Mari kita bahas satu per satu apa saja yang menjadi problem
pengembangan Perguruan Tinggi di Indonesia. apakah ada kemungkinan bisa di
1
Persada Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001),
hal. 67
perbaiki? Dan siapa yang berperan untuk mengembangkan kembali perguruan
tinggi di Indonesia?
Kurikulum pendidikan tinggi terlalu padat dengan bobot kredit yang kecil
(antara 2 sampai 4 sks permata kuliah). Kemudian, penelitian yang memakan
waktu satu sampai dua semester ironisnya hanya dinilai dengan bobot SKS yang
sangat kecil (sekitar 4 sampai 6 sks) jika dibandingkan bobot SKS penelitian
mahasiswa di luar negeri. Sehingga seharusnya mahasiswa belajar sedikit mata
kuliah tapi mendalam (in-depth) seperti yang terjadi di negara-negara maju.
2
Yusrin Ahmad Tosepu, “Arah Perkembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia”, (Makassar,
2017), hal. 91
3
Dan yang Harus Berperan dalam Mengembangkan Kualitas Universitas di
Indonesia adalah Dosen sebagai Pengajar, Mahasiswa sebagai Pelajar.
Dosen bukan lagi yang hanya masuk kelas dan memberikan tugas namun
tidak menjelaskan materi. Dosen harus menyiapkan materi-materi pendukung
untuk kelancaran proyek peserta didik, demikian pula peserta didik harus mampu
membuat dan mengerjakan hasil tugasnya untuk ditampilkan atau dipresentasikan
di depan temannya. Pada saat presentasi hasil proyeknya peserta didik mendapat
kesempatan untuk melakukan assessmen terhadap temannya – peer assessmen,
memberikan feedback pada hasil kerjanya.
Begitu pula dengan mahasiswanya, jangan hanya karena dosen yang tidak
hadir mahasiswa juga tidak hadir. Mahasiswa adalah bukti di mana wujud kampus
itu hidup. Mahasiswa tidak perlu lagi menjadi pengingat fakta dan prinsip tapi
akan berperan sebagai periset, problem-solver, dan pembuat strategi. Mahasiswi
juga harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan misinya sebagai pelajar yang
4
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 134
5
Tito Edy Priandono, Hadaiq Rolis Sanabila, Muhammad Heychael, Rahmad Mahendra,
“Pupawarna Pendidik Tinggi Indonesia”, (Jakarta: RISTEKDIKTI: 2016), hal. 8
kelak akan menggantikan posisi dosennya sebagai pengajar. Karena pada
hakikiatnya pelajar belajar untuk menjadi seorang pengajar.