Anda di halaman 1dari 125

UNIVERSITAS INDONESIA

DETERMINAN AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA


PEKERJA KANTORAN DI JAKARTA TAHUN 2018

TESIS

DINANTI ABADINI
1606856082

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN PROMOSI KESEHATAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
TAHUN 2018

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


UNIVERSITAS INDONESIA

DETERMINAN AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA


PEKERJA KANTORAN DI JAKARTA TAHUN 2018

TESIS

DINANTI ABADINI
1606856082

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN PROMOSI KESEHATAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
TAHUN 2018

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018
fi
8I0Z lrnf 9 IEEBUBI
UBAUBI EpUBI
2809s8909r WdN
III!pBqY pu8m.0 aluaN
.rauaq u88uep uBrlal8l(n 8f8s qBlol
rlnlnJlp trtrdnBrtr dpn4rp Eur,( 4;Bq raqnuns Bntres uBp
'r.upuas e{es BiJs{ Ilsuq qBlrpc !u! slsal
SVIJAVNISIUO NVYIVANUXd NWAIYTVH
Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018
III
8I0z Finf 9 pABuej
pdeo pus{degrq
t"""'-""""'x"'-""') sey'y\t '141XS 'Brsuos Suspug uu1ul Ifa3ued
a) Isd'nl trJpnpry,q peurqy 'rq tfn8us6
Isd.W'lsd'S'!puB.r$rA uBpe( rfn8ue4
s6xfi 'oflsllx uJ'sro'ro rfiBuog
("";'Vr'ci{'t"""""" ) se){'It qr.s8uruefm6 qupug eurlorBJ ."'r( Surqrmqure4
-a'Y IfNCNfldNVIATO
'qlseuopul sf,lls.te,r;ug lqare,(srgq trqtqesry
salln{cf, lsltuJc,(sctr l u4a{esey nur11 lpn1s ruurBor4 eprd 1ur nu,$e141
uqrqmo; lo1s6qq .rupE qqoredrneur rypn urqrqre{p Brr,t rrfulrfurrd E-sr8q
p8uqae BuFe;;p uup;[n8uo6 uene6 uuduprq !p uurlur{Bgadlp gsuryeq qqea
SIOZ untl"I plru{pf p ueroluza efrep6
eseaneq Euzr6 4rsrg s"1rry{v rrurrruuep4 srsel Fpnf
plpre(se11 uepqesex nu{I
1pn1g ure.6or6
2809s8909r WdN
lurpsqYqllulc BIII?N
qslo urqnfep rtu wsel
i\TYHVSUCNfld IIYfiNTTVH
Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018
AI
'e,(ureuaqss ueBuep lunq ufes rur ueBlu,{urad u?r{rueq
ueldelelrp qu1e1 Suef rslues
?ruueueru ue{? e&s opur '1er8e1d uerplqou efzs rqnq:o1 r}ueu }"Bs qens elrqedy
"8IOZ NJ}IIYT VIUYXYf I(I
NYUOINY}T VfUDTSiI
YSY&TtrC JNYtrO XISI.{ SYIIAIIXY NYNII{MIJ,ff(I,,
:ppnftaq Suef
e,(es srssl u?srpud urE?p lerS?ld uepFe>1 uopl€leru {sprl ?r{es er"rqeq uur1e1e,{uery
LI0Z/9102: {rulep€{vrmqel
lerpre,{su11 u4eqose>I nur[ : 1pn]S us.6old
Z809S8,i0qi r i\liiN
Iulp?qv rlusur(J : €rueN
:edes 'rur qertreqrp ue8uel epuegoq 8ue,\
NYYIYANUgdIYUOS
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan
Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari awal masa perkuliahan hingga pada penyusunan tesis ini, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:

(1) Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.Kes, selaku dosen pembimbing atas
kesabaran, waktu dan atensi yang diberikan dalam membimbing, mengarahkan maupun
memberi masukan dalam keseluruhan proses penyusunan dan perbaikan tesis ini;
(2) Dr. Drs. Tri Krianto, M.Kes, selaku dosen penguji seminar proposal, seminar hasil
dan juga sidang tesis, atas waktu yang diluangkan dan masukan-masukan berharga yang
diberikan;
(3) Bapak Dadan Erwandi, S.Psi, M.Psi, selaku penguji sidang tesis atas waktu yang
telah diluangkan dan masukan yang diberikan;
(4) Dr. Ahmad Muhidin, M.Psi dan Ibu Intan Endang Sonata, SKM, M.Kes, selaku
penguji luar sidang tesis atas waktu dan masukan yang diberikan untuk perbaikan tesis
ini;
(5) Ignatius Darma Juwono, M.Psi, Psikolog, atas bantuan dan berbagai pengetahuan
serta ilmu yang diberikan kepada penulis terkait aktivitas fisik selama proses penulisan
tesis ini;
(6) Seluruh Pengajar Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang memperkaya wawasan penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tesis
ini;

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


(7) Suami, Widi Asmoro, dan anak-anak tercinta, Sasikirana Diaasmoro serta
Narayandra Dwiasmoro, yang telah memberikan dukungan, semangat, uluran tangan,
kasih dan rasa pengertian yang sangat berarti kepada penulis selama ini;
(8) Orang tua tercinta, Mama Esti Budi Handayaningsih dan Papa Nur Asnawi, atas
segala doa, bimbingan, dukungan dan kasih yang tidak terhingga diberikan. Serta
mertua, Ibu Tri Asih Hardjati dan Bapak Sunardi atas segala doa, restu dan dukungan
yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah dan
lindungan-Nya untuk Mama, Papa, Ibu dan Bapak;
(9) Kakak-kakak, Tri Yuni Rinawati, Bambang Sucahyo, Panji Laras, Anike Dewi,
Galuh Condro Sari dan Adhitya Angga Dewa atas doa, dukungan dan terutama
bantuannya yang luar biasa dalam proses pengumpulan data tesis ini;
(10) Teman-teman sesama Mahasiswa Pasca Sarjana Peminatan Promosi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia angkatan 2016 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala kesenangan dan kebersamaanya
selama ini. Semoga kesuksesan senantiasa mengiringi langkah kita;
(11) Keluarga besar Pusat Analisis Determinan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
tempat bernaung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk
mengaktualisasikan diri dan memberikan dukungan selama studi hingga penyelesaian
tesis ini;
(12) Seluruh pihak yang telah membantu selama proses perkuliahan dan penelitian
hingga tesis ini selesai yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Yang
Maha Esa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan masih
terdapat berbagai kekurangan. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi para
pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, 6 Juni 2016


Penulis

vi

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018
IIA
(rqpeqy 4ueurq)
a\.^\
\y\ [
ue1u}u,(uaur 3ue1
g I0z rynf g : [333us] ?p?d
{odec : lp lenqrc
'e(uJeueqes ue8uep lenq e,(es rur usupduJad uuDyruoq
'qdlC {?H {llruod
rBBUqes u"p eldrcuedTslpuad re8rqes efeS ?rusu u?)lulntru?iueu dulet iiru"les a(es
:rqr1u se8nl uqrsellrlqnlueur u?p 'le1y\€reru '{awqo|op) ulup ue1e18ued {ntueq ursl?p
elole8ueur 'u?{{euuoJ/BrpourqJle8uou 'uedtu ueru l?qroq ursauopq selrsrelrun rur
Jrsnpls{auoN p1e.(oy seqag 4eg ue8ueg (uelnpedp e11f epe ffue,{ 1e48ue.red ugeseq
"8102N1lHYI YJU\DIYI I(I
NYUOINYX YfUfl)TUiI
YSVAAU( CNYUO XISI.{ SYIIAIIXY NYNII{IIf,IU(I,,
: ppnftaq 8ue,( e,(es qerulr e,{:e1 sele (143Jy
aatg-{qofoy a,qsn1an-rap) lJsnpls4auop g1e,(oA srqog {?E ?rseuopul se}rsrelrun
epudel ueluequreu {ntlm mltqe,{ueur lrnqete8ued nup ue8ueqrua8uad ruop
srsoJ : e,{:a1 srual
1e1em,{se11ue1uqasa1: ss}ln{s.!I
ru1eiuo6 nrul uep ueluqese){ ual}plpuod : uaruelmdsg
plere{se4 uepqasa) nur[ : rpnlg urerSor4
2809s8909I: hidN
rurpEqY rlu?urc: ?ru?N
:lul
rl?^\?q p ue8uq eprmgeq 8ue,{ e,(m ?rseuoprq selrsre^rull {ruepury setrnrs reBeqeg
SII{If,O\D{Y NVENIJ,Nf,{fl)I XOINN UIE)TV SVCNI
rcYXI.I{Nil NVff NIf,SUXiI NYVIVANUSiI NYIA{VAYII
ABSTRACT

Name : Dinanti Abadini


Study Program : Public Health Science
Title : Determinants of Adults Office Workers Physical Activity in
Jakarta Year 2018
Counsellor : Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.Kes

The health benefits of physical activity in adults order to maintain health and prevent
disease have been extensively documented. Sedentary occupation and the long hours of
work believed to be the factors that make office workers tends to be physically inactive.
Majority worker in Jakarta were office workers. Jakarta was the province with the
highest proportion of people with insufficient physical activity, where 44.2% of the
population was reported not active enough. This study aim to find determinants of
physical activity of adult office worker who work in Jakarta. The research was
conducted by quantitative method. A total of 174 Jakarta office workers participate
online by answering questionnaire through website. Result found that 59% of office
worker who work in Jakarta had insufficient physical activity. Statistical anlysis
revealed that gender, friends support and perceived barriers were the determinants of
Jakarta‘s office workers physical activity. Health intervention and promotion that intend
to reduce physical activity perceived barriers, at once increase perceived benefits of
doing physical activity, encourge to do physical activity with friends and giving each
other support should be done in order to increase Jakarta‘s office worker physical
activity. In addition, special attention should be given to female office workers to
increase their participation in physical activity.

Key words: Physical activity, adult, employee, office worker.

viii

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


ABSTRAK

Nama : Dinanti Abadini


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Determinan Aktivitas Fisik Orang Dewasa Pekerja Kantoran di Jakarta
Tahun 2018
Pembimbing : Dra. Caroline Endah Wuryaningsih, M.Kes

Aktivitas fisik pada orang dewasa bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mencegah
terjadinya penyakit. Pekerjaan yang cenderung sedentari dan durasi kerja yang cukup
panjang membuat pekerja kantoran berisiko kurang aktif fisik. Sebagian besar pekerja di
Jakarta adalah pekerja kantoran. Jakarta merupakan provinsi dengan proporsi penduduk
kurang aktivitas fisik tertinggi, tercatat masih ada 44,2% penduduk yang kurang
aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan aktivitas fisik
orang dewasa pekerja kantoran yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. Penelitian
dilakukan dengan metode kuantitatif. Sebanyak 174 orang pekerja kantoran Jakarta
berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi kuesioner berbasis website secara
online. Hasil penelitian menunjukkan 59% pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta
kurang aktif fisik. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis kelamin pria,
dukungan teman yang cukup dan lemahnya hambatan yang dirasakan (perceived
barriers) merupakan determinan dari aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Upaya
intervensi atau program promosi yang bertujuan mengurangi persepsi negatif akan
hambatan-hambatan yang dirasa terkait aktivitas fisik sekaligus meningkatkan persepsi
positif akan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan aktivitas fisik, serta
mendorong untuk melakukan aktivitas fisik bersama perlu dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Selain itu, perhatian khusus
perlu diberikan pada kelompok pekerja kantoran wanita untuk meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas fisik.

Kata kunci:
Aktivitas fisik, dewasa, pekerja, pekerja kantoran

ix
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 9
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 9
1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 9
1.5.1 Bagi Institusi ............................................................................................... 9
1.5.2 Bagi Ilmu Pengetahuan ............................................................................. 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................. 10

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR .............................................................................. 11


2.1 Aktivitas Fisik .................................................................................................... 11
2.1.1 Definisi Aktivitas Fisik ............................................................................. 11
2.1.2 Aktivitas Fisik pada Orang Dewasa .......................................................... 12
2.1.3 Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran ...................................................... 13
2.1.4 Pengukuran Aktivitas Fisik ....................................................................... 14
2.2 Teori-Teori Terkait Aktivitas Fisik .................................................................... 15
2.2.1 Health Belief Model .................................................................................. 15
2.2.2 Social Cognitive Theory............................................................................ 17
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Orang Dewasa ......... 19
2.3.1 Faktor Karakteristik individu .................................................................... 20
2.3.1.1 Jenis kelamin ................................................................................. 20
2.3.1.2 Usia ................................................................................................ 20
2.3.1.3 Pendidikan ..................................................................................... 20
2.3.1.4 Pekerjaan ........................................................................................ 21
2.3.1.5 Pendapatan ..................................................................................... 21
2.3.1.6 Status Pernikahan........................................................................... 22
2.3.2 Faktor Kesehatan ....................................................................................... 22
2.3.3 Faktor Psikologis ....................................................................................... 22
2.3.4 Faktor-Faktor Lain .................................................................................... 23
x

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


2.3.4.1 Faktor Sosial .................................................................................. 23
2.3.4.2 Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja ...................................... 24
2.3.4.3 Transportasi Aktif .......................................................................... 24
2.4 Kerangka Teori .................................................................................................. 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS . 27


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................... 27
3.2 Definisi Operasional .......................................................................................... 28
3.3 Hipotesis ............................................................................................................ 31

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 32


4.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 32
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 32
4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................................... 32
4.4 Pengumpulan Data ............................................................................................. 34
4.4.1 Sumber dan Jenis Data .............................................................................. 34
4.4.2 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 35
4.4.3 Instrumen Penelitian .................................................................................. 36
4.4.4 Uji Validitas dan Realiabilitas................................................................... 39
4.4.5 Proses Pengumpulan Data ......................................................................... 40
4.5 Etika Penelitian .................................................................................................. 41
4.6 Pengolahan Data ................................................................................................ 41
4.7 Analisis Data ...................................................................................................... 42
4.7.1 Analisis Univariat ...................................................................................... 42
4.7.2 Analisis Bivariat ........................................................................................ 42
4.7.3 Analisis Multivariat ................................................................................... 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN...................................................................................... 44


5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 44
5.2 Analisis Univariat .............................................................................................. 45
5.2.1 Karakteristik Individu ............................................................................... 45
5.2.2 Status Kesehatan ....................................................................................... 47
5.2.3 Faktor Psikologis ....................................................................................... 47
5.2.4 Dukungan Sosial ....................................................................................... 48
5.2.5 Faktor Lingkungan (Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja dan
Transportasi Aktif) ............................................................................................. 49
5.2.6 Tingkat Aktivitas Fisik .............................................................................. 51
5.3 Analisis Bivariat................................................................................................. 53
5.3.1 Analisis Hubungan Karakteristik Individu dengan Aktivitas Fisik .......... 53
5.3.2 Analisis Hubungan Status Kesehatan dengan Aktivitas Fisik .................. 55
5.3.3 Analisis Hubungan Faktor Psikologis dengan Aktivitas Fisik .................. 56
5.3.4 Analisis Hubungan Dukungan Sosial dengan Aktivitas Fisik .................. 57
5.3.5 Analisis Hubungan Faktor Lingkungan dengan Aktivitas Fisik ............... 58
5.4 Analisis Multivariat ........................................................................................... 58

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 63


6.1 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 63
6.2 Gambaran Umum Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran yang Bekerja di Jakarta ... 64
xi
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta ..................................................................................................... 66
6.3.1 Karakteristik Individu ............................................................................... 66
6.3.2 Status Kesehatan ....................................................................................... 66
6.3.3 Faktor Psikologis ....................................................................................... 68
6.3.4 Dukungan Sosial ....................................................................................... 69
6.3.5 Faktor Lingkungan .................................................................................... 71
6.4 Faktor yang Dominan Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran
yang Bekerja di Jakarta ............................................................................................ 72

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 73


7.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 73
7.2 Saran .................................................................................................................. 74

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 76

xii

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Aktivitas Fisik, Latihan Fisik dan Olahraga ................................ 11

Tabel 2.2 Metode Pengukuran Aktivitas Fisik ............................................................... 14

Tabel 4.1 Perkiraan Besar Sampel ................................................................................. 34

Tabel 5.1. Distribusi responden menurut usia, jenis kelamin, status nikah, dan
pendidikan di Jakarta Tahun 2018 ............................................................. 46

Tabel 5.2. Distribusi responden menurut pendapatan di Jakarta Tahun 2018 ................ 47

Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan di Jakarta Tahun 2018 .. 47

Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis di Jakarta Tahun 2018 . 48

Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan faktor dukungan sosial ............................. 49

Tabel 5.6 Distribusi jawaban variabel promosi aktivitas fisik di tempat kerja .............. 50

Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan variabel promosi aktivitas fisik ................ 50

Tabel 5.8 Distribusi responden variabel transportasi aktif di Jakarta Tahun 2018 ........ 51

Tabel 5.9. Distribusi responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik ............................... 51

Tabel 5.10. Distribusi responden berdasarkan jenis aktivitas fisik ................................ 52

Tabel 5.11. Distribusi responden berdasarkan intensitas aktivitas fisik ......................... 53

Tabel 5.12. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan aktivitas fisik 54

Tabel 5.13. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan dan aktivitas fisik ....... 55

Tabel 5.14. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis dan aktivitas fisik ...... 56

Tabel 5.15. Distribusi responden berdasarkan dukungan sosial dan aktivitas fisik ....... 57

Tabel 5.16. Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan dan aktivitas fisik..... 58

Tabel 5.17. Hasil Seleksi Bivariat Variabel Independen dengan Dependen .................. 59

Tabel 5.18. Pemodelan Multivariat Pertama Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 59

xiii
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Tabel 5.19. Pemodelan Multivariat Kedua Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 60

Tabel 5.20. Penghitungan Perubahan Nilai OR Pemodelan Multivariat Kedua ............ 60

Tabel 5.21. Pemodelan Multivariat Ketiga Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 60

Tabel 5.22. Penghitungan Perubahan Nilai OR Pemodelan Multivariat Ketiga ............ 61

Tabel 5.23. Hasil Pemodelan Multivariat Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018 .................................................................. 61

xiv

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Proporsi Aktivitas Fisik Penduduk Usia Dewasa Provinsi DKI Jakarta
(Riskesdas Dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013) ............................... 6

Gambar 2.1 Komponen Health Belief Model (Glanz et al., 2008) ................................. 16

Gambar 2.2 Skema Tinjauan Teori Health Belief Model dan Social Cognitive Theory
untuk Memahami Determinan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran di Jakarta
................................................................................................................... 26

Gambar 3.1. Kerangka Konsep....................................................................................... 27

xv
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Lolos Kaji Etik

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Data SPSS

xvi

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas fisik adalah salah satu fungsi dasar manusia. Aktivitas fisik merupakan
semua gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan membutuhkan pengeluaran
energi. Aktivitas fisik sering ditafsirkan sama dengan olahraga (sport) dan latihan fisik
(exercise). Secara definisi, aktivitas fisik memiliki makna yang lebih luas. Aktivitas
fisik dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, berupa seluruh kegiatan yang
melibatkan gerakan tubuh. Berbagai gerakan dan kegiatan yang dilakukan saat manusia
bekerja, bermain, berpindah tempat, rekreasi, latihan fisik maupun olahraga merupakan
aktivitas fisik. Olahraga dan latihan fisik sendiri didefinisikan sebagai aktivitas fisik
yang terencana, terstruktur, berulang dan bertujuan untuk memelihara kebugaran fisik
(C J Caspersen, Powell, & Christenson, 1985; WHO, 2015).
Manfaat dari aktivitas fisik terhadap kesehatan sudah banyak diketahui (Bauman
et al., 2012; Hallal et al., 2012). Pada orang dewasa, aktivitas fisik baik untuk
mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit dan kematian dini. Rekomendasi
aktivitas fisik yang baik untuk kesehatan berbeda pada tiap rentang usia. Rekomendasi
WHO terkait aktivitas fisik orang dewasa usia 18 hingga 64 tahun adalah melakukan
aktivitas fisik intensitas sedang sebanyak total 150 menit atau melakukan aktivitas fisik
intensitas berat sebanyak total 75 menit dalam satu minggu (WHO, 2015).
Ketidakaktifan fisik diestimasi menyebabkan 6% hingga 10% kejadian penyakit
tidak menular, seperti penyakit jantung koroner, diabetes dan kanker (payudara dan
kolon). Tidak aktif fisik juga diperkirakan menyebabkan 9% kematian dini yaitu sekitar
5,3 juta kematian dan 57 juta kematian di dunia pada tahun 2008. Aktivitas fisik yang
cukup dan teratur mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit tersebut (Lee et al.,
2012; Macera, Hootman, & Sniezek, 2003).
Selain bermanfaat untuk kesehatan fisik, aktivitas fisik juga dinilai baik untuk
menjaga kesehatan mental orang dewasa. Aktivitas fisik teratur memiliki efek positif
dalam mengurangi stres dan kecemasan. Terkait dengan gangguan depresi ringan
hingga sedang, aktivitas fisik juga dipercaya memiliki efek yang bermanfaat dalam
mencegah dan menyembuhkan (Biddle & Mutrie, 2008).
1
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


2

Perubahan dalam perilaku aktivitas fisik juga menunjukkan adanya manfaat bagi
kesehatan. Paffenbarger dan rekan-rekan (1993) mengemukakan bahwa orang dewasa
yang awalnya cenderung tidak aktif fisik dan kemudian mengubah perilaku menjadi
lebih aktif fisik mendapatkan efek sehat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Salah
satunya adalah mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Biddle &
Mutrie, 2008).
Meski sudah banyak bukti yang menyampaikan manfaat dari aktivitas fisik,
tetapi masih cukup banyak orang dewasa yang tidak aktif fisik. WHO menyebutkan,
secara global, satu dari empat orang dewasa kurang aktivitas fisik. Upaya untuk
meningkatkan aktivitas fisik orang dewasa terus dilakukan mengingat banyaknya
manfaat bagi kesehatan.
Secara umum, terdapat berbagai faktor yang dilihat berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa. Faktor karakteristik individu seperti jenis kelamin, usia,
status pernikahan dan pendidikan ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik orang
dewasa. Pria ditemukan lebih aktif fisik dibandingkan wanita. Usia dewasa yang lebih
muda, lebih aktif fisik dibandingkan dengan mereka yang usianya lebih tua. Berstatus
menikah juga ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik kurang. Semakin tinggi
jenjang pendidikan, semakin rendah tingkat aktivitas fisik seseoarang (Bauman et al.,
2012; Bui, Blizzard, Luong, & Truong, 2015; Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win
et al., 2015).
Status kesehatan individu juga merupakan faktor yang berhubungan dengan
aktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit kronis, terdiagnosa hiperkolesterolimia dan
kondisi berat badan ditemukan berkorelasi dengan aktivitas fisik (Cheah & Poh, 2014;
Ibrahim, Karim, Oon, Zurinah, & Ngah, 2013; Jurj et al., 2007). Hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan melakukan aktivitas fisik ketika sudah dinyatakan terserang atau
mengalami penyakit tertentu.
Persepsi yang dirasakan individu terhadap aktivitas fisik ditemukan
berhubungan dengan aktivitas fisik. Orang dewasa yang memiliki persepsi positif akan
manfaat dari aktivitas fisik (perceived benefits), seperti dapat mencegah penyakit,
menjadi cara untuk memperoleh bentuk tubuh ideal, atau menghilangkan stres,
cenderung melakukan aktivitas fisik. Sebaliknya orang dewasa yang memiliki persepsi
negatif tentang adanya penghalang untuk aktif fisik (perceived barriers) yang tinggi

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


3

cenderung tidak melakukan aktivitas fisik (Ibrahim et al., 2013; Shibata, Oka, Harada,
Nakamura, & Muraoka, 2009).
Faktor interpersonal berupa dukungan sosial juga dinilai berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa. Adanya dukungan dari orang lain untuk melakukan
aktivitas fisik membuat individu cenderung lebih aktif fisik (Bauman et al., 2012;
Shibata et al., 2009; Trost, Owen, Bauman, Sallis, & Brown, 2002). Mendapat
informasi dari teman atau keluarga, memiliki teman untuk melakukan aktivitas fisik,
mendapatkan dorongan atau ajakan dari teman atau keluarga juga ditemukan
berhubungan positif dengan aktivitas fisik (Brownson, Baker, Housemann, Brennan, &
Bacak, 2001).
Pada sebagaian besar orang dewasa, bekerja merupakan bagian dari keseharian.
Lingkungan tempat kerja dimana mereka kebanyakan menghabiskan waktu dan
keseharian juga dilihat sebagai faktor yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Tiap-tiap
pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, ada pekerjaan yang membutuhkan
aktivitas fisik sedang hingga berat, namun ada juga pekerjaan yang tidak demikian. Hal
ini membuat pekerjaan juga dapat berkontribusi pada tingkat aktivitas fisik seseorang
(Blackwell & Clarke, 2016).
Studi di Amerika tentang aktivitas fisik terkait pekerjaan, selama 50 tahun
terakhir telah terjadi pergeseran tren yang awalnya kebanyakan pekerjaan yang
membutuhkan aktivitas fisik intensitas sedang hingga tinggi (produksi barang,
pertanian, dsb) ke pekerjaan yang cenderung sedentari (pelayanan, administrasi
perkantoran, dsb). Hal ini dianggap berdampak pada rendahnya tingkat aktivitas fisik
orang dewasa dan tingginya kejadian obesitas di Amerika (Church et al., 2011).
Perilaku sedentari dalam bekerja sendiri dipercaya berkaitan dengan
ketidakaktifan fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku saat kita terjaga atau tidak tidur
yang hanya membutuhkan pengeluaran energi kurang dari 1,5 satuan Metabolic
Equivalents (METs), seperti duduk atau berbaring (Tremblay et al., 2017). Perilaku
sedentari saat bekerja banyak dijumpai pada pekerja kantoran. Studi di Inggris
menunjukkan bahwa orang dewasa yang bekerja kantoran cenderung berperilaku
sedentari karena banyak menghabiskan waktu dengan duduk di balik meja. Selain itu,
pekerja kantoran ini juga menunjukkan kecenderungan tingkat aktivitas fisik yang
rendah (Hopkin & Sarkar, 2016).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


4

Promosi aktivitas fisik di tempat kerja berupa ketersedian fasilitas, kebijakan


maupun penyuluhan yang mendukung aktivitas fisik dilihat dapat mendorong aktivitas
fisik orang dewasa yang bekerja. Adanya fasilitas pendukung, seperti akses untuk
pemanfaatan tangga, tersedianya lapangan olahraga, pusat kebugaran, tempat parkir
sepeda ataupun kamar mandi yang dapat dipergunakan karyawan pasca aktivitas fisik,
dan kebijakan, seperti aturan olahraga rutin bersama, dilihat berhubungan positif dengan
aktivitas fisik (Crespo, Sallis, Conway, Saelens, & Frank, 2011). Adanya pusat
kebugaran di dalam kantor maupun pemberian akses keanggotaan cuma-cuma ke pusat
kebugaran di luar kantor juga berhubungan dengan aktivitas fisik orang dewasa. Adanya
kegiatan olahraga rutin di antara waktu kerja juga dinilai berhubungan positif dengan
perilaku aktivitas fisik (Chrisman, 2013).
Sarana transportasi aktif yang digunakan untuk menuju ataupun pulang dari
tempat kerja juga dilihat sebagai faktor yang berperan terhadap aktivitas fisik orang
dewasa. Transportasi aktif adalah metoda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat
lain dengan melakukan aktivitas fisik, seperti berjalan kaki, bersepeda ataupun
memanfaatkan sarana transportasi umum massal (Wanner, Götschi, Martin-Diener,
Kahlmeier, & Martin, 2012). Transportasi umum sewa pribadi seperti taksi, dinilai tidak
berpengaruh terhadap aktivitas fisik seseorang. Transportasi umum massal memiliki
rute tetap dan titik-titik transit berupa halte atau stasiun, contohnya adalah bus atau
kereta. Transportasi jenis ini biasanya mengharuskan pengguna untuk berjalan kaki baik
saat menuju titik transit maupun saat meninggalkan titik transit untuk mencapai tempat
tujuan. Hal ini yang dilihat menjadi faktor yang berperan terhadap aktivitas fisik
pengguna transportasi umum massal dibandingkan dengan mereka yang tidak
menggunakan. Melakukan transportasi aktif menuju dan pulang dari tempat kerja,
sebanyak 5 hari kerja dalam seminggu, dinilai dapat meningkatkan aktivitas fisik orang
dewasa (Rissel, Curac, Greenaway, & Bauman, 2012). Transpotasi aktif merupakan
bagian dari faktor lingkungan karena dapat dilakukan ketika sarana pendukung seperti
jalur pejalan kaki, jalur sepeda atau sistem transportasi umum tersedia di lingkungan.
Di Indonesia hingga kini, belum banyak penelitian yang mencoba memahami
perilaku aktivitas fisik orang dewasa, terutama mereka yang bekerja kantoran.
Penelitian mengenai aktivitas fisik yang dilakukan di Indonesia kebanyakan mengaitkan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


5

perilaku aktivitas fisik dengan kejadian penyakit tertentu, seperti hipertensi, diabetes
melitus tipe-2 dan obesitas (Indriani, 2004; Rahajeng et al., 2009; Sudikno, 2010).
Beberapa penelitian mencoba melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku aktivitas fisik. Penelitian yang dilakukan Wulandari (2016) yang mencoba
melihat determinan sosial kognitif dari perilaku aktivitas fisik pada populasi penderita
diabetes dan sindrom metabolik. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perilaku aktivitas
fisik memiliki hubungan dengan self-efficacy, persepsi akan hasil dan regulasi diri.
Pawitaningtyas (2017) juga melakukan penelitian determinan aktivitas fisik tetapi pada
kelompok populasi berbeda, yaitu wanita pasca menopause dengan obesitas sentral.
Hasilnya menunjukkan dukungan sosial merupakan faktor dominan yang berhubungan
dengan aktivitas fisik.
Dari sisi kebijakan, upaya peningkatan aktivitas fisik masyarakat secara umum
dari pemerintah Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2001 melalui program Perilaku
Hidup Bersih Sehat (PHBS) yang diprakarsai Kementerian Kesehatan RI. Program
PHBS sebenarnya dimulai pada tahun 1996, yang berisikan indikator-indikator perilaku
yang berguna untuk menciptakan kesehatan, tetapi rancangan PHBS pertama ini belum
memuat aktivitas fisik sebagai indikator kesehatan. Pada tahun 2001, indikator olahraga
teratur dimasukkan dan kemudian dielaborasi menjadi melakukan aktivitas fisik pada
tahun 2003 (Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), 2011).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan di Indonesia
masih terdapat 26,1% penduduk yang termasuk dalam kategori aktivitas fisik kurang.
Terdapat 22 provinsi dari total 33 provinsi yang proporsi penduduk aktivitas fisik
kurangnya berada diatas rata-rata Indonesia. Data yang sama juga menunjukkan
proporsi penduduk dengan perilaku sedentari yang dilakukan dalam keseharian, baik di
tempat kerja, rumah atau perjalanan, sebanyak lebih atau sama dengan 6 jam per hari
adalah 24,1% (Riskesadas, 2013).
Kementerian Kesehatan RI mencatat akibat banyaknya penduduk yang tidak
aktif fisik ini adalah perubahan tren penyakit tidak menular. Awalnya penyakit tidak
menular diderita oleh kelompok lanjut usia (lansia), tetapi kini sudah mulai ditemukan
banyak terjadi di kompok usia 15 hingga 65 tahun (Sulistyawati, 2017). Kondisi ini
membuat upaya peningkatan aktivitas fisik semakin menjadi perhatian pemerintah.
Upaya terkini pemerintah kembali muncul pada awal tahun 2017, Presiden Indonesia

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


6

menetapkan kebijakan berupa Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dimana peningkatan aktivitas fisik menjadi isu
pertama yang diintruksikan kepada seluruh jajaran pemerintah sebagai upaya
terciptanya masyarakat Indonesia yang sehat.
Jakarta merupakan provinsi dengan proporsi penduduk kurang aktivitas fisik
tertinggi, tercatat masih ada 44,2% penduduk yang kurang aktivitas fisik. Gambar 1.1
menunjukkan proporsi aktvitas fisik pada penduduk Jakarta usia dewasa (Riskesdas,
2013).

Gambar 1.1. Proporsi Aktivitas Fisik Penduduk Usia Dewasa Provinsi DKI Jakarta
(Riskesdas Dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013)

Sebuah survei mengenai gaya hidup sehat pada para pekerja usia dewasa di
Jakarta juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Sebagian besar pekerja di Jakarta
adalah pekerja kantoran. Mereka menghabiskan waktu lebih dari 8 jam di kantor dan 2
hingga 4 jam di perjalanan, baik menuju kantor ataupun pulang ke rumah, yang
membuat tidak adanya waktu untuk bergerak aktif sehingga cenderung menyebabkan
ketidakaktifan fisik. Bahkan 23,8% responden yang terdiri dari mayoritas wanita
mengaku tidak berolahraga sama sekali (Pradesha, 2015).
Membaiknya kesejahteraan, kemajuan teknologi dan kurang baiknya tata kota
dianggap berkontribusi terhadap kurangnya aktivitas fisik pada penduduk dewasa usia
produktif di Jakarta (―Warga Kurang Aktivitas Fisik,‖ 2017). Studi pendahuluan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


7

dilakukan kepada empat orang dewasa pekerja kantoran di Jakarta untuk mengetahui
gambaran aktivitas fisik keseharian dan faktor yang melatari mereka untuk melakukan
aktivitas fisik. Keempat pekerja ini adalah pekerja kantoran pria dan wanita yang
bekerja pada instansi pemerintah maupun swasta dengan rentang usia 25 hingga 48
tahun.
Informasi yang diperoleh terkait aktivitas fisik yang biasa dilakukan adalah
olahraga atau latihan fisik. Olahraga yang dilakukan beragam, seperti futsal, sepak bola,
lari, yoga, senam dan latihan fisik interval intensitas tinggi (High Intensity Interval
Training/HIIT). Kebanyakan melakukan olahraga di waktu luang, tetapi ada juga yang
melakukan olaharaga di kantor dengan memanfaatkan fasilitas kebugaran dan mengikuti
senam rutin mingguan. Terkait aktivitas fisik dalam pekerjaan, seluruh informas
menyebutkan bahwa pekerjaan utama mereka dilakukan dengan duduk dan
memanfaatkan teknologi komputer. Terkait dengan aktivitas fisik dalam perjalanan,
pengguna kereta komuter dan Trans Jakarta menyebutkan bahwa mereka cukup banyak
berjalan kaki selama di perjalanan untuk berpindah halte ataupun stasiun. Berkaitan
dengan faktor yang melatari untuk aktivitas fisik, informan menyatakan melakukan
untuk bisa hidup sehat. Kesadaran akan mulai menurunnya kondisi kesehatan,
mengalami hipertensi, menggemuk, adanya ajakan teman, adanya kegiatan olahraga
rutin dan kuatnya promosi kesehatan di tempat kerja juga menjadi faktor yang dirasa
mendorong para informan untuk melakukan aktivitas fisik.
Tingginya proporsi kurang aktivitas fisik di ibukota negara, yaitu Jakarta,
terutama pada kelompok usia dewasa yang bekerja kantoran membuat diperlukannya
suatu intervensi promosi kesehatan yang dapat meningkatkan aktivitas fisik. Program
intervensi yang baik memerlukan pengetahuan yang baik pula terkait perilaku yang
menjadi tujuan intervensi. Pengetahuan akan faktor-faktor yang berhubungan dan
determinan perilaku dapat membantu dalam memahami dan memprediksi terjadinya
suatu perilaku pada individu sehingga dapat menjadi kerangka dalam mendesain
intervensi yang bertujuan untuk mencipatakan suatu perubahan perilaku sesuai dengan
yang diharapkan (Biddle & Mutrie, 2008; Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Untuk
itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui apakah faktor karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, status nikah, pendidikan, pendapatan), status kesehatan (riwayat penyakit
dan IMT), psikologis (perceived benefits dan perceived barriers), dukungan sosial

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


8

(dukungan keluarga dan dukungan teman) dan lingkungan (promosi aktivitas fisik di
tempat kerja dan transportasi aktif) berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
yang bekerja di Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah


Aktivitas fisik pada orang dewasa bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan
mencegah terjadinya penyakit. Untuk dapat mengembangkan program intervensi yang
dapat meningkatkan partisipasi dan tingkat aktivitas fisik diperlukan pengetahuan
tentang determinan aktivitas fisik pada orang dewasa yang bekerja di Jakarta. Oleh
karena itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui apakah karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, status nikah, pendidikan, pendapatan), status kesehatan (riwayat penyakit
dan IMT), psikologis (perceived benefits dan perceived barriers), dukungan sosial
(dukungan keluarga dan dukungan teman) dan lingkungan (promosi aktivitas fisik di
tempat kerja dan transportasi aktif) berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.

1.3 Pertanyaan Penelitian


a. Bagaimana gambaran umum aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta?
b. Bagaimana hubungan faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin,
status nikah, pendidikan, pendapatan) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta?
c. Bagaimana hubungan faktor status kesehatan (riwayat penyakit dan indeks
massa tubuh) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta?
d. Bagaimana hubungan faktor psikologis (perceived benefits dan perceived
barriers) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta?
e. Bagaimana hubungan faktor dukungan sosial (dukungan keluarga dan
dukungan teman) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta?
f. Bagaimana hubungan faktor lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat
kerja dan transportasi aktif) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di
Jakarta?

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


9

g. Apa faktor yang menjadi faktor dominan dari aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui determinan aktivitas fisik orang dewasa pekerja kantoran di
Jakarta.

1.4.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui gambaran umum aktivitas fisik orang dewasa pekerja kantoran
di Jakarta.
b. Mengetahui hubungan faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin,
status nikah, pendidikan, pendapatan) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.
c. Mengetahui hubungan faktor status kesehatan (riwayat penyakit dan indeks
massa tubuh) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
d. Mengetahui hubungan faktor psikologis (perceived benefits dan perceived
barriers) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
e. Mengetahui hubungan faktor dukungan sosial (dukungan keluarga dan
dukungan teman) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
f. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat
kerja dan transportasi aktif) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di
Jakarta.
g. Mengetahui faktor yang menjadi faktor dominan dari aktivitas fisik pekerja
kantoran di Jakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Institusi


 Memberikan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
aktivitas fisik orang dewasa, khususnya pekerja kantoran di Jakarta.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


10

 Menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun program


promosi kesehatan yang mendukung peningkatan aktivitas fisik pekerja
kantoran di Jakarta.

1.5.2 Bagi Ilmu Pengetahuan


 Menambahkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku aktivitas fisik orang dewasa pekerja kantoran.
 Mendapatkan informasi hasil penelitian untuk mengembangkan
penelitian selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui determinan yang berhubungan
dengan aktivitas fisik pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta, dilihat dari faktor
individu, yang terdiri dari karakteristik individu, status kesehatan, psikologis, dukungan
sosial dan lingkungan. Penelitian dilakukan pada pekerja kantoran, usia 21 hingga 58
tahun, yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan April
2018.
Data yang akan digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui pengisian
kuesioner secara daring (online). Pengisian kuesioner dilakukan secara mandiri oleh
responden, yang terdiri dari kuesioner aktivitas fisik, karakteristik individu, status
kesehatan, psikologis, dukungan sosial dan lingkungan.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 2
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Aktivitas Fisik

2.1.1 Definisi Aktivitas Fisik


WHO mendefinisikan aktivitas fisik sebagai semua gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka dan membutuhkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik
meliputi olahraga serta aktivitas lain yang melibatkan gerakan tubuh dan dilakukan
sebagai bagian dari bermain, belajar, bekerja, transportasi aktif, pekerjaan rumah tangga
dan kegiatan rekreasi (WHO, 2015). Definisi WHO tentang aktivitas fisik ini sejalan
dengan definisi Kementerian Kesehatan RI yang menyebutkan aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga atau energi dan
pembakaran energi (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Caspersen, Powell dan Christenson tahun 1985 (dalam Biddle dan Mutrie 2008)
membedakan aktivitas fisik, latihan fisik (exercise) dengan olahraga (sport) sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Perbedaan Aktivitas Fisik, Latihan Fisik dan Olahraga
Aktivitas Fisik Latihan Fisik Olahraga
 Gerakan tubuh yang  Gerakan tubuh yang  Gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot dihasilkan oleh otot dihasilkan oleh otot
rangka rangka rangka
 Menghasilkan  Menghasilkan  Menghasilkan
pengeluaran energi pengeluaran energi yang pengeluaran energi yang
yang bervariasi dari bervariasi dari rendah bervariasi dari rendah
rendah ke tinggi ke tinggi ke tinggi
 Ada korelasi positif  Ada korelasi positif  Ada korelasi positif
dengan kebugaran fisik dengan kebugaran fisik dengan kebugaran fisik
 Direncanakan,  Direncanakan,
terstruktur dan berulang terstruktur dan berulang
 Bertujuan untuk  Bertujuan untuk
menjaga atau menjaga atau
meningkatkan meningkatkan
kebugaran fisik kebugaran fisik
 Bersifat kompetitif dan
berkaitan dengan
pencapaian prestasi

11
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


12

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga
memiliki ciri yang membedakan satu sama lain. Akan tetapi melalui penjelasan tersebut
terlihat bahwa bahwa latihan fisik dan olahraga merupakan bagian atau subkategori dari
aktivitas fisik.

2.1.2 Aktivitas Fisik pada Orang Dewasa


Melakukan aktivitas fisik teratur penting untuk menjaga kesehatan. Aktivitas
fisik yang bermanfaat bagi kesehatan ditentukan oleh jumlah energi yang dikeluarkan
tubuh. Intensitas pengeluaran energi diukur dalam satuan metabolic equivalents
(METs). METs adalah rasio relatif tingkat metabolisme kerja seseorang terhadap tingkat
metabolisme istirahat. Satu MET dijelaskan sebagai energi yang dikeluarkan untuk
duduk santai atau setara dengan konsumsi kalori sebesar 1 kkal / kg / jam (WHO,
2010).
Rekomendasi WHO untuk aktivitas fisik orang dewasa usia 18 hingga 64 tahun
adalah melakukan aktivitas fisik intensitas sedang sebanyak total 150 menit atau
melakukan aktivitas fisik intensitas berat sebanyak total 75 menit dalam satu minggu.
Orang yang aktif fisik adalah mereka yang melakukan aktivitas fisik sedang dan berat.
Untuk menambah perolehan manfaat kesehatan kardiorespiratori, aktivitas fisik sedang
dan berat ini perlu dilakukan tanpa berhenti atau terus menerus selama minimal 10
menit (WHO, 2015).
Aktivitas fisik sedang merupakan aktivitas fisik yang mengeluarkan energi 3
hingga 6 METs, seperti diantaranya jalan kaki (4,8 km/jam), berjalan cepat (6,4
km/jam), bersepeda (16-19 km/jam), menaiki tangga, berkebun, menari atau membawa
barang dengan beban sedang atau kurang dari 20 kilogram. Aktivitas fisik intensitas
berat merupakan aktivitas fisik yang membutuhkan pengeluaran energi minimal lebih
dari 6 METs. Contoh aktivitas fisik berat diantaranya berlari (≥9 km/jam), bersepeda
(≥19 km/jam), senam aerobik,mendaki gunung, berenang, membawa barang dengan
beban berat atau lebih dari 20 kilogram dan olahraga kompetisi, seperti sepak bola,
basket, voli dan sebagainya. Sedangkan aktivitas fisik ringan (< 3 METs), seperti duduk
santai atau berbaring, tetapi tidak tidur disebut dengan akitivitas sedentari (Miles, 2007;
WHO, 2010).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


13

Di Indonesia, rekomendasi aktivitas fisik dikeluarkan oleh Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia mengacu pada rekomendasi WHO. Pada orang dewasa,
rekomendasi aktivitas fisik adalah melakukan aktivitas fisik, termasuk latihan fisik
dan/atau olahraga, sebanyak minimal 30 menit per hari (Kuswenda, 2017).

2.1.3 Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran


Usia dewasa merupakan usia produktif dimana sebagian besar individu bekerja
demi memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja merupakan ciri yang membedakan aktivitas
fisik orang dewasa dengan kelompok usia lainnya. Tiap-tiap pekerjaan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, ada pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik
sedang hingga berat, namun ada juga pekerjaan yang tidak demikian. Hal ini membuat
pekerjaan dapat berkontribusi pada tingkat aktivitas fisik seseorang.
Sebuah studi di Amerika tentang aktivitas fisik terkait pekerjaan menemukan
bahwa selama 50 tahun terakhir telah terjadi pergeseran tren yang awalnya kebanyakan
pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik intensitas sedang hingga tinggi (produksi
barang, pertanian, dsb) ke pekerjaan kantoran yang cenderung sedentari seperti duduk di
balik meja. Hal ini dianggap berdampak pada rendahnya tingkat aktivitas fisik orang
dewasa dan tingginya kejadian obesitas di Amerika (Church et al., 2011).
Pekerja kantoran adalah mereka yang bekerja di dalam kantor dan biasanya
melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan administrasi, klerikal, pelayanan maupun
manajerial. Pekerjaan kantoran merupakan pekerjaan yang dilihat berkontribusi pada
perilaku sedentari dan ketidakaktifan fisik (De Cocker, Duncan, Short, Van Uffelen, &
Vandelanotte, 2014).
Perilaku sedentari dalam bekerja sendiri dipercaya berkaitan dengan
ketidakaktifan fisik. Perilaku sedentari adalah perilaku saat kita terjaga atau tidak tidur
yang hanya membutuhkan pengeluaran energi kurang dari 3 METs, seperti duduk atau
berbaring (Tremblay et al., 2017). Studi di Inggris menunjukkan bahwa orang dewasa
yang bekerja kantoran cenderung berperilaku sedentari karena banyak menghabiskan
waktu dengan duduk di balik meja dan menyebabkan terjadinya kecenderungan tingkat
aktivitas fisik yang rendah (Hopkin & Sarkar, 2016).
Terkait dengan aktivitas fisik pekerja, Kementerian Kesehatan RI memberikan
rekomendasi aktivitas fisik yang dapat dilakukan di tempat kerja, seperti mengadakan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


14

olahraga rutin, melakukan peregangan di sela-sela waktu kerja dan memperbanyak


kegiatan berjalan. Selain itu, dapat juga dilakukan di perjalanan dengan cara
memperbanyak kegiatan berjalan, memanfaatkan tangga, dan lainnya (Kuswenda,
2017).

2.1.4 Pengukuran Aktivitas Fisik


Pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan dalam berbagai cara. Berikut
merupakan metode yang dapat dilakukan dalam pengukuran aktivitas fisik (Knowlden,
2015).
Tabel 2.2 Metode Pengukuran Aktivitas Fisik
Metode Pengukuran
Lessons Learned Direct Observasi langsung menggunakan instrumen
Monitoring
Doubly labeled water and Menggunakan prosedur biokimia dan analisis
indirect calorimetry gas respiratori
Sensor gerak Menggunakan alat elektronik untuk memantau
(Pedometer, accelometer, pergerakan tubuh (jumlah langkah,
monitor detak jantung) pergerakan, dan detak jantung)
Observasi Observasi perilaku dimana pengamat terlatih
mengklasifikasikan aktivitas fisik dengan
mencatat aktivitas untuk durasi waktu yang
telah ditentukan sebelumnya.
Activity Log Berdasarkan laporan aktivitas fisik yang
dicatat sendiri oleh responden
Kuesioner Berdasarkan jawaban responden terhadap
pertanyaan yang merujuk pada aktivitas fisik
yang dilakukan

Metode pengukuran aktivitas fisik yang paling banyak dipakai adalah kuesioner
karena relatif cepat, murah, mudah dan tidak membebani responden. Global Physical
Activity Questionaire (GPAQ) merupakan kuesioner aktivitas fisik yang banyak
digunakan di dunia. WHO menggunakan GPAQ sebagai kuesioner untuk mengukur
prevalensi aktvitas fisik. GPAQ juga banyak digunakan pada penelitian di Indonesia dan
telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
GPAQ mengukur 3 domain aktivitas fisik, yaitu aktivitas fisik dalam pekerjaan,
dalam perjalanan dan waktu luang. Penggabungan ketiga domain memberikan
gambaran tingkat aktivitas fisik keseluruhan. Hasil pengukuran tingkat aktivitas fisik
menggunakan GPAQ berupa melakukan aktivitas fisik ringan, sedang atau berat. Orang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


15

yang hanya melakukan aktivitas fisik ringan masuk kategori aktivitas fisik kurang atau
tidak aktif fisik. Orang yang melakukan aktivitas fisik sedang dan berat masuk kategori
aktivitas fisik cukup. Aktivitas fisik cukup merupakan intensitas aktivitas fisik minimal
yang dibutuhkan seseorang yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Knowlden,
2015).

2.2 Teori-Teori Terkait Aktivitas Fisik


Kerangka teori perilaku dari berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti
psikologi, antropologi dan sosiologi, banyak digunakan dalam bidang kesehatan untuk
menjelaskan aktivitas fisik. Dalam penelitian ini, kerangka Health Belief Model (HBM)
dan Social Cognitive Theory (SCT) akan digunakan untuk menjelaskan aktivitas fisik.
Teori-teori ini banyak digunakan pada penelitian yang berupaya menjelaskan faktor-
faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik (Bauman, Sallis, Dzewaltowski, &
Owen, 2002; Biddle & Mutrie, 2008; Trost et al., 2002).

2.2.1 Health Belief Model


Health Belief Model (HBM) dikembangkan oleh psikolog sosial di Dinas
Kesehatan AS pada tahun 1950an untuk menjelaskan kegagalan orang untuk
berpartisipasi program preventif di bidang kesehatan. Teori ini menitikberatkan bahwa
orang membuat keputusan untuk perilaku berdasarkan ekspektasi akan apa yang
mungkin terjadi jika mereka melakukan atau jika mereka tidak melakukan perilaku
tersebut (hasil) dan seberapa besar hasil itu mereka maknai (Biddle & Mutrie, 2008).
HBM berisi beberapa konsep utama yang memprediksi mengapa orang akan
mengambil tindakan untuk mencegah atau mengendalikan kondisi penyakit. HBM
terdiri dari berbagai konstruk yaitu kerentanan (susceptibility), keseriusan (seriousness),
manfaat dan hambatan terhadap perilaku (benefits and barriers to a behavior), isyarat
untuk bertindak (cues to action) dan yang terakhir adalah self-efficacy. Self-efficacy
merupakan konstruk terakhir yang masuk dalam model HBM sebagai masukan dari
Social Cognitive Theory (Glanz et al., 2008).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


16

Gambar 2.1 Komponen Health Belief Model (Glanz et al., 2008)

HBM cukup banyak digunakan sebagai kerangka dalam penelitian terkait


perilaku kesehatan karena HBM dinilai memiliki variabel yang potensial untuk
dimodifikasi. Reviu literatur terkait penggunaan teori pada penelitian aktivitas fisik
dilakukan oleh Trost et al (2002). Hasil reviu menemukan HBM cukup meluas
digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik.
Salah satu konstruk atau variabel dari model ini yang ditemukan berhubungan dengan
perilaku aktivitas fisik adalah persepsi manfaat (perceived benefits). HBM dapat
memberikan gambaran perilaku aktivitas fisik sebagai hasil dari kuatnya persepsi
individu akan manfaat dari melakukan aktivitas fisik.
Perceived benefits dalam model HBM didefinisikan sebagai ‗belief in efficacy of
the advised action to reduce risk or seriousness of impact‘ (Glanz et al., 2008).
Referensi lain menjelaskan perceived benefit sebagai ‗belief that a particular health
recommendation would be beneficial in reducing a perceived threat; a construct of the
health belief model‘ (Cottrell, Girvan, & Mckenzie, 2012). Perceived benefits atau
manfaat yang dipersepsikan adalah keyakinan yang dirasa individu bahwa perilaku yang
direkomendasikan memiliki dampak positif atau bermanfaat untuk mengurangi risiko
yang mungkin muncul. Keyakinan individu bahwa aktivitas fisik memiliki dampak
positif dan manfaat membuat individu melakukan aktivitas fisik.
Perceived suceptibility dan perceived seriousness ditemukan lebih berhubungan
dengan perilaku sakit. Perceived susceptibility mengacu pada keyakinan tentang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


17

kemungkinan mengalami suatu penyakit tertentu. Perceived seriousness merupakan


keyakinan tentang seberapa serius penyakit yang mungkin dialami. Konstruk ini lebih
berkaitan dengan perilaku pencegahan yang berhubungan langsung dengan penyakit
tertentu, seperti skrining kanker payudara dengan mamografi, daripada aktivitas fisik
(Biddle & Mutrie, 2008; Glanz et al., 2008).
Perceived barriers merupakan persepsi akan penghalang atau hambatan yang
dirasakan untuk aktif fisik. Hambatan yang dirasakan untuk melakukan aktivitas fisik
dapat berupa merasa tidak ada waktu, merasa lelah dan lemah, takut jatuh atau cedera,
cuaca buruk, tidak adanya fasilitas, dan tidak adanya teman untuk beraktivitas fisik
(Trost et al., 2002). Self-efficacy atau keyakinan diri tepat digunakan untuk menjelaskan
menjaga (maintenance) perilaku aktivitas fisik yang membutuhkan usaha dan regulasi
diri yang kuat. Keyakinan diri individu untuk tetap aktif fisik di berbagai situasi dilihat
berhubungan dengan maintenance aktivitas fisik rutin (Biddle & Mutrie, 2008).
Variabel terkahir dari model HBM adalah cues to action, yang disebut sebagai
faktor pemicu perilaku. Cues dapat berupa acara yang dapat menstimulasi munculnya
perilaku atau pemberian informasi melalui berbagai media. Karena sifatnya yang berupa
pemicu, studi terkait cues to action menjadi sulit untuk dilakukan (Glanz et al., 2008).

2.2.2 Social Cognitive Theory


Social Cognitive Theory (SCT) diperkenalkan oleh Albert Bandura pada tahun
1977 dalam perspektif penerapan ilmu psikososial terhadap kesehatan. SCT merupakan
suatu teori yang menitikberatkan bahwa perilaku manusia merupakan hasil interaksi
antara individu dan lingkungan. Terdapat banyak faktor yang ada pada SCT, faktor-
faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi: (1) determinan psikologis dari perilaku; (2)
pembelajaran melalui observasi (observational learning); (3) determinan lingkungan
dari perilaku, terdiri dari motivasi insentif (mekanisme reward and punishment) dan
upaya fasilitasi; (4) regulasi diri dan (5) pelepasan moral (Glanz et al., 2008).
SCT menyediakan kerangka konseptual yang komprehensif untuk memahami
faktor-faktor dan proses pembelajaran yang mempengaruhi perilaku manusia, termasuk
perilaku kesehatan. Manusia memperoleh perilaku dari hasil observasi kemudian
mempelajarinya dan mengadopsinya. Perilaku merupakan produk belajar individu.
Perilaku dapat diubah melalui pengalaman, persepsi yang didasarkan pada pembelajaran

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


18

dan dukungan lingkungan terhadap perilaku. Hasil studi Trost et al. (2002) menemukan
dari berbagai studi aktivitas fisik yang menggunakan kerangka teori SCT, faktor yang
ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik adalah self-efficacy, outcome expectation,
social support dan determinan lingkungan sekitar dimana individu berada.
Self-efficacy merupakan konsep SCT yang paling banyak dikenal dan diadopsi
pada model-model perilaku, termasuk HBM yang telah dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Self-efficacy sendiri didefinisikan sebagai kepercayaan diri seseorang
bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tindakan, perilaku atau
tugas tertentu dalam berbagai situasi (Bandura, 2004; Cottrell et al., 2012). Pembahasan
mengenai self-efficacy dapat dilihat pada subbab sebelumnya.
Outcome expectation adalah keyakinan akan munculnya dampak yang
merupakan hasil dari perilaku individu, apakah dampak tersebut positif (baik,
bermanfaat, menguntungkan) atau negatif (buruk, memiliki penghalang, tidak
bermanfaat) bagi individu. Ide dasar dari konsep ini adalah bahwa manusia akan selalu
berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian, termasuk
dalam berperilaku. Ketika perilaku dinilai memiliki manfaat maksimal, maka adopsi
perilaku menjadi memungkinkan (Glanz et al., 2008). Hal ini membuat positive outcome
expectation menjadi berperan dalam menentukan perilaku aktivitas fisik seseoarang.
Ketika aktivitas fisik dirasa memberikan hal positif berupa manfaat atau keuntungan,
maka semakin besar kemungkinan seseoarang untuk melakukan aktivitas fisik. Konsep
ini hampir serupa dengan perceived benefits yang ada pada HBM.
Konsep outcome expectation ini kemudian dikembangkan menjadi social
outcome expectation dimana keuntungan dan kerugian diperoleh dari lingkungan sosial
individu, seperti ada atau tidaknya dukungan dari keluarga, pasangan atau teman. Hal
ini yang kemudian membuat social support menjadi salah satu faktor dalam SCT yang
berperan dalam menentukan perilaku (Glanz et al., 2008). Adanya dukungan sosial dari
orang lain, baik keluarga maupun teman, ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik
orang dewasa. Berbagai bentuk dukungan seperti, ajakan untuk olahraga bersama atau
memberikan semangat untuk aktif fisik, dilihat berhubungan dengan aktivitas fisik
(Bauman et al., 2012; J.F. Sallis, Grossman, Pinski, Patterson, & Nader, 1987).
Determinan lingkungan juga dilihat berperan terhadap aktivitas fisik. Adanya
campur tangan lingkungan, berupa penyediaan fasilitas, aturan atau kebijakan dilihat

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


19

menjadi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Ketersediaan fasilitas


merupakan faktor pemungkin dari perilaku yang membuat perilaku lebih mudah untuk
diadopsi (Glanz et al., 2008). Studi menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang
mempermudah implementasi aktivitas fisik menjadi faktor yang berkontribusi dalam
adopsi perilaku aktivitas fisik (Bauman et al., 2012; Trost et al., 2002).

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Orang Dewasa


Aktivitas fisik merupakan salah satu perilaku kesehatan yang banyak diteliti
mengingat manfaatnya pada kesehatan. Di negara-negara barat studi mengenai faktor-
faktor yang berasosiasi dan faktor determinan dari perilaku aktivitas fisik sudah banyak
dilakukan sejak beberapa dekade yang lalu. Di Asia, hal ini baru mulai menjadi
perhatian bersamaan dengan dimulainya epidemi penyakit tidak menular yang disebut
berkontribusi pada 60 persen kejadian kematian di wilayah ini (Bauman et al., 2012;
Dans et al., 2011).
Sebuah reviu sistematis dilakukan peneliti untuk mengumpulkan pengetahuan
dari berbagai studi tentang determinan atau faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku aktivitas fisik orang dewasa di negara-negara Asia Tenggara. Pengetahuan ini
dikumpulkan sebagai studi pendahuluan yang akan digunakan di penelitian ini pada
populasi orang dewasa yang bekerja di Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret
hingga Juni 2017.
Proses pencarian pada berbagai online database (Pubmed, Medline, Google
Scholar, Science Direct dan Sage Journal), screening, penentuan kriteria inklusi,
eksklusi dan eligibilitas, menemukan 8 artikel jurnal yang sesuai dengan tema. Arikel-
artikel tersebut berasal dari berbagai negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia,
Malaysia, Vietnam dan Singapura. Desain penelitian dari seluruh artikel ini adalah
cross-sectional dengan populasi orang dewasa di negara-negara tersebut. Hasil
penelaahan artikel menemukan kebanyakan studi fokus pada faktor individu yang
berhubungan dengan aktivitas fisik, seperti faktor karakteristik individu, faktor
psikologis, serta faktor kesehatan.
Pada subbab ini akan dibahas temuan hasil reviu sistematis tentang determinan
aktivitas fisik orang dewasa di Asia Tenggara dan juga faktor lain yang tidak ditemukan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


20

dari hasil reviu sistematis tetapi ditemukan pada studi pendahuluan yang
melatarbelakangi penelitian. Faktor lain yang akan dibahas pada subbab ini diantaranya
faktor sosial, berupa dukungan sosial, dan faktor lingkungan, berupa promosi aktivitas
fisik di tempat kerja dan transportasi aktif.

2.3.1 Faktor Karakteristik individu

2.3.1.1 Jenis kelamin


Mayoritas studi-studi yang diriviu menunjukkan bahwa pria dewasa lebih
aktif secara fisik dibandingkan dengan wanita dewasa (Cheah & Poh, 2014;
Shibata et al., 2009; Teh et al., 2014; Win et al., 2015). Tetapi sebuah studi
di Vietnam menemukan bahwa wanita lebih aktif fisik dibandingkan dengan
pria. Berdasarkan artikel, hal ini diasumsikan terjadi karena pria di Vietnam
kebanyakan menggunakan sepeda motor dalam aktivitas kesehaariannya,
sedangkan wanita tidak sehingga membuat wanita lebih aktif fisik terutama
terkait dengan aktivitas fisik dalam rangka transportasi (Trinh, Nguyen,
Dibley, Phongsavan, & Bauman, 2008).

2.3.1.2 Usia
Menurut WHO, penduduk usia dewasa adalah penduduk yang berusia di
atas 18 tahun hingga 64 tahun (WHO, 2015). Rentang usia responden
artikel-artikel yang ditelah berkisar mulai 18 tahun hingga 65 tahun.
Berdasarkan artikel-artikel tersebut, usia ditemukan memiliki hubungan
dengan perilaku aktivitas fisik. Orang dewasa yang lebih tua cenderung
lebih tidak aktif fisik dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda
(Agustiani Mahardikawati & Roosita, 2008; Cheah & Poh, 2014; Teh et al.,
2014; Win et al., 2015).

2.3.1.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkorelasi dengan aktif dalam
melakukan aktivitas fisik (Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win et al.,
2015). Penelitian di Malaysia menemukan orang dewasa dengan pendidikan
tinggi lebih tidak aktif dibandingkan dengan mereka berpendidikan lebih
rendah (Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014). Sebaliknya penelitian di

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


21

Singapura menunjukkan bahwa orang dewasa dengan tingkat pendidikan


tinggi lebih aktif dibandingkan dengan yang pendidikan lebih rendah (Win
et al., 2015).

2.3.1.4 Pekerjaan
Pekerjaan ditemukan memiliki hubungan dengan perilaku aktivitas fisik
(Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014; Win et al., 2015). Hasil penelitian
Cheah dan Poh (2014) menunjukkan bahwa orang dewasa yang bekerja,
baik sebagai pegawai negeri, pegawai swasta maupun wirausaha, lebih aktif
fisik dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak bekerja. Diantara ketiga
bidang pekerjaan tersebut, pewirausaha ditemukan cenderung lebih
melakukan aktivitas fisik dibandingnya pegawai negeri dan pegawai swasta.
Berkaitan dengan status pekerjaan, di Singapura pekerjaan waktu penuh
(full-time employment) ditemukan berhubungan dengan perilaku sedentari
yang berakibat pada ketidakaktifan fisik. Hal ini dilihat karena pekerja
waktu penuh di Singapura mayoritas merupakan pekerja kantoran (white-
collar worker) yang pekerjaannya banyak dilakukan dengan duduk di balik
meja (Win et al., 2015).

2.3.1.5 Pendapatan
Studi Cheah & Poh (2014) menunjukkan adanya hubungan terbalik antara
pendapatan dengan perilaku aktivitas fisik. Semakin tinggi pendapatan dari
seseorang, semakin rendah tingkat aktivitas fisik orang tersebut. Temuan ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Win dan kawan-kawan (2015),
orang dewasa dengan pendapatan rumah tangga yang lebih rendah
cenderung melakukan aktivitas fisik secara umum sesuai rekomendasi
daripada mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan kelompok
berpenghasilan tinggi. Namun, ketika data dianalisis lebih jauh pada
aktivitas fisik waktu luang atau olahraga. Orang dewasa berpendapatan
tinggi menunjukkan pola olahraga yang lebih aktif. Hal ini ditemukan
terjadi karena orang dewasa dengan pendapatan rendah kebanyakan bekerja
di sektor pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik, seperti pekerja
lapangan atau buruh, dimana aktivitas fisik dalam pekerjaan ini kemudian

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


22

berkontribusi terhadap tingkat aktivitas fisik mereka. Di sisi lain, orang


dewasa dengan pendapatan yang lebih tinggi kebanyakan adalah pekerja
kantoran dengan aktivitas fisik kerja yang lebih sedikit dan lebih
memungkinkan untuk melakukan aktivitas fisik di waktu luang.

2.3.1.6 Status Pernikahan


Perbandingan tingkat aktivitas fisik antara kelompok usia dewasa yang
menikah dengan lajang menunjukkan adanya perbedaan yang berarti. Orang
dewasa lajang lebih memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menerapkan
gaya hidup aktif secara fisik daripada orang dewasa yang menikah.
Pernikahan dilihat memiliki dampak negatif pada perilaku aktivitas fisik,
baik laki-laki maupun perempuan. Lebih jauh, adanya anak yang masih
ditanggung memiliki efek yang lebih negatif terhadap kemungkinan untuk
melakukan aktivitas fisik (Cheah & Poh, 2014; Teh et al., 2014).

2.3.2 Faktor Kesehatan


Penelitian Cheah & Poh (2014) secara spesifik menghubungkan aktivitas fisik
dengan hiperkolesterolemia. Hasil menunjukkan bahwa orang dewasa yang didiagnosis
hiperkolesterolimia lebih menunjukkan perilaku aktivitas fisik dibandingkan dengan
mereka yang tidak.
Berkaitan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), IMT ditemukan berasosiasi
negatif dengan perilaku aktivitas fisik. Orang dewasa dengan IMT yang tinggi
cenderung tidak melakukan aktivitas (Agustiani Mahardikawati & Roosita, 2008; Bui et
al., 2015).

2.3.3 Faktor Psikologis


Wulandari (2016) melakukan penelitian tentang aktivitas fisik menggunakan
kerangka Social Cognitive Theory (SCT) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan determinan sosial kognitif yang
berhubungan dengan aktivitas diantaranya adalah outcome expectation dan self-efficacy.
Dalam penelitian ini, outcome expectation merupakan perkiraan seseorang mengenai
hasil yang akan diperolah dari perilaku yang akan dilakukan, dapat berupa manfaat yang
dirasakan maupun penghalang. Self-efficacy merupakan keyakinan diri untuk

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


23

melakukan suatu perilaku. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung
untuk konsisten menjaga (maintenance) perilaku aktivitas fisik.

2.3.4 Faktor-Faktor Lain


Subbab sebelumnya merupakan hasil dari reviu sistematis yang dilakukan
peneliti tentang determinan aktivitas fisik pada orang dewasa di Asia Tenggara. Studi
pendahuluan dilakukan untuk mempertajam latar belakang penelitian. Hasil studi
pendahuluan diharapkan dapat menggali faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa khususnya pekerja kantoran di Jakarta.
Studi pendahuluan dilakukan kepada empat orang dewasa yang bekerja di
Jakarta untuk mengetahui gambaran aktivitas fisik keseharian dan faktor yang melatari
mereka untuk melakukan aktivitas fisik. Keempat pekerja ini adalah pekerja kantoran,
baik di pemerintah dan swasta, usia 25 hingga 48 tahun.
Beberapa faktor yang ditemukan adalah dukungan sosial, promosi aktivitas fisik
di tempat kerja dan transportasi aktif. Faktor-faktor ini juga ditemukan berhubungan
dengan aktivitas fisik orang dewasa pekerja berdasarkan studi di negara di luar Asia dan
merupakan bagian dari teori Health Belief Model dan Social Cognitive Theory yang
menjadi kerangka penelitian ini.

2.3.4.1 Faktor Sosial


Studi pendahuluan yang dilakukan menemukan adanya peran orang lain
yang menjadi pendorong orang dewasa yang bekerja di Jakarta untuk
melakukan aktivitas fisik. Melihat teman melakukan aktivitas fisik dan
adanya ajakan dari teman menjadi alasan untuk melakkan aktivitas fisik. Di
negara Barat, Trost dan rekan-rekan (2002) juga menyebutkan bahwa
dukungan social ditemukan konsisten berkorelasi dengan perilaku aktivitas
fisik orang dewasa. Dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga,
termasuk pasangan, dan juga teman. Orang dewasa dengan dukungan sosial
yang tinggi lebih aktif fisik dibandingkan dengan mereka yang tidak (Oka
& Shibata, 2012). Dalam penelitiannya, Shibata dan Oka juga melihat faktor
sosial lain yaitu ‗professional advice/support‘, tetapi hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara faktor ini
dengan perilaku aktivitas fisik. Pawitaningtyas (2017) juga melakukan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


24

penelitian determinan aktivitas fisik pada kelompok populasi wanita pasca


menopause dengan obesitas sentral. Hasilnya menunjukkan dukungan sosial
merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan aktivitas fisik.

2.3.4.2 Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja


Pada orang dewasa yang bekerja, faktor lingkungan dapat diperoleh dari
lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerja. Salah seorang responden
studi pendahuluan menyampaikan bahwa adanya kegiatan olaharaga rutin di
tempat kerja membuatnya menjadi melakukan aktivitas fisik teratur.
Kuatnya promosi kesehatan, termasuk pentingnya aktivitas fisik bagi
kesehatan, juga ia rasa menjadi pemicu keputusannya untuk melakukan
aktivitas fisik.
Studi di Amerika Serikat (AS) menemukan promosi aktivitas fisik di tempat
kerja berupa ketersediaan fasilitas dan kebijakan berhubungan dengan
aktivitas fisik pekerja. Ketersediaan fasilitas di tempat kerja, berupa pusat
kebugaran atau sarana olahraga lainnya, ditemukan berhubungan dengan
aktvitas fisik. Perusahaan yang tidak memiliki pusat kebugaran tetapi
memberikan kebijakan berupa keanggotaan di pusat kebugaran juga disebut
meningkatkan aktivitas fisik karyawan. Selain itu, kebijakan untuk
melakukan kegiatan olahraga bersama rutin di tempat kerja juga ditemukan
berasosiasi dengan aktivitas fisik orang dewasa yang bekerja (Chrisman,
2013; Crespo et al., 2011).

2.3.4.3 Transportasi Aktif


Transportasi aktif yang dilakukan orang dewasa juga ditemukan
berhubungan dengan aktivitas fisik. Studi Lachapelle et al. (2011) di AS
menyebutkan bahwa penggunaan transportasi umum pada orang dewasa usia
20 hingga 65 tahun yang bekerja di luar rumah berkontribusi menambah
aktivitas fisik intensitas sedang dibandingkan dengan mereka yang tidak
menggunakan transportasi umum. Peningkatan aktivitas fisik intensitas
sedang disebabkan oleh jalan kaki yang dilakukan saat menuju tempat transit
transportasi umum massal, seperti halte bus atau stasiun kereta dan juga saat
meninggalkan tempat transit menuju tempat tujuan.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


25

Penggunaan transportasi umum untuk orang dewasa yang bekerja di luar


rumah disebut meningkatkan durasi berjalan kaki sebanyak 8 hingga 33
menit. Penggunaan transportasi umum jika dilakukan sebanyak 5 hari dalam
seminggu dinilai dapat membuat orang dewasa mencapai rekomendasi
terkait aktivitas fisik yang bermanfaat bagi kesehatan. Hal ini juga yang
membuat penggunaan transportasi menjadi salah satu faktor yang berperan
dan direkomendasikan dalam peningkatan aktivitas fisik (Rissel et al., 2012).
Di Jakarta, sarana transportasi umum massal yang tersedia diantara Bus
Trans Jakarta, bus pengumpan Trans Jakarta, bus-bus umum, serta kereta
komuter yang melayani transportasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya,
seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Transportasi umum massal ini
banyak digunakan oleh orang dewasa yang bekerja di Jakarta untuk
mencapai tempat kerja. Meski demikian, tidak sedikit juga pekerja Jakarta
yang menggunakan transportasi pribadi berupa kendaraan bermotor, seperti
mobil dan sepeda motor.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


26

2.4 Kerangka Teori


Kerangka teori penelitian ini didasari pada teori teori Health Belief Model,
Social Cognitive Theory dan juga faktor-faktor yang ditemukan berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa secara umum dan orang dewasa pekerja kantoran.

Gambar 2.2 Skema Tinjauan Teori Health Belief Model dan Social Cognitive Theory
untuk Memahami Determinan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran di Jakarta

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep ini disusun berdasarkan pada kerangka teori yang telah
dibahas pada Bab 2. Variabel dependen dari penelitian ini adalah aktivitas fisik.
Variabel independen terdiri dari faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status
nikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan), status kesehatan, persepsi, dukungan sosial,
dan faktor lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan transportasi aktif).
Variabel self-efficacy tidak dimasukkan ke dalam kerangka konsep karena dilihat lebih
sesuai untuk menjelaskan maintenance aktivitas fisik. Variabel perceived benefits,
perceived barriers dan outcome expectations dimodifikasi menjadi variabel persepsi.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

27
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


28

3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat


Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Dependen Operasional Ukur
1. Aktivitas Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Aktif, yaitu jika Ordinal
Fisik tentang aktivitas E1 – E16 kuesioner melakukan aktivitas
fisik yang fisik sedang
dilakukan dalam minimal sebanyak
kesehariannya baik total 150 menit atau
dalam pekerjaan, aktivitas fisik berat
perjalanan maupun sebanyak total 75
waktu luang. menit dalam
seminggu atau
METs ≥ 600.
1: Kurang aktif,
jika tidak
memenuhi kriteria
minimal aktivitas
fisik sedang dan
berat atau
MET<600 (World
Health
Organization,
2010)

Variabel Definisi Alat


Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Independen Operasional Ukur
1. Usia Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Dewasa muda Nominal
tentang umur pada A2 Kuesioner (umur 21-29 tahun)
saat penelitian 1: Dewasa Madya
dilakukan (umur 30-58 tahun)
(Carl J Caspersen,
Pereira, & Curran,
2000)
2. Jenis Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Pria Nominal
Kelamin tentang jenis A1 Kuesioner 1: Wanita
kelamin
3. Status Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Lajang/ Belum Nominal
Nikah tentang status A8 Kuesioner Menikah/Cerai
pernikahan saat 1: Menikah
penelitian
dilakukan
4. Pendidikan Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Pendidikan Ordinal
tentang pendidikan A9 Kuesioner primer, jenjang
terakhir yang sudah pendidikan dasar
ditamatkan saat (SD & SMP) dan
penelitian menengah
dilakukan (SMA/SMK)
1: Pendidikan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


29

sekunder, jenjang
pendidikan tinggi
(Diploma dan
Sarjana)
2: Pendidikan
tersier, jenjang
pendidikan tinggi
(Pascasarjana,
Magister, Spesialis
atau Doktoral)
(Undang-undang
Nomor 20 Tahun
2003 tentang
Sistem Pendidikan
Nasional, n.d.)
5. Pendapatan Jawaban responden Kuesioner Pengisian Jumlah pendapatan Rasio
tentang jumlah A10 Kuesioner per bulan dalam
pendapatan per rupiah
bulan saat
penelitian
dilakukan
6. Indeks Status kondisi Kuesioner Pengisian 0: Tidak obesitas Ordinal
Massa tubuh responden A6 dan Kuesioner (IMT < 27 kg/m2)
Tubuh yang dihitung A7 1: Obesitas (IMT ≥
(IMT) dengan cara berat 27 kg/m2)
badan (kg) dibagi (Kementerian
tinggi badan (m) Kesehatan RI,
kuadrat 2014)
berdasarkan
jawaban responden
tentang berat dan
tinggi badannya

7. Riwayat Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Tidak ada Ordinal


Penyakit tentang ada atau A12 Kuesioner penyakit
tidaknya penyakit 1: Ada penyakit
yang diderita saat
penelitian
dilakukan
8. Perceived Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Kuat (jumlah Ordinal
Benefits tentang keyakinan B1, B2, Kuesioner skor ≥ rata-rata)
diri individu bahwa B3, B4, 1: Lemah (jumlah
aktivitas fisik B6, B11, skor < rata-rata)
berdampak positif B12, B13,
dan bermanfaat B14, B15,
bagi diri. B18, B19,
B20, B21
dan B22.
9. Perceived Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Lemah (jumlah Ordinal
Barriers tentang keyakinan B5,B7, Kuesioner skor ≥ rata-rata)
diri individu terkait B8, B9, 1: Kuat (jumlah

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


30

hambatan- B10, B16, skor < rata-rata)


hambatan yang B17, B23
dirasa untuk
melakukan aktivitas
fisik.
10. Dukungan Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Cukup (jumlah Ordinal
Keluarga tentang sumber C1 – C10 Kuesioner skor ≥ median)
daya sosial dari 1: Kurang (jumlah
keluarga yang skor < median)
dinilai tersedia atau
diberikan kepada
mereka terkait
aktivitas fisik.
11. Dukungan Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Cukup (jumlah Ordinal
Teman tentang sumber C1 – C10 Kuesioner skor ≥ median)
daya sosial dari 1: Kurang (jumlah
teman yang dinilai skor < median)
tersedia atau
diberikan kepada
mereka terkait
aktivitas fisik.
12. Promosi Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Cukup (jumlah Ordinal
Aktivitas tentang adanya D1 – D6 Kuesioner skor ≥ median)
Fisik di kebijakan, kegiatan 1: Kurang (jumlah
Tempat olahraga bersama skor < median)
Kerja dan ketersediaan
sarana di tempat
kerja yang
mendukung
aktivitas fisik
13. Transportas Jawaban responden Kuesioner Pengisian 0: Transportasi Ordinal
i aktif tentang penggunaan A11 Kuesioner aktif, yaitu
transportasi aktif, menggunakan
seperti berjalan, transportasi umum
bersepeda dan massal, bersepeda,
penggunaan berjalan kaki
transportasi umum 1: Tidak
massal, sebagai transportasi aktif,
jenis transportasi yaitu menggunakan
yang digunakan transportasi selain
untuk menuju dan transportasi umum
pulang dari tempat massal, bersepeda,
kerja. berjalan kaki
(Rissel et al., 2012)

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


31

3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan faktor karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendidikan, pendapatan) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.
b. Ada hubungan faktor kesehatan (riwayat penyakit dan indeks massa tubuh)
dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
c. Ada hubungan faktor faktor psikologis (perceived benefits dan perceived
barriers) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
d. Ada hubungan faktor dukungan sosial (dukungan keluarga dan dukungan
teman) dengan aktivitas pekerja kantoran di Jakarta.
e. Ada hubungan faktor lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif) dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain
studi cross-sectional yang melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen dengan melakukan pengukuran sesaat (Sastroasmoro & Ismael,
2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, status nikah,
pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat penyakit, perceived benefits, perceived barriers,
dukungan keluarga, dukungan teman, promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif. Variabel dependen penelitian ini adalah aktivitas fisik.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Jakarta yang dimulai pada bulan Maret hingga bulan
April tahun 2018.

4.3 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian adalah seluruh orang dewasa pekerja kantoran yang
bekerja di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Pekerja kantoran adalah pegawai atau
karyawan yang bekerja pada instansi/kantor/perusahaan dengan menerima upah/gaji
baik berupa uang maupun barang (Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2017).
Sampel dari penelitian ini adalah orang dewasa pekerja kantoran yang bekerja di
wilayah Provinsi DKI Jakarta pada bulan Maret 2018. Sampel dipilih berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1) Usia dewasa 21- 58 tahun.
2) Pekerja kantoran.
3) Dapat mengakses kuesioner secara online.
Kriteria eksklusi:
1) Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
2) Ibu hamil.
32
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


33

Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah sampling kouta dimana


sampel diambil hingga mencapai jumlah kuota yang ditetapkan peneliti sebelumnya
(Supriyadi, 2014). Adapun kuota yang ditetapkan didasari perhitungan besar sampel
berikut (Lemeshow, Hosmer Jr, Klar, & Lwanga, 1990):

Keterangan:
n = jumlah sampel
Z1-α/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan (CI) 95% atau α pada dua sisi (two-tail)
sebesar 5% (1,64)
Z1-β = nilai Z pada kekuatan uji power sebesar sebesar 90% 1,28
P1 = proporsi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik cukup pada orang
dewasa
P2 = proporsi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik kurang pada orang
dewasa

Besar sampel yang dibutuhkan dihitung menggunakan rumus di atas berdasarkan acuan
hasil penelitian sebelumnya yang disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1,
maka jumlah sampel yang diambil adalah yang terbanyak, yaitu sebanyak 76 orang.
Jumlah ini adalah untuk sampel satu kelompok proporsi. Penelitian ini akan dilakukan
pengujian untuk dua kelompok proporsi, maka jumlah tersebut dikalikan dua menjadi
152 orang. Selain itu juga untuk mengantisipasi terjadinya ketidaklengkapan data maka
ditambahkan 10 persen sehingga besar sampel penelitian ini menjadi sebanyak 167
orang. Pada saat pengumpulan data, diperoleh 174 orang yang berpastisipasi dalam
penelitian.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


34

Tabel 4.1 Perkiraan Besar Sampel

Variabel P1 P2 N Sumber Keterangan


Independen
Indeks Massa 0,65 0,34 53 Mulia (2017) P1: proporsi orang dewasa
Tubuh (IMT) dengan IMT normal atau
tidak obesitas yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.
P2: proporsi orang dewasa
dengan IMT lebih atau
obesitas yang berhubungan
dengan aktivitas cukup.
Riwayat 0,59 0,33 76 Mulyadi P1: proporsi orang dewasa
Penyakit (2013) dengan riwayat penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.
P2: proporsi orang dewasa
tanpa riwayat penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.
Persepsi 0,42 0,74 48 Pawitaningtyas P1: proporsi orang dewasa
(2017) dengan persepsi positif yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.
P2: proporsi orang dewasa
persepsi negatif yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.
Dukungan 0,75 0,46 58 Pawitaningtyas P1: proporsi orang dewasa
Sosial (2017) dengan dukungan sosial kuat
yang berhubungan dengan
aktivitas fisik cukup.
P2: proporsi orang dewasa
dukungan sosial lemah yang
berhubungan dengan aktivitas
fisik cukup.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Sumber dan Jenis Data


Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan metode pengisian kuesioner oleh responden. Data diperoleh dari

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


35

jawaban responden akan kuesioner yang meliputi seluruh variabel dependen dan
independen dari penelitian ini. Pengisian kuesioner dilakukan secara daring (online)
dengan memanfaatkan aplikasi Google Form.

4.4.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini memanfaatkan
teknologi website dan internet dimana kuesioner disusun dalam suatu website (dalam
hal ini Google Form). Responden dapat mengakses kuesioner secara online melalui link
yang diberikan oleh peneliti. Jawaban responden dapat langsung diperoleh peneliti
ketika responden selesai mengisi kuesioner dan men-submit jawabannya via aplikasi
website.
Pengisian kuesioner secara online atau sering disebut web-based questionnaire
sudah banyak dimanfaatkan untuk memperoleh informasi terkait sikap, persepsi atau
perilaku manusia sudah banyak dimanfaatkan seiring dengan perkembangan teknologi.
Pengadministrasian kuesioner berbasis website kini juga banyak dimanfaatkan pada
penelitian kesehatan untuk dapat mencapai populasi yang besar (Eysenbach & Wyatt,
2002; Fielding, Lee, & Blank, 2008; White, 2014). Metode pengumpulan data jenis ini
dilihat efektif dan efisien dari segi waktu dan materi dimana perolehan data dapat secara
langsung, mengurangi kemungkinan terjadinya data hilang ataupun kesalahan input
data, serta memberikan keleluasaan bagi responden untuk mengisi sesuai dengan waktu
yang dimiliki (Fielding et al., 2008).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan web-based
questionnaire diantaranya teknik pengambilan atau rekrutmen sampel dan antisipasi
response rate. Secara garis besar, proses rekrutmen sampel dapat dilakukan dengan
berbagai cara, baik secara probabilitas maupun non-probabilitas. Ketersediaan kerangka
sampel berupa alamat e-mail atau nomor handphone, dapat menjadi landasan
pengambilan sampel probabilitas. Pada situasi dimana kerangka sampel tidak tersedia,
rekrutmen sampel melalui iklan atau pesan yang disebarkan baik secara online (posting
media sosial, iklan banner di website, web pop-up advertising dan sebagainya) maupun
tidak (poster, selebaran, iklan radio, TV dan sebagainya) mengenai penelitian, kriteria
sampel dan link untuk mengakses kuesioner dapat menjadi pilihan. Perekrutan kedua ini
disebut juga unrestricted self-selected atau voluntary survey dimana calon responden

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


36

berpartisipasi berdasarkan kesukarelaannya terlibat dalam penelitian (Fricker Jr, 2008).


Dalam penelitian ini, populasi pekerja kantoran Jakarta yang luas dan tidak tersedianya
kerangka sampel, maka metode perekrutan dilakukan secara voluntary survey.
Antisipasi response rate perlu menjadi perhatian sebelum penelitian dilakukan
(Fielding et al., 2008). Pemanfaatan jejaring, e-mail, media sosial, grup diskusi dan
komunitas yang sesuai dengan kriteria sampel dapat menjadi sarana untuk memperoleh
responden dan meningkatkan tingkat respon (Alessi & Martin, 2010; Fenner et al.,
2012). Penyusunan item pertanyaan dari mudah (item pertanyaan dengan beberapa
pilihan jawaban) ke item pertanyaan yang lebih sulit (item pertanyaan yang
membutuhkan responden untuk mengingat kembali) dilihat juga dapat meningkatkan
respon dari responden (Ekman, Klint, Dickman, Adami, & Litton, 2006).
Metode web-based questionnaire ini dapat diterapkan pada berbagai penelitian.
Keterpaparan populasi dan sampel penelitian terhadap akses internet harus menjadi
perhatian (Callegaro, Lozar Manfreda, & Vehovar, 2015). Populasi penelitian ini adalah
orang dewasa pekerja kantoran yang bekerja atau berkantor di wilayah DKI Jakarta.
Populasi ini merupakan populasi yang luas dan tersebar. Penetrasi akses internet di
ibukota Jakarta juga sudah meluas. Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
menunjukkan akses internet penduduk DKI dilihat dari media yang dipergunakan untuk
memperoleh akses yaitu melalui ponsel sebesar 92,87%, laptop/notebook/tablet sebesar
35,78 persen, komputer desktop sebesar 18,78 persen, dan media lainnya sebesar 0,79
persen. Dilihat dari tempat mengakses, penduduk paling banyak mengakses di rumah
(92,18%), di tempat kerja (40,67%) dan tempat umum (39,47%). Oleh karena itu,
penelitian ini mencoba memanfaatkan pengisian kuesioner secara daring untuk
mencapai populasi orang dewasa yang bekerja di Jakarta.

4.4.3 Instrumen Penelitian


Dalam tahap persiapan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu menyiapkan
item-item yang disusun sebagai kuesioner penelitian. Beberapa kuesioner dan skala
yang mengukur variabel yang sama dengan penelitian ini digunakan sebagai bagian dari
rangkaian kuesioner penelitian ini, diantaranya:

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


37

1. Kuesioner Aktivitas Fisik


Kuesioner aktivititas fisik yang digunakan adalah Global Physical Activity
Questionnaire (GPAQ) yang merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO.
Kuesioner ini telah digunakan sebagai bagian dari Riskesdas tahun 2013 dan juga
digunakan dalam penelitian aktivitas fisik di Indonesia (Irnawati, 2017;
Pawitaningtyas, 2017; Pramesti, 2016). Dalam penelitian ini adopsi GPAQ terdapat
pada pertanyaan nomor E1 hingga E16.
Penghitungan dan analisis untuk menentukan tingkat aktivitas fisik dilakukan
dengan rumus:
Aktivitas fisik total / METs = (E2 x E3 x 8)+(E5 x E6 x 4)+(E8 x E9 x
4)+(E11 x E12 x 8)+(E14 x E15 x 4)
Skoring yang diperoleh dari penghitungan di atas, dikategorikan menjadi 2
kelompok yaitu:
- Cukup aktif, jika dalam seminggu melakukan aktivitas fisik sedang
minimal sebanyak 150 menit atau aktivitas fisik berat minimal
sebanyak 75 menit atau hasil penghitungan aktivitas fisik total/METs
≥ 600.
- Kurang aktif, jika dalam seminggu melakukukan aktivitas fisik sedang
< 150 menit atau aktivitas fisik berat < 75 menit atau hasil
penghitungan aktivitas fisik total/METs < 600.
2. Kuesioner Perceived Benefits dan Perceived Barriers
Kuesioner ini diadopsi dari kuesioner Excercise Benefits/Barriers yang
dikembangkan oleh Sechrist, Walker, & Pender (1995) dalam upaya mengukur
persepsi individu terkait manfaat dan hambatan untuk melakukan aktivitas fisik.
Kuesioner ini dapat diakses publik pada situs
https://deepblue.lib.umich.edu/handle/2027.42/85345. Kuesioner Excercise
Benefits/Barriers terbagi menjadi 2 bagian, yaitu item-item pernyataan yang
mengukur perceived benefits dan item-item pernyataan yang mengukur perceived
barriers.
Item perceived benefits merupakan item jenis favorable yang terdapat pada nomor
B1, B2, B3, B4, B6, B11, B12, B13, B14, B15, B18, B19, B20, B21 dan B22. Skor
untuk item favorable adalah ‗sangat setuju‘=skor 4, ‗setuju‘=skor 3, ‗tidak

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


38

setuju‘=skor 2 dan ‗sangat tidak setuju‘=skor 1. Skor tertinggi untuk kuesioner


perceived benefits adalah 60 dan skor terendah sebesar 15.
Item perceived barriers merupakan item jenis unfavorable yang terdapat pada
nomor B5,B7, B8, B9, B10, B16, B17 dan B23. Skor untuk item unfavorable
adalah ‗sangat setuju‘=skor 1, ‗setuju‘=skor 2, ‗tidak setuju‘=skor 3 dan ‗sangat
tidak setuju‘=skor 4. Skor maksimal untuk kuesioner perceived barriers adalah 32
dan skor minimal sebesar 8.
3. Kuesioner Dukungan Sosial (Keluarga dan Teman)
Item pernyataan pada kuesioner ini diadopsi dari Social Support for Physical
Activity (SSPA) yang dikembangkan oleh Sallis et al. (1987) untuk mengukur
dukungan sosial untuk aktifitas fisik dari keluarga dan teman. Kuesioner ini sudah
teruji validitas dan reliabilitasnya dalam mengukur dukungan sosial terkait aktivitas
fisik (J.F. Sallis et al., 1987). Kuesioner ini telah diterjemahkan oleh Ignatius
Darma Juwono ke dalam Bahasa Indonesia (Ign. Darma Juwono, komunikasi
personal, 22 Desember 2017). Kuesioner dalam bahasa Indonesia dapat diakses
publik pada situs http://sallis.ucsd.edu/measure_socialsupport.html.
Dalam penelitian ini adopsi kuesioner dukungan sosial terdapat pada pertanyaan
nomor C1 hingga C10. Tiap pertanyaan dinilai dua kali oleh responden, yaitu satu
kali untuk menilai dukungan keluarga dan satu kali untuk menilai dukungan dari
teman.
Terdapat 6 pilihan jawaban yaitu ‗tidak pernah‘=skor 1, ‗jarang‘=skor 2,
‗sesekali‘=skor 3, ‗sering‘=skor 4, ‗sangat sering‘=skor 5 dan ‗tidak relevan‘=skor
1. Skor maksimal untuk masing-masing variabel dukungan keluarga dan dukungan
teman adalah 50, sedangkan skor minimal adalah 10.
4. Kuesioner Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja
Kuesioner ini diadaptasi dari penelitian Crespo et al. (2011) untuk mengetahui
ketersediaan fasilitas dan kebijakan yang mendukung aktivitas fisik di tempat kerja.
Pertanyaan kuesioner ini terdapat pada nomor D1 hingga D6. Setiap pernyataan
memiliki 3 pilihan jawaban, yaitu ‗Ya‘=skor 1, ‗Tidak‘=skor 0 dan ‗Tidak
Tahu‘=skor 0. Skor maksimal kuesioner ini adalah 6 dan skor minimal adalah 0.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


39

Selain kuesioner di atas, terdapat juga item-item pertanyaan yang ditujukan


untuk mendapat informasi mengenai variabel lain seperti umur, jenis kelamin, status
nikah, pendidikan, pendapatan, berat badan dan tinggi badan, riwayat penyakit dan
transportasi aktif. Kuesioner ini kemudian disusun ke dalam template Google Form
berserta informed consent.

4.4.4 Uji Validitas dan Realiabilitas


Kuesioner yang sudah tersusun dalam Google Form ini kemudian diujicobakan
pada responden dengan karakteristik sama tetapi bukan sampel dari penelitian. Tujuan
uji coba ini untuk melihat pemahaman atau keterbacaan responden terhadap item-item
kuesioner yang disusun, validitas dan reliabilitas.
Uji coba dilakukan pada 30 orang pekerja kantoran yang bekerja di wilayah DKI
Jakarta dan sesuai dengan kriteria inklusi serta eksklusi penelitian. Proses ujicoba
dilakukan dengan cara pengisian kuesioner secara daring melalui aplikasi Google Form.
Calon responden diinfokan mengenai uji coba yang dilakukan beserta tujuannya. Pada
bagian akhir, responden dapat menyampaikan pendapatnya terkait pemahaman kata dan
kalimat ataupun pendapat lainnya yang dirasa setelah melakukan pengisian kuesioner.
Data yang diperoleh dari hasil ujicoba kemudian diolah untuk melihat validitas
dan reliabilitas. Adapun metode pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut
(Hastono, 2016):
a) Uji validitas dengan mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor
total dari instrumen kuesioner. Hasil pengujian diputuskan berdasarkan:
- Jika r hitung lebih besar dari r tabel, maka item valid.
- Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka item tidak valid.
Pada jumlah responden sebanyak 30 orang, besar r tabel =0,361.
b) Uji reliabilitas dengan metode uji Cronbach‘s Alpha. Hasil pengujian diputuskan
berdasarkan:
- Jika nilai Cronbach‘s Alpha lebih besar atau sama dengan 0,6 maka
instrumen kuesioner reliabel.
- Jika nilai Cronbach‘s Alpha lebih kecil dari 0,6 maka instrumen kuesioner
tidak reliabel.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


40

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.


Pengujian dilakukan terhadap instrumen kuesioner untuk variabel persepsi, dukungan
sosial (dukungan keluarga dan dukungan teman) dan promosi aktivitas fisik di tempat
kerja. Kuesioner untuk variabel aktivitas fisik yaitu Global Physical Activity
Questionnaire (GPAQ) yang dikembangkan WHO tidak diuji karena sudah lazim
digunakan secara global.

Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner Variabel R R hitung Cronbach’s


tabel Terendah Tertinggi Alpha
Perceived Benefits 0,361 0,471 0,778 0,900
Perceived Barriers 0,361 0,133 0,590 0,780
Dukungan Sosial 0,361 0,063 0,805 0,892
Promosi Aktivitas 0,361 0,031 0,734 0,710
Fisik di Tempat Kerja

Hasil uji coba kuesioner perceived benefits menunjukkan seluruh item valid dan
reliabel. Pada kuesioner perceived barriers terdapat 3 item yang tidak valid, kuesioner
dukungan sosial juga terdapat 1 item yan tidak valid dan kuesioner promosi aktivitas
fisik terdapat 2 item yang tidak valid. Pernyataan yang tidak valid tersebut dilakukan
perubahan redaksi kalimat untuk pengambilan data selanjutnya karena item pernyataan
dinilai penting secara substansi. Hasil uji reliabilitas menunjukkan Cronbach‘s Alpha
lebih besar dari 0,6 pada semua instrumen. Dapat disimpulkan bahwa seluruh kuesioner
yang digunakan reliabel dalam mengukur variabel.

4.4.5 Proses Pengumpulan Data


Penelitian dimulai pada akhir Maret 2018 hingga April 2018, setelah peneliti
mendapatkan Surat Keterangan layak untuk dilaksanakan dari Komisi Etik Riset dan
Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas
Indonesia (terlampir). Penelitian dimulai dengan menyebarkan iklan dan pesan yang
berisikan gambaran dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, kriteria sampel, cara
untuk berpartisipasi serta tautan dari kuesioner. Dalam penelitian ini, peneliti
menyebarkan iklan dan pesan melalui jejaring sosial dan media sosial, seperti Facebook,
e-mail dan WhatsApp.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


41

Laman awal dari kuesioner merupakan informed consent yang berisikan tujuan
penelitian, gambaran penelitian yang akan dilakukan, perkiraan lama pengisian
kuesioner, pemanfaatan data, kerahasiaan dan kolom kesediaan untuk berpartisipasi
dalam penelitian. Calon responden berhak untuk memilih untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara memberikan tanda centang di kolom
yang tersedia. Jika responden bersedia, maka dilanjutkan ke laman kuesioner. Pada
laman kuesioner, responden mengisi dengan memilih pada pilihan-pilihan jawaban.
Setelah seluruh pertanyaan terjawab, responden harus memilih tombol ‗Submit‘ dan
respon jawaban responden dapat diperoleh langsung oleh peneliti di fitur data Google
Form.

4.5 Etika Penelitian


Penelitian ini telah melalui proses kaji etik yang dilakukan pada bulan Maret
2018 dan memperoleh surat keterangan lolos kaji etik Nomor:
156/UN2.F10/PPM.00.02/2018, yang ditandatangani oleh Komisi Etik Riset dan
Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas
Indonesia pada tanggal 26 Maret 2018 (terlampir).

4.6 Pengolahan Data


1. Penyuntingan Data (Editing)
Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap data yang masuk dalam aplikasi
Google Form. Kemudian dilakukan konversi data dari data mentah jawaban
responden yang disimpan oleh aplikasi Google Form ke aplikasi Microsoft
Excel.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


42

2. Mengkode Data (Coding)


Mengkode data dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan dan analisis
data. Pengkodean data dilakukan sesuai dengan kategorisasi yang telah
ditentukan berdasarkan definisi operasional.
3. Pemasukan Data (Entry Data)
Data yang sudah terkode dalam bentuk Microsoft Excel kemudian diimpor ke
aplikasi statistik.
4. Mengoreksi (Cleaning)
Setelah data pemasukan data, peneliti kemudian melakukan pembersihan data
dari kesalahan yang mungkin tidak disengaja dengan tujuan untuk menjaga
kualitas data dan mengecek kembali data yang akan diolah.

4.7 Analisis Data


4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi
dari semua variabel yang diteliti, yaitu aktivitas fisik, umur, jenis kelamin, status nikah,
pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat penyakit, perceived benefits, perceived barriers,
dukungan sosial, promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan transportasi aktif. Hasil
analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Pada variabel kategorik
akan digambarkan proporsi masing-masing kategori dan pada variabel numerik akan
digambarkan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum dari
data yang dikumpulkan.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variabel independen umur,
jenis kelamin, status nikah, pendidikan, pendapatan, IMT, riwayat penyakit, perceived
benefits, perceived barriers, dukungan sosial, promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif dengan variabel dependen aktivitas fisik. Analisis dilakukan dengan
uji Chi-Square. Derajat kepercaan (confidence interval/CI) yang digunakan 95% dan α
= 0,05. Signifikansi atau kebermaknaan dilihat dengan membandingkan perolehan nilai
p (p-value) dengan nilai α. Kesimpulan yang akan diambil adalah:
- Jika nilai p > 0,05 maka disimpulkan tidak ada hubungan signifikan atau
bermakna.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


43

- Jika nilai p ≤ 0,05 maka disimpulkan ada hubungan signifikan atau bermakna.
Jika kesimpulan yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan bermakna, maka
dilakukan interpretasi pada nilai odds ratio (OR) yang diperoleh. Nilai OR digunakan
untuk melihat derajat hubungan dengan membandingkan nilai odds pada kelompok
terekspos dengan kelompok yang tidak terekspos (Hastono, 2016).
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat faktor yang dominan berhubungan
dengan perilaku aktivitas fisik. Analisis ini dilakukan dengan menghubungkan beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen secara bersamaan.
Jenis analisis multivariat yang dilakukan adalah regresi logistik ganda dengan
model prediksi atau determinan. Adapun tahapan pemodelan sebagai berikut (Hastono,
2016):
a. Seleksi bivariat dilakukan dengan melihat nilai p variabel independen yang akan
masuk pada pemodelan multivariat. Jika nilai p variabel independen < 0,25, maka
variabel tersebut masuk pemodelan. Jika nilai p variabel independen ≥ 0,25, maka
tidak masuk pemodelan kecuali jika secara substansi dinilai variabel yang penting.
b. Memasukkan secara bersamaan seluruh variabel independen ke model multivariat.
Variabel dengan nilai p besar dikeluarkan dari model. Ketentuannya variabel dengan
nilai p < 0,05 tetap dapat dimasukkan pada model. Variabel dengan nilai p > 0,05
dikeluarkan dari model satu persatu dimulai dari variabel dengan nilai p terbesar.
Bila variabel yang dikeluarkan tersebut mengakibatkan perubahan besar koefisien
(nilai OR) lebih dari 10%, maka variabel tersebut dimasukkan kembali ke dalam
model. Pemilihan variabel dilakukan dengan metode ENTER.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di wilayah DKI Jakarta. DKI Jakarta adalah ibukota
negara Indonesia yang juga merupakan pusat ekonomi, pemerintahan dan budaya. Luas
DKI Jakarta adalah 661,52 km2. Secara geografis Provinsi DKI Jakarta berbatasan
dengan Provinsi Banten di sebelah barat, Provinsi Jawa Barat di sebelah timur dan
selatan, serta Laut Jawa di sebelah utara. DKI Jakarta secara administratif sesuai dengan
Keputusan Gubernur nomor 1986/2000 tanggal 27 Juli 2000, dibagi menjadi lima
wilayah Kota Administratif yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta
Selatan, Jakarta Timur dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Jumlah penduduk di DKI Jakarta terus mengalami peningkatan. Terjadi
peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2014 penduduk DKI Jakarta sebesar 10,09 juta
jiwa, sedangkan pada tahun 2015 jumlah penduduk sebesar 10,15 juta jiwa dan tahun
2016 jumlah penduduk sebesar 10,277 juta jiwa.
DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah pekerja dengan status
buruh/pegawai/karyawan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 64,2%. Data Badan Pusat
Statistik Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 menunjukkan jumlah pekerja yang
merupakan buruh/pegawai/karyawan ada sebanyak 3.079.173 orang yang terdiri dari
1.919.712 orang pegawai pria dan 1.159.461 orang pegawai wanita.
Penelitian dilakukan secara daring (online) dan tidak dilakukan pada suatu
instansi/perusahaan tertentu. Penelitian dilakukan pada orang dewasa (usia 21 hingga 58
tahun) pekerja kantoran yang berkantor di wilayah DKI Jakarta. Pekerja kantoran adalah
pegawai yang bekerja pada bidang administrasi, manajerial maupun profesional, baik
pada perkantoran atau instansi milik pemerintah maupun swasta. Berdasarkan hasil
pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh 174 orang responden atau sampel pekerja
kantoran yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.

44
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


45

5.2 Analisis Univariat


Pada bagian ini akan disajikan gambaran distribusi responden berdasarkan
variabel independen dan dependen dari penelitian. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status nikah, pendidikan,
pendapatan), status kesehatan (IMT dan riwayat penyakit), psikologis (perceived
benefits dan perceived barriers), dukungan sosial (dukungan keluarga dan dukungan
teman) dan lingkungan (promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan transportasi aktif).
Variabel dependen penelitian ini adalah aktivitas fisik. Selain itu, disajikan juga
gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis intansi tempat kerja dan lokasi
kantor.

5.2.1 Karakteristik Individu


Berikut merupakan gambaran distribusi responden pekerja kantoran di Jakarta
berdasarkan karakteristik individu dari responden pekerja kantoran Jakarta yang
berpartisipasi dalam penelitian ini, meliputi usia, jenis kelamin, status nikah,
pendidikan, pendapatan, jenis instansi dan lokasi tempat kerja.
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja kantoran DKI Jakarta
yang berpartisipasi dalam penelitian berada pada usia dewasa madya (74%), berjenis
kelamin wanita (64%) dan menikah (67%). Dilihat dari jenjang pendidikan, didominasi
dengan pendidikan sarjana (64%), kemudian diikuti dengan jenjang pascasarjana (27%),
diploma (6%) dan SMA (2%). Terkait instansi tempat kerja, 41% menyatakan bekerja
pada intansi swasta dan 59% bekerja pada instansi pemerintah. Untuk lokasi kantor atau
tempat kerja, 45% bekerja di wilayah Jakarta Selatan, 32% di wilayah Jakarta Pusat,
15% di wilayah Jakarta Timur, 5% di wilayah Jakarta Utara dan 3% di wilayah Jakarta
Barat.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


46

Tabel 5.1. Distribusi responden menurut usia, jenis kelamin, status nikah, dan
pendidikan di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase (100%)
Usia
Dewasa muda (21-29 tahun) 45 26
Dewasa Madya (30-58 tahun) 129 74
Jenis Kelamin
Pria 62 36
Wanita 112 64
Status Nikah
Lajang 58 33
Menikah 116 67
Pendidikan
SMA 3 2
Diploma 11 6
Sarjana 112 64
Pascasarjana 47 27
Jenis Instansi Tempat Kerja
Swasta 72 41
Pemerintah 102 59
Lokasi Tempat Kerja
Jakarta Pusat 55 32
Jakarta Selatan 79 45
Jakarta Barat 5 3
Jakarta Utara 8 5
Jakarta Timur 27 15

Berkaitan dangan variabel pendapatan, Tabel 5.2 menunjukkan pendapatan rata-


rata responden sebesar Rp 9.084.023,-. Data pendapatan yang berupa angka numerik ini
kemudian dikategorisasikan. Kategorisasi pendapatan didasarkan pada penghitungan
kuartil. Hasil penghitungan kuartil diperoleh nilai kuartil 1 (K1) sebesar Rp 5.250.000,-
; kuartil 2 (K2) sebesar Rp 8.000.000,- dan kuartil 3 (K3) sebesar Rp 10.000.000,-.
Kategorisasi dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pendapatan rendah (pendapatan kurang
dari Rp 5.250.000,-), menengah (pendapatan antara Rp 5.250.000 hingga Rp 10.000.000
dan tinggi (pendapatan lebih besar dari Rp 10.000.000). Hasil kategorisasi memperoleh
58% pekerja kantoran Jakarta berpendapatan menengah, 24% berpendapatan rendah dan
18% berpendapatan tinggi.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


47

Tabel 5.2. Distribusi responden menurut pendapatan di Jakarta Tahun 2018


Variabel n Persentase Rata-rata Standar Minimun -
=174 (100%) Deviasi Maksimum
Pendapatan Rp 9.084.023 Rp 6.846.839 Rp 2.000.000 –
Rendah 42 24 Rp 55.000.000
(< Rp 5.250.000,-)
Menengah 101 58
(Rp 5.250.000 – Rp
10.000.000,-)
Tinggi 31 18
(> Rp 10.000.000,-)

5.2.2 Status Kesehatan


Berikut merupakan gambaran distribusi responden berdasarkan status kesehatan
yang terdiri status IMT dan riwayat penyakit.

Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase
(100%)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas (IMT ≥ 27 kg/m2) 49 28
Tidak obesitas (IMT < 27 kg/m2) 125 72
Riwayat Penyakit
Ada 32 18
Tidak ada 142 82

Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar responden tidak obesitas
yaitu sebesar 72%. Ada sebanyak 28% responden yang mengalami obesitas. Terkait ada
atau tidaknya riwayat penyakit sebelumnya, 82% responden menjawab tidak memiliki
riwayat penyakit dan 18% menjawab bahwa mereka memiliki riwayat penyakit.

5.2.3 Faktor Psikologis


Faktor psikologis yang diteliti dalam penelitian ini adalah perceived benefits dan
perceived barriers. Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa skor rata-rata variabel
perceived benefits adalah 49,9 dengan skor terendah sebesar 21 dan skor tertinggi
sebesar 60. Distribusi skor variabel ini berbentuk kurva normal sehingga nilai rata-rata
dijadikan acuan titik potong dalam kategorisasi. Sebanyak 53% responden pekerja

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


48

kantoran di Jakarta memiliki perceived benefits akan aktivitas fisik yang kuat,
sedangkan sebanyak 47% responden memiliki perceived benefits akan aktivitas fisik
yang lemah.
Tabel 5.4 juga menggambarkan skor rata-rata variabel perceived barriers yaitu
sebesar 23,1 dengan skor terendah sebesar 14 dan skor tertinggi sebesar 32. Distribusi
skor variabel ini berbentuk kurva normal sehingga nilai rata-rata dijadikan acuan titik
potong dalam kategorisasi. Terdapat 56% responden pekerja kantoran di Jakarta yang
memiliki perceived barriers yang kuat dan 44% memiliki perceived barriers yang
lemah.

Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase Rata- Standar Minimum-
(100%) Rata Deviasi Maksimum
Perceived Benefits 49,9 6,5 21 – 60
Kuat (≥ rata-rata) 93 53
Lemah (< rata-rata) 81 47
Perceived Barriers 23,1 3,7 14 – 32
Lemah (≥ rata-rata) 98 56
Kuat (< rata-rata) 76 44

5.2.4 Dukungan Sosial


Berikut merupakan gambaran distribusi responden berdasarkan variabel-variabel
dukungan sosial, yaitu dukungan keluarga dan teman. Distribusi skor kedua variabel
yang diperoleh dari penelitian tidak berbentuk kurva normal sehingga nilai tengah atau
median dijadikan acuan titik potong dalam kategorisasi. Berdasarkan Tabel 5.5 terlihat
bahwa nilai tengah dari skor pengukuran variabel dukungan keluarga adalah 22,
sedangkan untuk dukungan teman adalah 23. Nilai minimun masing-masing variabel 10
dan nilai maksimum sebesar 50. Terdapat 54% pekerja kantoran di Jakarta yang
memiliki dukungan keluarga untuk beraktivitas fisik yang cukup dan sisanya sebanyak
46% kurang memiliki dukungan dari keluarga. Terkait dukungan teman, terdapat 51%
responden pekerja kantoran Jakarta yang cukup mendapat dukungan dari teman dan
49% lainnya kurang mendapat dukungan dari teman.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


49

Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan faktor dukungan sosial


di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase Median Standar Minimum-
(100%) Deviasi Maksimum
Dukungan Keluarga 22 9 10 - 50
Cukup (≥ median) 94 54
Kurang (<median) 80 46
Dukungan Teman 23 8,6 10 – 50
Cukup (≥ median) 88 51
Kurang (<median) 86 49

5.2.5 Faktor Lingkungan (Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja dan


Transportasi Aktif)
Promosi aktivitas fisik di tempat kerja diukur berdasarkan beberapa faktor yang
mencakup ketersediaan fasilitas dan adanya atau tidak adanya kebijakan atau aturan.
Tabel 5.6 menunjukkan sebagian besar responden pekerja kantoran di Jakarta
menyatakan memiliki fasilitas pendukung aktivitas fisik, seperti sarana penunjang
berupa pusat kebugaran, lapangan olahraga atau jogging track (60,3%); fasilitas kamar
mandi (78,2%) ataupun tangga yang dapat dipergunakan (83,9%) untuk menunjang
aktvitas fisik. Hanya fasilitas parkir sepeda yang ditemukan lebih banyak responden
menjawab tidak terdapat di kantor atau tidak tahu akan ada atau tidaknya fasilitas
tersebut (52,3%). Terkait kebijakan, himbauan atau peraturan yang mendorong pegawai
untuk beraktivitas fisik, 56,9% menyatakan bahwa tempat kerja mereka memiliki hal
tersebut sedangkan 43,1 lainnya menyatakan tidak memiliki atau tidak tahu. Sebagian
besar juga menyatakan bahwa di tempat mereka bekerja mempunyai jadwal olahraga
bersama rutin yaitu sebanyak 73,6% responden.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


50

Tabel 5.6 Distribusi jawaban variabel promosi aktivitas fisik di tempat kerja
di Jakarta Tahun 2018
n (%)
Pernyataan Tidak/
Ya Tidak
Tahu
Tempat kerja saya memiliki sarana yang menunjang 105 (60,3) 69 (39,7)
aktivitas fisik seperti pusat kebugaran/gym, lapangan
olahraga, atau jogging track.
Tempat kerja saya mempunyai fasilitas kamar mandi yang 136 (78,2) 38 (21,8)
dapat dipergunakan oleh pegawai.
Di tempat saya bekerja ada jadwal olahraga bersama yang 128 (73,6) 46 (26,4)
rutin.
Ada kebijakan, himbauan atau peraturan, di tempat saya 99 (56,9) 75 (43,1)
bekerja yang mendorong pegawai untuk beraktifitas fisik.

Tangga di tempat saya bekerja dapat diakses dengan baik. 146 (83,9) 28 (16,1)

Di tempat kerja saya terdapat fasilitas parkir sepeda yang 83 (47,7) 91 (52,3)
memadai.

Hasil penghitungan skor variabel promosi aktivitas fisik di tempat kerja


menghasilkan distribusi skor yang tidak normal. Tabel 5.7 menunjukkan skor minimum
yang diperoleh adalah 0 dan skor maksimum adalah 6. Nilai median berada pada posisi
skor 4. Sebagian besar responden pekerja kantoran di Jakarta memperoleh promosi
aktivitas fisik di tempat kerja yang cukup yaitu sebanyak 68%, sedangkan 32% masih
kurang promosi aktivitas fisik di tempat kerja.

Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan variabel promosi aktivitas fisik


tempat kerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase Median Standar Minimum-
(100%) Deviasi Maksimum
Promosi Aktivitas Fisik 4 1,6 0–6
di Tempat Kerja
Cukup (≥ median) 119 68
Kurang (<median) 55 32

Tabel 5.8 menunjukkan gambaran moda transportasi yang dimanfaatkan


responden pekerja kantoran di Jakarta. Sebagian besar tidak melakukan transportasi

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


51

aktif yaitu sebanyak 58,6%. Terdapat 41,4% yang menyatakan memanfaatkan


transportasi umum massal (seperti Trans Jakarta, bus umum ataupun kereta komuter)
ataupun menggunakan sepeda dan berjalan kaki sebagai sarana transportasi.

Tabel 5.8 Distribusi responden variabel transportasi aktif di Jakarta Tahun 2018

Variabel n =174 Persentase


(100%)
Transportasi aktif
Melakukan transportasi aktif (menggunakan
transportasi umum massal, bersepeda, berjalan 72 41.4
kaki)
Tidak transportasi aktif (menggunakan transportasi
selain transportasi umum massal, bersepeda, 102 58.6
berjalan kaki)

5.2.6 Tingkat Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik orang dewasa diukur berdasarkan hasil penghitungan skor METs
yang diperoleh berdasarkan pengisian kuesioner GPAQ. Hasil pengukuran tingkat
aktivitas fisik responden pekerja kantoran di Jakarta digambarkan pada Tabel 5.9.
Terlihat bahwa responden pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta lebih banyak
termasuk kategori kurang aktif fisik yaitu sebesar 59%. Ditemukan juga beberapa
responden pekerja kantoran Jakarta yang tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali
(skor METs = 0) yaitu sebanyak 19%.

Tabel 5.9. Distribusi responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik


di Jakarta Tahun 2018
Variabel n =174 Persentase Rata- Standar Minimum-
(100%) Rata Deviasi Maksimum
Aktivitas fisik total (METs) 1047 1663,7 0 - 9360
Cukup (METs ≥ 600) 71 41
Kurang (METs < 600) 103 59
(dalam satuan METs)

Pengukuran aktivitas fisik menggunkan GPAQ juga dapat memberikan


gambaran mengenai aktivitas fisik yang dilakukan saat bekerja, dalam perjalanan serta

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


52

waktu luang. Aktivitas fisik bekerja dan waktu luang masing-masing terbagi menjadi
intensitas sedang dan berat.

Tabel 5.10. Distribusi responden berdasarkan jenis aktivitas fisik


yang dilakukan di Jakarta Tahun 2018
Variabel Rata- Standar Minimum -
Rata Deviasi Maksimum

Aktivitas fisik dalam bekerja


18 85,7 0 - 600
(menit/minggu)
Berat 0 0 0
Sedang 18 85,7 0 - 600
Aktivitas fisik dalam perjalanan
75 156 0 - 1260
(menit/minggu)
Aktivitas fisik waktu luang
102 179 0 - 1440
(menit/minggu)
Berat 45 114 0 - 810
Sedang 57 115 0 - 980
Aktivitas Sedentari (menit/hari) 471 218 20 - 1068

Dari Tabel 5.10 dapat terlihat bahwa seluruh responden merupakan pekerja
kantoran yang tidak melakukan aktivitas fisik berat dalam bekerja. Aktivitas fisik berat
dalam bekerja biasanya dilakukan oleh para pekerja manual, pertukangan, bangunan
ataupun buruh yang sering disebut pekerja kerah biru (blue-collar worker). Meski
demikian, ada juga sebagian kecil responden (9%) yang melakukan aktivitas fisik
sedang dalam pekerjaanya. Banyaknya aktivitas fisik sedang saat bekerja yang
dilakukan dalam satu minggu rata-rata sebanyak 18 menit. Mayoritas responden
melakukan aktivitas fisik dalam perjalanan dan saat waktu luang. Rata-rata aktivitas
fisik yang dilakukan dalam perjalanan adalah 75 menit dengan standar deviasi 156
menit. Untuk aktivitas fisik waktu luang, termasuk didalamnya olahraga dan latihan
fisik, rata-rata responden melakukan aktivitas fisik berat pada waktu luang sebanyak 45
menit per minggu dan aktivitas fisik sedang pada waktu luang sebanyak 57 menit per
minggu. Berkaitan dengan aktivitas sedentari, duduk atau berbaring yang tidak termasuk
tidur, hasil penelitian menunjukkan rata-rata aktivitas sedentari pekerja kantoran Jakarta
adalah 471 menit/hari atau mendekati 8 jam setiap harinya.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


53

Tabel 5.11. Distribusi responden berdasarkan intensitas aktivitas fisik


yang dilakukan di Jakarta Tahun 2018
Variabel Rata-Rata Standar Minimum -
Deviasi Maksimum
Total Aktivitas Fisik Berat 44 114 0 – 810
Total Aktivitas Fisik Sedang 163 281 0 – 1770
(dalam satuan menit/minggu)

Rekomendasi aktivitas fisik untuk orang dewasa adalah melakukan aktivitas


fisik sedang minimal total 150 menit dalam satu minggu atau aktivitas fisik berat
minimal total 75 menit dalam satu minggu. Tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden
pekerja kantoran di Jakarta rata-rata melakukan aktivitas fisik berat total 44 menit dan
aktivitas fisik sedang total 163 menit dalam seminggu.

5.3 Analisis Bivariat


Pada bagian ini akan digambarkan hasil analisis hubungan setiap masing-masing
variabel independen dengan variabel dependen penelitian. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status nikah, pendidikan,
pendapatan), status kesehatan (IMT dan riwayat penyakit), psikologis (perceived
benefits dan perceived barriers), dukungan sosial dan lingkungan (promosi aktivitas
fisik di tempat kerja dan transportasi aktif). Variabel dependen penelitian ini adalah
aktivitas fisik.

5.3.1 Analisis Hubungan Karakteristik Individu dengan Aktivitas Fisik


Tabel 5.12 menyajikan hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan variabel
karakteristik individu yang terdiri dari usia, jenis kelamin, status nikah dan pendidikan.
Pada variabel usia, persentase responden yang cukup aktif fisik di kelompok usia
dewasa muda dan dewasa madya tidak terlalu jauh berbeda. Diperoleh 42,2% responden
dewasa muda yang cukup aktif fisik, sedangkan pada kelompok responden dewasa
madya terdapat 41,1% yang cukup aktif fisik. Terkait jenis kelamin, pada wanita
ditemukan ada sebanyak 67,9% yang kurang aktif fisik, sedangkan pada pria ditemukan
sebanyak 41,9%. Berdasarkan status nikah, perolehan analisis mendapatkan persentase
kurang aktif yang sama besar, baik pada responden yang lajang (58,6%) maupun yang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


54

menikah (58,6%). Dilihat dari tingkat pendidikan, diperoleh 33,3% responden


pendidikan SMA, 61,8% responden dengan pendidikan Diploma dan Sarjana serta
52,1% responden dengan pendidikan pascasarjana yang masih kurang aktif fisik.
Menurut tingkat pendapatan, presentase cukup aktif tertinggi ada pada pekerja kantoran
dengan pendapatan tinggi.

Tabel 5.12. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Karakteristik Individu Aktivitas Fisik Total p-value OR
n (%) (95% Cl)
Cukup Kurang
n (%) n (%)
Usia 1 1,048
Dewasa muda (21-29 thn) 19 (42,2) 26 (57,8) 45 (100) (0,53 – 2,08)
Dewasa Madya (30-58 thn) 53 (41,1) 76 (58,9) 129 (100)
Jenis Kelamin 0,002 2,923
Pria 36 (58,1) 26 (41,9) 62 (100) (1,54 – 5,55)
Wanita 36 (32,1) 76 (67,9) 112 (100)
Status Nikah 1 1
Lajang 24 (41,1) 34 (58,6) 58 (100) (0,53 – 1,70)
Menikah 48 (41,1) 68 (58,6) 116 (100)
Pendidikan 0,324 0,669
SMA 2 (66,7) 1 (33,3) 3 (100) (0,34 – 1,31)
Diploma & Sarjana 47 (38,2) 76 (61,8) 123 (100)
Pascasarjana 23 (47,9) 25 (52,1) 48 (100)
Pendapatan 0,375 0,979
Rendah (< Rp 5.250.000,-) 18 (42,9) 24 (57,1) 42 (100) (0,49 – 1,94)
Menengah 38 (37,6) 63 (62,4) 101 (100)
(Rp 5.250.000 – Rp
10.000.000,-)
Tinggi (> Rp 10.000.000,-) 16 (51,6) 15 (48,4) 31 (100)

Uji Chi-Square dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil uji menemukan


bahwa hanya variabel jenis kelamin yang memiliki hubungan signifikan dengan
aktivitas fisik, sedangkan untuk variabel lainnya tidak ditemukan hubungan signifikan.
Hasil uji Chi-Square variabel jenis kelamin dengan aktivitas fisik menghasilkan nilai p
sebesar 0,002 yang artinya adanya hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan
jenis kelamin. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,923

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


55

sehingga dapat dikatakan bahwa pekerja kantoran pria memiliki odds 2,9 kali lebih
tinggi untuk cukup aktif fisik dibandingkan dengan pekerja kantoran wanita di Jakarta.

5.3.2 Analisis Hubungan Status Kesehatan dengan Aktivitas Fisik


Subbab ini akan menyampaikan hasil analisis hubungan status kesehatan yang
terdiri dari variabel IMT dan riwayat penyakit dengan aktivitas fisik.

Tabel 5.13. Distribusi responden berdasarkan status kesehatan dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Status Kesehatan Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Indeks Massa Tubuh 0,543 0,763
Tidak Obesitas 54 (43,2) 71 (56,8) 125 (100) (0,39 – 1,51)
Obesitas 18 (36,7) 31 (63,3) 49 (100)
Riwayat Penyakit 0,546 0,963
Tidak Ada 59 (41,5) 83 (58,5) 142 (100) (0,44 – 2,10)
Ada 8 (53,3) 7 (46,7) 15 (100)

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa mayoritas pekerja kantoran Jakarta tidak


mengalami obesitas yaitu sebanyak 125 orang. Ditemukan hanya 49 orang yang
mengalami obesitas dengan IMT ≥ 27 kg/m2. Pada kelompok yang obesitas, terlihat
bahwa lebih banyak yang kurang aktif fisik (31%) dibandingkan dengan yang cukup
aktif fisik (18%). Demikian halnya juga pada kelompok yang tidak obesitas, proporsi
pekerja kantoran Jakarta yang kurang aktif fisik (56,8%) ditemukan lebih besar
dibandingkan dengan yang cukup aktif fisik (43,2%). Hasil uji Chi-Square juga
menunjukkan tidak adanya hubungan antara IMT dengan aktivitas fisik dimana tidak
ditemukannya perbedaan tingkat aktivitas fisik yang bermakna baik pada kelompok
responden pekerja kantoran yang tidak mengalami obesitas maupun yang mengalami
obesitas.
Berdasarkan tabel 5.13 juga terlihat hasil pengujian hubungan riwayat penyakit
dengan aktivitas fisik. Kebanyakan pekerja kantoran Jakarta menyatakan tidak memiliki
riwayat penyakit yaitu sebanyaak 142 orang, hanya 15 orang yang menyatakan
mengalami penyakit. Serupa dengan variabel IMT, hasil uji Chi-Square juga
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna atau tidak ada perbedaan tingkat

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


56

aktivitas fisik yang bermakna antara kelompok responden pekerja kantoran yang
menyatakan memiliki riwayat penyakit tertentu dengan yang menyatakan tidak
memiliki riwayat penyakit.

5.3.3 Analisis Hubungan Faktor Psikologis dengan Aktivitas Fisik


Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis yang diperoleh terkait hubungan
faktor psikologis perceived benefits dan perceived barriers dengan aktivitas fisik.

Tabel 5.14. Distribusi responden berdasarkan faktor psikologis dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Perceived Benefits 0,013 2,289
Kuat (≥ rata-rata) 47 (50,5) 46 (49,5) 93 (100) (1,23 – 4,27)
Lemah (< rata-rata) 25 (30,9) 56 (69,1) 81 (100)
Perceived Barriers 0,002 2,842
Lemah (≥ rata-rata) 51 (52) 47 (48) 98 (100) (1,49 – 5,39)
Kuat (< rata-rata) 21 (27,6) 55 (72,4) 76 (100)

Tabel 5.14 menunjukkan hasil analisis hubungan perceived benefits dan


perceived barriers dengan aktivitas fisik. 69,1% pekerja kantoran Jakarta dengan
perceived benefits yang lemah ditemukan tidak aktif fisik, sedangkan 50,5% pekerja
kantoran Jakarta yang memiliki perceived benefits kuat ditemukan cukup aktif fisik.
Hasil uji Chi-Square memperoleh nilai p sebesar 0,013 yang menunjukkan adanya
perbedaan proporsi tingkat aktivitas fisik antara responden dengan perceived benefits
yang kuat dengan yang lemah atau dapat dikatakan juga ada hubungan yang bermakna
antara perceived benefits dengan aktivitas fisik. Nilai OR diperoleh dari pengujian
sebesar 2,289 sehingga dapat dikatakan pekerja kantoran Jakarta yang memiliki
perceived benefits yang kuat mempunyai odds 2,3 kali lebih besar untuk aktif fisik
dibandingkan dengan yang memiliki perceived benefits lemah.
Demikian halnya dengan perceived barriers, 72,4% responden dengan perceived
barriers yang kuat ditemukan kurang aktif fisik dimana 52% dengan perceived barriers
yang lemah ditemukan cukup aktif. Nilai p yang diperoleh dari pengujian hubungan dua
variabel ini adalah sebesar 0,002, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


57

perceived barriers dengan aktivitas fisik. Nilai OR diperoleh sebesar 2,842 yang artinya
pekerja kantoran Jakarta dengan perceived barriers lemah mempunyai 2,84 odds lebih
tinggi untuk cukup aktif fisik dibandingkan dengan yang memiliki perceived barriers
kuat.

5.3.4 Analisis Hubungan Dukungan Sosial dengan Aktivitas Fisik


Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis yang diperoleh terkait hubungan
dukungan keluarga dan teman dengan aktivitas fisik. Berdasarkan tabel 5.15 terlihat
bahwa 65,4% responden pekerja kantoran Jakarta dengan dukungan keluarga kurang
ditemukan kurang aktif fisik. Pada kelompok responden yang cukup aktif fisik,
ditemukan lebih banyak yang merasa memperoleh dukungan keluarga yang cukup
(45orang) daripada yang merasa kurang memperoleh dukungan keluarga (27 orang).
Meski demikian, hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan aktivitas fisik (nilai p = 0,139).
Tabel 5.15 juga menggambarkan hasil uji bivariat dukungan teman dengan
aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. 51,1% responden pekerja kantoran yang
mendapat dukungan teman yang cukup ditemukan juga cukup aktif, sedangkan
responden yang kurang dukungan teman sebagian besar ditemukan tidak aktif fisik
(68,6%). Hasil uji Chi-Square memperoleh nilai p sebesar 0,013 yang artinya terdapat
hubungan bermakna anatara dukungan teman dan aktivitas fisik. Nilai OR diperoleh
sebesar 2,287. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja kantoran Jakarta yang memiliki
dukungan teman yang cukup mempunyai odds 2,28 lebih tinggi untuk dapat aktif fisik
daripada yang kurang dukungan teman.

Tabel 5.15. Distribusi responden berdasarkan dukungan sosial dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Dukungan Keluarga 0,139 1,667
Cukup (≥ median) 45 (46,9) 51 (53,1) 96 (100) (0,90 – 3,80)
Kurang (<median) 27 (34,6) 51 (65,4) 78 (100)
Dukungan Teman 0,013 2,287
Cukup (≥ median) 45 (51,1) 43 (48,9) 88 (100) (1,23 – 4,24)
Kurang (<median) 27 (31,4) 59 (68,6) 86 (100)

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


58

5.3.5 Analisis Hubungan Faktor Lingkungan dengan Aktivitas Fisik


Faktor lingkungan yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan transportasi aktif.

Tabel 5.16. Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan dan aktivitas fisik
di Jakarta Tahun 2018
Faktor Psikologis Aktivitas Fisik Total p-value OR
Cukup Kurang n (%) (95% Cl)
n (%) n (%)
Promosi Aktivitas Fisik di 0,677 1,214
Tempat Kerja (0,63 – 2,34)
Cukup (≥ median) 51 (42,9) 68 (57,1) 119 (100)
Kurang (<median) 21 (38,2) 34 (61,8) 55 (100)
Transportasi aktif 0,398 1,367
Melakukan 33 (45,8) 39 (54,2) 72 (100) (0,74 – 2,52)
transportasi aktif
Tidak transportasi 39 (38,2) 63 (61,8) 102 (100)
aktif

Berdasarkan Tabel 5.16, terkait promosi aktivitas fisik di tempat kerja, pada
responden pekerja kantoran Jakarta yang memperoleh cukup promosi terkait aktivitas
fisik di tempat kerja ditemukan 68 orang yang masuk kategori kurang aktif fisik
(57,1%) dan 51 orang yang cukup aktif fisik (42,9%). Terkait faktor transportasi aktif,
pada responden yang tidak melakukan transportasi aktif ditemukan 63 orang yang
kurang aktif fisik (61,8%), sedangkan sisanya sebanyak 39 orang yang cukup aktif fisik
(38,2%). Meski demikian, hasil uji Chi-Square kedua variabel tidak menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif dengan aktivitas fisik.

5.4 Analisis Multivariat


Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling dominan
berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Hasil analisis bivariat
pada Subbab 5.3 digunakan sebagai dasar pemilihan kandidat variabel yang dimasukkan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


59

pada analisis multivariat. Variabel dengan nilai p < 0,25 yang akan menjadi variabel
kandidat analisis multivariat (Hastono, 2016). Tabel 5.17 merupakan ringkasan hasil
analisis bivariat yang telah dilakukan. Ditemukan empat variabel dengan nilai p < 0,25
yang dijadikan variabel kandidat multivariat, yaitu jenis kelamin, perceived benefits,
perceived barriers, dukungan keluarga dan dukungan teman.

Tabel 5.17. Hasil Seleksi Bivariat Variabel Independen dengan Dependen


pada Pekerja Kantoran yang Bekerja di Jakarta Tahun 2018

Variabel p-value Keterangan

1. Usia 1 Bukan Kandidat


2. Jenis Kelamin 0,002 Kandidat Multivariat
3. Status Nikah 1 Bukan Kandidat
4. Pendidikan 0,342 Bukan Kandidat
5. Pendapatan 0,859 Bukan Kandidat
6. IMT 0,543 Bukan Kandidat
7. Riwayat Penyakit 0,546 Bukan Kandidat
8. Perceived Benefits 0,013 Kandidat Multivariat
9. Perceived Barriers 0,002 Kandidat Multivariat
10. Dukungan Keluarga 0,139 Kandidat Multivariat
11. Dukungan Teman 0,013 Kandidat Multivariat
12. Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja 0,677 Bukan Kandidat
13. Transportasi Aktif 0,398 Bukan Kandidat

Selanjutnya ke empat variabel yang lolos dilakukan analisis secara bersama-


sama ke dalam model multivariat. Hasil pemodelan pertama terlihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Pemodelan Multivariat Pertama Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,062 0,002 2,892 1,455 – 5,748
2. Perceived Benefits 0,364 0,323 1,439 0,699 – 2,963
3. Perceived Barriers 0,779 0,029 2,180 1,083 – 4,388
4. Dukungan Keluarga 0,055 0,877 1,057 0,526 – 2,123

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


60

5. Dukungan Teman 0,826 0,028 2,283 1,094 – 4,767

Kemudian dilakukan eliminasi pada variabel dengan nilai p > 0,05. Terlihat
bahwa ada 2 variabel yang memiliki nilai p > 0,05 yaitu perceived benefits dan
dukungan keluarga. Variabel dukungan keluarga yang memiliki nilai p yang lebih besar
dikeluarkan terlebih dahulu untuk pemodelan kedua. Hasil pemodelan kedua
digambarkan pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Pemodelan Multivariat Kedua Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,479 – 5,751
2. Perceived Benefits 0,362 0,326 1,436 0,698 – 2,954
3. Perceived Barriers 0,783 0,028 2,187 1,088 – 4,397
4. Dukungan Teman 0,840 0,021 2,316 1,133 – 4,732

Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan perubahan nilai OR antara sebelum


dan sesudah variabel Dukungan Keluarga dikeluarkan. Hasil perhitungan digambarkan
pada Tabel 5.20. Hasil penghitungan perubahan OR tidak ditemukan variabel yang
mengalami perubahan > 10% sehingga variabel Dukungan Keluarga dikeluarkan dari
model.

Tabel 5.20. Penghitungan Perubahan Nilai OR Pemodelan Multivariat Kedua


OR Setelah Perceived
Variabel OR Baku Emas Perubahan OR
Benefits Keluar
1. Jenis Kelamin 2,892 2,916 0,83%
2. Perceived Benefits 1,439 1,436 0,21%
3. Perceived Barriers 2,180 2,187 0,32%
4. Dukungan Teman 2,283 2,316 1,45%

Pada model ketiga, variabel dengan nilai p lebih besar kedua dikeluarkan dari
model yaitu perceived benefits. Pemodelan ketiga digambarkan pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21. Pemodelan Multivariat Ketiga Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,480 – 5,745

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


61

2. Perceived Barriers 0,846 0,015 2,330 1,175 – 4,621


3. Dukungan Teman 0,959 0,005 2,609 1,329 – 5,123

Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan perubahan nilai OR antara sebelum


dan sesudah variabel dukungan sosial dikeluarkan. Hasil perhitungan digambarkan pada
Tabel 5.22.

Tabel 5.22. Penghitungan Perubahan Nilai OR Pemodelan Multivariat Ketiga


OR Setelah Perceived
Variabel OR Baku Emas Perubahan OR
Benefits Keluar
1. Jenis Kelamin 2,892 2,916 0,83%
2. Perceived Barriers 2,180 2,330 6,88%
3. Dukungan Teman 2,283 2,609 14,28%

Hasil penghitungan perubahan OR ditemukan variabel yang mengalami


perubahan > 10% sehingga variabel perceived benefits dimasukkan kembali ke dalam
model. Selanjutnya dilakukan uji interaksi pada variabel yang diduga secara substansi
memiliki interaksi, yaitu perceived barriers dengan perceived benefits. Hasil uji
interaksi tidak menemukan adanya interaksi antara kedua variabel tersebut (nilai p =
0,310). Dengan demikian maka model kedua merupakan model terakhir dari analisis
multivariat dari penelitian ini. Hasil pemodelan terakhir digambarkan pada Tabel 5.23.

Tabel 5.23. Hasil Pemodelan Multivariat Aktivitas Fisik pada Pekerja Kantoran yang
Bekerja di Jakarta Tahun 2018
Variabel B p-value OR 95% CI
1. Jenis Kelamin 1,070 0,002 2,916 1,479 – 5,751
2. Dukungan Teman 0,840 0,021 2,316 1,133 – 4,732
3. Perceived Barriers 0,783 0,028 2,187 1,088 – 4,397
4. Perceived Benefits 0,362 0,326 1,436 0,698 – 2,954

Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang behubungan signifikan dengan


aktivitas fisik adalah jenis kelamin, dukungan teman dan perceived barriers. Variabel
perceived benefits merupakan variabel pengontrol. Variabel yang paling dominan
berhubungan dengan aktivitas fisik adalah jenis kelamin (OR=2,916) dimana laki-laki

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


62

mempunyai peluang 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik dibandingkan perempuan
setelah dikontrol dukungan teman, perceived barriers dan perceived benefits.
Variabel dukungan teman memperoleh OR sebesar 2,316 atau dapat dikatakan
bahwa pekerja kantoran di Jakarta yang mempunyai dukungan teman mempunyai
peluang 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik dibandingkan dengan yang kurang
dukungan dari teman. Demikian juga dengan variabel perceived barriers yang
memperoleh OR sebesar 2,187 dapat dikatakan pekerja kantoran di Jakarta yang
mempunyai perceived barriers yang lemah 2 kali lebih tinggi untuk lebih aktif fisik
dibandingkan yang perceived barriers-nya kuat.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini terkait teknik pengambilan
sampel dan metode pengumpulan data. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan
adalah non-probabilitas dimana calon responden tidak terpilih secara acak dan
menentukan sendiri kesediaannya untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian. Hal
ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya bias representasi hasil penelitian ini ke
populasi seluruh pekerja kantoran di Jakarta.
Metode pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan secara daring dengan
memanfaatkan aplikasi. Rekrutmen sampel dilakukan dengan menyebarkan iklan atau
pesan mengenai penelitian, kriteria sampel/responden dijelaskan dalam iklan namun
masih ada kemungkinan responden yang berpartisipasi tidak sesuai dengan kriteria.
Mengantisipasi hal ini, peneliti menyiapkan pertanyaan skrining awal terkait usia, lokasi
tempat kerja, karakteristik pekerjaan dan kondisi hamil atau tidak khusus untuk
responden wanita. Jawaban pertanyaan skrining ini diatur melalui aplikasi sehingga jika
jawaban yang diberikan tidak mengindikasikan bahwa calon responden sesuai kriteria,
maka calon responden mendapatkan peringatan mengenai kriteria responden dan tidak
perlu berpatisipasi dalam penelitian. Jika responden menjawab sesuai kriteria, maka
responden akan dilanjutkan pada laman persetujuan (informed consent).
Pengumpulan data dengan metode pengisian kuesioner secara mandiri oleh
responden juga menyebabkan adanya kemungkinan bias informasi yang diberikan oleh
responden dimana adanya kemungkinan terjadi kesalahan responden dalam memahami
pertanyaan ataupun memberikan jawaban yang seharusnya dikarenakan kesalahan
dalam mengingat (recall bias) maupun mengetik/mengeklik pada laman kuesioner
daring. Hal ini diantisipasi dengan pemasangan pengaturan pertanyaan wajib diisi pada
item-item pertanyaan. Pada pertanyaan yang memerlukan penjelasan khusus dan contoh
seperti pada kuesioner GPAQ, peneliti memberikan deskripsi yang menjelaskan lebih
lanjut maksud dari pertanyaan dan juga contoh berupa gambar-gambar. Pada beberapa
pertanyaan seperti berat badan dan tinggi badan serta ada tidaknya riwayat penyakit,
metode pengisian kuesioner secara mandiri mengalami keterbatasan. Pengukuran berat
63
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


64

badan dan tinggi badan secara langsung serta pengambilan data riwayat penyakit
melalui rekam medik atau hasil pemeriksaan kesehataan secara langsung dirasa akan
dapat menghasilkan data yang lebih maksimal.

6.2 Gambaran Umum Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran yang Bekerja di Jakarta
Pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta cenderung masih banyak yang kurang
aktif fisik. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 59% pekerja kantoran yang aktivitas
fisik mingguannya belum memenuhi rekomendasi aktivitas fisik minimal orang dewasa,
yaitu melakukan aktivitas fisik intensitas sedang sebanyak total 150 menit atau
melakukan aktivitas fisik intensitas berat sebanyak total 75 menit dalam satu minggu
atau kombinasi aktivitas fisik intensitas sedang dan berat setara 600 METs per minggu.
Hasil penelitian ini juga menemukan ada sebanyak 19% responden pekerja
kantoran Jakarta yang tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali. Terkait aktivitas
sedentari, ditemukan rata-rata pekerja kantoran Jakarta melakukan aktivitas sedentari
sebanyak 471 menit per hari atau hampir 8 jam per hari, yang kemungkinan merupakan
aktivitas yang dilakukan selama waktu kerja.
Beberapa studi mengenai aktivitas fisik dari pekerja kantoran atau yang sering
diistilahkan sebagai pekerja kerah putih (white-collar worker) menemukan hasil serupa.
Hopkin dan Sarkar (2016) menyebutkan bahwa pekerja kantoran memiliki
kecenderungan untuk kurang aktif fisik. Cukup banyaknya waktu yang dihabiskan di
kantor (kurang lebih 8 jam per hari) dan aktivitas yang cenderung sedentari (bekerja
dengan duduk di balik meja) diduga menjadi penyebab kurang aktifnya para pekerja
kantoran. Panjangnya durasi waktu kerja juga dinilai berhubungan terbalik dengan
melakukan aktivitas fisik pada pekerja kantoran (Kirk & Rhodes, 2011).
Pekerjaan yang dilakukan pekerja kantoran cenderung tidak banyak memerlukan
aktivitas fisik. Pemanfaatan teknologi membuat pekerja tidak lagi perlu bergerak aktif
saat bekerja (Kirk & Rhodes, 2011). Temuan penelitian ini menunjukkan hal yang
sama, dilihat dari jenis aktivitas fisik yang dilakukan, seluruh responden tidak ada yang
melakukan aktivitas fisik berat dalam bekerja. Hanya ada sedikit responden pekerja
kantoran Jakarta yang menyatakan bahwa mereka melakukan aktivitas fisik sedang
dalam bekerja.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


65

Aktivitas fisik yang banyak dilakukan pekerja kantoran adalah aktivitas fisik
waktu luang (termasuk didalamnya olahraga maupun latihan fisik) dan aktivitas fisik di
perjalanan. Hasil yang diperoleh dari penelitian, rata-rata durasi aktivitas fisik di
perjalanan (berjalan kaki atau bersepeda selama minimal 10 menit terus menerus) yang
dilakukan responden pekerja kantoran Jakarta adalah sebanyak 75 menit per minggu,
sedangkan rata-rata waktu dalam satu minggu yang dihabiskan pekerja kantoran Jakarta
dalam melakukan aktivitas fisik waktu luang adalah sebanyak 102 menit. Jika
dibedakan berdasarkan intensitasnya, lama waktu rata-rata yang dihabiskan dalam satu
minggu untuk aktivitas fisik waktu luang intensitas berat (seperti melakukan olahraga
permainan, sepak bola, basket atau lari) adalah sebanyak 45 menit, sedangkan rata-rata
waktu yang dihabiskan per minggu untuk aktivitas fisik waktu luang sedang (seperti
senam, jogging, berjalan sehat atau yoga) adalah sebanyak 57 menit.
Hasil dari pengukuran aktivitas fisik menggunakan Global Physical Activity
Questioner (GPAQ) juga memperoleh gambaran mengenai total aktivitas fisik intensitas
sedang dan berat yang dilakukan dalam satu minggu. Berdasarkan penelitian, ditemukan
rata-rata aktivitas fisik intensitas sedang yang dilakukan pekerja kantoran Jakarta adalah
163 menit per minggu dan aktivitas fisik intensitas berat adalah 44 menit per minggu.
Jika dilihat dari nilai rata-rata aktivitas fisik intensitas sedang yang diperoleh,
sebenarnya rata-rata 163 menit sudah memenuhi rekomendasi aktivitas fisik sedang
orang dewasa total per minggu yaitu 150 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja
kantoran, meski ditengah kesibukan dan durasi kerja yang panjang, masih mungkin
untuk melakukan rekomendasi aktivitas fisik yang perlu dilakukan untuk menjaga
kesehatan. Sayangnya, rentang total durasi aktivitas fisik intensitas sedang yang
diperoleh dari penelitian sangat lebar mulai dari 0 hingga 1770 menit, yang artinya ada
yang tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang sama sekali.
Masih cukup banyaknya pekerja kantoran yang kurang aktif fisik menunjukkan
diperlukannya upaya peningkatan aktivitas fisik. Secara nasional, arah kebijakan di
bidang kesehatan saat ini mengarah pada upaya paradigma sehat yang tidak hanya
berfokus pada upaya kuratif tetapi justru lebih menguatkan upaya promotif dan
preventif untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015). Aktivitas fisik merupakan salah satu upaya yang diketahui
baik untuk menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Hal ini yang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


66

kemudian juga membuat peningkatan aktivitas fisik menjadi salah satu poin dalam
upaya promotif dan preventif Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Beberapa
temuan dari penelitian ini terkait determinan dan juga faktor-faktor yang berhubungan
dengan aktivitas fisik orang dewasa, khususnya pekerja kantoran, diharapkan dapat
menjadi masukan dalam penyusunan program peningkatan aktivitas fisik.

6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran


yang Bekerja di Jakarta

6.3.1 Karakteristik Individu


Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, faktor karakteristik individu yang
ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik adalah jenis kelamin. Pekerja kantoran
pria ditemukan lebih aktif fisik dibandingkan pekerja kantoran wanita. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian di beberapa negara Asia, seperti Malaysia, Singapura dan
Jepang, dimana pria hampir selalu ditemukan lebih aktif fisik dibandingkan dengan
wanita (Cheah & Poh, 2014; Shibata et al., 2009; Teh et al., 2014; Win et al., 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja kantoran Jakarta
yang kurang aktif fisik berusia dewasa madya yaitu sebanyak 76 orang. Akan tetapi, uji
bivariat tidak menemukan hubungan faktor usia dengan aktivitas fisik. Status
pernikahan juga ditemukan tidak berhubungan. Demikian halnya dengan pendidikan
dan pendapatan, dalam penelitian ini, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
pendidikan dan pendapatan dengan aktvitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Hal ini
berbeda dengan penelitian Brown & Roberts (2011) pada populasi orang dewasa yang
bekerja dimana status nikah dan pendidikan ditemukan sebagai faktor yang memiliki
hubungan bermakna dengan aktivitas fisik pekerja, baik pekerja wanita maupun pria.
Status menikah pada pekerja ditemukan berhubungan negatif dengan tingkat aktivitas
fisik. Pekerja dengan latar pendidikan tersier lebih tidak aktif fisik.

6.3.2 Status Kesehatan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terkait
tingkat aktivitas fisik pekerja kantoran yang mengalami obesitas maupun dengan yang
tidak mengalami obesitas. Demikian halnya juga, tidak ditemukan perbedaan bermakna

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


67

terkait tingkat aktivitas fisik pekerja kantoran yang menyatakan memiliki riwayat
penyakit tertentu dengan yang menyatakan tidak memiliki riwayat penyakit.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya terkait hubungan riwayat
penyakit dengan aktivitas fisik menunjukkan adanya kecenderungan orang dewasa yang
aktif fisik adalah yang terdiagnosa penyakit seperti hiperkolesterol atau mengalami
obesitas (Agustiani Mahardikawati & Roosita, 2008; Bui et al., 2015).
Hasil penelitian yang berbeda ini bisa jadi disebabkan oleh keterbatasan
penelitian ini dalam metode pengambilan data riwayat penyakit dan pengukuran IMT
seperti yang telah dibahas pada subbab 6.1. Hasil penelitian sebelumnya diperoleh
berdasarkan data riset kesehatan nasional yang dilakukan di negara Malaysia dan
Vietnam dimana data diperoleh melalui pengukuran langsung serta wawancara saat
penelitian (Bui et al., 2015; Cheah & Poh, 2014). Perbedaan metode pengambilan data
ini yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya perbedaan hasil antara penelitian saat
ini dengan sebelumnya. Pengumpulan data status kesehatan dalam penelitian ini
dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden sehingga muncul kemungkinan
terjadinya bias informasi yang diberikan oleh responden. Oleh karena itu, disarankan
pada penelitian selanjutnya yang ingin mengetahui hubungan status IMT dan ada
tidaknya riwayat penyakit dengan tingkat aktivitas fisik seseorang dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran langsung atau memanfaatkan data Riset Kesehatan
Dasar terkini.
Penelaahan proporsi tingkat aktivitas fisik pada pada kelompok responden yang
mengalami obesitas maupun tidak dan menyatakan ada riwayat penyakit atau tidak
menemukan bahwa pada masing-masing kelompok kebanyakan responden kurang aktif
fisik. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya peningkatan partisipasi aktivitas fisik
pekerja kantoran. Beberapa penelitian mengasumsikan bahwa orang dewasa baru
melakukan aktivitas fisik ketika terdiagnosa atau terkena suatu penyakit tertentu
(Bauman et al., 2012; Cheah & Poh, 2014). Seringkali seseorang baru mengingat
pentingnya menjaga kesehatan setelah mengalami suatu penyakit. Hal ini sungguh
disayangkan, maka dari itu menjadi penting untuk mengingatkan orang dewasa
khususnya pekerja kantoran yang kesehariannya cenderung sedentari untuk menjaga
kesehatannya sejak dini yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara melakukan
aktivitas fisik teratur. Edukasi informasi yang bermuatan pesan cegah penyakit sebelum

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


68

terjadi, seperti misalnya ‗Jangan tunggu sakit, baru ingat sehat‘, yang digabungkan
dengan pentingnya melakukan gaya hidup sehat seperti aktivitas fisik teratur, pola
makan gizi seimbang, perbanyak konsumsi buah serta sayur atau lainnya perlu
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pekerja kantoran akan manfaat hidup sehat
bagi dirinya.

6.3.3 Faktor Psikologis


Faktor psikologis yang diteliti dalam penelitian ini adalah perceived benefits dan
perceived barriers. Hasil penelitian bahwa kedua faktor ini berhubungan dengan
aktivitas fisik pekerja kantoran Jakarta. Perceived barriers ditemukan berhubungan
berdasarkan pengujian bivariat dan multivariat, sedangkan perceived benefits ditemukan
berhubungan berdasarkan pengujian bivariat dan menjadi variabel pengontrol pada
model multivariat.
Perceived barriers merupakan keyakinan akan adanya hambatan-hambatan yang
dirasa menghalangi untuk melakukan aktivitas fisik, seperti merasa tidak punya waktu,
merasa lelah dan lemah, takut sakit atau cedera atau tidak adanya sarana dan fasilitas
pendukung. Perceived barriers yang lemah berhubungan dengan aktivitas fisik cukup
pada pekerja kantoran Jakarta. Pekerja kantoran Jakarta dengan perceived barriers yang
lemah, dua kali lebih besar kemungkinannya untuk melakukan aktivitas fisik yang
cukup dibandingkan dengan pekerja kantoran yang memiliki perceived barriers yang
kuat.
Demikian halnya dengan variabel perceived benefits. Pekerja kantoran Jakarta
dengan perceived benefits yang kuat dua kali lebih besar kemungkinannya untuk cukup
aktif fisik dibandingkan dengan mereka yang perceived benefits-nya lemah. Memiliki
keyakinan bahwa aktivitas fisik bermanfaat menjadi faktor yang berhubungan dengan
aktivitas fisik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Trost dan kawan-
kawan (2002) dimana perceived barriers menjadi faktor yang berhubungan dengan
aktivitas fisik orang dewasa di negara Barat. Demikian halnya dengan penelitian di
Jepang yang juga menemukan rendahnya persepsi negatif akan hambatan dan tingginya
persepsi positif untuk melakukan aktivitas fisik ditemukan berhubungan dengan
aktivitas fisik cukup pada orang dewasa, baik pria maupun wanita (Shibata et al., 2009).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


69

Komunikasi, informasi dan edukasi yang bertujuan mengurangi atau


menghilangkan perceived barriers dan menguatkan perceived benefits dapat menjadi
suatu upaya untuk peningkatan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta. Pada
kerangka Health Belif Model (HBM), perceived barriers dan perceived benefits
merupakan faktor keyakinan individu yang dapat dimodifikasi oleh berbagai faktor yang
salah satunya adalah pengetahuan (Glanz et al., 2008). Intervensi pengetahuan berupa
informasi mengenai ragam aktivitas fisik yang dapat dilakukan, tips dan trik
menyesuaikan waktu untuk beraktivitas fisik di tengah kesibukan kerja kantor atau
fakta-fakta manfaat dari aktivitas fisik dapat menjadi upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.

6.3.4 Dukungan Sosial


Hasil uji bivariat dan multivariat yang dilakukan menemukan bahwa dukungan
teman berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta,
sedangkan dukungan keluarga tidak ditemukan berhubungan signifikan. Pekerja
kantoran yang memperoleh dukungan teman atau mungkin juga rekan kerja mempunyai
odds 2,28 lebih tinggi untuk dapat melakukan aktivitas fisik yang cukup sesuai
rekomendasi yang bermanfaat untuk kesehatan daripada yang kurang dukungan teman.
Bentuk dukungan yang diperoleh diantaranya berupa aktivitas olahraga bersama,
mengingatkan untuk beraktivitas fisik, ataupun memberi semangat untuk aktif fisik.
Meski pada penelitian ini hanya dukungan teman yang ditemukan memiliki
hubungan bermakna, namun tidak lantas dukungan keluarga menjadi faktor yang
diabaikan. Hasil penelitian juga menunjukkan, pada kelompok responden yang cukup
aktif fisik, ditemukan lebih banyak yang merasa memperoleh dukungan keluarga yang
cukup (45orang) daripada yang merasa kurang memperoleh dukungan keluarga (27
orang). Selain itu, 65,4% responden pekerja kantoran Jakarta dengan dukungan keluarga
kurang ditemukan kurang aktif fisik.
Berbagai penelitian di berbagai negara banyak yang menemukan hasil yang
sama dimana dukungan sosial, baik dari teman maupun keluarga, berperan terhadap
aktivitas fisik orang dewasa (Bauman et al., 2012; Shibata et al., 2009; Trost et al.,
2002). Demikian halnya juga penelitian di Indonesia yang dilakukan Pawitaningtyas
(2017) pada wanita pasca menopause dengan obesitas sentral di salah satu kelurahan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


70

Kota Depok dimana mereka yang mendapat dukungan sosial berpeluang 3,5 kali lebih
tinggi untuk dapat melakukan aktivitas fisik cukup dibandingkan dengan yang tidak
memperoleh dukungan sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya upaya
promosi aktivitas fisik yang tidak hanya mensasar individu tetapi juga mensasar
kelompok, komunitas, baik kelompok masyarakat terkecil yaitu keluarga atau dalam
konteks pekerja dapat juga mensasar instansi tempat bekerja.

Salah satu program kampanye mengenai pentingnya aktivitas fisik yang sedang
dilakukan saat ini adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) (Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Selain itu, ada juga program kesehatan lainnya yang bergerak
pada upaya promotif preventif melalui pendekatan tingkat keluarga yaitu Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016). Sinergi kedua program ini dengan memasukkan menu
edukasi tentang aktivitas fisik, melakukan aktivitas fisik bersama-sama serta pentingnya
dukungan keluarga dapat menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
pratisipasi aktivitas fisik masyarakat secara umum.
Upaya intervensi aktivitas fisik di instansi atau tempat kerja dilakukan Lombard
dan rekan-rekan (dalam Heath et al., 2012) untuk meningkatkan kebiasan baik
melakukan aktivitas fisik berjalan kaki sebagai alternatif transportasi. Ia mengorganisir
sekelompok kecil pegawai di kantornya yang merupakan sesama penggiat jalan kaki.
Mereka mengampanyekan manfaat berjalan kaki untuk meningkatkan aktivitas fisik
yang baik untuk kesehatan tubuh. Berbagai kegiatan mereka rancang untuk membuat
rekan-rekan lain yang belum bergabung menjadi berminat, seperti menyebarkan
informasi mengenai jalan kaki, manfaatnya dan hal-hal yang perlu diperhatikan, serta
membagi rute-rute yang dapat dicoba oleh rekan-rekannya. Promosi berkala dilakukan
dan sesi tanya jawab disediakan bagi pegawai yang berminat. Upaya semacam ini dapat
diadaptasikan di tempat kerja untuk meningkatkan partisipasi aktivitas fisik pekerja
kantoran di Jakarta. Mengumpulkan sekelompok pekerja atau karyawan yang giat
aktivitas fisik, misal penggiat olahraga permainan (sepak bola, futsal, voli), latihan fisik
(senam, yoga, lari) ataupun penggiat sepeda yang menjadikan sepeda sebagai alternatif
transportasi, dan memfasilitasi sekelompok pekerja tersebut untuk mengampanyekan ke

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


71

rekan-rekan kerja lainnya secara berkesinambungan dapat menjadi salah satu model
intervensi aktivitas fisik di tempat kerja.

6.3.5 Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan yang diteliti dalam penelitian ini adalah promosi aktivitas
fisik di tempat kerja dan transportasi aktif. Hasil uji bivariat tidak menemukan adanya
hubungan yang bermakna antara kedua variabel ini dengan aktivitas fisik. Temuan ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rissel dan kawan-kawan
(2012) dimana melakukan transportasi aktif dilihat memiliki hubungan dengan aktivitas
fisik. Bahkan melakukan transportasi aktif dinilai berperan dalam peningkatan aktivitas
fisik pekerja kantoran. Melakukan transportasi aktif artinya memilih moda transportasi
umum massal (bus kota, bus Trans Jakarta atau kereta komuter), berjalan kaki atau
bersepeda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Saat ini kota Jakarta masih
dalam proses pembangunan infrastruktur berbagai jalur transportasi umum massal
sehingga dapat dikatakan fasilitas, sarana maupun prasarana transportasi yang ada di
Jakarta belum optimal mendukung masyarakatnya untuk melakukan transportasi aktif
(Wicaksono, 2017). Hasil penelitian pun menunjukkan 58,6% pekerja kantoran di
Jakarta tidak melakukan transportasi aktif. Kebanyakan masih menggunakan kendaraan
pribadi maupun angkutan umum sewa pribadi, seperti taksi ataupun ojeg konvensional
maupun online yang saat ini sedang marak di Jakarta.
Berkaitan dengan promosi aktivitas fisik, 68% responden pekerja kantoran di
Jakarta menyatakan bahwa tempat mereka bekerja memiliki fasilitas, sarana, prasarana
dan kebijakan atau aturan yang mendukung aktivitas fisik. Akan tetapi, hasil penelitian
menunjukkan cukup atau kurangnya promosi aktivitas fisik di tempat kerja tidak
menjadi faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik para pekerja kantoran.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang
menemukan promosi aktivitas fisik di tempat kerja berupa kegiatan olahraga bersama,
ketersediaan fasilitas maupun adanya kebijakan, aturan dan himbauan menjadi faktor
yang berasosiasi dengan aktivitas fisik pekerja (Chrisman, 2013; Crespo et al., 2011).
Meski demikian, promosi aktivitas fisik di tempat kerja tetap perlu menjadi intervensi
yang dilakukan mengingat faktor dukungan sosial, terutama dukungan teman yang
kemungkinan besar juga diperoleh individu dari rekan kerja, merupakan faktor yang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


72

berhubungan dengan aktivitas fisik pekerja kantoran Jakarta. Memberikan kesempatan


pekerja untuk berolahraga bersama-sama dapat menjadi upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.

6.4 Faktor yang Dominan Berhubungan dengan Aktivitas Fisik Pekerja Kantoran
yang Bekerja di Jakarta
Hasil uji multivariat dari penelitian ini menemukan determinan aktivitas fisik
pekerja kantoran adalah jenis kelamin, dukungan teman dan perceived barriers. Dari
ketiga determinan tersebut, jenis kelamin merupakan faktor dominan yang ditemukan.
Hasil penelitian menemukan bahwa pekerja kantoran pria 2 kali lebih berpeluang untuk
dapat melakukan aktivitas fisik yang cukup sesuai rekomendasi dibandingkan pekerja
kantoran wanita. Temuan ini menunjukkan perlunya perhatian khusus pada kelompok
pekerja kantoran wanita dalam rangka peningkatkan aktivitas fisik yang perlu dilakukan
sebagai upaya menjaga kesehatan.
Dua determinan lainnya yaitu dukungan teman dan perceived barriers dapat
menjadi tujuan intervensi untuk meningkatkan aktivitas fisik pekerja kantoran yang
bekerja di Jakarta. Model multivariat menunjukkan bahwa selain ketiga determinan
jenis kelamin, dukungan teman dan perceived barriers, perceived benefits juga
merupakan variabel kontrol yang berasosiasi dengan aktivitas fisik. Hal ini
menunjukkan edukasi informasi yang mengurangi persepsi negatif tentang hambatan
dalam melakukan aktivitas fisik, meningkatkan persepsi positif bahwa aktivitas fisik
memiliki banyak keuntungan jika dilakukan dan pentingnya dukungan sosial,
melakukan aktivitas fisik bersama-sama ataupun saling memberi semangat sesama
teman, rekan maupun keluarga agar melakukan aktivitas fisik teratur dapat menjadi
upaya peningkatan aktivitas fisik pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Aktivitas fisik merupakan salah satu perilaku yang saat ini dikampanyekan
dalam program pemerintah di bidang kesehatan. Aktivitas fisik diketahui bermanfaat
bagi kesehatan, termasuk pada orang usia dewasa. Pekerja kantoran merupakan bagian
dari populasi orang dewasa yang berisiko kurang aktivitas fisik dikarenakan banyaknya
waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan pekerjaanya yang cenderung sedentari.
Hasil penelitian menemukan bahwa pada populasi pekerja kantoran yang bekerja
di Jakarta pada tahun 2018:
1. Ditemukan sebanyak 59% pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta kurang aktif
fisik dan proporsi kurang aktif fisik terbesar ada pada kelompok pekerja
kantoran wanita (67,9%). Ditemukan juga 19% pekerja kantoran Jakarta yang
tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali.
2. Jenis kelamin merupakan satu-satunya faktor karakteristik individu yang
ditemukan memiliki hubungan bermakna dengan aktivitas fisik pekerja kantoran
di Jakarta.
3. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna terkait tingkat aktivitas fisik
peekerja kantoran yang tidak mengalami obesitas dan mengalami obesitas. Hal
serupa juga ditemukan pada faktor ada atau tidaknya riwayat penyakit, baik
pekerja kantoran yang menyatakan memiliki riwayat penyakit maupun yang
tidak, tidak ditemukan perbedaan tingkat aktivitas fisik yang bermakna.
4. Faktor psikologis perceived barriers dan perceived benefits ditemukan
berhubungan bermakna dengan aktivitas fisik pekerja kantoran di Jakarta.
5. Faktor dukungan sosial yang ditemukan berhubungan dengan aktivitas fisik
pekerja kantoran di Jakarta adalah dukungan teman.
6. Faktor lingkungan yang terdiri dari promosi aktivitas fisik di tempat kerja dan
transportasi aktif tidak ditemukan memiliki hubungan dengan aktivitas fisik
pekerja kantoran di Jakarta.
7. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor determinan dari aktivitas fisik
pekerja kantoran yang bekerja di Jakarta adalah jenis kelamin pria, dukungan
73
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


74

teman yang cukup dan perceived barriers yang lemah, dimana jenis kelamin pria
menjadi faktor dominan.

7.2 Saran
Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pesan yang disampaikan
dalam upaya peningkatan aktivitas fisik masyarakat usia dewasa, khususnya pekerja
kantoran. Upaya dapat berbentuk intervensi atau program peningkatan aktivitas fisik
yang dilakukan oleh perusahaan ataupun instansi tempat kerja. Adapun saran yang
dapat diberikan adalah melakukan intervensi promosi kesehatan yang bertujuan
mengurangi persepsi negatif akan hambatan-hambatan yang dirasa terkait aktivitas fisik
sekaligus meningkatkan persepsi positif akan keuntungan yang diperoleh dengan
melakukan aktivitas fisik. Memberikan berbagai informasi mengenai rekomendasi
aktivitas fisik minimal yang perlu dilakukan untuk kesehatan, manfaat aktivitas
berdasarkan berbagai hasil penelitian, siasat untuk dapat aktif fisik di tengah kesibukan
kerja dan kesibukan lainnya maupun berbagai macam aktivitas fisik yang dapat
dilakukan dapat menjadi muatan program. Melakukan kampanye bersama tokoh
masyarakat yang dapat menjadi duta aktivitas fisik pekerja kantoran juga dapat
dilakukan.
Temuan penelitian terkait dukungan teman juga diharapkan dapat menjadi
masukan dalam penyusunan intervensi promosi kesehatan untuk meningkatkan aktivitas
fisik pekerja kantoran. Mendorong pekerja kantoran untuk beraktivitas fisik bersama-
sama dengan teman, rekan maupun keluarga dapat menjadi upaya yang perlu
dilakukan. Jika di kantor, perusahaan atau instansi tempat kerja diketahui ada pegawai-
pegawai yang giat melakukan aktivitas fisik, menjadikan para pegawai sebagai agen
kampanye dapat menjadi pilihan. Hal ini tentunya perlu disertai dengan rencana
program promosi kesehatan yang berkesinambungan, serta adanya dukungan dan
komitmen dari organisasi kantor, perusahaan atau instansi tempat kerja.
Terkait program peningkatan aktivitas fisik yang dilakukan pemerintah yaitu
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), hasil dari penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi masukan dalam penyusunan program peningkatan aktivitas fisik orang
dewasa, khususnya pekerja kantoran. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga
adanya perhatian lebih pada kelompok pekerja kantoran wanita. Penyusunan intervensi

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


75

atau program promosi aktivitas fisik yang lebih spesifik mensasar kelompok pekerja
kantoran wanita dirasa perlu dilakukan mengingat cukup besarnya ditemukan pekerja
wanita yang kurang aktif fisik.
Bagi penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk dapat dilakukan
penelitian dengan menggunakan metode pengukuran aktivitas fisik yang lebih objektif
seperti sensor gerak ataupun pedometer. Penelitian seperti ini diharapkan dapat lebih
memberikan gambaran aktivitas fisik yang sesungguhnya dilakukan oleh responden
penelitian. Penelitian yang bertujuan untuk lebih memahami faktor internal individu
yang rutin melakukan aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan juga dapat dilakukan
dengan menggali melalui metode kualitatif. Penelitian kualitatif diharapkan dapat
mengeksplorasi lebih dalam faktor psikologis, motivasi maupun persepsi individu
terhadap faktor lingkungan (sosial maupun fisik) yang mendukung aktivitas fisik. Selain
itu, penelitian yang membedakan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin juga dapat
dilakukan sehingga dapat diketahui gambaran pola aktivitas fisik pada wanita dan pria.
ik.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


DAFTAR PUSTAKA

Agustiani Mahardikawati, V., & Roosita, K. (2008). Aktivitas fisik, asupan energi dan
status gizi wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Jurnal Gizi Dan
Pangan, 3(2), 79–85. Retrieved from
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52963/aktivitas fisik,asupan
energi dan status gizi wanita pemetik
teh.pdf;jsessionid=394E0F4207B138BD32F7C8C7F0469ECE?sequence=1

Alessi, E. J., & Martin, J. I. (2010). Conducting an Internet-based Survey: Benefits,


Pitfalls, and Lessons Learned. Source: Social Work Research, 34(2), 122–128.
Retrieved from http://www.jstor.org/stable/42659754

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Keadaan Angkatan Kerja di DKI
Jakarta Agustus 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.
Retrieved from
https://jakarta.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=NWQ5ODdlOTI4O
TQ4NmI0ZTkyMjlkZjQ4&xzmn=aHR0cHM6Ly9qYWthcnRhLmJwcy5nby5pZC
9wdWJsaWNhdGlvbi8yMDE4LzA0LzI0LzVkOTg3ZTkyODk0ODZiNGU5MjI5
ZGY0OC9rZWFkYWFuLWFuZ2thdGFuLWtlcmphLXByb3ZpbnNpLWRraS1qY
WthcnRh

Bauman, A. E., Reis, R. S., Sallis, J. F., Wells, J. C., Loos, R. J., & Martin, B. W.
(2012). Correlates of physical activity: why are some people physically active and
others not? Lancet, 380. Retrieved from http://ac.els-
cdn.com/S0140673612607351/1-s2.0-S0140673612607351-
main.pdf?_tid=d99b7e3c-0ed3-11e7-b58e-
00000aab0f02&acdnat=1490169051_163f8e45f3d56b4b8dae28e00497d20e

Bauman, A. E., Sallis, J. F., Dzewaltowski, D. A., & Owen, N. (2002). Toward a better
understanding of the influences on physical activity: The role of determinants,
correlates, causal variables, mediators, moderators, and confounders. American
Journal of Preventive Medicine, 23(2), 5–14. https://doi.org/10.1016/S0749-
3797(02)00469-5

Biddle, B. S., & Mutrie, N. (2008). Psychology of Physical Activity: Determinants,


well-being and interventions 2nd edition. Routledge (2nd ed.). London: Routledge.
https://doi.org/10.4324/9780203019320

Blackwell, D. L., & Clarke, T. C. (2016). Occupational Differences Among Employed


Adults Who Met 2008 Federal Guidelines for Both Aerobic and Muscle-
strengthening Activities: United States, 2008–2014. National Health Statistic
Report, 94. Retrieved from https://www.cdc.gov/nchs/data/nhsr/nhsr094.pdf

Brown, H., & Roberts, J. (2011). Exercising choice: The economic determinants of
physical activity behaviour of an employed population. Social Science and
Medicine, 73(3), 383–390. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2011.06.001

76
Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Brownson, R. C., Baker, E. A., Housemann, R. A., Brennan, L. K., & Bacak, S. J.
(2001). Environmental and Policy Determinants of Physical Activity in the United
States. Am J Public Health, 9191(12), 1995–2003. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1446921/pdf/0911995.pdf

Bui, T. Van, Blizzard, C. L., Luong, K. N., & Truong, N. L. Van. (2015). Physical
Activity in Vietnam : Estimates and Measurement Issues. Journal Plos One.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140941

Callegaro, M., Lozar Manfreda, K., & Vehovar, V. (2015). Web Survey Methodology.
London: Sage Publications.

Caspersen, C. J., Pereira, M. A., & Curran, K. M. (2000). Changes in physical activity
patterns in the United States, by sex and cross-sectional age. Med. Sci. Sports
Exerc, 32(9), 1601–1609. Retrieved from
https://pdfs.semanticscholar.org/bed1/9c65d5e453aeb277cfc4aeec9534c6def28c.p
df

Caspersen, C. J., Powell, K. E., & Christenson, G. M. (1985). Physical activity,


exercise, and physical fitness: definitions and distinctions for health-related
research. Public Health Reports, 100(2), 126–131.
https://doi.org/10.2307/20056429

Cheah, Y. K., & Poh, B. K. (2014). The Determinants of Participation in Physical


Activity in Malaysia. Osong Public Health and Research Perspectives, 5, 20–27.
https://doi.org/10.1016/j.phrp.2013.12.002

Chrisman, M. S. (2013). Perceived environmental, social, and policy influences on


physical activity in rural Midwestern adults. Retrieved from
http://ir.uiowa.edu/etd/2458

Church, T. S., Thomas, D. M., Tudor-Locke, C., Katzmarzyk, P. T., Earnest, C. P.,
Rodarte, R. Q., … Bouchard, C. (2011). Trends over 5 Decades in U.S.
Occupation-Related Physical Activity and Their Associations with Obesity. PLoS
ONE, 6(5), e19657. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0019657

Cottrell, R. R., Girvan, J. T., & Mckenzie, J. F. (2012). Principles & Foundations of
Health Promotion and Education 5th Ed. San Fransisco: Pearson Education.

Crespo, N. C., Sallis, J. F., Conway, T. L., Saelens, B. E., & Frank, L. D. (2011).
Worksite Physical Activity Policies and Environments in Relation to Employee
Physical Activity. American Journal of Health Promotion, 25(4).
https://doi.org/10.4278/ajhp.081112-QUAN-280

Dans, A., Ng, N., Varghese, C., Tai, E. S., Firestone, R., & Bonita, R. (2011). The rise
of chronic non-communicable diseases in southeast Asia: time for action. The
Lancet, 377(9766), 680–689. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(10)61506-1

De Cocker, K., Duncan, M. J., Short, C., Van Uffelen, J. G., & Vandelanotte, C. (2014).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


78

Understanding Occupational Sitting: Prevalence, Correlates and Moderating


Effects in Australian Employees. Journal of Preventive Medicine, 67, 288–294.
Retrieved from https://ac.els-cdn.com/S0091743514002722/1-s2.0-
S0091743514002722-main.pdf?_tid=b39229ea-0016-11e8-97d1-
00000aacb360&acdnat=1516695994_905ce3861285372873c92b42b10a2538

Ekman, A., Klint, S., Dickman, P. W., Adami, H.-O., & Litton, J.-E. (2006). Optimizing
the design of web-based questionnaires – experience from a population-based
study among 50,000 women. Springer European Journal of Epidemiology, 21,
103–111. https://doi.org/10.1007/s10654-006-9091-0

Eysenbach, G., & Wyatt, J. (2002). Using the Internet for Surveys and Health Research.
J Med Internet Res, 4(2). https://doi.org/10.2196/jmir.4.2.e13

Fenner, Y., Garland, S. M., Moore, E. E., Jayasinghe, Y., Fletcher, A., Tabrizi, S. N., …
Wark, J. D. (2012). Web-based recruiting for health research using a social
networking site: an exploratory study. Journal of Medical Internet Research, 14(1),
e20. https://doi.org/10.2196/jmir.1978

Fielding, N. G., Lee, R. M., & Blank, G. (2008). The SAGE Handbook of Online
Research Methods. SAGE Publications. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=EeMKURpicCgC

Fricker Jr, R. D. (2008). Sampling Methods for Web and E-mail Surveys. In The SAGE
Handbook of Online Research Method (pp. 195–217). SAGE Publications.
Retrieved from
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.595.8604&rep=rep1&ty
pe=pdf

Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K. (2008). Health Behaviour and Health
Education. Health Education (Vol. 63). https://doi.org/10.1016/S0033-
3506(49)81524-1

Hallal, P. C., Andersen, L. B., Bull, F. C., Guthold, R., Haskell, W., & Ekelund, U.
(2012). Global physical activity levels: surveillance progress, pitfalls, and
prospects. The Lancet, 380(9838), 247–257. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(12)60646-1

Hastono, S. P. (2016). Analisis Data pada Bidang Kesehatan (1st ed.). Jakarta: Rajawali
Press.

Heath, G. W., Parra, D. C., Sarmiento, O. L., Andersen, L. B., Owen, N., Goenka, S., …
Brownson, R. C. (2012). Evidence-based intervention in physical activity: lessons
from around the world. The Lancet, 380(9838), 272–281.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60816-2

Hopkin, T. J., & Sarkar, S. (2016). Sedentary Behavior of White Collar Office Workers-
Review. Ecronicon Nutrition, 3(6), 726–736. Retrieved from
https://www.ecronicon.com/ecnu/pdf/ECNU-03-0000102.pdf

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Ibrahim, S., Karim, N. A., Oon, N. L., Zurinah, W., & Ngah, W. (2013). Perceived
physical activity barriers related to body weight status and sociodemographic
factors among Malaysian men in Klang Valley. https://doi.org/10.1186/1471-2458-
13-275

Indriani, P. (2004). Pengaruh latihan fisik; senam aerobik terhadap penurunan kadar
gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga.
Media Ners, 1(2), 89–99.

Irnawati. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kualitas Hidup pada Lanjut Usia di
Wilayah Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon Tahun 2017. Universitas Indonesia.

Jurj, A. L., Wen, W., Gao, Y.-T., Matthews, C. E., Yang, G., Li, H.-L., … Shu, X.-O.
(2007). Patterns and correlates of physical activity: a cross-sectional study in urban
Chinese women. BMC Public Health, 7, 213. https://doi.org/10.1186/1471-2458-7-
213

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Rencana Strategis Kementerian


Kesehatan Tahun 2015-2019.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pedoman Umum Program


Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi


Makan dan Aktivitas Fisik. Jakarta. Retrieved from
http://gizi.depkes.go.id/download/pedoman gizi/stranas kt penganta.pdf-
gabung.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Buku Panduan GERMAS (Gerakan Masyarakat


Hidup Sehat). Jakarta. Retrieved from http://dinkes.acehprov.go.id/uploads/buku-
panduan-germas-final.pdf

Kirk, M. A., & Rhodes, R. E. (2011). Occupation correlates of adults‘ participation in


leisure-time physical activity: A systematic review. American Journal of
Preventive Medicine, 40(4), 476–485.
https://doi.org/10.1016/j.amepre.2010.12.015

Knowlden, A. (2015). Measurement of Physical Activity for Health Promotion and


Education Research. Archives of Exercise in Health & Disease, 5(1/2), 338–345.
https://doi.org/10.5628/aehd.v5i1-2.167

Kuswenda, D. (2017). Aksi Bersama Melakukan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.


Warta Kesmas, 1, 6–8. Retrieved from
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-
Kesmas-Edisi-01-2017_752.pdf

Lachapelle, U., Frank, L., Saelens, B. E., Sallis, J. F., & Conway, T. L. (2011).

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


80

Commuting by public transit and physical activity: where you live, where you
work, and how you get there. Journal of Physical Activity & Health, 8 Suppl 1,
S72-82.

Lee, I.-M., Shiroma, E. J., Lobelo, F., Puska, P., Blair, S. N., & Katzmarzyk, P. T.
(2012). Effect of physical inactivity on major non-communicable diseases
worldwide: an analysis of burden of disease and life expectancy. The Lancet,
380(9838), 219–229. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)61031-9

Lemeshow, S., Hosmer Jr, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1990). Part 1: Statistical
Methods for Sample Size Determination. Adequacy of Sample Size in Health
Studies, 247. https://doi.org/10.1186/1472-6963-14-335

Macera, C. A., Hootman, J. M., & Sniezek, J. E. (2003). Major public health benefits of
physical activity. Arthritis & Rheumatism, 49(1), 122–128.
https://doi.org/10.1002/art.10907

Miles, L. (2007). Physical activity and health. Nutrition Bulletin, 32, 314–363.
https://doi.org/10.1111/j.1467-3010.2007.00668.x

Mulia, R. S. R. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Berat Badan Lebih
pada Pegawai RSUD Kawarang Tahun 2017. Universitas Indonesia.

Mulyadi, M. (2013). Hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian sindrommetabolik


di Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor tahun 2013. Universitas Indonesia.

Oka, K., & Shibata, A. (2012). Determinants of Meeting the Public Health
Recommendations for Physical Activity Among Community-Dwelling Elderly
Japanese, 58–65.

Pawitaningtyas, I. (2017). Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik pada


Wanita Pasca Menopause dengan Obesitas Sentral. Universitas Indonesia.

Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). (2011). Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. Retrieved from http://promkes.depkes.go.id/wp-
content/uploads/pdf/buku_pedoman/pedoman_umum_PHBS.pdf

Pradesha, N. T. (2015). Hasil Survei: Warga Jakarta Kebanyakan Kerja, Kurang


Olahraga. Retrieved November 29, 2017, from
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150519174526-255-54296/hasil-
survei-warga-jakarta-kebanyakan-kerja-kurang-olahraga/

Pramesti, R. A. A. Y. (2016). Hubungan faktor pengetahuan, riwayat diabetes mellitus


keluarga dan faktor yang dapat dimodifikasi dengan kejadian diabetes mellitus
tipe 2 di kecamatan kepulauan seribu utara kabupaten administrasi kepulauan
seribu tahun 2016. Universitas Indonesia.

Rahajeng, E., Tuminah, S., Penelitian, P., Dan, B., Badan, F., & Kesehatan, P. (2009).
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Prevalence of Hypertension

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


and Its Determinants in Indonesia. Artikel Penelitian Maj Kedokt Indon, 59–12.
Retrieved from http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/41894927/700-
760-1-
PB.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=149250333
6&Signature=MduORrPNKV562vlp1jgN2nBsQjk%3D&response-content-
disposition=inline%3B filename%3DPrevalensi_Hipertensi_dan_Determinan

Riskesdas dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013. (2013). Jakarta: Lembaga Penerbit
Balitbangkes.

Rissel, C., Curac, N., Greenaway, M., & Bauman, A. (2012). Physical Activity
Associated with Public Transport Use— A Review and Modelling of Potential
Benefits. Int. J. Environ. Res. Public Health International Journal of
Environmental Research and Public Health Int. J. Environ. Res. Public Health,
9(9), 2454–2478. https://doi.org/10.3390/ijerph9072454

Sallis, J. F., Grossman, R. M., Pinski, R. B., Patterson, T. L., & Nader, P. . (1987). The
development of scales to measure social support for diet and exercise behaviors.
Preventive Medicine, 16, 825–836.

Sallis, J. F., Grossman, R. M., Pinski, R. B., Patterson, T. L., & Nader, P. R. (1987).
The development of scales to measure social support for diet and exercise
behaviors. Preventive Medicine, 16(6), 825–836. https://doi.org/10.1016/0091-
7435(87)90022-3

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2012). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta: CV Sagung Seto.

Sechrist, K. R., Walker, S. ., & Pender, N. J. (1995). Health Promotion Model -


Instruments to Measure HPM Behavioral Determinants : Exercise Social Support
Scale. Retrieved from http://deepblue.lib.umich.edu/handle/2027.42/85345

Shibata, A., Oka, K., Harada, K., Nakamura, Y., & Muraoka, I. (2009). Psychological,
social, and environmental factors to meeting physical activity recommendations
among Japanese adults. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical
Activity, 6(6). https://doi.org/10.1186/1479-5868-6-60

Sudikno. (2010). Aplikasi regresi logistik pada hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian obesitas pada orang dewasa di indonesia (. Universitas Indonesia.

Sulistyawati, R. L. (2017). Kurangnya Aktivitas Fisik Buat Tren PTM Berubah |


Republika Online. Retrieved November 29, 2017, from
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/06/13/orhreb-kurangnya-
aktivitas-fisik-buat-tren-ptm-berubah

Supriyadi. (2014). Metode Pengambilan Sampel. In Statistik Kesehatan (pp. 123–136).


Jakarta: Salemba Medika.

Teh, C. H., Lim, K. K., Chan, Y. Y., Lim, K. H., Azahadi, O., Akmar, A. H. H., …

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


82

Fadhli, Y. (2014). The prevalence of physical activity and its associated factors
among Malaysian adults : findings from the National Health and Morbidity Survey
2011. Public Health, 128(5), 416–423. https://doi.org/10.1016/j.puhe.2013.10.008

Tremblay, M. S., Aubert, S., Barnes, J. D., Saunders, T. J., Carson, V., Latimer-Cheung,
A. E., … Chinapaw, M. J. M. (2017). Sedentary Behavior Research Network
(SBRN) – Terminology Consensus Project process and outcome. International
Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 14(75).
https://doi.org/10.1186/s12966-017-0525-8

Trinh, O. T. H., Nguyen, N. D., Dibley, M. J., Phongsavan, P., & Bauman, A. E. (2008).
The prevalence and correlates of physical inactivity among adults in Ho Chi Minh
City. BMC Public Health, 8, 204. https://doi.org/10.1186/1471-2458-8-204

Trost, S. G., Owen, N., Bauman, A. E., Sallis, J. F., & Brown, W. (2002). Correlates of
adults ‘ participation in physical activity : review and update. Med . Sci . Sports
Exerc, 34(12). https://doi.org/10.1249/01.MSS.0000038974.76900.92

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pub. L.


No. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Indonesia.

Wanner, M., Götschi, T., Martin-Diener, E., Kahlmeier, S., & Martin, B. W. (2012).
Active Transport, Physical Activity, and Body Weight in Adults: A Systematic
Review. American Journal of Preventive Medicine, 42(5), 493–502.
https://doi.org/10.1016/J.AMEPRE.2012.01.030

Warga Kurang Aktivitas Fisik. (2017, September 8). Harian Kompas, p. 10.

White, K. (2014). Web-Based Questionnaire. In Encyclopedia of Quality of Life and


Well-Being Research (pp. 7023–7024). Dordrecht: Springer Netherlands.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-0753-5_3205

WHO. (2010). Global Recommendations on Physical Activity for Health. Geneva:


World Health Organization. Retrieved from
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44399/1/9789241599979_eng.pdf

WHO. (2015). WHO | Physical activity. Retrieved April 23, 2017, from
http://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/

Wicaksono, A. (2017, December 12). Menata Transportasi Jakarta. Kompas.

Win, A. M., Lim, W., Yen, K., Hx, T., Boon, R., Lim, T., … Mueller-Riemenschneider,
F. (2015). Patterns of physical activity and sedentary behavior in a representative
sample of a multi-ethnic South-East Asian population: a cross-sectional study.
BMC Public Health, 15. https://doi.org/10.1186/s12889-015-1668-7

World Health Organization. (2010). Global Physical Activity Questionnaire, 380(9838),


282–293. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60736-3.The

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Wulandari, K. (2016). Determinan Social Cognitive terhadap Aktivitas Fisik Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta. Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Indonesia. Retrieved from
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianD
etail&act=view&typ=html&buku_id=103141&obyek_id=4

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Lampiran 1 Surat Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Lampiran 2 Kuesioner

Selamat pagi/siang/sore/malam,

Perkenalkan saya, Dinanti Abadini, mahasiswa pascasarjana Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia yang tengah melakukan penelitian tesis tentang
aktivitas fisik orang dewasa pekerja kantoran yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.

Kuesioner ini ditujukan untuk:


1. Pekerja kantoran,.
2. Usia 21 hingga 58 tahun.
3. Berkantor di wilayah DKI Jakarta.
4. Bagi jenis kelamin wanita, tidak dalam kondisi hamil.

Aktivitas fisik sendiri merupakan salah satu perilaku dalam program prioritas
pemerintah di bidang kesehatan, yaitu Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
yang diketahui bermanfaat bagi kesehatan dan pencegahan penyakit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat aktivitas fisik dan faktor-faktor yang

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


berhubungan dengan aktivitas fisik orang dewasa khususnya pekerja kantoran. Untuk
tujuan tersebut, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi
kuesioner ini.

Kuesioner ini membutuhkan waktu lebih kurang 20 menit untuk mengisinya.


Pengerjaannya dapat Anda lakukan pada browser di perangkat ponsel, laptop maupun
komputer Anda. Kuesioner ini berisikan pertanyaan yang berkaitan dengan aktivitas
fisik, termasuk di dalamnya olahraga (sport) dan latihan fisik (exercise). Tidak ada
pertanyaan dengan jawaban benar atau salah dalam kuesioner ini. Semua jawaban
adalah benar karena ditujukan untuk menggambarkan tingkat aktivitas fisik, persepsi
terkait aktivitas fisik dan pendapat Anda tentang ketersedian fasilitas dan sarana
pendukung aktivitas fisik di tempat Anda bekerja.

Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak ada unsur paksaan dalam
penelitian ini dan Anda berhak untuk menolak menjadi responden jika tidak bersedia.
Anda juga berhak mengundurkan diri selama pengisian kuesioner jika merasa tidak
nyaman atau ada kepentingan lain. Penelitian ini tidak menimbulkan risiko yang dapat
merugikan Anda baik secara materi maupun non materi, termasuk kerugian medis
maupun nonmedis saat ini atau di kemudian hari. Manfaat yang Anda peroleh melalui
penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas fisik
orang dewas pekerja kantoran dan meningkatkan kesadaran Anda tentang pentingnya
aktivitas fisik bagi kesehatan. Jika Anda berpartisipasi dalam penelitian ini dan berminat
mengetahui tingkat aktivitas fisik Anda, kami akan mengirimkan hasil pengukuran
kuesioner Global Physical Activity Questioner (GPAQ) yang terdapat dalam rangkaian
kuesioner ini kepada Anda melalui email.

Untuk berpartisipasi, Anda akan diminta mencamtumkan alamat email yang aktif
sebagai bagian dari verifikasi responden. Segala identitas dan data yang Anda berikan
tidak akan dipergunakan selain untuk penelitian ini dan dijaga kerahasiaannya.

Jika Anda bersedia membantu dengan berpartisipasi dalam penelitian ini, mohon
berikan tanda centang pada kolom di bawah ini dan klik 'Next'. Setelah itu Anda akan

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


langsung dihubungkan ke bagian Penjelasan dan Persetujuan. Jika Anda tidak bersedia,
Anda bisa meninggalkan laman ini. Anda bebas untuk memutuskan tidak melanjutkan
partisipasi tanpa sanksi apapun.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Terima kasih atas waktu dan bantuan Anda
dalam penelitian ini.

Hormat saya,
Dinanti Abadini
M: 0812 1919 7191 / E: dinanti.abadini@ui.ac.id, dinanti.abadini@gmail.com

PENJELASAN DAN PERSETUJUAN

A1 Jenis kelamin □ Laki-laki A2 Usia _______ tahun


□ Perempuan

A3 Lokasi tempat □ Jakarta Pusat A4 Instansi □ Swasta


kerja Anda saat □ Jakarta Barat Tempat Kerja □ Pemerintah /BUMN
ini □ Jakarta Timur □ Lainnya, sebutkan:
□ Jakarta Selatan ________________
□ Jakarta Utara
A5 Karakter □ Pekerjaan sedentari, kebanyakan duduk di balik meja
pekerjaan Anda □ Pekerjaan yang banyak berdiri dan berjalan
saat ini. □ Gabungan antara duduk di balik meja dengan berdiri dan berjalan

□ Setelah membaca penjelasan di atas, saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi


dalam penelitian ini. Saya telah memahami tujuan penelitian ini dan
menyatakanbersedia memberikan jawaban yang menggambarkan keseharian saya.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


A. KARAKTERISTIK INDIVIDU

A6 Tinggi badan ________ cm A7 Berat Badan _______ kilogram


A8 Status Nikah □ Menikah A9 Pendidikan □ SMA
□ Lajang Terakhir □ Diploma
□ Sarjana
□ Pascasarjana
□ Lainnya, sebutkan:
_________________
A10 Pendapatan Bulanan Rp .....................,-

A11 Jenis transportasi apa yang biasa Anda □ Transportasi umum massal (Bus Trans
gunakan dari tempat tinggal Anda Jakarta, Kereta
untuk menuju tempat kerja? Commuter Line, atau bus umum lainnya)
□ Tranportasi umum sewa perorangan (taksi
online/konvensional, ojeg
online/konvensional,
angkutan kota/angkot, bajaj, becak)
□ Kendaraan pribadi (motor/mobil)
□ Sepeda
□ Jalan kaki
□ Lainnya, sebutkan: _______________

A12 Apakah Anda memiliki riwayat atau □ Ya, nama penyakit :


terdiagnosa penyakit tertentu? □ Jantung
□ Hipertensi
□ Diabetes
□ Kanker
□ Lainnya, sebutkan:
_________________________
□ Tidak

B. PERSEPSI

Petunjuk:
Berikut ini terdapat 23 pernyataan terkait bagaimana Anda mempersepsikan aktivitas
fisik, termasuk di dalamnya olahraga (sport) dan latihan fisik (exercise).
Mohon berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesetujuan Anda dengan
pernyataan-pernyatan tersebut. Apakah Anda merasa ‗Sangat Setuju‘, ‗Setuju‘, ‗Tidak
Setuju‘ atau ‗Sangat Tidak Setuju‘ dengan pernyataan tersebut.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Setuju Tidak
Setuju setuju
Setuju

B1 Aktivitas fisik meningkatkan tingkat


kebugaran fisik saya.
B2 Aktivitas fisik mengurangi stres dan
ketegangan saya.
B3 Aktivitas fisik rutin meningkatkan kesehatan
mental saya.
B4 Saya dapat mencegah serangan jantung
dengan melakukan aktivitas fisik.
B5 Aktivitas fisik akan membuat saya mengalami
tekanan darah tinggi.
B6
Saya menikmati aktivitas fisik.
Saya akan merasa menjadi terlalu lelah untuk
B7 melakukan pekerjaan di kantor setelah
beraktivitas fisik.
B8 Aktivitas fisik membutuhkan biaya yang
besar.
Saya merasa tidak nyaman ketika aktivitas
B9 fisik karena saya merasa kehabisan nafas dan
jantung berdegup kencang.
B10 Aktivitas fisik rutin merupakan pekerjaan
berat yang sulit untuk saya lakukan.
B11 Aktivitas fisik meningkatkan stamina saya.

B12 Aktivitas fisik memperbaiki fleksibilitas tubuh


saya.
B13 Saya akan hidup lebih lama jika saya
beraktivitas fisik.
B14 Aktivitas fisik membantu saya menjadi tidak
mudah lelah.
B15 Ketahanan fisik saya meningkat dengan
melakukan aktivitas fisik.
B16 Saya merasa kesulitan dalam meluangkan
waktu untuk melakukan aktivitas fisik rutin.
B17 Aktivitas fisik menyita waktu saya dengan
keluarga.
B18 Melakukan aktivitas fisik membantu saya tidur
lebih nyenyak di malam hari.
B19 Aktivitas fisik meningkatkan kualitas kinerja
saya di kantor.
B20 Aktivitas fisik adalah hiburan yang baik untuk
saya.
B21 Aktivitas fisik memperbaiki keseluruhan
fungsi tubuh saya.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


B22 Aktivitas fisik memperbaiki tampilan bentuk
tubuh saya.
B23 Sulit bagi saya mencari tempat, fasilitas atau
sarana untuk melakukan aktivitas fisik.

C. DUKUNGAN SOSIAL

Petunjuk:
Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan yang mungkin dikatakan atau diperbuat
seseorang kepada individu yang tengah mencoba berolahraga secara rutin. Kalau Anda
tidak sedang berusaha untuk berolahraga secara rutin, maka beberapa pernyataan
mungkin tidak relevan untuk Anda (silakan jawab tidak berlaku atau beri angka ―8‖).
Cobalah untuk memberi jawaban pada semua pernyataan.
Setiap pernyataan harus dinilai dua kali. Di bawah kolom “Keluarga” berilah
penilaian mengenai seberapa sering siapapun di dalam keluarga Anda melakukan
apa yang tertera dalam pernyataan pada 3 bulan terakhir. Di bawah kolom
“Teman” berilah penilaian mengenai seberapa sering teman, kenalan, atau rekan
kerja Anda melakukan apa yang tertera pada 3 bulan terakhir.
Tidak pernah Jarang Sesekali Sering Sangat Sering Tidak Relevan
1 2 3 4 5 8

Dalam tiga bulan terakhir, keluarga ataupun teman saya:


No Pernyataan Keluarga Teman
C1 Berolahraga bersama saya 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
C2 Menawarkan untuk berolahraga bersama 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
C3 Mengingatkan saya untuk berolahraga 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
C4 Memberi semangat untuk saya agar 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
konsisten berolahraga
C5 Mengubah jadwal mereka sehingga kami 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
dapat berolahraga bersama
C6 Membahas rencana olahraga bersama 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
C7 Merencanakan untuk berolahraga pada saat 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
berekreasi atau berlibur
C8 Membantu mengatur jadwal di sekitar 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
kegiatan olahraga saya
C9 Bertanya kepada saya tentang bagaimana 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
agar mereka bisa lebih banyak berolahraga
C10 Membahas tentang betapa mereka 1 2 3 4 5 8 1 2 3 4 5 8
menyukai berolahraga

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


D. LINGKUNGAN TEMPAT KERJA

Petunjuk:
Di bawah ini terdapat 6 pernyataan yang berhubungan ketersediaan fasilitas ataupun
sarana penunjang aktivitas fisik di lingkungan tempat kerja.
Mohon berikan penilaian Anda berdasarkan kesesuaian pernyataan-pernyatan tersebut
dengan kondisi yang Anda jumpai di lingkungan tempat kerja Anda.
Untuk setiap pernyataan terdapat 3 pilihan jawaban, yaitu:
• Ya, jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang Anda jumpai di lingkungan
tempat kerja Anda.
• Tidak, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang Anda jumpai di
lingkungan tempat kerja Anda.
• Tidak Tahu, jika Anda merasa tidak tahu atau ragu.

No Penyataan Ya Tidak Tidak


Tahu
D1 Tempat kerja saya memiliki sarana yang
menunjang aktivitas fisik seperti pusat
kebugaran/gym, lapangan olahraga, atau
jogging track.
D2 Tempat kerja saya mempunyai fasilitas
kamar mandi yang dapat dipergunakan oleh
pegawai.
D3 Di tempat saya bekerja ada jadwal olahraga
bersama yang rutin.
D4 Ada kebijakan, himbauan atau peraturan, di
tempat saya bekerja yang mendorong
pegawai untuk beraktifitas fisik.
D5 Tangga di tempat saya bekerja dapat diakses
dengan baik.
D6 Di tempat kerja saya terdapat fasilitas parkir
sepeda yang memadai.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


E. AKTIVITAS FISIK
Kami tertarik untuk mengetahui berbagai aktivitas fisik yang Anda kerjakan sebagai
bagian dari kehidupan sehari-hari. Jawablah tiap-tiap pertanyaan sesuai dengan
pengalaman Anda.
No Pertanyaan Jawaban
Aktivitas fisik berat dalam pekerjaan
Bagian ini akan menanyakan apakah Anda melakukan aktivitas fisik berat saat
bekerja. Pekerjaan dengan aktivitas fisik berat adalah pekerjaan yang membutuhkan
kekuatan fisik lebih, membuat nafas menjadi lebih berat dan/atau meningkatkan detak
jantung Anda. Contohnya pekerjaan konstruksi bangunan, penggalian, pekerjaan
manual/pertukangan atau pekerjaan lainnya yang mengharuskan membawa beban
berat.
E1 Apakah pekerjaan Anda melibatkan aktivitas intensitas □ Ya
tinggi yang menyebabkan peningkatan besar dalam □ Tidak 
pernapasan atau detak jantung seperti (mengangkut atau Langsung ke
mengangkat beban berat, penggalian atau pekerjaan pertanyaan B4
konstruksi) paling sedikit 10 menit terus menerus?

E2 Dalam seminggu, biasanya berapa hari Anda melakukan _________ hari


aktivitas berat tersebut?
E3 Dalam sehari, berapa total waktu yang Anda gunakan untuk _________ jam
melakukan aktivitas berat tersebut? _________ menit

Aktivitas fisik sedang dalam pekerjaan


Bagian ini akan menanyakan apakah Anda melakukan aktivitas fisik sedang saat
bekerja. Contoh pekerjaan dengan aktivitas fisik sedang diantaranya bertani,
berkebun, pekerjaan bersih-bersih/cleaning service atau pekerjaan lainnya yang
membuat Anda harus mengangkat benda dengan beban ringan. Sebelum memasuki
pertanyaan, berikut kami contohkan pekerjaan dengan aktivitas fisik sedang.
E4 Apakah Anda biasa melakukan pekerjaan dengan aktivitas □ Ya
sedang, yang menyebabkan sedikit peningkatan pernapasan □ Tidak 
atau detak jantung (seperti bertani, berkebun atau membawa Langsung ke
barang ringan) yang dilakukan secara terus menerus pertanyaan B7
sedikitnya selama 10 menit?

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


E5 Dalam seminggu, biasanya berapa hari Anda melakukan _________ hari
aktivitas sedang tersebut?
E6 Dalam sehari, berapa total waktu yang Anda gunakan untuk _________ jam
melakukan aktivitas sedang tersebut? _________ menit
Aktivitas fisik waktu melakukan perjalanan
Bagian ini akan menanyakan apakah Anda melakukan aktivitas fisik berupa jalan kaki
dan/atau bersepeda sebagai bagian dari perjalanan, baik ke kantor maupun tempat
lainnya. Pikirkanlah aktivitas berjalan kaki dan/atau bersepeda yang Anda lakukan
paling sedikit 10 menit terus menerus sebagai bagian dari perjalanan untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat lainnya.
E7 Apakah Anda berjalan kaki atau bersepeda selama □ Ya
sedikitnya 10 menit terus menerus untuk bepergian atau □ Tidak 
melakukan perjalanan? Langsung ke
pertanyaan B10
E8 Dalam seminggu, berapa hari Anda berjalan kaki atau _________ hari
bersepeda untuk bepergian atau melakukan perjalanan
tersebut?
E9 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk berjalan kaki atau bersepeda tersebut? _________ menit
Akitivitas Fisik Waktu Luang
E10 Apakah Anda melakukan olahraga intensitas berat, yang □ Ya
menyebabkan peningkatan besar dalam pernapasan atau □ Tidak 
detak jantung (seperti lari, sepak bola atau futsal) selama Langsung ke
paling sedikitnya 10 menit terus menerus? pertanyaan B13

E11 Dalam seminggu, berapa hari Anda melakukan olahraga _________ hari
intensitas berat tersebut?
E12 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk melakukan olahraga intensitas berat _________ menit
tersebut?
E13 Apakah Anda melakukan olahraga intensitas sedang, yang □ Ya
menyebabkan sedikit peningkatan dalam pernapasan atau □ Tidak 

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


detak jantung (seperti jalan cepat, yoga atau senam ringan) Langsung ke
selama paling sedikitnya 10 menit terus menerus? pertanyaan B16

E14 Dalam seminggu, berapa hari Anda melakukan olahraga _________ hari
intensitas sidang tersebut?
E15 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk melakukan olahraga intensitas sedang _________ menit
tersebut?
Aktivitas sedentari (duduk dan berbaring)
E16 Dalam sehari, biasanya berapa total waktu yang Anda _________ jam
gunakan untuk duduk atau berbaring tetapi tidak tidur? _________ menit

Selesai
Terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Lampiran 3 Data SPSS

1. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Usia

Kelompok Usia * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation

Tingkat Aktivitas Fisik


Aktif Kurang Aktif Total
Kelompok Dewasa Muda Count 19 26 45
Usia (21-29 tahun) % within Kelompok Usia 42.2% 57.8% 100.0%
Dewasa Madya Count 53 76 129
(30-58 tahun) % within Kelompok Usia
41.1% 58.9% 100.0%

Total Count 72 102 174


% within Kelompok Usia 41.4% 58.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .018(b) 1 .894
Continuity Correction(a) .000 1 1.000
Likelihood Ratio .018 1 .894
Fisher's Exact Test 1.000 .515
Linear-by-Linear
.018 1 .894
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.62.

2. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Jenis Kelamin

Jeniskelamin * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
jeniskelamin pria Count 36 26 62
% within jeniskelamin 58.1% 41.9% 100.0%
wanita Count 36 76 112
% within jeniskelamin 32.1% 67.9% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within jeniskelamin 41.4% 58.6% 100.0%

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 11.055(b) 1 .001
Continuity
10.012 1 .002
Correction(a)
Likelihood Ratio 11.028 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
10.991 1 .001
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.66.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
jeniskelamin (pria / 2.923 1.539 5.553
wanita)
For cohort Tingkat
1.806 1.283 2.544
Aktivitas Fisik = Aktif
For cohort Tingkat
Aktivitas Fisik = .618 .449 .851
Kurang Aktif
N of Valid Cases 174

3. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Status Nikah

statusnikah * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
statusnikah lajang Count 24 34 58
% within statusnikah 41.4% 58.6% 100.0%
menikah Count 48 68 116
% within statusnikah 41.4% 58.6% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within statusnikah 41.4% 58.6% 100.0%

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .000(b) 1 1.000
Continuity
.000 1 1.000
Correction(a)
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .566
Linear-by-Linear
.000 1 1.000
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.00.

4. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Pendidikan

Pendidikan * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Pendidikan SMA Count 2 1 3
% within Pendidikan 66.7% 33.3% 100.0%
Diploma dan Sarjana Count 47 76 123
% within Pendidikan 38.2% 61.8% 100.0%
Pascasarjana Count 23 25 48
% within Pendidikan 47.9% 52.1% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within Pendidikan 41.4% 58.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.145(a) 2 .342
Likelihood Ratio 2.127 2 .345
Linear-by-Linear
.590 1 .443
Association
N of Valid Cases
174

a 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.24.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


5. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Pendapatan

Pendapatan * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Pendapatan < Rp 3.000.000,- Count 2 5 7
% within Pendapatan 28.6% 71.4% 100.0%
Rp 3.000.000,- hingga Count 20 25 45
Rp 5.999.999,- % within Pendapatan
44.4% 55.6% 100.0%

Rp 6.000.000,- hingga Count 23 31 54


Rp 8.999.999,- % within Pendapatan 42.6% 57.4% 100.0%
>= Rp 9.000.000 Count 27 41 68
% within Pendapatan 39.7% 60.3% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within Pendapatan 41.4% 58.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square .759(a) 3 .859
Likelihood Ratio .779 3 .854
Linear-by-Linear
.015 1 .902
Association
N of Valid Cases
174

a 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.90.

6. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Indeks Massa Tubuh (IMT)

Status IMT * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Status Obesitas Count 18 31 49
IMT % within Status IMT 36.7% 63.3% 100.0%
Tidak Obesitas Count 54 71 125
% within Status IMT 43.2% 56.8% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within Status IMT 41.4% 58.6% 100.0%

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .607(b) 1 .436
Continuity
.369 1 .543
Correction(a)
Likelihood Ratio .611 1 .434
Fisher's Exact Test .496 .273
Linear-by-Linear
.603 1 .437
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.28.

7. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Riwayat Penyakit

RiwayatPenyakit * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
RiwayatPenyakit Ada Riwayat Penyakit Count 8 7 15
% within RiwayatPenyakit 53.3% 46.7% 100.0%
Tidak Ada Riwayat Count 59 83 142
Penyakit % within RiwayatPenyakit
41.5% 58.5% 100.0%

Total Count 67 90 157


% within RiwayatPenyakit 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .770(b) 1 .380
Continuity
.364 1 .546
Correction(a)
Likelihood Ratio .761 1 .383
Fisher's Exact Test .420 .271
Linear-by-Linear
.765 1 .382
Association
N of Valid Cases 157
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.40.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


8. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Perceived Benefits

Kategori Perceived Benefits * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Kategori Kuat (Skor >= Count 47 46 93
Perceived Rata-Rata 49) % within Kategori
50.5% 49.5% 100.0%
Benefits Perceived Benefits
Lemah (Skor < Count 25 56 81
Rata-rata 49) % within Kategori
30.9% 69.1% 100.0%
Perceived Benefits
Total Count 72 102 174
% within Kategori
41.4% 58.6% 100.0%
Perceived Benefits

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.908(b) 1 .009
Continuity
6.121 1 .013
Correction(a)
Likelihood Ratio 6.985 1 .008
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
6.868 1 .009
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.52.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Kategori Perceived
Benefits (Kuat (Skor >= Rata-Rata 2.289 1.228 4.265
49) / Lemah (Skor < Rata-rata 49))
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik =
Aktif 1.637 1.116 2.401
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik =
Kurang Aktif .715 .556 .920
N of Valid Cases 174

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


9. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Perceived Barriers

Kategori Perceived Barriers * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Kategori Lemah (Skor >= Count 51 47 98
Perceived Rata-Rata 23) % within Kategori
52.0% 48.0% 100.0%
Barriers Perceived Barriers
Kuat (Skor < Count 21 55 76
Rata-Rata 23) % within Kategori
27.6% 72.4% 100.0%
Perceived Barriers
Total Count 72 102 174
% within Kategori
41.4% 58.6% 100.0%
Perceived Barriers

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.514(b) 1 .001
Continuity
9.532 1 .002
Correction(a)
Likelihood Ratio 10.728 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
10.453 1 .001
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.45.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Kategori Perceived
Barriers (Lemah (Skor >= Rata-Rata 23) 2.842 1.498 5.391
/ Kuat (Skor < Rata-Rata 23))
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik = Aktif
1.883 1.249 2.839

For cohort Tingkat Aktivitas Fisik =


.663 .517 .850
Kurang Aktif

N of Valid Cases 174

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


10. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Dukungan Kuat (Skor >= Median 22) Count 45 51 96
Keluarga % within Dukungan
46.9% 53.1% 100.0%
Keluarga
Lemah (Skor < Median 22) Count 27 51 78
% within Dukungan
34.6% 65.4% 100.0%
Keluarga
Total Count 72 102 174
% within Dukungan
41.4% 58.6% 100.0%
Keluarga

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.666(b) 1 .102
Continuity
2.185 1 .139
Correction(a)
Likelihood Ratio 2.683 1 .101
Fisher's Exact Test .122 .069
Linear-by-Linear
2.651 1 .103
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.28.

Risk Estimate
95% Confidence
Value Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Dukungan Keluarga (Kuat (Skor
1.667 .901 3.083
>= Median 22) / Lemah (Skor < Median 22))
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik = Aktif 1.354 .934 1.964
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik = Kurang
.813 .634 1.041
Aktif
N of Valid Cases 174

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


11. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Dukungan Teman

Kategori Dukungan Teman * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Kategori Dukungan Kuat (Skor >= Median 23) Count 45 43 88
Teman % within Kategori
51.1% 48.9% 100.0%
Dukungan Teman
Lemah (Skor < Median 23) Count 27 59 86
% within Kategori
31.4% 68.6% 100.0%
Dukungan Teman
Total Count 72 102 174
% within Kategori
41.4% 58.6% 100.0%
Dukungan Teman

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.988(b) 1 .008
Continuity
6.198 1 .013
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.045 1 .008
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
6.948 1 .008
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.59.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for Kategori Dukungan Teman
(Kuat (Skor >= Median 23) / Lemah (Skor < 2.287 1.232 4.243
Median 23))
For cohort Tingkat Aktivitas Fisik = Aktif
1.629 1.121 2.366

For cohort Tingkat Aktivitas Fisik = Kurang


.712 .551 .921
Aktif

N of Valid Cases 174

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


12. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja

Promosi Aktivitas Fisik di Tempat Kerja * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Promosi Aktivitas Fisik Cukup (Skor >= Count
51 68 119
di Tempat Kerja Median 4)
% within Promosi
Aktivitas Fisik di 42.9% 57.1% 100.0%
Tempat Kerja
Kurang (Skor < Count
21 34 55
Median 4)
% within Promosi
Aktivitas Fisik di 38.2% 61.8% 100.0%
Tempat Kerja
Total Count 72 102 174
% within Promosi
Aktivitas Fisik di 41.4% 58.6% 100.0%
Tempat Kerja

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .339(b) 1 .560
Continuity
.174 1 .677
Correction(a)
Likelihood Ratio .341 1 .560
Fisher's Exact Test .621 .340
Linear-by-Linear
.337 1 .562
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.76.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


13. Analisis Bivariat Aktivitas Fisik >< Transportasi Aktif

Transportasi * Tingkat Aktivitas Fisik Crosstabulation


Tingkat Aktivitas Fisik Total
Aktif Kurang Aktif Aktif
Transportasi Transportasi Aktif Count 33 39 72
% within Transportasi 45.8% 54.2% 100.0%
Tidak Transportasi Aktif Count 39 63 102
% within Transportasi 38.2% 61.8% 100.0%
Total Count 72 102 174
% within Transportasi 41.4% 58.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.005(b) 1 .316
Continuity
.716 1 .398
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.003 1 .317
Fisher's Exact Test .350 .199
Linear-by-Linear
.999 1 .318
Association
N of Valid Cases 174
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29.79.

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


14. Analisis Multivariat

MODEL I:
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)


Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Step jeniskelamin 1.062 .350 9.181 1 .002 2.892 1.455 5.748


1(a) KatPerBen .364 .368 .978 1 .323 1.439 .699 2.963
KatPerBar .779 .357 4.761 1 .029 2.180 1.083 4.388
KatDukKel .055 .356 .024 1 .877 1.057 .526 2.123
KatDukMan .826 .376 4.833 1 .028 2.283 1.094 4.767
Constant
-1.190 .354 11.264 1 .001 .304

a Variable(s) entered on step 1: jeniskelamin, KatPerBen, KatPerBar, KatDukKel, KatDukMan.

Model 2:
MODEL II: Keluar Dukungan Keluarga
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)


Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Step jeniskelamin 1.070 .347 9.538 1 .002 2.916 1.479 5.751


1(a) KatPerBen .362 .368 .966 1 .326 1.436 .698 2.954
KatPerBar .783 .356 4.823 1 .028 2.187 1.088 4.397
KatDukMan .840 .365 5.306 1 .021 2.316 1.133 4.732
Constant -1.178 .346 11.575 1 .001 .308
a Variable(s) entered on step 1: jeniskelamin, KatPerBen, KatPerBar, KatDukMan.

Perubahan OR Model 2
Model 2
VARIABEL
OR lama OR baru Perubahan
jeniskelamin 2.892 2.916 -0.83%
KatPerBen 1.439 1.436 0.21%
KatPerBar 2.180 2.187 -0.32%
KatDukMan 2.283 2.316 -1.45%
Perubahan OR tidak ada yang >10%, jadi DukKel keluar

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


MODEL III: Perceived Benefits keluar
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper


Step jeniskelamin 1.070 .346 9.574 1 .002 2.916 1.480 5.745
1(a) KatPerBar .846 .349 5.861 1 .015 2.330 1.175 4.621
KatDukMan .959 .344 7.764 1 .005 2.609 1.329 5.123
Constant -1.099 .336 10.696 1 .001 .333

a Variable(s) entered on step 1: jeniskelamin, KatPerBar, KatDukMan.

Perubahan OR Model 3
Model 3
VARIABEL
OR lama OR baru Perubahan
jeniskelamin 2.892 2.916 -0.83%
KatPerBar 2.180 2.330 -6.88%
KatDukMan 2.283 2.609 -14.28%
Perubahan OR ada yang >10%, jadi Perceived Benefits masuk lagi.

MODEL TERAKHIR:
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Step jeniskelamin 1.070 .347 9.538 1 .002 2.916 1.479 5.751


1(a) KatPerBar .783 .356 4.823 1 .028 2.187 1.088 4.397
KatDukMan .840 .365 5.306 1 .021 2.316 1.133 4.732
KatPerBen .362 .368 .966 1 .326 1.436 .698 2.954
Constant -1.178 .346 11.575 1 .001 .308

a Variable(s) entered on step 1: jeniskelamin, KatPerBar, KatDukMan, KatPerBen.

Uji Interaksi
Variables in the Equation

95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018


Step jeniskelamin 1.072 .356 9.071 1 .003 2.921 1.454 5.868
1(a) KatDukMan .803 .367 4.801 1 .028 2.232 1.088 4.579
KatPerBar 1.232 .509 5.849 1 .016 3.426 1.263 9.296
KatPerBen .605 .472 1.640 1 .200 1.831 .726 4.621
KatPerBar by
-.747 .736 1.030 1 .310 .474 .112 2.005
KatPerBen
Constant -1.248 .379 10.845 1 .001 .287

a Variable(s) entered on step 1: jeniskelamin, KatDukMan, KatPerBar, KatPerBen, KatPerBar * KatPerBen .

Universitas Indonesia

Determinan aktivitas..., Dinanti Abadini, FKM UI, 2018

Anda mungkin juga menyukai