Anda di halaman 1dari 4

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH : METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT RELIGIUSITAS


MAHASISWA DENGAN PENYUSUNAN ASUHAN KEPERAWATAN
SPIRITUAL MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR TAHUN 2018

OLEH :

NAMA : FEIGI FRISCILIA MOKOGINTA

STAMBUK : 14220160014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan adalah metode yang terorganisasi dan sistematis
dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien serta bagian integral dari
praktik keperawatan yang membutuhkan pertimbangan matang dalam
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini harus berlandaskan pada
penerapan ilmu pengetahuan serta prinsip-prinsip biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual (Asmadi, 2008).
Selain sebagai kerangka berfikir ilmiah, proses keperawatan merupakan
alat untuk mengkaji kebutuhan klien, merencanakan dan
mengimplementasikan tindakan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien,
serta melakukan evaluasi dengan tujuan yang telah ditetapkan sehingga
asuhan keperawatan yang diberikan lebih sistematis dan komprehensif
(Asmadi, 2008), hal tersebut sangat relevan dengan upaya dan arah
perkembangan profesionalisme keperawatan saat ini dan searah dengan
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes, 2014), yaitu
mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
masyarakat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomi.
Penerapan proses keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan
berperan dalam mengembangkan teknis, intelektual, kemampuan berfikir
kritis, logis, dan sistematis serta kerangka bertindak secara etis kepada klien.
Memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat sebaiknya tidak
terjebak pada kegiatan yang sifatnya rutinitas. Hal tersebut akan menghambat
setiap proses perkembangan yang pada akhirnya membuat perawat bekerja
ibarat robot.
Perawat profesional memandang manusia sebagai makhluk holistik
meliputi bio-psiko-sosial-spiritual-kultural yang telah menjadi prinsip
keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan harus memerhatikan
aspek tersebut. Manusia sebagai makhluk spiritual mempunyai hubungan
dengan kekuatan di luar dirinya, hubungan dengan Tuhannya, dan
mempunyai keyakinan dalam hidupnya. Keyakinan yang dimiliki seorang
perawat akan berpegang teguh terhadap perilakunya dalam melakukan proses
asuhan keperawatan. Mengingat besarnya pengaruh keyakinan terhadap
kehidupan seseorang, perawat harus mempunyai kemampuan dalam
mempengaruhi klien sehingga senantiasa termotivasi memelihara
kesehatannya (Asmadi, 2008).
Mekanisme pengendalian yang efektif dan efisien terhadap perawat perlu
dikembangkan dan dibina dalam pendidikan tinggi keperawatan. Sebagai
pihak-pihak yang mengelola pendidikan tinggi keperawatan dan pihak-pihak
yang berhubungan dengan pendidikan tinggi keperawatan agar benar-benar
memahami arti dan makna pendidikan keperawatan sebagai pendidikan
profesi dan melaksanakan pendidikan keperawatan secara keseluruhan.
(Nursalam & Efendi, 2012).
Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan, teknik keperawatan
profesional, serta body of knowledge yang diperlukan oleh seorang perawat
profesional tidak terlepas dari seluruh rangkaian dalam program pendidikan
tinggi keperawatan yang pada hakikatnya harus ditata dan dilaksanakan
sedemikian rupa, sehingga memungkinkan peserta didik memahami dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang diperlukan
dalam melaksanakan pelayanan atau proses asuhan keperawatan sesuai
tuntutan profesi keperawatan atau standar profesional sehingga lulusan benar-
benar menunjukkan sikap profesional (Nursalam & Efendi, 2012).
Peran pendidikaan tinggi keperawatan dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan peserta didik menjadi perawat profesional adalah suatu dorongan
internal yang sangat berpengaruhi terhadap kemampuan memberikan asuhan
keperawatan spiritual yang pada kenyataannya, berbagai kendala
menyebabkan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
spiritual menjadi tidak berkembang dan berakibat tidak terpenuhinya
kebutuhan spiritual bagi klien.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Samsualam (2016) dan Fasiak
(2012), yaitu dimensi spiritual belum mampu dilaksanakan secara maksimal
dalam pelayanan kesehatan terutama dalam bidang keperawatan. Hal ini
terjadi karena kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi perawat
dalam memberikan perawatan spiritual. Fakta membuktikan dalam bidang
pendidikan dan lembaga keperawatan dimana pelaksanaan kurikulum tentang
dimensi ini kurang mendapat perhatian yang menganggap bahwa kebutuhan
spiritual klien merupakan bagian dari kesehatan psikologis.
Pemahaman yang rendah tentang penyusunan asuhan keperawatan
spiritual muslim tersebut selayaknya dipandang sebagai suatu fenomena yang
tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dari sudut pandang
internal, beberapa faktor yang dapat berpengaruh yaitu kurangnya
pengetahuan tentang keperawatan spiritual, ketidakmampuan peserta didik
dalam berkomunikasi, ambigu, hal yang bersifat pribadi, dan takut melakukan
kesalahan yang berakibat pada rendahnya pelaksanaan proses pembelajaran
dan kemampuan menyusun asuhan keperawatan spiritual muslim, faktor
eksternal terdiri dari organisasi dan manajemen, hambatan ekonomi berupa
kekurangan buku panduan, kurangnya waktu belajar, dan pembinaan
peningkatan religiusitas.

Anda mungkin juga menyukai