Anda di halaman 1dari 4

HISTORIS PESANTREN DI INDONESIA DIPENGARUHI OLEH

BANGSA ARAB DAN INDIA

Istilah pondok pesantren adalah merupakan dua istilah yang mengandung


satu arti. Orang jawa menyebutnya “pondok” atau “pesantren”. Pesantren secara
etimologi berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an
sehingga menjadi pe-santria-an yang bermakna kata “shastri” yang artinya murid.
Dan jika kita lihat pada bentuk bahasa yang lain, pesantren berasal dari kata
shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama
Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-
buku suci agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.

Sebagai lembaga pendidikan di Indonesia, pesantren telah eksis ditengah


masyarakat selama enam abad (mulai abad ke-15 hingga sekarang) dan sejak awal
berdirinya telah menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta huruf.
Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat
pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat
melek (literacy) dan melek budaya (cultural literacy).

Sebagai Institusi pendidikan Islam di Indonesia yang paling tua, pesantren


memiliki akar transmisi sejarah yang jelas. Orang yang pertamakali
mendirikannya dapat diketahui, walaupun dari berbagai kalangan ahli sejarah ada
yang berselisih dalam mengidentifikasi pendiri pesantren pertama kali. Sebagian
mereka meyebut Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang dikenal dengan nama
Syaikh Maghribi dari Gujarat, India sebagai pendiri pertama pesantren ditanah
jawa.1 Mohammad Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel (Raden
Rahmat) sebagai pendiri pesantren pertama kali di kembang kuning Surabaya. 2
Bahkan kyai Machrus Aly menginformasikan bahwa disamping Sunan Ampel,
ada yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di
Cerebon sebagai pendiri pesantren pertama sewaktu mengasingkan diri bersama
pengikutnya dalam khalwat, beribadah secara istiqomah untuk ber-taqarrub
kepada Allah.3

Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam persfektif


wacana pendidikan nasional, sistem pondok pesantren telah membangkitkan
spekulasi tentang asal-usulnya. Terdapat tujuh teori mengenai hal tersebut.
Pertama, pesantren merupakan bentuk tiruan atau adabtasi terhadap pendidikan
Hindu dan Budhasebelum Islam datang ke Indonesia. Teori kedua, mengklaim
bahwa pesantren berasal dari India, teori ketiga, menyatakan bahwa model
pesantren ditemukan di Baghdad. Teori keempat, melaporkan bahwa pesantren
bersumber dari perpaduan Hindu-Budha (pra Muslim di Indonesia) dan India.
Teori kelima, mengungkapkan berasal dari kebudayaan Hindu-Budha dan Arab.
Teori keenam, menegaskan berasal dari India dan orang Islam di Indonesia, dan
teori ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan Tradisi lokal yang lebih tua.4

Tujuh teori ini semakin mempersulit penarikan kesimpulan tentang asal-


usul pesantren. Lalu, apa yang mempengaruhi asal-usul adanya pesantren di
Indonesia?

Agaknya pesantren terbentuk atas pengaruh India, Arab dan tradisi


Indonesia sebagaimana dimaksudkan dari teori terakhir tersebut. Ketiga tempat ini

1
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), hlm.
231
2
Muh. Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman (Bandung: Jemmars, 1987), hlm.
53.
3
Machrus Aly, ―Hakikat Cita Pondok Pesantren‖, dalam Soeparlan Soerjopratondo dan M.
Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren (Jakarta: Paryu Barkah, tt), hlm. 40.
4
Mohammad Hasan, Perkembangan Pendidikan Pesanteren di Indonesia, (STAIN Pamekasan,
2015), hal. 62, Vol. 10 No. 1 Juni 2015
merupakan arus utama dalam mempengaruhi terbagunnya sistem pendidikan
pesantren. Arab sebagai tempat kelahiran Islam mengilhami segala bentuk
pengajaran dan pendidikan Islam. India sebagai kawasan yang menjadi asal-usul
pendiri pesantren pertama dan setidaknya menjadi daerah transit para penyebar
Islam masa awal. Sedangkan Indonesia yang pada saat kehadiran pesantren masih
didominasi Hindu-Budha dijadikan pertimbangan dalam membangun sistem
pendidikan pesantren sebagai bentuk akulturasi atau kontak budaya.

Jaringan pengaruh Internasional yakni India dan Arab yang mewarnai


profil pesantren pada awal berdirinya dapat juga ditelusuri melalui teori
kemadzhaban. Beberapa peneliti menemukan bahwa penyebar Islam di Indonesia
adalah orang-orang Arab yang tinggal di Gujarat, Malabar dan Pantai
Coromandel, India dan Arab waktu itu merupakan tempat-tempat yang subur bagi
madzhab Syafi’i.5

Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan missi


pendidikan, namun sekaligus juga dakwah, dan justru missi kedua ini yang lebih
menonjol. Lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang
dapat menyalurkan dakwah secara tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara
nilai-nilai yang telah dibawanya dengan nilai-nilai yang telah mengakar
dimasyarakat setempat. Namun pada akhirnya pesantren diterima oleh masyarakat
setempat sebab orientasi utamanya adalah melancarkan dakwah dan menanamkan
pendidikan sehingga tidak mengherankan jika pesantren kemudian menjadi
kebanggaan masyarakat sekitarnya terutama yang telah menjadi Muslim.

Namun tidak sampai disana, pesantren dihadapkan dengan tindakan tiran


kaum kolonial Belanda. Inperialis yang menguasai Indonesia selama tiga setengah
abad ini selain menguasai politik, ekonomi dan militer juga mengemban missi
penyebaran agama Kristen. Nagi belanda pesantren merupakan penghambat
terhadap gerak Kristenisasi dan upaya pembodohan masyarkat. Bahkan pada
tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama)
yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren.

5
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid IV (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 41
Kemudian, pada masa kemerdekaan, pesantren merasakan nuansa baru.
Kemerdekaan merupakan kemenangan bagi seluruh sistem pendidikan untuk
berkembang lebih bebas, seperti SD, SLP, dan SLA milik pemerintah mulai
bermunculan untuk berpartisipasi menyediakan saluran pendidikan sebagai upaya
pelayanan masyarakat. Namun keadaan tersebut justru menjadi tantangan bagi
pesantren, karna dengan banyaknya madrasah yang bermunculan mengakibatkan
pesantren tidak banyak lagi diminati dan tidak banyak lagi menjalankan tugasnya
dan ini juga berdampak pada kehidupan dan kelangsungan pesantren, hanya
pesantren besar yang mampu menghadapinya dengan menyesuaikan dengan
pendidikan nasional sehingga maslah itu dapat diredam.

Kehidupan pesantren kembali normal pada masa Orde Baru. Ini diawali
dengan adanya hubungan yang semakin membaik antara pemerintah dengan umat
Islam. Pesantren dapat hidup dan berkembang dengan baik, bahkan berkembang
pesat dengan segala variasinya.

(Artikel di tulis oleh: Helma Autharina S.N, PBA/3A)

Anda mungkin juga menyukai