Masa dalam kehidupan manusia dapat kita bagi dua, yaitu masa prasejarah
(masa sebelum manusia mengenal tulisan sampai manusia mengenal tulisan)
dan masa sejarak (masa manusia telah mengenal tulisan) Ada dua produk
revolusioner hasil dari akal manusia dalam zaman prasejarah, yaitu
1. Penemuan roda untuk transportasi, pada mulanya, roda hanya
digunakan untuk mengangkat barang berat diatas batang pohom.
2. Bahasa, bahasa adalah suara yang diterima sebagai cara untuk
menyampaikan pikiran seseorang kepada orang lain.
Untuk masa prasejarah, ada dua pendekatan untuk membagi zaman prasejah,
yaitu
1. Pendekatan berdasarkan hasil teknologi, terdiri dari zaman batu tua
(palaeolitikum), zaman batu tengah/ madya (mesolitikum), dan
zaman batu baru.
2. Pendekatan berdasarkan model sosial ekonomi atau mata
pencaharian hidup yang terdiri atas :
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan,meliputi masa
berburu sederhana (tradisi Paleolit) dan masa berburu tingkat
lanjut ( tradisi Epipaleolitik).
b. Masa bercocok tanam, meliputi tradisi Neolitik dan megalitik.
c. Masa kemahiran teknik atau perundingan, meliputi tradisi
senituang perunggu dan tradisi senituang besi.
Gelombang pertama (the first wave) gelombang kedua adalah revolusi industri
terutama di dunia barat yang dimulai dengan revolusi industri yaitu kira-kira
tahun 1700 m-1970m. masa ini dimulai dengan penemuan mesin uap pada
tahun 1712, gelombang ketiga merupakan refolusi informasi yang ditandai
dengan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk
berkomunikasi dalam berbagai bidang, gelombang ketiga terjadi dengan
kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi dan data prosesing,
penerbangan dan angksa laut, energi alternatif dan energi yang dapat
diperbaharui dan terjadinya urbanisasi, yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi, komunikasi dan transportasi.
bukan filosof. Kecuali jika digunakan kata filosofi dan bukan filsafat maka
ajektivnya yang tepat adalah filosofis, sedangkan mengacu kepada orangnya
yaitu filosof (Rapar, 1996:14)
Suriasumantri dalam Ilmu dalam perspektif (2003:4) menyebutkan bahwa
filsafat adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara
berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Pemikiran serupa
mengenai filsafat dikemukakan oleh Latif (2014:4) filsafat adalah hasil akar
seorang manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnnya (radic). Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat keberaan segala sesuai.
Kemudian lebih rinci pengetian filsafat ditulisan oleh Muliono (2019:9) yang
menyatakan bahwa filsafat adalah refleksi rasional, kritis dan radikal mengenai
hal-hal mendasar dalam kehidupan. Adapun yang dimaksud dengan refleksi
rasional disini ialah merupakan perenungan yakni perenungan ilmiah, yang
tidak bertolak dari wahyu, tradisi apalagi mitos melainkan semata-mata
bersandar pada rasio atau akal dan penalaran. Adapun refleksi kritis bermakna
filsafat merupakan seni bertanya mempertanyakan apapun tanpa tabu,
mempertanyakan apa yang ada (being) maupun yang mungkin ada, sehingga
filsafat kerap disebut berpikir spekulatif. Pertanyaan yang diajukan filsafat
memiliki ciri khas yang mendalam (radikal), dimana pertanyaan tersebut
diperdalam sampai ke akar-akarnya.
Berdasarkan ketiga definisi filsafat tersebut diatas sangat jelas menunjukan
bahwa filsafat sangat ditentukan oleh kemampuan manusia dalam
menggunakan rasio atau akalnya dalam berpikir mempertanyakan sesuatu
sampai pada akar (radic) atau pada hal yang sangat mendasar dan juga berpikir
untuk menjawab setiap pertanyaan sampai pada kebenaran yang
sebenarbenarnyanya atau pada hakikat kebenaran itu sendiri.(Sutisna et al.,
2017)
akan dibahas dalam makalah ini yaitu berpikir filsafat, namun sekilas akan
dijelaskan tiga jenis berpikri lainnya selain filsafat.
Berpikir awam yaitu berpikir yang dilakukan oleh orang kebanyakan, tanpa
menggunakan kerangka teori atau ilmu tertentu. Kemudian berpikir ilmiah
yaitu berpikir secara keilmuan. Berikutnya berpikir religi yaitu cara berpikir
yang berbasis pada suatu yang diyakini sebagai kebenaran hakiki.
Seperti yang dikemukakan diatas bahawa akatifitas manusia dalam menjalani
kehidupan sehari-sehari selalu dihadapkan dalam aktifitas berpikir, beragam
masalah datang untuk kita selesaikan dengan memikirkan cara
penyelesaiannya. Keadaan berpikir sehari-hari yang dilakukan oleh manusia
untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ditemukannya menjadi ciri
dari orang tersebut sedang berfilsafat. Apakah orang lapar dan kemudian
berpikir untuk mencari solusi agar tidak lapar, itu juga merupakan berpikir
filsafat, tentu menurut saya itu bukan ciri berfikir filsafat. Untuk menjawab
seperti apa cara berpikir orang filsafat, berikut ini karakteristik cara berfikir
filsafat (Latif, 2014:4) yaitu :
1. Bersifat menyeluruh maksudnya seorang ilmuwan tidak akan pernah
puas jika hanya megenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia
ingin mengetahui hakikat ilmu dari sudut pandang yang lain, kaitanya
dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini membawa
kebahagiaan dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak akan
merasa sombong dan mengangkuk paling hebat atau diatas langit
masih ada langit, sebagaimana Socrates yang meyatakan tidak tau
apa-apa.
2. Bersifat mendasar, maksudnya sifat yang tidak begitu saja percaya
bahwa ilmu itu benar, mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses
penilaian berdasarkan kriteria dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri
benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti suatu pertanyaan yang
melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
3. Bersifat spekulatif, maksudnya menyusun sebuah lingkaran dan
menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik,
akhirnya dibutuhkan suatu sifat spekulatif baik dari segi proses,
analisis maupun pembuktiannya, sehingga dapat dipisahkan mana
yang logis atau tidak.
10 Filsafat Ilmu di Era Milenial
Sedangkan menurut Gilles Deleuze manfaat filsafat yang paling besar adalah
untuk menciptkan konsep, bukan untuk pembangunan teori, tapi demi konsep
itu sendiri (Turnbull, 2005: 186).
Namun aristoteles berpikiran bahwa tidak ada kehidupan setelah mati, jadi
kematian adalah akhir dari segala-galanya.
Pemikiran para filsuf tentang manusia terus berkembang, akan tetapi didalam
perkembangan tersebut tidak dapat disimpulkan tenalitasnya, terutama yang
menyangkut kesempurnaan pemikirannya. Perkembangan pemikiran tentang
manusia menunjukkan adanya upaya yang terus-menerus untuk menemukan
hakikat manusia. Hal ini berarti ingin dicapai pengertian yang mendalam dan
radikal tentang manusia.
Materialisme telah diawali sejak filsafat yunani yakni sejak munculnya filsuf
alam Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai
memuncak pada abad ke-19 di eropa. Materialisme ekstrim memandang
bahwa manusia adalah terdiri dari materi belaka. Lamettrie (1709-1751)
sebagai seorang pelopor materialisme berpandangan bahwa manusia tidak lain
daripada binatang, binatang tak berjiwa, material belaka.
2. Idealisme
3. Rasionalisme
18 Filsafat Ilmu di Era Milenial
4. Irrasionalisme
manusia, sedangkan jiwa adalah tempat akal dan budi yang membuat manusia
dapat berpikir dan merasakan kehidupan yang ada di sekitarnya, jiwa inilah
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya seperti binatang atau
benda mati. Manusia sebagai sebuah satuan yang kompleks tentu tidak dapat
berdiri dengan sendirinya, seperti benda yang diciptakan oleh manusia, benda
itu butuh bantuan manusia agar dapat terangkai menjadi sebuah benda.
Begitupun manusia yang butuh kekuatan diluar dirinya untuk dapat menjadi
manusia, atau yang disebut dengan kekuasaan tuhan.
Garis besar yang kedua adalah yang ekstrem. Pandangan itu menyebutkan
bahwa kita sama saja dengan binatang, hanya material belaka, dan manusia
pun memiliki jiwa kebinatangan, derajat manusia lebih tinggi hanya karena
menyandang nama manusia. Sebagai manusia layaknya kita bijak menanggapi
berbagai pendapat tersebut, karena apapun bentuknya, itu merupakan bagian
dari sejarah ilmu pengetahuan manusia. nfprasetyo.blogspot.com
Kekuatan berpikir dengan menggunakan rasio atau akal menjadi bagian yang
sangat penting untuk menunjukan eksistensi diri seorang manusia. Hal besar
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya yaitu diberikan
kemampuan berpikir, sehingga dengan kemampuan ini manusia bisa survive
dan melangsungkan kehidupannnya kearah yang lebih baik dari waktu ke
waktu. Hal inilah yang membedakan manusia dengan binatang, yang sama-
sama mereka diberikan otak untuk berpikir, namun kemampuanya tersebut
tidak berkembang sehingga tidak ada perubahan kearah yang lebih baik dan
major. Kondisi seperti ini pulalah yang sebagaimana dikemukakan oleh
Descrates yang dikutip dan ditulis oleh banyak penulis buku filsafat yaitu “I
Think There fore I Think” atau bias juga ditulis dengan kata “Cogito Ergu
Sum” yang diartikan “aku berpikir maka aku ada” (Muliono 2019:1).
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada
masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat,
karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-
mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja),
melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal
bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan
bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir terkenal sepanjang masa.
Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates, Plato,
Aristoteles.
4. Zaman Renaissance.
5. Zaman Modern. ( 17 – 19 M)
Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Ilmu berarti
semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah (John G.
Kemeny)
Menurut Norman Campbell, Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
berguna dan praktis dan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu
tidak bersangkutan dengan kehidupan praktis dan tidak dapat
mempengaruhinya kecuali dalam cara yang paling tak langsung, baik kebaikan
atau keburukan.
Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan
berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala
kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan
penerapan.
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya, hasil usaha manusia
untuk memahami suatu obyek tertentu. Cabang filsafat yang membahas
pengetahuan disebut Epistemologi. Istilah lain dalam kepustakaan filsafat dari
epistemologi adalah Filsafat pengetahuan, Gnosiologi, Kritika pengetahuan,
logika material, teori pengetahuan, kriteriologi. (Sumantri, 2015)
26 Filsafat Ilmu di Era Milenial
Metode ilmiah yang bersifat umum masih dapat dibagi dua, yaitu metode
analitiko-sintesa dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sistesa merupakan
gabungan dari metode analisa dan metode sintesa. Metode non-deduksi
merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisa, maka dalam babak terakhir kita
memperoleh pengetahuan analitik. Pengetahuan analitik itu ada dua macam,
yaitu: pengetahuan analitik a priori dan pengetahuan analitik a posteriori.
Metode „analisa‟ ialah cara penanganan terhadap barang sesuatu atau sesuatu
obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu
dengan pengertian-pengertian yang lainnya. Pengetahuan analitik a priori
misalnya, definisi segitiga yang mengatakan bahwa segitiga itu merupakan
suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus yang saling beririsan yang
membentuk sudut-sudut yang berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitik a posteriori berarti bahwa kita dengan menerapkan
metode Analisa terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empirik atau
dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu.
Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi-kursi yang ada, kemudian
kita berusaha untuk menentukan apakah yang dinamakan kursi itu?
Definisinya misalnya, kursi adalah perabot kantor atau rumah tangga yang
Bab 4 Eksistensi Manusia Sebagai Pencetus Ilmu 27
Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris dan induktif di
mana seluruh kegiatan diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui
pengamatan yang cermat sambil didukung oleh berbagai sarana yang canggih.
Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk pernyataanpernyataan.
c. Pengamatan dan klasifikasi data.
Dalam tahap ini, ilmuwan mengadakan analisa dan sintesa secara induktif.
Lewat analisa dan sintesa ilmuwan mengadakan generalisasi (kesimpulan
umum). Generalisasi merupakan pengetahuan umum yang dituangkan dalam
pernyataan-pernyataan umum/universal. Dari sinilah teori terbentuk.
e. Tahap ramalan (prediksi)
30 Filsafat Ilmu di Era Milenial
Dalam tahap ini, deduksi mulai memainkan peranan. Disini dari teori yang
sudah terbentuk tadi, diturunkan hipotesa baru dan dari hipotesa ini, lewat
deduksi pula, ilmuwan mulai menyusun implikasi-implikasi logis agar ia dapat
mengadakan ramalan-ramalan tentang gejala-gejala yang perlu diketahui atau
yang masih terjadi. Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
f. Pengujian kebenaran hipotesa (verifikasi)
Dalam tahap ini dilakukan pengujian kebenaran hipotesa dan itu artinya
menguji kebenaran ramalan-ramalan tadi melalui pengamatan/observasi
terhadap fakta yang sebenarnya atau percobaanpercobaan. Dalam hal ini
keputusan terakhir terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung hipotesa,
maka hipotesa itu harus dibongkar dan diganti dengan hipotesa lain dan
seluruh kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari permulaan. Itu berarti data
empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya hipotesa. Dengan demikian
langkah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah pengujian kebenaran
ilmiah dan itu artinya menguji konsekuensi-konsekuensi yang telah dijabarkan
secara deduktif. (Beerling, 1988)
2. Limas ilmu.
Dalam tradisi, ilmu-ilmu biasa digambarkan dalam bentuk limas. Dasar limas
meliputi semua data yang diperoleh suatu disiplin ilmu tertentu melalui
pengamatan (observasi), percobaan-percobaan (eksperimen). Sedang puncak
limas tadi diduduki oleh teori. Antara dasar dan puncak limas masih terdapat
lagi beberapa tahap, misalnya klasifikasi data, perumusan hipotesa, pengujian
hipotesa dan lain-lain. Limas sebagai keseluruhan merupakan sistem ilmu.
Atas dasar kesatuan ilmu-ilmu ada tedensi untuk menerpakan gambar limas ini
pada keseluruhan ilmu dan memang hal ini dapat dimengerti karena ilmu pada
dasarnya merupakan kesatuan metode dan dalam kesatuan metode ini tiap-tiap
ilmu mendapat tempatnya meskipun masih ada metode yang sangat teoritis.
Lebih lanjut setiap ilmu mempunyai bahasa sendiri yang berbeda dengan
bahasa sehari-hari. Karena itu untuk mengerti ciri khas ilmu perlulah dia
dibedakan dari bahasa sehari-hari.
3. Siklus Empirik.
Bab 4 Eksistensi Manusia Sebagai Pencetus Ilmu 31
Penjelasan probabilistik atau keadaan boleh jadi adalah apabila terdapat suatu
pertanyaan yang tak dapat dijawab secara pasti yang biasa dikemukakan
dengan mengajukan kata-kata 'mungkin', 'hampir pasti' atau 'boleh jadi'.
Penjelasan probabilistik banyak diperguanakan dalam ilmu sosial utamanya
ilmu politik.
c. Penjelasan finalistik.
Bab 4 Eksistensi Manusia Sebagai Pencetus Ilmu 33
Ramalan.
Seorang ilmuwan yang baik tidak lekas puas karena hal yang berupa
kebenaran yang telah dicapainya jika belum diuji dengan cara yang sesuai
dengan masalahnya. Satu hal yang patut dipakai dalam persiapan pengujian
disamping penjelasan atau verstehen juga ramalan atau prediksi. Bentuk-
bentuk ramalan yang banyak dipakai antara lain adalah:
a. Ramalan menurut hukum.
Bentuk ramalan yang paling tua adalah ramalan yang berupa dan berpangkal
tolak pada keajegan-keajegan. Keajegan ini diperlukan untuk memecahkan
atau menghampiri suatu permasalahan yang hampir mirif baik dalam ilmu
sosial maupun ilmu alam, karena hukum adalah suatu keteraturan yang
fundamental yang dapat diterapkan pada setiap keadaan atau persoalan.
b. Ramalan menurut struktur.
Pustaka
Mulyono (2018) ‘Buku Ajar Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar’, pp. 1–
54.
Sumantri, M. S. (2015) ‘Modul Hakikat Manusia dan Pendidikan’, pp. 1–43.
Surajiyo and Sriyono (2017) ‘Sikap Ilmiah Ilmuwan’, Prosiding Diskusi
Panel Pendidikan “Menjadi Guru Pembelajar” Keluarga Alumni
Universitas Indraprasta PGRI, (April), pp. 12–22.
Sutisna, I. et al. (2017) ‘Relasional Ilmu Filsafat Dengan Pendidikan
Drs. Herimanto, M.Pd., M.Si and Winarno, S.Pd., M.Si , Ilmu Sosial &
Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2016, vol. 10
Achmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Suriasumantri, Jujun S. (ed). 2003. Ilmu Dalam Perspektif (sebuah kumpulan
krangan tentang hakikat ilmu). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Toenlioe, Anselmus JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: Gunung
Samudra
36 Filsafat Ilmu di Era Milenial
Biodata Penulis:
Ir. I Putu Artawan, ST., lahir di Kendari, 26
Mei 1980. Pendidikan formal yang telah diikuti
SD Negeri Tridana Mulya Tahun 1986-1992,
SMP Negeri 2 Kendari Tahun 1992-1995, dan
SMA Negeri 1 Kendari 1995-1998. Gelar
sarjana Teknik disandang tahun 2005, di
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas 45 Makassar, menyelesaikan
Pendidikan profesi Insinyur di Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin tahun 2020.
Email : artawanputu@yahoo.com