Anda di halaman 1dari 12

PIDANA & TINDAKAN

PEMBELAJARAN 11 HUKUM PIDANA


WARIH ANJARI
Definisi Pidana & Tindakan
• Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
• Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang
mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);
• Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang (strafbaarfeit);
• Roeslan Saleh:“pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu
• Pidana berasal kata straf (Belanda)
• Tindakan: aktifitas bagi pelaku tindak pidana yang ditetapkan menurut uu
dan berdaarkan putusan pengadilan

01
Perbedaan Pidana & Tindakan

Pidana Tindakan
• Sifatnya pembalasan bagi pelaku • Sifatnya perlindungan baik bagin
• Pengimbalan bagi kesalahan pelaku maupun masyarakat
pelaku • Merupakan pembinaan bagi
pelaku

01
Pengaturan
• Pasal 10 KUHP, yang menyebutkan ada 2 jenis pidana yaitu:
1. Pidana Pokok, yang terdiri dari: (a). Pidana mati, (b) Pidana penjara, (c)
Pidana kurungan, dan (d) Pidana denda
2. Pidana Tambahan, yang terdiri dari: (a) Pencabutan hak tertentu, (b)
Perampasan barang tertentu, (c) Pengumuman putusan hakim,
3. Pidana Tutupan, dengan dasar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946
tentang Pidana Tutupan.
• Tindakan:Pasal 44 KUHP yang memuat sanksi tindakan berupa perawatan
dirumah sakit jiwa bagi orang yang tidak mampu bertanggungjawab atas
tindak pidana yang dilakukan karena terganggu jiwanya.

01
Stelsel Pidana KUHP
Lih. KUHP.

01
Sistem penjatuhan pidana KUHP
• Sanksinya dalam KUHP sendiri menerapkan sistem dua jalur dalam
stelsel sanksinya,
• Hal ini tercantum dalam pasal 10 KUHP yang memuat sanksi Pidana
yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan dan Pasal 44
KUHP yang memuat sanksi tindakan berupa perawatan dirumah sakit
jiwa bagi orang yang tidak mampu bertanggungjawab atas tindak
pidana yang dilakukan karena terganggu jiwanya.
• Dalam hal penerapan sistem dua jalur dalam stelsel sanksinya,
Indonesia menganut sistem dua jalur dalam pemidanaan (double
track system), yaitu di samping pembuat tindak pidana dapat dijatuhi
pidana, dapat juga dikenakan berbagai tindakan.

01
Pembenar Penjatuhan Pidana: Teori Tujuan
Pemidanaan
(1) Teori Absolut (Retributif) menyatakan bahwa pemidanaan
merupakan pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan oleh
pelaku. Sanksi yang dijatuhkan untuk memuaskan tuntutan keadilan
dan sebagai pembalasan.
(2) Teori Tujuan (Doeltheorie) menyatakan bahwa pemidanaan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan tertentu yang bermanfaat untuk
melindungi masyarakat (social defence),
(3). Teori integratif menyatakan bahwa pemidanaan dilihat dalam
perspektif multy dimenstional, sehingga tujuannya bersifat plural
(Muladi, 2002: 49-51).
01
Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan
penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan
ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas (teori absolut
dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa
kedua teori tersebut memiliki kelemahan-kelemahan yaitu :Kelemahan teori
absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman
perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud
tidak harus negara yang melaksanakan.Kelemahan teori relatif yaitu dapat
menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi
hukum berat; kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk
memperbaiki masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti
sulit dilaksanakan.

01
Aliran Hukum Pidana: untuk mencapai system
hukum pidana yang bermanfaat
1. Aliran Klasik; menghendaki hukum pidana yang
tersusun secara sistematis dan menitikberatkan pada
kepastian hukum. Aliran ini penganut pandangan
indeterministis mengenai kebebasan kehendak
sehingga mengutamakan perbuatan dan tidak
kepada orang. Aliran ini berpijak pada: asas legalitas,
asas kesalahan, dan asas pembalasan;

01
2. Aliran Modern
Aliran Modern; bertitik tolak dari pandangan determinisme,
bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan kehendak
sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dipidana.
Aliran ini menolak pembalasan, dan kesalahan subyektif
diganti dengan sifat berbahayanya perbuatan pelaku. Oleh
karena itu bentuk pertanggungjawaban pelaku berupa
tindakan untuk perlindungan masyarakat, menghendaki
individualisiasi pidana dan bertujuan mengadakan resosialisasi
pelaku.

01
3. Aliran Neoklasik
Aliran Neo Klasik; sama dengan aliran klasik dengan doktrin
kebebasan kehendak (free will). Adapun perbedaannya: (a)
Doktrin kebebasan kehendak (free will) dipengaruhi oleh
ketidakmampuan bertangungjawab dan penyakit jiwa, (b)
Diterimanya keadaan yang meringankan baik fisik maupun
mental, (c) adanya peringan pidana dan pertanggungjawaban
pidana sebagian pada hal khusus, misalnya gila, dibawah umur
dan keadaan lainnya, (d) masuknya kesaksian ahli untuk
menentukan derajat pertanggungjawaban

01
Pustaka
• Warih Anjari, PENJATUHAN PIDANA MATI DI INDONESIA DALAM
PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA, E-journal WIDYA Yustisia, Volume 1
Nomor 2 Maret 2015
• Warih Anjari, PENJARA TERHADAP DOKTER DALAM PERSPEKTIF
MENGIKATNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN
PEMIDANAAN INTEGRATIF Kajian Putusan Nomor 1110
K/Pid.Sus/2012, Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 1 April 2017
• KUHP

01

Anda mungkin juga menyukai