Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

ARV tidak membunuh virus ini, tetapi ARV dapat memperlambat pertumbuhan
virus. Ada 4 jenis ARV yang mengacu pada mekanisme kerja dan tempat kerja
yang berbeda, yaitu Nucleoside reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI),
Nonnucleoside reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), Protease HIV (Human
Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
adalah suatu kondisi medis dimana sistem kekebalan tubuh terlalu lemah
untuk membasmi infeksi. Kondisi tersebut akan membuat orang mudah
terserang beberapa jenis penyakit yang tidak mungkin menyerang orang yang
memiliki daya tahan tubuh yang sehat. Ini disebut infeksi oportunistik
(Yunihastuti, 2005). Infeksi oportunistik yang biasa terjadi setelah HIV / AIDS
adalah kanker kulit yang disebut sarcoma kaposi, kanker kelenjar, pneumonia
yang disebabkan oleh Pneumocytis carinii, layer, dan Inhibitor (PI), serta Entry
Inhibitor (Nursalam, 2008). Pada tahun 1996 ditemukan kombinasi ARV yang
efektif (Hoffmann, 2007). Terapi kombinasi ARV dapat menyembuhkan infeksi
HIV melalui penggabungan beberapa obat, atau biasa disebut dengan ART
(Anti Retroviral Therapy). Penyakit kombinasi ART lebih efektif karena memiliki
efek antivirus yang lebih tinggi dan viral load yang lebih rendah dibandingkan
dengan hanya menggunakan satu jenis obat. Selain itu, resistensi mungkin
lebih kecil dan menyebabkan dosis yang lebih kecil dari masing-masing obat,
sehingga kemungkinan efek sampingnya lebih kecil. (Nursalam, 2008). TBC
otak atau otak meradang (Nursalam, 2008). Epidemi HIV menunjukkan
pengaruhnya terhadap perbaikan epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia
sebagai akibat dari semakin banyaknya kasus TB di masyarakat. HIV Kombinasi
lini pertama untuk pasien baru HIV / AIDS-TB dewasa adalah 2 NRTI + 1 NNRTI,
yang biasanya menggunakan AZT + 3TC + NVP untuk pasien TB tanpa diikuti
dengan terapi rifampisin dan AZT + 3TC + EFV untuk pasien yang menggunakan
rifampisin. bersama dengan ART (Ananworanich, 2007). Pandemi merupakan
tantangan terbesar dalam pengendalian TB. Di Indonesia diperkirakan sekitar
3% penderita Tb berstatus HIV positif. Di sisi lain, TB merupakan tantangan
dalam penanggulangan AIDS karena merupakan infeksi oportunistik terbanyak
(49%) dibandingkan ODHA (Menkes RI, 2011). Di Bali sendiri, prevalensi AIDS
dilaporkan cukup tinggi. Berdasarkan data Depkes RI, prevalensi AIDS di
wilayah Bali menempati urutan kedua setelah Papua dengan prevalensi 48,55
per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2010). Pengukuran viral load atau jumlah
HIV dalam darah, akan dapat menunjukkan seberapa baik respon tubuh
terhadap pengobatan ARV yang diberikan. Orang yang mengidap HIV dan
tidak memakai terapi ARV dapat memiliki viral load 1000 sampai 1 juta per mL
darah, dan itu akan menurunkan T CD4 total. Sementara itu, penggunaan ARV
dapat meningkatkan T CD4 total ”, sehingga tubuh dapat membuat antibodi
dan menurunkan viral load hingga 40-50 per ml darah (NAM, 2011) Salah satu
unsur penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4, yang merupakan
salah satu jenis sel darah putih. CD4 merupakan penanda yang terdapat pada
permukaan sel manusia, mengingat hubungan antar sel terutama yang
limphosit. Virus HIV merusak sel T CD4 secara langsung dan tidak langsung,
walaupun sel T CD4 dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Jika virus HIV membunuh sel T CD4 hingga kurang dari 200 T CD4
* penurunan viral load dan peningkatan CD4 dari pengobatan ARV, dan
mengingat bahwa terapi HIV-TB adalah terapi jangka panjang, maka apoteker
berperan dalam memantau terapi. pengembangan ditugaskan kepada pasien
untuk mencapai penyembuhan rasional. sel per mikro darah, sehingga
kekebalan sel bisa hilang. Infeksi ini awalnya asimtomatik dan akan terus
berlanjut menjadi infeksi laten sampai muncul sinyal infeksi dan kemudian
akan diikuti oleh AIDS, yang diidentifikasi berdasarkan jumlah sel T CD4 dalam
darah dan terdapat infeksi oportunistik (Yunihastuti, 2005). Rumusan masalah
dalam penelitian ini penggunaan Anti Retroviral pada pasien HIV / AIDS-TB
sesuai dengan pedoman terapeutik Apakah kombinasi WHO dan Depkes RI?
METODE PENELITIAN Virus HIV merupakan jenis retrovirus, sehingga obat yang
digunakan biasa disebut antiretroviral
Jenis Infeksi Oportunistik TB pada penderita HIV / AIDS Dari 22 sampel
penderita HIV / AIDS dengan diagnosis infeksi oportunistik TB ditemukan 2
jenis TB yaitu TB Paru dan Duplex KP. Sebanyak 20 pasien menderita TBC paru,
sedangkan 2 pasien menderita TBC Duplex. Karakteristik kriteria subjek
penelitian terhadap populasi sasaran dan terjangkau. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah semua penderita HIV / AIDS dewasa- umum a. Pasien TB
untuk pertama kali menggunakan ARV. E. Sampel Sampel dalam penelitian ini
diambil dengan menerapkan metode consecutive sampling untuk mengetahui
persentase peningkatan CD4 “dari kombinasi ARV pasien baru HIV / AIDS-TB. 3.
Kombinasi ARV Terapan Dari data pasien yang diperoleh, terdapat 3 kombinasi
ARV. Diterapkan yaitu dan d4T + 3TC + EFV, dimana ketiganya merupakan lini
pertama untuk penderita HIV / AIDS-TB dewasa AZT + 3TC + EFV, AZT + 3TC +
NVP, F. Izin Dalam pengambilan sampel, hal pertama yang harus dilakukan
adalah memiliki izin terlebih dahulu kepada Direktur kombinasi (Dekpes RI,
2007) setiap pasien seperti anemia dan reaksi alergi.Sebanyak 7 pasien yang
alergi rifampisin dapat diganti dengan OAT lain yaitu streptomisin, sehingga
nevirapine dapat diberikan kepada pasien tanpa interaksi. Dan bila
pemeriksaan kadar hemoglobin pasien diketahui mengidap anemia Terapan
ARV Kombinasi AZT + 3TC + EFV (NKNS), maka pemberian Zidovudine (AZT)
diganti dengan Stavudine (d4T), karena AZT mempunyai efek samping. Seperti
anemia kombinasi yang tepat diberikan kepada pasien adalah d4T + 3TC + EFV.
Gambaran umum jenis kombinasi TB dan ARV yang digunakan dapat berupa
AZT + 3TC + NVP 14 d4T + 3TC + EFV Gambar 1. Pola Terapi ARV Lini Pertama
pada Penderita HIV / AIDS-TB di Klinik VCT RSUP Sanglah periode Januari-
Desember 2009 terlihat pada gambar di bawah. 12 12 Dari 22 pasien sebagai
sampel, terdapat 10 14 pasien atau 64% yang menggunakan kombinasi AZT +
3TC-EFV. Selanjutnya, terdapat 7 pasien atau 32% yang menerapkan
kombinasi AZT + 3TC + NVP. Hanya 1 pasien atau 4% yang menggunakan
kombinasi d4T + 3TC + EV dimana kombinasi tersebut untuk pasien HIV / AIDS-
TB yang memiliki kadar Hb rendah (Depkes RI, 2007a). I TB Paru merupakan
lini pertama KP Duplex 4. Kombinasi ARV digunakan untuk penderita infeksi
oportunistik tuberkulosis dan KP duplex Kombinasi lini pertama untuk
penderita TB Paru dan KP Duplex serupa yaitu AZT + 3TC + NVP, namun
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan kombinasi ARV secara bersamaan
dapat menyebabkan interaksi obat. Salah satu ARV yang diberikan yaitu
nevirapine bila digunakan bersamaan dengan obat anti tuberkulosis yang
dapat menimbulkan interaksi yaitu Rifampisin menurunkan kadar nevirapine
dalam darah pada 30- dengan kombinasi ARV paru Gambar 2. Kombinasi ARV
digunakan untuk pasien dengan infeksi paru oportunistik tuberkulosis dan KP
duplex Pada penelitian ini, seperti terlihat pada Gambar 2, terdapat 2 pasien
yang menderita KP Duplex yang diberikan kombinasi AZT + 3TC + EFV.
Sebanyak 12 pasien tuberkulosis paru menggunakan kombinasi AZT + 3TC +
555 / mikro liter dan juga menurunkan kadar sebagian besar protease inhibitor
dalam darah (Alcorn, 2010). Jadi, jika pasien dengan HIV / AIDS dengan infeksi
oportunistik TB memakai Rifampisin dan ARV secara bersamaan, kombinasi
antiretroviral Efavirenz lini pertama digunakan (AZT +3 TC + EFV). Sedangkan
bila penderita HIV / AIDS dengan infeksi oportunistik TB tidak menggunakan
Rifampisin, tetap dapat diberikan kombinasi AZT +3 TC + NVP (Depkes RI,
2007a). EFV, 7 pasien TB paru menggunakan kombinasi AZT + 3TC + NVP, dan
1 pasien TB paru menggunakan kombinasi d4T +3 TC + EFV. Pasien N.KN.S
mendapatkan terapi kombinasi d4T +3 TC + EFV karena memiliki kadar
hemoglobin yang rendah yaitu 10 g / dl, sedangkan kadar Hb normal pada
wanita dewasa adalah 12-16 g / dl (Depkes, 2007a). Pemilihan kombinasi
antiretroviral 5. Peningkatan CD4 terhadap ARV pada pasien dengan infeksi
oportunistik TB juga didasarkan pada keadaan spesifik pasien kombinasi HIV /
AIDS-TB Jumlah AZT + 3TC + EFV AZT + 3TC + NVP d4T + 3TC + EFV
Dari perubahan jumlah CD4 selama 1 tahun penggunaan ARV dapat dipantau
peningkatan atau penurunan pasien CD4. Peningkatan dan penurunan CD4
menurut ACD4 dapat dilihat pada tabel di bawah ini, CD4 + 400300 200 14 12
100 12 10 Nama Pasien Meningkat 4 CD4 + Gambar 4. Peningkatan kombinasi
CD4 AZT + 3TC + EFV + HIV / 12 2. “Penurunan CD4 + AIDS-TB di Klinik VCT RS
Sanglah Kombinasi AZT + 3TC + NVP Gambar 4 menunjukkan bahwa 12 pasien
HIV / AIDS-TB yang menerima kombinasi ARV AZT + 3TC + EFV pernah
mengalami CD4 dalam dua pemeriksaan berikutnya. Total rata-rata CD4 untuk
pasien adalah 55,17 / ul. Darah, sedangkan setelah satu tahun pemakaian,
rata-rata CD4 + ARV meningkat menjadi 229 / ul darah. AZT + 3TC + EFV
Gambar 3. Peningkatan dan penurunan CD4 + HIV / AIDS-TB di Klinik VCT RSUP
Sanglah selama Januari-Desember 2009 berdasarkan ACD4 7. Peningkatan
kombinasi CD4 AZT +3 TC + NVP Peningkatan CD4 dari 6 pasien yang
menggunakan kombinasi AZT + 3TC + NVP dapat dilihat pada Gambar 5 berikut
ini. Dari hasil yang diperoleh, kombinasi AZT +3 TC + EFV diberikan kepada 14
pasien yaitu 12 pasien mengalami peningkatan nilai CD4 dan 2 pasien dengan
penurunan nilai CD4 “setelah pemakaian 12 bulan, sedangkan kombinasi d4T +
3TC + NVP yang diberikan kepada 7 pasien dengan 6 pasien mengalami
peningkatan nilai CD4 dan pasien I dengan nilai CD4 menurun setelah 12 bulan
penggunaan, sedangkan kombinasi d4T +3 TC + EFV yang diberikan kepada I
pasien baru menunjukkan peningkatan Jumlah CD4 500 400300 200 100 6.
Peningkatan kombinasi CD4 ‘+ AZT +3 TC + EFV Peningkatan CD4 dari 12 pasien
yang menggunakan kombinasi AZT +3 TC + EFV dapat dilihat pada Gambar 4.
Nama pasien CD4 awal + CD4 + setelah 6 bulan CD4 + setelah 12 bulan
Gambar 5. Peningkatan kombinasi CD4 AZT +3 TC + NVP + HIV I AIDS-TB di
Klinik VCT RSUP Sanglah Gambar 5. Menunjukkan bahwa 6 penderita HIV /
AIDS-TB yang mendapat kombinasi ARV seperti AZT + 3TC + NVP d47-3TG-EFV
meningkatkan CD4 “dalam dua pemeriksaan berikutnya. Rata-rata awal
jumlah penderita CD4 adalah 96 / ul darah, sedangkan setelah setahun rata-
rata konsumsi CD4 ARV meningkat menjadi 226,5 / uL darah. 175 B Clinical
“Category KC Clinical AZT-STC-NVP 124. AZT-JTC-EFV 245 Category 8.
Peningkatan Kombinasi CD4 dengan d4T +3 TC + EFV O 100 200 A CD4 + (ul)
Pemberian kombinasi d4T + 3TC + EFV hanya ditemukan pada pasien I.
Peningkatan CD4 “dari 1 pasien yang menggunakan kombinasi d4T + 3TC + EFV
dapat dilihat pada Gambar 6 berikut, Gambar 7. Perubahan CD4 di setiap
rentang awal dan akhir CD4 ‘, masing-masing dengan kombinasi ARV juaped
junouy d4T + 3TC + EFV LW.B Kombinasi ARV Dari gambar 7 terlihat bahwa
peningkatan CD4 terbesar pada penderita HTV / AIDS-TB dengan kategori klinis
C yaitu 200 CD4 awal + 150 CD4 + setelah 6 menggunakan kombinasi Jumlah
AZT + 3TC + EFV 100 dimana rata-rata peningkatannya sebesar 182.45 Vul.
Darah. Sedangkan pada kategori yang sama dengan kombinasi AZT + 3TC +
NVP, rata-rata peningkatan jumlah CD4 pasien setelah tiga kali pemeriksaan
terlihat pada CD4 bulan 50 CD4 + setelah 12 bulan N.K.N.S paling kecil terlihat
yaitu darah 128,6 / ul. Gambar 6 Peningkatan kombinasi CD4 pasien d4T + 3TC
+ EFV NKNS dengan HIV / AIDS-TB di Klinik VCT RSUP Sanglah 9. Perbandingan
Klinik CD4 Berdasarkan WHO Menurut WHO terdapat 3 kategori klinis HIV /
AIDS yaitu klinis kategori A memiliki CD4 awal> 500 / uL darah, klinis kategori
B memiliki CD4 awal antara 200-499 / uL darah, dan klinis kategori C memiliki
darah awal CD4 <200 uL (WHO, 2006). Dari data yang diperoleh terdapat 2
pasien untuk klinis kategori B, 17 pasien untuk klinis kategori C, dan tidak ada
yang memiliki kategori klinis A. Dari CD4 awal atau Kategori dan Peningkatan
Gambar 6. Menunjukkan bahwa pasien mendapat NKNS yang dikombinasikan
dengan ARV d4T + 3Tc + EFV mengalami peningkatan pemeriksaan CD4
dengan cukup cepat. Pasien yang diberi kombinasi d4T + 3TC + EFV memiliki
kadar hemoglobin yang rendah yaitu 10 g / dl, sedangkan kadar Hb normal
pada wanita dewasa adalah 12-16 g / dl (Depkes, 2007a). Pemberian
Stavudine (d4T) pada penderita anemia tepat, karena d4T tidak memiliki efek
samping seperti anemia. Pada dua indikasi klinis berikutnya dapat dipantau
apakah kombinasi ARV ketiga untuk pasien HIV / AIDS-TB di atas, dapat dilihat
peningkatan CD4 pada setiap terapi kombinasi obat lini pertama yang berhasil
diberikan. Ada 3 indikasi keberhasilan penggunaan ARV, yaitu jika dalam 6
bulan sampai 12 bulan penggunaan ARV dapat tercapai, maka (a) peningkatan
jumlah CD4 100 / ul darah, (b) jumlah CD4 tidak menurun di bawah jumlah CD4
awal, (c) jumlah CD4 tidak kurang dari 50% dari titik puncak jumlah CD4 yang
digabungkan. Setiap kombinasi peningkatan dapat dibandingkan berdasarkan
kategori klinis pasien, seperti pada Gambar 7 di bawah ini. Dicapai selama
terapi. Jika memenuhi satu, dua atau tiga kondisi tersebut, maka terapi
dikatakan berhasil (WHO, 2006). Pasien <100 / µL darah. Pola kedua adalah
jika terjadi penurunan total CD4 setelah satu tahun terapi, yaitu jumlah CD4
yang kembali atau kurang dari terapi ARV awal. Sedangkan pola ketiga adalah
penurunan jumlah CD4 setelah penggunaan 12 bulan sebesar 50% dari
peningkatan penggunaan ARV selama 6 bulan (Depkes RI, 2007a). Dari 22
pasien HIV / AIDS-TB yang mendapat terapi kombinasi ARV lini pertama,
terdapat 3 pasien yang mengalami penurunan total CD4 setelah pemeriksaan
ketiga atau setelah satu tahun penggunaan kombinasi ARV, seperti pada tabel
berikut. Dari data peningkatan jumlah pasien CD4 “, terdapat 19 pasien yang
berhasil memenuhi kriteria keberhasilan terapi pasien berhasil memenuhi
ketiga kriteria keberhasilan terapi (a, b, c) sedangkan 3 pasien berhasil
memenuhi kriteria 2 dan 3 (b , c) yang dapat dilihat di bawah indikasi, 16 20 15
CD4 “15 Kategori CD4 Final (ul.) C Clinical Initial 10 Clinical CD4 (ul) bulan
(kategori Pasien ARV B klinis (uL) (Kategori abc bc KPB AZT + 3TC + EFV 20 94
73 Succesfull Therapy LW.R AZT + 3TC + EFV 4 75 22 Gambar 8. Terapi Sukses
Pasien yang mendapat peningkatan CD 4 * Kategori Klinis dan MP AZT + 3TC +
NVP 119239 97 pada HIV / AIDS-TB Hal ini disebabkan interaksi antara OAT
yang dikonsumsi pasien yaitu Rifampisin dengan NVP, dimana rifampisin
menurunkan kadar nevirapine dalam darah sebesar 0-555 / liter makro dan
juga menurunkan sebagian besar protease inhibitor (Alcorn, 2010). Pasien
adalah pasien KPB yang mengalami penurunan CD4 “setelah satu tahun terapi
dan mereka melaporkan Terjadi kegagalan terapi pertama menurut Depkes,
dimana pola ini menunjukkan jumlah CD4 awal “di bawah 100 / uL darah yang
meningkat selama 6 bulan penggunaan ARV, kemudian menunjukkan
penurunan setelah 12 bulan penggunaan ARV. Pasien I.W.R yang mengalami
penurunan CD4 setelah satu tahun terapi dan merupakan kegagalan terapi
ketiga menurut Depkes, dimana pola ini menunjukkan penurunan jumlah CD4
setelah satu tahun terapi, mereka kembali atau lebih rendah dari terapi awal
ARV. Memiliki pasien yang klinis HIV / AIDS-TB pasien AZT = 3TC + kombinasi
NVP di mana kategori B meningkat rata-rata pada 138 / µL darah. Sedangkan
pada kategori serupa dengan AZT + 3TC + EFV rata-rata peningkatan jumlah
penderita CD4 terlihat paling kecil yaitu 80 / uL darah. Pasien MP yang
mengalami penurunan CD4 “setelah satu tahun terapi dan merupakan
kegagalan kedua pola terapi menurut Depkes, dimana pola ini menunjukkan
dikonsumsi oleh pauem, namery Kilampien WtH NVP, di mana rifampisin
menurunkan tingkat darah dari nevirapine pada 0-555 / liter makro dan juga
menurunkan sebagian besar protease inhibitor (Alcon, 2010). Sedangkan
peningkatan CD4 paling besar dimana pola ini menunjukkan jumlah CD4 awal
di bawah 100 / ul darah yang meningkat selama 6 bulan penggunaan ARV,
kemudian menunjukkan penurunan setelah 12 bulan penggunaan ARV.
1.PasienWR yang mengalami penurunan CD4 “setelah satu tahun terapi dan
mereka mewakili kegagalan terapi ketiga menurut Depkes, dimana pola ini
menunjukkan penurunan jumlah CD4 setelah satu tahun terapi, mereka
kembali atau lebih rendah dari terapi awal ARV. Pasien MP yang mengalami
penurunan CD4 “setelah satu tahun terapi dan merupakan pola kegagalan
terapi kedua menurut Depkes, dimana pola ini menunjukkan penurunan
jumlah CD4” setelah satu pasien memiliki pasien klinis HIV / AIDS-TB B adalah
yang memiliki kategori kombinasi AZT-3TC + NVP dimana peningkatan rata-rata
kadar darah 138 / µL. Sedangkan pada kategori yang sama dengan AZT + 3TC +
EFV, rata-rata peningkatan CD4 terlihat paling kecil yaitu 80 / uL darah 10.
Penurunan CD4 berdasarkan Departemen Kesehatan Indonesia (Depkes)
Setelah terapi ARV dilakukan, pemantauan CD4 dilakukan untuk mencegah
kegagalan terapi terutama pada pemakaian tahun pertama dan untuk
menentukan apakah perlu mengganti terapi atau tidak. Ot. Menurut Depkes,
indikasi kegagalan terapi ARV adalah jika memenuhi setidaknya satu dari tiga
pola kegagalan terapi. Pola indikasi kegagalan terapi yang pertama adalah
pada tahun pertama penggunaan ARV, peningkatan terapi tahun CD4, mundur
atau lebih rendah dari terapi awal ARV. KESIMPULAN Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua kombinasi sesuai dengan pedoman terapeutik
WHO dan Departemen Kesehatan Indonesia (Depkes) dimana 19 pasien dapat
meningkatkan CD4 berdasarkan kategori WH0 dan 3 Depkes RI 2010. Statistik
Kasus HIV / AIDS di Indonesia. 2010 Des, 21). Tersedia dari http //
www.aidsindonesia atau id / rena / LTIMenkes2 010 pdf pasien gagal
meningkatkan CD4 + berdasarkan kategori Depkes DAFTAR PUSTAKA Alcorn,
Keith. 2010 Pengobatan HIV Langsung Berdampak Terbesar pada Penderita TB
dengan Jumlah CD4 Below 100.

Anda mungkin juga menyukai