang hanya melakukan aktivitas fisik ringan masuk kategori aktivitas fisik kurang atau
tidak aktif fisik. Orang yang melakukan aktivitas fisik sedang dan berat masuk kategori
aktivitas fisik cukup. Aktivitas fisik cukup merupakan intensitas aktivitas fisik minimal
yang dibutuhkan seseorang yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Knowlden,
2015).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan dukungan lingkungan terhadap perilaku. Hasil studi Trost et al. (2002) menemukan
dari berbagai studi aktivitas fisik yang menggunakan kerangka teori SCT, faktor yang
ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik adalah self-efficacy, outcome expectation,
social support dan determinan lingkungan sekitar dimana individu berada.
Self-efficacy merupakan konsep SCT yang paling banyak dikenal dan diadopsi
pada model-model perilaku, termasuk HBM yang telah dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Self-efficacy sendiri didefinisikan sebagai kepercayaan diri seseorang
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tindakan, perilaku atau
tugas tertentu dalam berbagai situasi (Bandura, 2004; Cottrell et al., 2012). Pembahasan
mengenai self-efficacy dapat dilihat pada subbab sebelumnya.
Outcome expectation adalah keyakinan akan munculnya dampak yang
merupakan hasil dari perilaku individu, apakah dampak tersebut positif (baik,
bermanfaat, menguntungkan) atau negatif (buruk, memiliki penghalang, tidak
bermanfaat) bagi individu. Ide dasar dari konsep ini adalah bahwa manusia akan selalu
berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian, termasuk
dalam berperilaku. Ketika perilaku dinilai memiliki manfaat maksimal, maka adopsi
perilaku menjadi memungkinkan (Glanz et al., 2008). Hal ini membuat positive outcome
expectation menjadi berperan dalam menentukan perilaku aktivitas fisik seseoarang.
Ketika aktivitas fisik dirasa memberikan hal positif berupa manfaat atau keuntungan,
maka semakin besar kemungkinan seseoarang untuk melakukan aktivitas fisik. Konsep
ini hampir serupa dengan perceived benefits yang ada pada HBM.
Konsep outcome expectation ini kemudian dikembangkan menjadi social
outcome expectation dimana keuntungan dan kerugian diperoleh dari lingkungan sosial
individu, seperti ada atau tidaknya dukungan dari keluarga, pasangan atau teman. Hal
ini yang kemudian membuat social support menjadi salah satu faktor dalam SCT yang
berperan dalam menentukan perilaku (Glanz et al., 2008). Adanya dukungan sosial dari
orang lain, baik keluarga maupun teman, ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik
orang dewasa. Berbagai bentuk dukungan seperti, ajakan untuk olahraga bersama atau
memberikan semangat untuk aktif fisik, dilihat berhubungan dengan aktivitas fisik
(Bauman et al., 2012; J.F. Sallis, Grossman, Pinski, Patterson, & Nader, 1987).
Determinan lingkungan juga dilihat berperan terhadap aktivitas fisik. Adanya
campur tangan lingkungan, berupa penyediaan fasilitas, aturan atau kebijakan dilihat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari hasil reviu sistematis tetapi ditemukan pada studi pendahuluan yang
melatarbelakangi penelitian. Faktor lain yang akan dibahas pada subbab ini diantaranya
faktor sosial, berupa dukungan sosial, dan faktor lingkungan, berupa promosi aktivitas
fisik di tempat kerja dan transportasi aktif.
2.3.1.2 Usia
Menurut WHO, penduduk usia dewasa adalah penduduk yang berusia di
atas 18 tahun hingga 64 tahun (WHO, 2015). Rentang usia responden
artikel-artikel yang ditelah berkisar mulai 18 tahun hingga 65 tahun.
Berdasarkan artikel-artikel tersebut, usia ditemukan memiliki hubungan
dengan perilaku aktivitas fisik. Orang dewasa yang lebih tua cenderung
lebih tidak aktif fisik dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda
(Agustiani Mahardikawati & Roosita, 2008; Cheah & Poh, 2014; Teh et al.,
2014; Win et al., 2015).
2.3.1.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkorelasi dengan aktif dalam
melakukan aktivitas fisik (Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win et al.,
2015). Penelitian di Malaysia menemukan orang dewasa dengan pendidikan
tinggi lebih tidak aktif dibandingkan dengan mereka berpendidikan lebih
rendah (Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014). Sebaliknya penelitian di
Universitas Indonesia
2.3.1.4 Pekerjaan
Pekerjaan ditemukan memiliki hubungan dengan perilaku aktivitas fisik
(Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win et al., 2015). Hasil penelitian
Cheah dan Poh (2014) menunjukkan bahwa orang dewasa yang bekerja,
baik sebagai pegawai negeri, pegawai swasta maupun wirausaha, lebih aktif
fisik dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak bekerja. Diantara ketiga
bidang pekerjaan tersebut, pewirausaha ditemukan cenderung lebih
melakukan aktivitas fisik dibandingnya pegawai negeri dan pegawai swasta.
Berkaitan dengan status pekerjaan, di Singapura pekerjaan waktu penuh
(full-time employment) ditemukan berhubungan dengan perilaku sedentari
yang berakibat pada ketidakaktifan fisik. Hal ini dilihat karena pekerja
waktu penuh di Singapura mayoritas merupakan pekerja kantoran (white-
collar worker) yang pekerjaannya banyak dilakukan dengan duduk di balik
meja (Win et al., 2015).
2.3.1.5 Pendapatan
Studi Cheah & Poh (2014) menunjukkan adanya hubungan terbalik antara
pendapatan dengan perilaku aktivitas fisik. Semakin tinggi pendapatan dari
seseorang, semakin rendah tingkat aktivitas fisik orang tersebut. Temuan ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Win dan kawan-kawan (2015),
orang dewasa dengan pendapatan rumah tangga yang lebih rendah
cenderung melakukan aktivitas fisik secara umum sesuai rekomendasi
daripada mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan kelompok
berpenghasilan tinggi. Namun, ketika data dianalisis lebih jauh pada
aktivitas fisik waktu luang atau olahraga. Orang dewasa berpendapatan
tinggi menunjukkan pola olahraga yang lebih aktif. Hal ini ditemukan
terjadi karena orang dewasa dengan pendapatan rendah kebanyakan bekerja
di sektor pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik, seperti pekerja
lapangan atau buruh, dimana aktivitas fisik dalam pekerjaan ini kemudian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
melakukan suatu perilaku. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung
untuk konsisten menjaga (maintenance) perilaku aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Skema Tinjauan Teori Health Belief Model dan Social Cognitive Theory
untuk Memahami Determinan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran di Jakarta
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sekunder, jenjang
pendidikan tinggi
(Diploma dan
Sarjana)
2: Pendidikan
tersier, jenjang
pendidikan tinggi
(Pascasarjana,
Magister, Spesialis
atau Doktoral)
(Undang-undang
Nomor 20 Tahun
2003 tentang
Sistem Pendidikan
Nasional, n.d.)
5. Pendapatan Jawaban responden Kuesioner Pengisian Jumlah pendapatan Rasio
tentang jumlah A10 Kuesioner per bulan dalam
pendapatan per rupiah
bulan saat
penelitian
dilakukan
6. Indeks Status kondisi Kuesioner Pengisian 0: Tidak obesitas Ordinal
Massa tubuh responden A6 dan Kuesioner (IMT < 27 kg/m2)
Tubuh yang dihitung A7 1: Obesitas (IMT ≥
(IMT) dengan cara berat 27 kg/m2)
badan (kg) dibagi (Kementerian
tinggi badan (m) Kesehatan RI,
kuadrat 2014)
berdasarkan
jawaban responden
tentang berat dan
tinggi badannya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendidikan, pendapatan) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.
b. Ada hubungan faktor kesehatan (riwayat penyakit dan indeks massa tubuh)
dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
c. Ada hubungan faktor faktor psikologis (perceived benefits dan perceived
barriers) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
d. Ada hubungan faktor dukungan sosial (dukungan keluarga dan dukungan
teman) dengan aktivitas pekerja kantoran di Jakarta.
e. Ada hubungan faktor lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
Universitas Indonesia
Keterangan:
n = jumlah sampel
Z1-α/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan (CI) 95% atau α pada dua sisi (two-tail)
sebesar 5% (1,64)
Z1-β = nilai Z pada kekuatan uji power sebesar sebesar 90% 1,28
P1 = proporsi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik cukup pada orang
dewasa
P2 = proporsi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik kurang pada orang
dewasa
Besar sampel yang dibutuhkan dihitung menggunakan rumus di atas berdasarkan acuan
hasil penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1,
maka jumlah sampel yang diambil adalah yang terbanyak, yaitu sebanyak 76 orang.
Jumlah ini adalah untuk sampel satu kelompok proporsi. Penelitian ini akan dilakukan
pengujian untuk dua kelompok proporsi, maka jumlah tersebut dikalikan dua menjadi
152 orang. Selain itu juga untuk mengantisipasi terjadinya ketidaklengkapan data maka
ditambahkan 10 persen sehingga besar sampel penelitian ini menjadi sebanyak 167
orang. Pada saat pengumpulan data, diperoleh 174 orang yang berpastisipasi dalam
penelitian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
jawaban responden akan kuesioner yang meliputi seluruh variabel dependen dan
independen dari penelitian ini. Pengisian kuesioner dilakukan secara daring (online)
dengan memanfaatkan aplikasi Google Form.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil uji coba kuesioner perceived benefits menunjukkan seluruh item valid dan
reliabel. Pada kuesioner perceived barriers terdapat 3 item yang tidak valid, kuesioner
dukungan sosial juga terdapat 1 item yan tidak valid dan kuesioner promosi aktivitas
fisik terdapat 2 item yang tidak valid. Pernyataan yang tidak valid tersebut dilakukan
perubahan redaksi kalimat untuk pengambilan data selanjutnya karena item pernyataan
dinilai penting secara substansi. Hasil uji reliabilitas menunjukkan Cronbach‘s Alpha
lebih besar dari 0,6 pada semua instrumen. Dapat disimpulkan bahwa seluruh kuesioner
yang digunakan reliabel dalam mengukur variabel.
Universitas Indonesia
Laman awal dari kuesioner merupakan informed consent yang berisikan tujuan
penelitian, gambaran penelitian yang akan dilakukan, perkiraan lama pengisian
kuesioner, pemanfaatan data, kerahasiaan dan kolom kesediaan untuk berpartisipasi
dalam penelitian. Calon responden berhak untuk memilih untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara memberikan tanda centang di kolom
yang tersedia. Jika responden bersedia, maka dilanjutkan ke laman kuesioner. Pada
laman kuesioner, responden mengisi dengan memilih pada pilihan-pilihan jawaban.
Setelah seluruh pertanyaan terjawab, responden harus memilih tombol ‗Submit‘ dan
respon jawaban responden dapat diperoleh langsung oleh peneliti di fitur data Google
Form.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
- Jika nilai p ≤ 0,05 maka disimpulkan ada hubungan signifikan atau bermakna.
Jika kesimpulan yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan bermakna, maka
dilakukan interpretasi pada nilai odds ratio (OR) yang diperoleh. Nilai OR digunakan
untuk melihat derajat hubungan dengan membandingkan nilai odds pada kelompok
terekspos dengan kelompok yang tidak terekspos (Hastono, 2016).
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat faktor yang dominan berhubungan
dengan perilaku aktivitas fisik. Analisis ini dilakukan dengan menghubungkan beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen secara bersamaan.
Jenis analisis multivariat yang dilakukan adalah regresi logistik ganda dengan
model prediksi atau determinan. Adapun tahapan pemodelan sebagai berikut (Hastono,
2016):
a. Seleksi bivariat dilakukan dengan melihat nilai p variabel independen yang akan
masuk pada pemodelan multivariat. Jika nilai p variabel independen < 0,25, maka
variabel tersebut masuk pemodelan. Jika nilai p variabel independen ≥ 0,25, maka
tidak masuk pemodelan kecuali jika secara substansi dinilai variabel yang penting.
b. Memasukkan secara bersamaan seluruh variabel independen ke model multivariat.
Variabel dengan nilai p besar dikeluarkan dari model. Ketentuannya variabel dengan
nilai p < 0,05 tetap dapat dimasukkan pada model. Variabel dengan nilai p > 0,05
dikeluarkan dari model satu persatu dimulai dari variabel dengan nilai p terbesar.
Bila variabel yang dikeluarkan tersebut mengakibatkan perubahan besar koefisien
(nilai OR) lebih dari 10%, maka variabel tersebut dimasukkan kembali ke dalam
model. Pemilihan variabel dilakukan dengan metode ENTER.
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.1. Distribusi responden menurut usia, jenis kelamin, status nikah, dan
pendidikan di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase (100%)
Usia
Dewasa muda (21-29 tahun) 45 26
Dewasa Madya (30-58 tahun) 129 74
Jenis Kelamin
Pria 62 36
Wanita 112 64
Status Nikah
Lajang 58 33
Menikah 116 67
Pendidikan
SMA 3 2
Diploma 11 6
Sarjana 112 64
Pascasarjana 47 27
Jenis Instansi Tempat Kerja
Swasta 72 41
Pemerintah 102 59
Lokasi Tempat Kerja
Jakarta Pusat 55 32
Jakarta Selatan 79 45
Jakarta Barat 5 3
Jakarta Utara 8 5
Jakarta Timur 27 15
Universitas Indonesia
Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase
(100%)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas (IMT ≥ 27 kg/m2) 49 28
Tidak obesitas (IMT < 27 kg/m2) 125 72
Riwayat Penyakit
Ada 32 18
Tidak ada 142 82
Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar responden tidak obesitas
yaitu sebesar 72%. Ada sebanyak 28% responden yang mengalami obesitas. Terkait ada
atau tidaknya riwayat penyakit sebelumnya, 82% responden menjawab tidak memiliki
riwayat penyakit dan 18% menjawab bahwa mereka memiliki riwayat penyakit.
Universitas Indonesia
kantoran di Jakarta memiliki perceived benefits akan aktivitas fisik yang kuat,
sedangkan sebanyak 47% responden memiliki perceived benefits akan aktivitas fisik
yang lemah.
Tabel 5.4 juga menggambarkan skor rata-rata variabel perceived barriers yaitu
sebesar 23,1 dengan skor terendah sebesar 14 dan skor tertinggi sebesar 32. Distribusi
skor variabel ini berbentuk kurva normal sehingga nilai rata-rata dijadikan acuan titik
potong dalam kategorisasi. Terdapat 56% responden pekerja kantoran di Jakarta yang
memiliki perceived barriers yang kuat dan 44% memiliki perceived barriers yang
lemah.
Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase Rata- Standar Minimum-
(100%) Rata Deviasi Maksimum
Perceived Benefits 49,9 6,5 21 – 60
Kuat (≥ rata-rata) 93 53
Lemah (< rata-rata) 81 47
Perceived Barriers 23,1 3,7 14 – 32
Lemah (≥ rata-rata) 98 56
Kuat (< rata-rata) 76 44
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.6 Distribusi jawaban variabel promosi aktivitas fisik di tempat kerja
di Jakarta Tahun 2018
n (%)
Pernyataan Tidak/
Ya Tidak
Tahu
Tempat kerja saya memiliki sarana yang menunjang 105 (60,3) 69 (39,7)
aktivitas fisik seperti pusat kebugaran/gym, lapangan
olahraga, atau jogging track.
Tempat kerja saya mempunyai fasilitas kamar mandi yang 136 (78,2) 38 (21,8)
dapat dipergunakan oleh pegawai.
Di tempat saya bekerja ada jadwal olahraga bersama yang 128 (73,6) 46 (26,4)
rutin.
Ada kebijakan, himbauan atau peraturan, di tempat saya 99 (56,9) 75 (43,1)
bekerja yang mendorong pegawai untuk beraktifitas fisik.
Tangga di tempat saya bekerja dapat diakses dengan baik. 146 (83,9) 28 (16,1)
Di tempat kerja saya terdapat fasilitas parkir sepeda yang 83 (47,7) 91 (52,3)
memadai.
Universitas Indonesia
Tabel 5.8 Distribusi responden variabel transportasi aktif di Jakarta Tahun 2018
Universitas Indonesia
waktu luang. Aktivitas fisik bekerja dan waktu luang masing-masing terbagi menjadi
intensitas sedang dan berat.
Dari Tabel 5.10 dapat terlihat bahwa seluruh responden merupakan pekerja
kantoran yang tidak melakukan aktivitas fisik berat dalam bekerja. Aktivitas fisik berat
dalam bekerja biasanya dilakukan oleh para pekerja manual, pertukangan, bangunan
ataupun buruh yang sering disebut pekerja kerah biru (blue-collar worker). Meski
demikian, ada juga sebagian kecil responden (9%) yang melakukan aktivitas fisik
sedang dalam pekerjaanya. Banyaknya aktivitas fisik sedang saat bekerja yang
dilakukan dalam satu minggu rata-rata sebanyak 18 menit. Mayoritas responden
melakukan aktivitas fisik dalam perjalanan dan saat waktu luang. Rata-rata aktivitas
fisik yang dilakukan dalam perjalanan adalah 75 menit dengan standar deviasi 156
menit. Untuk aktivitas fisik waktu luang, termasuk didalamnya olahraga dan latihan
fisik, rata-rata responden melakukan aktivitas fisik berat pada waktu luang sebanyak 45
menit per minggu dan aktivitas fisik sedang pada waktu luang sebanyak 57 menit per
minggu. Berkaitan dengan aktivitas sedentari, duduk atau berbaring yang tidak termasuk
tidur, hasil penelitian menunjukkan rata-rata aktivitas sedentari pekerja kantoran Jakarta
adalah 471 menit/hari atau mendekati 8 jam setiap harinya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.12. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Karakteristik Individu Aktivitas Fisik Total p-value OR
n (%) (95% Cl)
Cukup Kurang
n (%) n (%)
Usia 1 1,048
Dewasa muda (21-29 thn) 19 (42,2) 26 (57,8) 45 (100) (0,53 – 2,08)
Dewasa Madya (30-58 thn) 53 (41,1) 76 (58,9) 129 (100)
Jenis Kelamin 0,002 2,923
Pria 36 (58,1) 26 (41,9) 62 (100) (1,54 – 5,55)
Wanita 36 (32,1) 76 (67,9) 112 (100)
Status Nikah 1 1
Lajang 24 (41,1) 34 (58,6) 58 (100) (0,53 – 1,70)
Menikah 48 (41,1) 68 (58,6) 116 (100)
Pendidikan 0,324 0,669
SMA 2 (66,7) 1 (33,3) 3 (100) (0,34 – 1,31)
Diploma & Sarjana 47 (38,2) 76 (61,8) 123 (100)
Pascasarjana 23 (47,9) 25 (52,1) 48 (100)
Pendapatan 0,375 0,979
Rendah (< Rp 5.250.000,-) 18 (42,9) 24 (57,1) 42 (100) (0,49 – 1,94)
Menengah 38 (37,6) 63 (62,4) 101 (100)
(Rp 5.250.000 – Rp
10.000.000,-)
Tinggi (> Rp 10.000.000,-) 16 (51,6) 15 (48,4) 31 (100)
Universitas Indonesia
sehingga dapat dikatakan bahwa pekerja kantoran pria memiliki odds 2,9 kali lebih
tinggi untuk cukup aktif fisik dibandingkan dengan pekerja kantoran wanita di Jakarta.
Tabel 5.13. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Status Kesehatan Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Indeks Massa Tubuh 0,543 0,763
Tidak Obesitas 54 (43,2) 71 (56,8) 125 (100) (0,39 – 1,51)
Obesitas 18 (36,7) 31 (63,3) 49 (100)
Riwayat Penyakit 0,546 0,963
Tidak Ada 59 (41,5) 83 (58,5) 142 (100) (0,44 – 2,10)
Ada 8 (53,3) 7 (46,7) 15 (100)
Universitas Indonesia
aktivitas fisik yang bermakna antara kelompok responden pekerja kantoran yang
menyatakan memiliki riwayat penyakit tertentu dengan yang menyatakan tidak
memiliki riwayat penyakit.
Tabel 5.14. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Perceived Benefits 0,013 2,289
Kuat (≥ rata-rata) 47 (50,5) 46 (49,5) 93 (100) (1,23 – 4,27)
Lemah (< rata-rata) 25 (30,9) 56 (69,1) 81 (100)
Perceived Barriers 0,002 2,842
Lemah (≥ rata-rata) 51 (52) 47 (48) 98 (100) (1,49 – 5,39)
Kuat (< rata-rata) 21 (27,6) 55 (72,4) 76 (100)
Universitas Indonesia
perceived barriers dengan aktivitas fisik. Nilai OR diperoleh sebesar 2,842 yang artinya
pekerja kantoran Jakarta dengan perceived barriers lemah mempunyai 2,84 odds lebih
tinggi untuk cukup aktif fisik dibandingkan dengan yang memiliki perceived barriers
kuat.
Tabel 5.15. Distribusi responden berdasarkan dukungan sosial dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Dukungan Keluarga 0,139 1,667
Cukup (≥ median) 45 (46,9) 51 (53,1) 96 (100) (0,90 – 3,80)
Kurang (<median) 27 (34,6) 51 (65,4) 78 (100)
Dukungan Teman 0,013 2,287
Cukup (≥ median) 45 (51,1) 43 (48,9) 88 (100) (1,23 – 4,24)
Kurang (<median) 27 (31,4) 59 (68,6) 86 (100)
Universitas Indonesia
Tabel 5.16. Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Promosi Aktivitas Fisik di 0,677 1,214
Tempat Kerja (0,63 – 2,34)
Cukup (≥ median) 51 (42,9) 68 (57,1) 119 (100)
Kurang (<median) 21 (38,2) 34 (61,8) 55 (100)
Transportasi aktif 0,398 1,367
Melakukan 33 (45,8) 39 (54,2) 72 (100) (0,74 – 2,52)
transportasi aktif
Tidak transportasi 39 (38,2) 63 (61,8) 102 (100)
aktif
Berdasarkan Tabel 5.16, terkait promosi aktivitas fisik di tempat kerja, pada
responden pekerja kantoran Jakarta yang memperoleh cukup promosi terkait aktivitas
fisik di tempat kerja ditemukan 68 orang yang masuk kategori kurang aktif fisik
(57,1%) dan 51 orang yang cukup aktif fisik (42,9%). Terkait faktor transportasi aktif,
pada responden yang tidak melakukan transportasi aktif ditemukan 63 orang yang
kurang aktif fisik (61,8%), sedangkan sisanya sebanyak 39 orang yang cukup aktif fisik
(38,2%). Meski demikian, hasil uji Chi-Square kedua variabel tidak menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif dengan aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
pada analisis multivariat. Variabel dengan nilai p < 0,25 yang akan menjadi variabel
kandidat analisis multivariat (Hastono, 2016). Tabel 5.17 merupakan ringkasan hasil
analisis bivariat yang telah dilakukan. Ditemukan empat variabel dengan nilai p < 0,25
yang dijadikan variabel kandidat multivariat, yaitu jenis kelamin, perceived benefits,
perceived barriers, dukungan keluarga dan dukungan teman.
Tabel 5.18. Pemodelan Multivariat Pertama Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,062 0,002 2,892 1,455 – 5,748
2. Perceived Benefits 0,364 0,323 1,439 0,699 – 2,963
3. Perceived Barriers 0,779 0,029 2,180 1,083 – 4,388
4. Dukungan Keluarga 0,055 0,877 1,057 0,526 – 2,123
Universitas Indonesia
Kemudian dilakukan eliminasi pada variabel dengan nilai p > 0,05. Terlihat
bahwa ada 2 variabel yang memiliki nilai p > 0,05 yaitu perceived benefits dan
dukungan keluarga. Variabel dukungan keluarga yang memiliki nilai p yang lebih besar
dikeluarkan terlebih dahulu untuk pemodelan kedua. Hasil pemodelan kedua
digambarkan pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Pemodelan Multivariat Kedua Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,479 – 5,751
2. Perceived Benefits 0,362 0,326 1,436 0,698 – 2,954
3. Perceived Barriers 0,783 0,028 2,187 1,088 – 4,397
4. Dukungan Teman 0,840 0,021 2,316 1,133 – 4,732
Pada model ketiga, variabel dengan nilai p lebih besar kedua dikeluarkan dari
model yaitu perceived benefits. Pemodelan ketiga digambarkan pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Pemodelan Multivariat Ketiga Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,480 – 5,745
Universitas Indonesia
Tabel 5.23. Hasil Pemodelan Multivariat Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,479 – 5,751
2. Dukungan Teman 0,840 0,021 2,316 1,133 – 4,732
3. Perceived Barriers 0,783 0,028 2,187 1,088 – 4,397
4. Perceived Benefits 0,362 0,326 1,436 0,698 – 2,954
Universitas Indonesia
mempunyai peluang 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik dibandingkan perempuan
setelah dikontrol dukungan teman, perceived barriers dan perceived benefits.
Variabel dukungan teman memperoleh OR sebesar 2,316 atau dapat dikatakan
bahwa pekerja kantoran di Jakarta yang mempunyai dukungan teman mempunyai
peluang 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik dibandingkan dengan yang kurang
dukungan dari teman. Demikian juga dengan variabel perceived barriers yang
memperoleh OR sebesar 2,187 dapat dikatakan pekerja kantoran di Jakarta yang
mempunyai perceived barriers yang lemah 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik
dibandingkan yang perceived barriers-nya kuat.
Universitas Indonesia
badan dan tinggi badan secara langsung serta pengambilan data riwayat penyakit
melalui rekam medik atau hasil pemeriksaan kesehataan secara langsung dirasa akan
dapat menghasilkan data yang lebih maksimal.
6.2 Gambaran Umum Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran yang Bekerja di Jakarta
Pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta cenderung masih banyak yang kurang
aktif fisik. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 59% pekerja kantoran yang aktivitas
fisik mingguannya belum memenuhi rekomendasi aktivitas fisik minimal orang dewasa,
yaitu melakukan aktivitas fisik intensitas sedang sebanyak total 150 menit atau
melakukan aktivitas fisik intensitas berat sebanyak total 75 menit dalam satu minggu
atau kombinasi aktivitas fisik intensitas sedang dan berat setara 600 METs per minggu.
Hasil penelitian ini juga menemukan ada sebanyak 19% responden pekerja
kantoran Jakarta yang tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali. Terkait aktivitas
sedentari, ditemukan rata-rata pekerja kantoran Jakarta melakukan aktivitas sedentari
sebanyak 471 menit per hari atau hampir 8 jam per hari, yang kemungkinan merupakan
aktivitas yang dilakukan selama waktu kerja.
Beberapa studi mengenai aktivitas fisik dari pekerja kantoran atau yang sering
diistilahkan sebagai pekerja kerah putih (white-collar worker) menemukan hasil serupa.
Hopkin dan Sarkar (2016) menyebutkan bahwa pekerja kantoran memiliki
kecenderungan untuk kurang aktif fisik. Cukup banyaknya waktu yang dihabiskan di
kantor (kurang lebih 8 jam per hari) dan aktivitas yang cenderung sedentari (bekerja
dengan duduk di balik meja) diduga menjadi penyebab kurang aktifnya para pekerja
kantoran. Panjangnya durasi waktu kerja juga dinilai berhubungan terbalik dengan
melakukan aktivitas fisik pada pekerja kantoran (Kirk & Rhodes, 2011).
Pekerjaan yang dilakukan pekerja kantoran cenderung tidak banyak memerlukan
aktivitas fisik. Pemanfaatan teknologi membuat pekerja tidak lagi perlu bergerak aktif
saat bekerja (Kirk & Rhodes, 2011). Temuan penelitian ini menunjukkan hal yang
sama, dilihat dari jenis aktivitas fisik yang dilakukan, seluruh responden tidak ada yang
melakukan aktivitas fisik berat dalam bekerja. Hanya ada sedikit responden pekerja
kantoran Jakarta yang menyatakan bahwa mereka melakukan aktivitas fisik sedang
dalam bekerja.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik yang banyak dilakukan pekerja kantoran adalah aktivitas fisik
waktu luang (termasuk didalamnya olahraga maupun latihan fisik) dan aktivitas fisik di
perjalanan. Hasil yang diperoleh dari penelitian, rata-rata durasi aktivitas fisik di
perjalanan (berjalan kaki atau bersepeda selama minimal 10 menit terus menerus) yang
dilakukan responden pekerja kantoran Jakarta adalah sebanyak 75 menit per minggu,
sedangkan rata-rata waktu dalam satu minggu yang dihabiskan pekerja kantoran Jakarta
dalam melakukan aktivitas fisik waktu luang adalah sebanyak 102 menit. Jika
dibedakan berdasarkan intensitasnya, lama waktu rata-rata yang dihabiskan dalam satu
minggu untuk aktivitas fisik waktu luang intensitas berat (seperti melakukan olahraga
permainan, sepak bola, basket atau lari) adalah sebanyak 45 menit, sedangkan rata-rata
waktu yang dihabiskan per minggu untuk aktivitas fisik waktu luang sedang (seperti
senam, jogging, berjalan sehat atau yoga) adalah sebanyak 57 menit.
Hasil dari pengukuran aktivitas fisik menggunakan Global Physical Activity
Questioner (GPAQ) juga memperoleh gambaran mengenai total aktivitas fisik intensitas
sedang dan berat yang dilakukan dalam satu minggu. Berdasarkan penelitian, ditemukan
rata-rata aktivitas fisik intensitas sedang yang dilakukan pekerja kantoran Jakarta adalah
163 menit per minggu dan aktivitas fisik intensitas berat adalah 44 menit per minggu.
Jika dilihat dari nilai rata-rata aktivitas fisik intensitas sedang yang diperoleh,
sebenarnya rata-rata 163 menit sudah memenuhi rekomendasi aktivitas fisik sedang
orang dewasa total per minggu yaitu 150 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja
kantoran, meski ditengah kesibukan dan durasi kerja yang panjang, masih mungkin
untuk melakukan rekomendasi aktivitas fisik yang perlu dilakukan untuk menjaga
kesehatan. Sayangnya, rentang total durasi aktivitas fisik intensitas sedang yang
diperoleh dari penelitian sangat lebar mulai dari 0 hingga 1770 menit, yang artinya ada
yang tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang sama sekali.
Masih cukup banyaknya pekerja kantoran yang kurang aktif fisik menunjukkan
diperlukannya upaya peningkatan aktivitas fisik. Secara nasional, arah kebijakan di
bidang kesehatan saat ini mengarah pada upaya paradigma sehat yang tidak hanya
berfokus pada upaya kuratif tetapi justru lebih menguatkan upaya promotif dan
preventif untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015). Aktivitas fisik merupakan salah satu upaya yang diketahui
baik untuk menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Hal ini yang
Universitas Indonesia
kemudian juga membuat peningkatan aktivitas fisik menjadi salah satu poin dalam
upaya promotif dan preventif Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Beberapa
temuan dari penelitian ini terkait determinan dan juga faktor-faktor yang berhubungan
dengan aktivitas fisik orang dewasa, khususnya pekerja kantoran, diharapkan dapat
menjadi masukan dalam penyusunan program peningkatan aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
terkait tingkat aktivitas fisik pekerja kantoran yang menyatakan memiliki riwayat
penyakit tertentu dengan yang menyatakan tidak memiliki riwayat penyakit.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya terkait hubungan riwayat
penyakit dengan aktivitas fisik menunjukkan adanya kecenderungan orang dewasa yang
aktif fisik adalah yang terdiagnosa penyakit seperti hiperkolesterol atau mengalami
obesitas (Agustiani Mahardikawati & Roosita, 2008; Bui et al., 2015).
Hasil penelitian yang berbeda ini bisa jadi disebabkan oleh keterbatasan
penelitian ini dalam metode pengambilan data riwayat penyakit dan pengukuran IMT
seperti yang telah dibahas pada subbab 6.1. Hasil penelitian sebelumnya diperoleh
berdasarkan data riset kesehatan nasional yang dilakukan di negara Malaysia dan
Vietnam dimana data diperoleh melalui pengukuran langsung serta wawancara saat
penelitian (Bui et al., 2015; Cheah & Poh, 2014). Perbedaan metode pengambilan data
ini yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya perbedaan hasil antara penelitian saat
ini dengan sebelumnya. Pengumpulan data status kesehatan dalam penelitian ini
dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden sehingga muncul kemungkinan
terjadinya bias informasi yang diberikan oleh responden. Oleh karena itu, disarankan
pada penelitian selanjutnya yang ingin mengetahui hubungan status IMT dan ada
tidaknya riwayat penyakit dengan tingkat aktivitas fisik seseorang dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran langsung atau memanfaatkan data Riset Kesehatan
Dasar terkini.
Penelaahan proporsi tingkat aktivitas fisik pada pada kelompok responden yang
mengalami obesitas maupun tidak dan menyatakan ada riwayat penyakit atau tidak
menemukan bahwa pada masing-masing kelompok kebanyakan responden kurang aktif
fisik. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya peningkatan partisipasi aktivitas fisik
pekerja kantoran. Beberapa penelitian mengasumsikan bahwa orang dewasa baru
melakukan aktivitas fisik ketika terdiagnosa atau terkena suatu penyakit tertentu
(Bauman et al., 2012; Cheah & Poh, 2014). Seringkali seseorang baru mengingat
pentingnya menjaga kesehatan setelah mengalami suatu penyakit. Hal ini sungguh
disayangkan, maka dari itu menjadi penting untuk mengingatkan orang dewasa
khususnya pekerja kantoran yang kesehariannya cenderung sedentari untuk menjaga
kesehatannya sejak dini yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara melakukan
aktivitas fisik teratur. Edukasi informasi yang bermuatan pesan cegah penyakit sebelum
Universitas Indonesia
terjadi, seperti misalnya ‗Jangan tunggu sakit, baru ingat sehat‘, yang digabungkan
dengan pentingnya melakukan gaya hidup sehat seperti aktivitas fisik teratur, pola
makan gizi seimbang, perbanyak konsumsi buah serta sayur atau lainnya perlu
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pekerja kantoran akan manfaat hidup sehat
bagi dirinya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kota Depok dimana mereka yang mendapat dukungan sosial berpeluang 3,5 kali lebih
tinggi untuk dapat melakukan aktivitas fisik cukup dibandingkan dengan yang tidak
memperoleh dukungan sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya upaya
promosi aktivitas fisik yang tidak hanya mensasar individu tetapi juga mensasar
kelompok, komunitas, baik kelompok masyarakat terkecil yaitu keluarga atau dalam
konteks pekerja dapat juga mensasar instansi tempat bekerja.
Salah satu program kampanye mengenai pentingnya aktivitas fisik yang sedang
dilakukan saat ini adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) (Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Selain itu, ada juga program kesehatan lainnya yang bergerak
pada upaya promotif preventif melalui pendekatan tingkat keluarga yaitu Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016). Sinergi kedua program ini dengan memasukkan menu
edukasi tentang aktivitas fisik, melakukan aktivitas fisik bersama-sama serta pentingnya
dukungan keluarga dapat menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
pratisipasi aktivitas fisik masyarakat secara umum.
Upaya intervensi aktivitas fisik di instansi atau tempat kerja dilakukan Lombard
dan rekan-rekan (dalam Heath et al., 2012) untuk meningkatkan kebiasan baik
melakukan aktivitas fisik berjalan kaki sebagai alternatif transportasi. Ia mengorganisir
sekelompok kecil pegawai di kantornya yang merupakan sesama penggiat jalan kaki.
Mereka mengampanyekan manfaat berjalan kaki untuk meningkatkan aktivitas fisik
yang baik untuk kesehatan tubuh. Berbagai kegiatan mereka rancang untuk membuat
rekan-rekan lain yang belum bergabung menjadi berminat, seperti menyebarkan
informasi mengenai jalan kaki, manfaatnya dan hal-hal yang perlu diperhatikan, serta
membagi rute-rute yang dapat dicoba oleh rekan-rekannya. Promosi berkala dilakukan
dan sesi tanya jawab disediakan bagi pegawai yang berminat. Upaya semacam ini dapat
diadaptasikan di tempat kerja untuk meningkatkan partisipasi aktivitas fisik pekerja
kantoran di Jakarta. Mengumpulkan sekelompok pekerja atau karyawan yang giat
aktivitas fisik, misal penggiat olahraga permainan (sepak bola, futsal, voli), latihan fisik
(senam, yoga, lari) ataupun penggiat sepeda yang menjadikan sepeda sebagai alternatif
transportasi, dan memfasilitasi sekelompok pekerja tersebut untuk mengampanyekan ke
Universitas Indonesia
rekan-rekan kerja lainnya secara berkesinambungan dapat menjadi salah satu model
intervensi aktivitas fisik di tempat kerja.
Universitas Indonesia
6.4 Faktor yang Dominan Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran
yang Bekerja di Jakarta
Hasil uji multivariat dari penelitian ini menemukan determinan aktivitas fisik
pekerja kantoran adalah jenis kelamin, dukungan teman dan perceived barriers. Dari
ketiga determinan tersebut, jenis kelamin merupakan faktor dominan yang ditemukan.
Hasil penelitian menemukan bahwa pekerja kantoran pria 2 kali lebih berpeluang untuk
dapat melakukan aktivitas fisik yang cukup sesuai rekomendasi dibandingkan pekerja
kantoran wanita. Temuan ini menunjukkan perlunya perhatian khusus pada kelompok
pekerja kantoran wanita dalam rangka peningkatkan aktivitas fisik yang perlu dilakukan
sebagai upaya menjaga kesehatan.
Dua determinan lainnya yaitu dukungan teman dan perceived barriers dapat
menjadi tujuan intervensi untuk meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran yang
bekerja di Jakarta. Model multivariat menunjukkan bahwa selain ketiga determinan
jenis kelamin, dukungan teman dan perceived barriers, perceived benefits juga
merupakan variabel kontrol yang berasosiasi dengan aktivitas fisik. Hal ini
menunjukkan edukasi informasi yang mengurangi persepsi negatif tentang hambatan
dalam melakukan aktivitas fisik, meningkatkan persepsi positif bahwa aktivitas fisik
memiliki banyak keuntungan jika dilakukan dan pentingnya dukungan sosial,
melakukan aktivitas fisik bersama-sama ataupun saling memberi semangat sesama
teman, rekan maupun keluarga agar melakukan aktivitas fisik teratur dapat menjadi
upaya peningkatan aktivitas fisik pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta.
Universitas Indonesia
7.1 Kesimpulan
Aktivitas fisik merupakan salah satu perilaku yang saat ini dikampanyekan
dalam program pemerintah di bidang kesehatan. Aktivitas fisik diketahui bermanfaat
bagi kesehatan, termasuk pada orang usia dewasa. Pekerja kantoran merupakan bagian
dari populasi orang dewasa yang berisiko kurang aktivitas fisik dikarenakan banyaknya
waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan pekerjaanya yang cenderung sedentari.
Hasil penelitian menemukan bahwa pada populasi pekerja kantoran yang bekerja
di Jakarta pada tahun 2018:
1. Ditemukan sebanyak 59% pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta kurang aktif
fisik dan proporsi kurang aktif fisik terbesar ada pada kelompok pekerja
kantoran wanita (67,9%). Ditemukan juga 19% pekerja kantoran Jakarta yang
tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali.
2. Jenis kelamin merupakan satu-satunya faktor karakteristik individu yang
ditemukan memiliki hubungan bermakna dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.
3. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna terkait tingkat aktivitas fisik
peekerja kantoran yang tidak mengalami obesitas dan mengalami obesitas. Hal
serupa juga ditemukan pada faktor ada atau tidaknya riwayat penyakit, baik
pekerja kantoran yang menyatakan memiliki riwayat penyakit maupun yang
tidak, tidak ditemukan perbedaan tingkat aktivitas fisik yang bermakna.
4. Faktor psikologis perceived barriers dan perceived benefits ditemukan
berhubungan bermakna dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
5. Faktor dukungan sosial yang ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik
pekerja kantoran di Jakarta adalah dukungan teman.
6. Faktor lingkungan yang terdiri dari promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif tidak ditemukan memiliki hubungan dengan aktivitas fisik
pekerja kantoran di Jakarta.
7. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor determinan dari aktivitas fisik
pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta adalah jenis kelamin pria, dukungan
73
Universitas Indonesia
teman yang cukup dan perceived barriers yang lemah, dimana jenis kelamin pria
menjadi faktor dominan.
7.2 Saran
Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pesan yang disampaikan
dalam upaya peningkatan aktivitas fisik masyarakat usia dewasa, khususnya pekerja
kantoran. Upaya dapat berbentuk intervensi atau program peningkatan aktivitas fisik
yang dilakukan oleh perusahaan ataupun instansi tempat kerja. Adapun saran yang
dapat diberikan adalah melakukan intervensi promosi kesehatan yang bertujuan
mengurangi persepsi negatif akan hambatan-hambatan yang dirasa terkait aktivitas fisik
sekaligus meningkatkan persepsi positif akan keuntungan yang diperoleh dengan
melakukan aktivitas fisik. Memberikan berbagai informasi mengenai rekomendasi
aktivitas fisik minimal yang perlu dilakukan untuk kesehatan, manfaat aktivitas
berdasarkan berbagai hasil penelitian, siasat untuk dapat aktif fisik di tengah kesibukan
kerja dan kesibukan lainnya maupun berbagai macam aktivitas fisik yang dapat
dilakukan dapat menjadi muatan program. Melakukan kampanye bersama tokoh
masyarakat yang dapat menjadi duta aktivitas fisik pekerja kantoran juga dapat
dilakukan.
Temuan penelitian terkait dukungan teman juga diharapkan dapat menjadi
masukan dalam penyusunan intervensi promosi kesehatan untuk meningkatkan aktivitas
fisik pekerja kantoran. Mendorong pekerja kantoran untuk beraktivitas fisik bersama-
sama dengan teman, rekan maupun keluarga dapat menjadi upaya yang perlu
dilakukan. Jika di kantor, perusahaan atau instansi tempat kerja diketahui ada pegawai-
pegawai yang giat melakukan aktivitas fisik, menjadikan para pegawai sebagai agen
kampanye dapat menjadi pilihan. Hal ini tentunya perlu disertai dengan rencana
program promosi kesehatan yang berkesinambungan, serta adanya dukungan dan
komitmen dari organisasi kantor, perusahaan atau instansi tempat kerja.
Terkait program peningkatan aktivitas fisik yang dilakukan pemerintah yaitu
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), hasil dari penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi masukan dalam penyusunan program peningkatan aktivitas fisik orang
dewasa, khususnya pekerja kantoran. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga
adanya perhatian lebih pada kelompok pekerja kantoran wanita. Penyusunan intervensi
Universitas Indonesia
atau program promosi aktivitas fisik yang lebih spesifik mensasar kelompok pekerja
kantoran wanita dirasa perlu dilakukan mengingat cukup besarnya ditemukan pekerja
wanita yang kurang aktif fisik.
Bagi penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk dapat dilakukan
penelitian dengan menggunakan metode pengukuran aktivitas fisik yang lebih objektif
seperti sensor gerak ataupun pedometer. Penelitian seperti ini diharapkan dapat lebih
memberikan gambaran aktivitas fisik yang sesungguhnya dilakukan oleh responden
penelitian. Penelitian yang bertujuan untuk lebih memahami faktor internal individu
yang rutin melakukan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan juga dapat dilakukan
dengan menggali melalui metode kualitatif. Penelitian kualitatif diharapkan dapat
mengeksplorasi lebih dalam faktor psikologis, motivasi maupun persepsi individu
terhadap faktor lingkungan (sosial maupun fisik) yang mendukung aktivitas fisik. Selain
itu, penelitian yang membedakan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin juga dapat
dilakukan sehingga dapat diketahui gambaran pola aktivitas fisik pada wanita dan pria.
ik.
Universitas Indonesia
Agustiani Mahardikawati, V., & Roosita, K. (2008). Aktivitas fisik, asupan energi dan
status gizi wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 3(2), 79–85. Retrieved from
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52963/aktivitas fisik,asupan
energi dan status gizi wanita pemetik
teh.pdf;jsessionid=394E0F4207B138BD32F7C8C7F0469ECE?sequence=1
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Keadaan Angkatan Kerja di DKI
Jakarta Agustus 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
Retrieved from
https://jakarta.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=NWQ5ODdlOTI4O
TQ4NmI0ZTkyMjlkZjQ4&xzmn=aHR0cHM6Ly9qYWthcnRhLmJwcy5nby5pZC
9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE4LzA0LzI0LzVkOTg3ZTkyODk0ODZiNGU5MjI5
ZGY0OC9rZWFkYWFuLWFuZ2thdGFuLWtlcmphLXByb3ZpbnNpLWRraS1qY
WthcnRh
Bauman, A. E., Reis, R. S., Sallis, J. F., Wells, J. C., Loos, R. J., & Martin, B. W.
(2012). Correlates of physical activity: why are some people physically active and
others not? Lancet, 380. Retrieved from http://ac.els-
cdn.com/S0140673612607351/1-s2.0-S0140673612607351-
main.pdf?_tid=d99b7e3c-0ed3-11e7-b58e-
00000aab0f02&acdnat=1490169051_163f8e45f3d56b4b8dae28e00497d20e
Bauman, A. E., Sallis, J. F., Dzewaltowski, D. A., & Owen, N. (2002). Toward a better
understanding of the influences on physical activity: The role of determinants,
correlates, causal variables, mediators, moderators, and confounders. American
Journal of Preventive Medicine, 23(2), 5–14. https://doi.org/10.1016/S0749-
3797(02)00469-5
Brown, H., & Roberts, J. (2011). Exercising choice: The economic determinants of
physical activity behaviour of an employed population. Social Science and
Medicine, 73(3), 383–390. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2011.06.001
76
Universitas Indonesia
Bui, T. Van, Blizzard, C. L., Luong, K. N., & Truong, N. L. Van. (2015). Physical
Activity in Vietnam : Estimates and Measurement Issues. Journal Plos One.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140941
Callegaro, M., Lozar Manfreda, K., & Vehovar, V. (2015). Web Survey Methodology.
London: Sage Publications.
Caspersen, C. J., Pereira, M. A., & Curran, K. M. (2000). Changes in physical activity
patterns in the United States, by sex and cross-sectional age. Med. Sci. Sports
Exerc, 32(9), 1601–1609. Retrieved from
https://pdfs.semanticscholar.org/bed1/9c65d5e453aeb277cfc4aeec9534c6def28c.p
df
Church, T. S., Thomas, D. M., Tudor-Locke, C., Katzmarzyk, P. T., Earnest, C. P.,
Rodarte, R. Q., … Bouchard, C. (2011). Trends over 5 Decades in U.S.
Occupation-Related Physical Activity and Their Associations with Obesity. PLoS
ONE, 6(5), e19657. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0019657
Cottrell, R. R., Girvan, J. T., & Mckenzie, J. F. (2012). Principles & Foundations of
Health Promotion and Education 5th Ed. San Fransisco: Pearson Education.
Crespo, N. C., Sallis, J. F., Conway, T. L., Saelens, B. E., & Frank, L. D. (2011).
Worksite Physical Activity Policies and Environments in Relation to Employee
Physical Activity. American Journal of Health Promotion, 25(4).
https://doi.org/10.4278/ajhp.081112-QUAN-280
Dans, A., Ng, N., Varghese, C., Tai, E. S., Firestone, R., & Bonita, R. (2011). The rise
of chronic non-communicable diseases in southeast Asia: time for action. The
Lancet, 377(9766), 680–689. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(10)61506-1
De Cocker, K., Duncan, M. J., Short, C., Van Uffelen, J. G., & Vandelanotte, C. (2014).
Universitas Indonesia
Ekman, A., Klint, S., Dickman, P. W., Adami, H.-O., & Litton, J.-E. (2006). Optimizing
the design of web-based questionnaires – experience from a population-based
study among 50,000 women. Springer European Journal of Epidemiology, 21,
103–111. https://doi.org/10.1007/s10654-006-9091-0
Eysenbach, G., & Wyatt, J. (2002). Using the Internet for Surveys and Health Research.
J Med Internet Res, 4(2). https://doi.org/10.2196/jmir.4.2.e13
Fenner, Y., Garland, S. M., Moore, E. E., Jayasinghe, Y., Fletcher, A., Tabrizi, S. N., …
Wark, J. D. (2012). Web-based recruiting for health research using a social
networking site: an exploratory study. Journal of Medical Internet Research, 14(1),
e20. https://doi.org/10.2196/jmir.1978
Fielding, N. G., Lee, R. M., & Blank, G. (2008). The SAGE Handbook of Online
Research Methods. SAGE Publications. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=EeMKURpicCgC
Fricker Jr, R. D. (2008). Sampling Methods for Web and E-mail Surveys. In The SAGE
Handbook of Online Research Method (pp. 195–217). SAGE Publications.
Retrieved from
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.595.8604&rep=rep1&ty
pe=pdf
Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (2008). Health Behaviour and Health
Education. Health Education (Vol. 63). https://doi.org/10.1016/S0033-
3506(49)81524-1
Hallal, P. C., Andersen, L. B., Bull, F. C., Guthold, R., Haskell, W., & Ekelund, U.
(2012). Global physical activity levels: surveillance progress, pitfalls, and
prospects. The Lancet, 380(9838), 247–257. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(12)60646-1
Hastono, S. P. (2016). Analisis Data pada Bidang Kesehatan (1st ed.). Jakarta: Rajawali
Press.
Heath, G. W., Parra, D. C., Sarmiento, O. L., Andersen, L. B., Owen, N., Goenka, S., …
Brownson, R. C. (2012). Evidence-based intervention in physical activity: lessons
from around the world. The Lancet, 380(9838), 272–281.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60816-2
Hopkin, T. J., & Sarkar, S. (2016). Sedentary Behavior of White Collar Office Workers-
Review. Ecronicon Nutrition, 3(6), 726–736. Retrieved from
https://www.ecronicon.com/ecnu/pdf/ECNU-03-0000102.pdf
Universitas Indonesia
Indriani, P. (2004). Pengaruh latihan fisik; senam aerobik terhadap penurunan kadar
gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga.
Media Ners, 1(2), 89–99.
Irnawati. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Hidup pada Lanjut Usia di
Wilayah Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon Tahun 2017. Universitas Indonesia.
Jurj, A. L., Wen, W., Gao, Y.-T., Matthews, C. E., Yang, G., Li, H.-L., … Shu, X.-O.
(2007). Patterns and correlates of physical activity: a cross-sectional study in urban
Chinese women. BMC Public Health, 7, 213. https://doi.org/10.1186/1471-2458-7-
213
Lachapelle, U., Frank, L., Saelens, B. E., Sallis, J. F., & Conway, T. L. (2011).
Universitas Indonesia
Commuting by public transit and physical activity: where you live, where you
work, and how you get there. Journal of Physical Activity & Health, 8 Suppl 1,
S72-82.
Lee, I.-M., Shiroma, E. J., Lobelo, F., Puska, P., Blair, S. N., & Katzmarzyk, P. T.
(2012). Effect of physical inactivity on major non-communicable diseases
worldwide: an analysis of burden of disease and life expectancy. The Lancet,
380(9838), 219–229. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)61031-9
Lemeshow, S., Hosmer Jr, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1990). Part 1: Statistical
Methods for Sample Size Determination. Adequacy of Sample Size in Health
Studies, 247. https://doi.org/10.1186/1472-6963-14-335
Macera, C. A., Hootman, J. M., & Sniezek, J. E. (2003). Major public health benefits of
physical activity. Arthritis & Rheumatism, 49(1), 122–128.
https://doi.org/10.1002/art.10907
Miles, L. (2007). Physical activity and health. Nutrition Bulletin, 32, 314–363.
https://doi.org/10.1111/j.1467-3010.2007.00668.x
Mulia, R. S. R. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Berat Badan Lebih
pada Pegawai RSUD Kawarang Tahun 2017. Universitas Indonesia.
Oka, K., & Shibata, A. (2012). Determinants of Meeting the Public Health
Recommendations for Physical Activity Among Community-Dwelling Elderly
Japanese, 58–65.
Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). (2011). Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. Retrieved from http://promkes.depkes.go.id/wp-
content/uploads/pdf/buku_pedoman/pedoman_umum_PHBS.pdf
Rahajeng, E., Tuminah, S., Penelitian, P., Dan, B., Badan, F., & Kesehatan, P. (2009).
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Prevalence of Hypertension
Universitas Indonesia
Riskesdas dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013. (2013). Jakarta: Lembaga Penerbit
Balitbangkes.
Rissel, C., Curac, N., Greenaway, M., & Bauman, A. (2012). Physical Activity
Associated with Public Transport Use— A Review and Modelling of Potential
Benefits. Int. J. Environ. Res. Public Health International Journal of
Environmental Research and Public Health Int. J. Environ. Res. Public Health,
9(9), 2454–2478. https://doi.org/10.3390/ijerph9072454
Sallis, J. F., Grossman, R. M., Pinski, R. B., Patterson, T. L., & Nader, P. . (1987). The
development of scales to measure social support for diet and exercise behaviors.
Preventive Medicine, 16, 825–836.
Sallis, J. F., Grossman, R. M., Pinski, R. B., Patterson, T. L., & Nader, P. R. (1987).
The development of scales to measure social support for diet and exercise
behaviors. Preventive Medicine, 16(6), 825–836. https://doi.org/10.1016/0091-
7435(87)90022-3
Shibata, A., Oka, K., Harada, K., Nakamura, Y., & Muraoka, I. (2009). Psychological,
social, and environmental factors to meeting physical activity recommendations
among Japanese adults. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical
Activity, 6(6). https://doi.org/10.1186/1479-5868-6-60
Sudikno. (2010). Aplikasi regresi logistik pada hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian obesitas pada orang dewasa di indonesia (. Universitas Indonesia.
Teh, C. H., Lim, K. K., Chan, Y. Y., Lim, K. H., Azahadi, O., Akmar, A. H. H., …
Universitas Indonesia
Fadhli, Y. (2014). The prevalence of physical activity and its associated factors
among Malaysian adults : findings from the National Health and Morbidity Survey
2011. Public Health, 128(5), 416–423. https://doi.org/10.1016/j.puhe.2013.10.008
Tremblay, M. S., Aubert, S., Barnes, J. D., Saunders, T. J., Carson, V., Latimer-Cheung,
A. E., … Chinapaw, M. J. M. (2017). Sedentary Behavior Research Network
(SBRN) – Terminology Consensus Project process and outcome. International
Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 14(75).
https://doi.org/10.1186/s12966-017-0525-8
Trinh, O. T. H., Nguyen, N. D., Dibley, M. J., Phongsavan, P., & Bauman, A. E. (2008).
The prevalence and correlates of physical inactivity among adults in Ho Chi Minh
City. BMC Public Health, 8, 204. https://doi.org/10.1186/1471-2458-8-204
Trost, S. G., Owen, N., Bauman, A. E., Sallis, J. F., & Brown, W. (2002). Correlates of
adults ‘ participation in physical activity : review and update. Med . Sci . Sports
Exerc, 34(12). https://doi.org/10.1249/01.MSS.0000038974.76900.92
Wanner, M., Götschi, T., Martin-Diener, E., Kahlmeier, S., & Martin, B. W. (2012).
Active Transport, Physical Activity, and Body Weight in Adults: A Systematic
Review. American Journal of Preventive Medicine, 42(5), 493–502.
https://doi.org/10.1016/J.AMEPRE.2012.01.030
Warga Kurang Aktivitas Fisik. (2017, September 8). Harian Kompas, p. 10.
WHO. (2015). WHO | Physical activity. Retrieved April 23, 2017, from
http://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/
Win, A. M., Lim, W., Yen, K., Hx, T., Boon, R., Lim, T., … Mueller-Riemenschneider,
F. (2015). Patterns of physical activity and sedentary behavior in a representative
sample of a multi-ethnic South-East Asian population: a cross-sectional study.
BMC Public Health, 15. https://doi.org/10.1186/s12889-015-1668-7
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Selamat pagi/siang/sore/malam,
Aktivitas fisik sendiri merupakan salah satu perilaku dalam program prioritas
pemerintah di bidang kesehatan, yaitu Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
yang diketahui bermanfaat bagi kesehatan dan pencegahan penyakit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat aktivitas fisik dan faktor-faktor yang
Universitas Indonesia
Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak ada unsur paksaan dalam
penelitian ini dan Anda berhak untuk menolak menjadi responden jika tidak bersedia.
Anda juga berhak mengundurkan diri selama pengisian kuesioner jika merasa tidak
nyaman atau ada kepentingan lain. Penelitian ini tidak menimbulkan risiko yang dapat
merugikan Anda baik secara materi maupun non materi, termasuk kerugian medis
maupun nonmedis saat ini atau di kemudian hari. Manfaat yang Anda peroleh melalui
penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik
orang dewas pekerja kantoran dan meningkatkan kesadaran Anda tentang pentingnya
aktivitas fisik bagi kesehatan. Jika Anda berpartisipasi dalam penelitian ini dan berminat
mengetahui tingkat aktivitas fisik Anda, kami akan mengirimkan hasil pengukuran
kuesioner Global Physical Activity Questioner (GPAQ) yang terdapat dalam rangkaian
kuesioner ini kepada Anda melalui email.
Untuk berpartisipasi, Anda akan diminta mencamtumkan alamat email yang aktif
sebagai bagian dari verifikasi responden. Segala identitas dan data yang Anda berikan
tidak akan dipergunakan selain untuk penelitian ini dan dijaga kerahasiaannya.
Jika Anda bersedia membantu dengan berpartisipasi dalam penelitian ini, mohon
berikan tanda centang pada kolom di bawah ini dan klik 'Next'. Setelah itu Anda akan
Universitas Indonesia
Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Terima kasih atas waktu dan bantuan Anda
dalam penelitian ini.
Hormat saya,
Dinanti Abadini
M: 0812 1919 7191 / E: dinanti.abadini@ui.ac.id, dinanti.abadini@gmail.com
Universitas Indonesia
A11 Jenis transportasi apa yang biasa Anda □ Transportasi umum massal (Bus Trans
gunakan dari tempat tinggal Anda Jakarta, Kereta
untuk menuju tempat kerja? Commuter Line, atau bus umum lainnya)
□ Tranportasi umum sewa perorangan (taksi
online/konvensional, ojeg
online/konvensional,
angkutan kota/angkot, bajaj, becak)
□ Kendaraan pribadi (motor/mobil)
□ Sepeda
□ Jalan kaki
□ Lainnya, sebutkan: _______________
B. PERSEPSI
Petunjuk:
Berikut ini terdapat 23 pernyataan terkait bagaimana Anda mempersepsikan aktivitas
fisik, termasuk di dalamnya olahraga (sport) dan latihan fisik (exercise).
Mohon berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesetujuan Anda dengan
pernyataan-pernyatan tersebut. Apakah Anda merasa ‗Sangat Setuju‘, ‗Setuju‘, ‗Tidak
Setuju‘ atau ‗Sangat Tidak Setuju‘ dengan pernyataan tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
C. DUKUNGAN SOSIAL
Petunjuk:
Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan yang mungkin dikatakan atau diperbuat
seseorang kepada individu yang tengah mencoba berolahraga secara rutin. Kalau Anda
tidak sedang berusaha untuk berolahraga secara rutin, maka beberapa pernyataan
mungkin tidak relevan untuk Anda (silakan jawab tidak berlaku atau beri angka ―8‖).
Cobalah untuk memberi jawaban pada semua pernyataan.
Setiap pernyataan harus dinilai dua kali. Di bawah kolom “Keluarga” berilah
penilaian mengenai seberapa sering siapapun di dalam keluarga Anda melakukan
apa yang tertera dalam pernyataan pada 3 bulan terakhir. Di bawah kolom
“Teman” berilah penilaian mengenai seberapa sering teman, kenalan, atau rekan
kerja Anda melakukan apa yang tertera pada 3 bulan terakhir.
Tidak pernah Jarang Sesekali Sering Sangat Sering Tidak Relevan
1 2 3 4 5 8
Universitas Indonesia
Petunjuk:
Di bawah ini terdapat 6 pernyataan yang berhubungan ketersediaan fasilitas ataupun
sarana penunjang aktivitas fisik di lingkungan tempat kerja.
Mohon berikan penilaian Anda berdasarkan kesesuaian pernyataan-pernyatan tersebut
dengan kondisi yang Anda jumpai di lingkungan tempat kerja Anda.
Untuk setiap pernyataan terdapat 3 pilihan jawaban, yaitu:
• Ya, jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang Anda jumpai di lingkungan
tempat kerja Anda.
• Tidak, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang Anda jumpai di
lingkungan tempat kerja Anda.
• Tidak Tahu, jika Anda merasa tidak tahu atau ragu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
E11 Dalam seminggu, berapa hari Anda melakukan olahraga _________ hari
intensitas berat tersebut?
E12 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk melakukan olahraga intensitas berat _________ menit
tersebut?
E13 Apakah Anda melakukan olahraga intensitas sedang, yang □ Ya
menyebabkan sedikit peningkatan dalam pernapasan atau □ Tidak
Universitas Indonesia
E14 Dalam seminggu, berapa hari Anda melakukan olahraga _________ hari
intensitas sidang tersebut?
E15 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk melakukan olahraga intensitas sedang _________ menit
tersebut?
Aktivitas sedentari (duduk dan berbaring)
E16 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk duduk atau berbaring tetapi tidak tidur? _________ menit
Selesai
Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .018(b) 1 .894
Continuity Correction(a) .000 1 1.000
Likelihood Ratio .018 1 .894
Fisher's Exact Test 1.000 .515
Linear-by-Linear
.018 1 .894
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.62.
Universitas Indonesia
Risk Estimate
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.145(a) 2 .342
Likelihood Ratio 2.127 2 .345
Linear-by-Linear
.590 1 .443
Association
N of Valid Cases
174
a 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.24.
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square .759(a) 3 .859
Likelihood Ratio .779 3 .854
Linear-by-Linear
.015 1 .902
Association
N of Valid Cases
174
a 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.90.
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .770(b) 1 .380
Continuity
.364 1 .546
Correction(a)
Likelihood Ratio .761 1 .383
Fisher's Exact Test .420 .271
Linear-by-Linear
.765 1 .382
Association
N of Valid Cases 157
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.40.
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.908(b) 1 .009
Continuity
6.121 1 .013
Correction(a)
Likelihood Ratio 6.985 1 .008
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
6.868 1 .009
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.52.
Risk Estimate
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.514(b) 1 .001
Continuity
9.532 1 .002
Correction(a)
Likelihood Ratio 10.728 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
10.453 1 .001
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.45.
Risk Estimate
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.666(b) 1 .102
Continuity
2.185 1 .139
Correction(a)
Likelihood Ratio 2.683 1 .101
Fisher's Exact Test .122 .069
Linear-by-Linear
2.651 1 .103
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.28.
Risk Estimate
95% Confidence
Value Interval
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.988(b) 1 .008
Continuity
6.198 1 .013
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.045 1 .008
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
6.948 1 .008
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.59.
Risk Estimate
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.005(b) 1 .316
Continuity
.716 1 .398
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.003 1 .317
Fisher's Exact Test .350 .199
Linear-by-Linear
.999 1 .318
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29.79.
Universitas Indonesia
MODEL I:
Variables in the Equation
Model 2:
MODEL II: Keluar Dukungan Keluarga
Variables in the Equation
Perubahan OR Model 2
Model 2
VARIABEL
OR lama OR baru Perubahan
jeniskelamin 2.892 2.916 -0.83%
KatPerBen 1.439 1.436 0.21%
KatPerBar 2.180 2.187 -0.32%
KatDukMan 2.283 2.316 -1.45%
Perubahan OR tidak ada yang >10%, jadi DukKel keluar
Universitas Indonesia
Perubahan OR Model 3
Model 3
VARIABEL
OR lama OR baru Perubahan
jeniskelamin 2.892 2.916 -0.83%
KatPerBar 2.180 2.330 -6.88%
KatDukMan 2.283 2.609 -14.28%
Perubahan OR ada yang >10%, jadi Perceived Benefits masuk lagi.
MODEL TERAKHIR:
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)
Uji Interaksi
Variables in the Equation
95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia