Anda di halaman 1dari 18

PEDOMAN

UPAYA PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PROGRAM ZOONOSIS
ANTRAKS

PUSKESMAS WONOSARI
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Antraks termasuk penyakit zoonosis, disebabkan oleh Bacillus anthracis bersifat
akut dan dapat menimbulkan kematian. Terutama menyerang hewan pemamah biak, dan
dapat menyerang hewan mamalia lainnya termasuk manusia. Penyakit ini tersebar
dihampir semua Negara Afrika dan Asia, beberapa Negara di Eropa (Inggris, Jerman dan
Italia), beberaapa wilayah di Amerika Serikat dan Australia. Di Indonesia pertama kali di
laporkan pada tahun 1832 di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Daerah endemis antraks pada hewan terdapat di provinsi Sumatera Barat, Jambi,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Sedangkan
pada kasus yang terjadi pada manusia dilaporkan dari DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan kasus terakhir
terjadi di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Kasus pada manusia yang terjadi di
Indonesia 93% merupakan tipe kulit dan 3% merupakan tipe pencernaan.
Pada tahun 2020 di wilayah kerja Puskesmas Wonosari terlaporkan tidak ada kasus
suspek Antraks. Akan tetapi tetap perlu waspada dalam melakukan pemantauan dan
pelaporan terhadap risiko terjadinya kasus antraks sebagai hal kewaspadaan dan deteksi
dini dan pencegahan penyakit antraks.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit Zoonosis Antraks di
Puskesmas Wonosari
2. Tujuan khusus
Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
Zoonosis Antraks dengan tujuan :
a. Terlaksananya proses pengelolaan program Antraks mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
b. Tersosialisasinya program Antraks ke masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program Antraks.
d. Memberikan pedoman bagi pelaksana program pencegahan dan pengendalian
Antraks dan petugas kesehatan lainnya dalam peningkatan kecepatan dan ketepatan
diagnose penderita dan dilanjutkan dengan penatalaksaaan penyakit Antraks sesuai
standar
C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran program P2PP Antraks adalah :
1. Petugas pelaksana program P2P Zoonosis Antraks
2. Petugas medis dan paramedis
3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan
program P2P Zoonosis Antraks
4. Jejaring Puskesmas
5. Masyarakat pada umumnya

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman meliputi:
1. Penemuan pasien terduga penyakit Antraks
2. Pemeriksaan
3. Penatalaksaan awal
4. Pencatatan dan pelaporan penderita
5. Monitoring dan Evaluasi
6. Rujukan ke jejaring Puskesmas dan rujukan ke Fasilitas kesehatan lanjutan
7. Sosialisasi tentang penyakit Antraks

E. Batasan Operasional
Batasan operasional pencegahan dan pengendalian program zoonosis Antraks
meliputi upaya kesehatan perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan
dilaksanakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit Antraks dengan
sasaran individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
1. Penyakit antraks atau anthrax adalah infeksi bakteri serius yang disebabkan
bakteri Bacillus anthracis. Pada keadaan normal, bakteri menghasilkan spora yang
tidak aktif (dorman) dan hidup di tanah. Saat spora masuk ke dalam tubuh binatang
atau manusia, spora menjadi aktif.
2. Spora aktif yaitu spora masuk ke dalam tubuh binatang atau manusia kemudian spora
mulai membelah diri, menghasilkan racun, menyebarkannya ke seluruh tubuh dan
menyebabkan penyakit yang berat.
3. Antraks menyerang manusia di bedakan menjadi:
a. Antraks Cutaneous atau antraks kulit
b. Antraks Gastrointestinal atau antraks pencernaan
c. Antraks Inhalasi atau antraks pernafasan
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan program P2P Zoonosis Antraks
meliputi:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis
2. Petugas paramedis yang sudah pernah mendapatkan pelatihan atau sosialisasi
penanganan Antraks
3. Petugas paramedis desa di wilayah kerja Puskesmas Wonosari

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan program P2P Antraks terdiri dari :
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis di Balai Pengobatan Umum dan pelayanan
gawat darurat yang bertanggung jawab dalam hal pengobatan berjumlah satu orang
2. Koordinator program yang bertanggung jawab dalam pelayanan Antraks di ruang Unit
Gawat Darurat
3. Petugas paramedis lain yang membantu pelaksanaan pelayanan Antraks di ruang
pelayanan Bp. Umum baik di Desa maupun di Puskesmas dan pelayanan kesehatan
kasus terduga Antraks di ruang Unit Gawat Darurat.

C. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan pelayanan program P2P Penyakit Zoonosis Antraks di Unit Gawat
Darurat dilaksanakan 24 jam setiap hari, dan pelayanan di Balai Pengobatan Umum setiap
hari pada jam kerja.
TAHUN 2021 Keterangan
No. Uraian Kegiatan Me
Jan Peb Mar Apr Jun Jul Agts Sep Okt Nop Des
i
Penerimaan &
24 jam
1. Pemeriksaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Setiap Hari
Pasien
Penatalaksaan 24 jam
2. √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Awal Setiap Hari
Rujukan Ke
24 jam
3. Jejaring √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Setiap Hari
Fayankes
Pelaporan ke
4. √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Setiap bulan
Dinkes Kab
BAB III
STANDART FASILITAS

A. DENAH RUANG
Terdapat 2 (dua) unit pelayanan untuk penanganan kasus Antraks di Puskesmas Wonosari,
ada yang melalui pelayanan Balai Pengobatan (BP) Umum dan pelayanan kesehatan Unit
Gawat darurat.

No Keterangan
1 Pintu
2 Tempat tidur pasien
1 3 3 Wastafel
4 Meja Administrasi
2
5 Sterilisator
6 Warmer
7 Lemari Alkes
2 8 Lemari Obat
9 Trolly Obat
4 10 Kursi Roda

4
5

9
1
9
2
No Keterangan
1 Meja Perawat
2 Meja Dokter
1 10 3 Tempat tidur pasien
8 7 4 Trolly Alkes
6 5 Pintu

Gmb. Denah ruang Unit Gawat darurat

1
1
5

2 4
3
Gmb. Denah ruang BP. Umum

B. STANDAR FASILITAS
Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan
penatalaksanaan Antraks antara lain adalah :
1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup
2. Buku Register pelayanan kesehatan, rekam medis pasien berserta ATK
3. APD : Masker Bedah, masker N95, handscoon, gown, hazmat, Face Shield untuk petugas
4. Pelayanan rujukan kasus yang di curigai Antraks
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan pengendalian program penyakit
Zoonosis Antraks di UPTDD Puskesmas Wonosari dilaksanakan setiap hari.

B. Metode
Metode tata laksana pelayanan Antraks, meliputi :
1. Penanganan kasus yang di duga kasus Antraks di unit pelayanan kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Wonosari (Ponkesdes dan Pustu), Balai Pengobatan (BP) Umum dan
Unit Gawat Darurat (UGD)
2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan baik dari tingkat Ponkesdes dan Pustu
ke Puskesmas Wonosari, maupun dari Puskesmas Wonosari ke Rumah Sakit rujukan
3. Mensosialisasikan program penyakit Zoonosis Antraks ke masyarakat
4. Pelaporan kasus di duga Antraks ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso

C. Langkah Kegiatan
Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Antraks mengikuti siklus
P1-P2P-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan (P1)
Perencanaan meliputi : Sosialisasi pencegahan dan pengendalian Antraks dan
penemuan pasien yang diduga penyakit Antraks
2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2P)
Pelaksanaan kegiatan P2P Zoonosis Antraks dilakukan setiap hari 24 jam.
Prinsip pencegahan dan pengendalian awal Antraks adalah :
a. Setiap ada kasus di duga Antraks harus segera di tindak lanjuti.
b. Anamnesis:
1) Identitas klien
2) Keluhan:
a) Antraks Cutaneous atau antraks kulit
Munculnya gejala pada kulit berupa benjolan kulit yang dapat terasa gatal
dan selanjutnya benjolan tersebut dapat berubah menjadi borok berwarna
hitam yang tidak menimbulkan nyeri
b) Antraks Gastrointestinal atau antraks pencernaan
(1) Manifestasi Intestinal
Terjadi di ileum atau cecum yang di ikuti limfadenopati regional,
gejalanya tidak khas (demam tidak tinggi, malaise, mual, muntah,
anoreksia) pada perkembangannya akan timbul nyeri abdominal,
hematemesis, diare dengan darah, bahkan dapat terjadi abdomen akutum
setelah 2-4 hari muncul asites dan abdominal pain sampai septicemia.
(2) Manifestasi Oropharyngeal
Awalnya terjadi ulcer pada mukosa di mulut dan tenggorokan dan
dysphasia yang di ikuti dengan edema cervical dan limfadenopati
regional. Pembengkakan dapat berlanjut hingga sesak nafas, mudah
terjadi penyebaran melalui darah, septicemia hingga meningitis.
c) Antraks Inhalasi atau antraks pernafasan
(1) Fase awal:
Gejala tidak khas (demam tinggi mendadak, kedinginan, batuk non
produktif, malaise, fatigue, myalgia, berkeringat dan rasa tidak enak di
dada.
(2) Fase Pertengahan
Demam tinggi mendadak, dispneu, distress pernafasan, mual dan
muntah.
(3) Fase lanjut bila tidak di beri terapi
Severe respiratory distress (dispneu, stridor, sianosis) yang di awali 1-3
hari, munculnya gejala pada kulit setelah kontak langsung dengan spora
atau basil antraks
c. Pemeriksaan Fisik
1) Antraks Cutaneous atau antraks kulit
Muncul lesi papuler dan gatal, berkembang menjadi vesikel di sertai dengan
edema dan nyeri, lesi menjadi nekrosis dan adanya vesikel di sekitar luka dan
akhirnya berubah menjadi escar hitam setelah 7-14 hari sejak pertama
munculnya lesi.
2) Antraks Gastrointestinal atau antraks pencernaan
Nyeri abdominal, hematemesis, diare dengan darah, asites.
3) Antraks Inhalasi atau antraks pernafasan
a) Fase Awal
Suhu tubuh tinggi (≥38,5 C), berkeringat
b) Fase Pertengahan
Dispneu, distress pernafasan
c) Fase Lanjut
Dispneu, stridor, sianosis
d. Rujukan pasien ke Fasyankes rujukan
e. Promosi Kesehatan/ sosialiasi tentang Antraks
1) Mengenal penularan Antraks
a) Antraks Cutaneous atau antraks kulit
Kontak langsung dengan spora, kontak dengan hewan atau produk hewan
yang terinfeksi
b) Antraks Gastrointestinal atau antraks pencernaan
Dengan cara menghirup spora
c) Antraks Inhalasi atau antraks pernafasan
Makan daging yang kurang matang, kulit, susu hewan yang terinfeksi
Belum ada bukti penularan antar manusia.
2) Pencegahan Antraks
a) Pekerja yang berhubungan dengan hewan atau produk hewan sebaiknya
rutin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun setiap kali selesai
bekerja. Selain itu, selama bekerja, penting untuk selalu menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap berupa masker, goggle (semacam kacamata
pelindung), sarung tangan, dan apron.
b) Memasak daging hingga matang
c) Hindari interaksi dengan binatang yang terinfeksi antraks
d) Vaksinasi antraks jika anda berisiko
3. Penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan (P3)
a. Pencatatan dilakukan sejak pasien menjadi terduga kasus Antraks hingga pasien
dirujuk ke jejaring fasyankes. Pencatatan dilakukan dalan rekam medis pasien dan
buku laporan pelayanan kesehatan baik di unit wilayah (Ponkesdes dan Pustu),
Balai Pengobatan (BP. Umum) dan di Unit Gawat Darurat.
b. Kegiatan penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan dilaksanakan setiap ada kasus
c. Pelaporan dikirimkan ke Seksi P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso
d. Evaluasi dilaksanakan setiap tahun meliputi evaluasi indikator kinerja masukan
(input, proses, output) dan dampaknya. Hasil evaluasi dibahas dalam pertemuan
untuk selanjutnya dipakai sebagai penyusunan rencana kebutuhan dalam
menetapkan metode yang lebih efektif dan efisien pada periode berikutnya
BAB V
LOGISTIK

Logistik Program Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis merupakan komponen penting


agar kegiatan program dapat dilaksanakan. Jenis-jenis logistik P2P Zoonosis pada kasus
Antraks di Puskesmas Wonosari adalah melakukan identifikasi awal, pelayanan kesehatan
sesuai dengan protasp penatalaksanaan pelayanan kesehatan kasus antraks, melakukan
pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dan melakukan rujukan pasien Rumah
Sakit Rujukan dan pemeriksaan laboratorium ke laboratorium rujukan.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Keselamatan sasaran adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman dalam
sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk mencapai
luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003). Keselamatan
sasaran menghindarkan sasaran dari potensi masalah dalam pelayanan kesehatan yang
sebenarnya bertujuan untuk membantu sasaran.
Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasaran pelayanan
kesehatan UPTD Puskesmas Wonosari, meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) petugas
kesehatan terhadap sasaran, menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan), serta terlaksanya
progra-program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak
diharapkan).
Sasaran keselamatan sasaran pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi
tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi sasaran
Identifikasi sasaran kegiatan yang akan menerima pelayanan kesehatan sesuai rencana
kegiatan unit pelayanan kesehatan yang telah disusun.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh sasaran pelayanan
kesehatan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan sasaran.
Evaluasi diakhir pelayanan kesehatan dilakukan untuk memastikan sasaran tidak salah
memahami informasi yang diberikan.
3. Peningkatan keamanan sarana pelayanan kesehatan
Memantau lokasi, bangunan dan material pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan
keselamatan sasaran pelayanan kesehatan.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-metoda, tepat-sasaran
Menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan kesehatan untuk
menghindari kesalahan lokasi, metoda dan sasaran pelayanan dan promosi kesehatan.
5. Pengurangan risiko psikososial terkait pelayanan kesehatan
Resiko psikososial seperti bosan, mengantuk, lelah dan pusing dapat terjadi selama
pelayanan kesehatan berlangsung. Untuk meminimalisir bahkan menghindari hal tersebut
diperlukan komitmen bersama sasaran, memilih metoda yang tepat dan memberikan
reward.
6. Pengurangan risiko sasaran terjatuh/terluka
Memilih dan memantau lokasi pelayanan kesehatan untuk menghindari sasaran mengalami
cedera baik dalam ruangan menerima pelayanan kesehatan.
Sistem keselamatan sasaran pelayanan kesehatan dilakukan dengan melakukan assesment
resiko, dampak dan menyusun implementasi solusi untuk mengendalikan atau meminimalkan
timbulnya resiko.
Sistem Keselamatan Sasaran Unit Pelayanan Antraks
RISIKO DAMPAK/
NO LOKASI PENATALAKSANAAN
SASARAN AKIBAT
1 Dalam Salah memahami Salah menerapkan  Menyampaikan materi yang
gedung informasi yang informasi yang benar dan jelas menggunakan
diterima diterima metoda yang tepat.
Fisik (dinding,  Sakit akibat  Pemantauan berkala fisik
lantai, tersandung bangunan.
pencahayaan, terpeleset,  Rambu peringatan.
suhu/kelembaban, tertabrak.
kebisingan)  Kepanasan,
pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi Kecelakaan lalu  Pemilihan lokasi yang mudah
gedung menuju lokasi lintas. dan aman dijangkau sasaran.
penyuluhan
Psikososial  Mengantuk  Membangun komitmen bersama.
 Pusing  Penyampaian materi efektif dan
 Bosan efisien.
 Lelah  Pemilihan metoda promosi
kesehatan yang tepat.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan disemua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang.
Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas,
tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Risk Assesment melakukan identifikasi potensi bahaya atau faktor risiko dan dampak
atau akibatnya. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Penyelenggaraan
kesehatan kerja petugas di unit pelayanan UPTD Puskesmas Wonosari adalah sebagai
berikut :
Sistem Keselamatan Kerja Unit Pelayanan Kesehatan
Potensi Bahaya/
No Lokasi Dampak/ Akibat Penatalaksanaan
Faktor Resiko
1 Dalam Kesalahan informasi Menurunkan Menggunakan
gedung yang diberikan melalui tingkat referensi/rujukan
media promosi kepercayaan terpercaya/resmi.
kesehatan. sasaran.
Fisik (dinding, lantai,  Sakit akibat  Pemantauan berkala .
pencahayaan, tersandung  Rambu peringatan.
suhu/kelembaban, terpeleset,
kebisingan). tertabrak.
 Kepanasan,
pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi menuju Kecelakaan lalu  Penggunaan APD di
gedung lokasi sasaran kerja. lintas. perjalanan.
 Pemeliharaan
kendaraan
operasional secara
rutin.
Beban kerja  Stress kerja  Membangun
 Pusing komitmen bersama.
 Bosan  Pengorganiasaian
 Lelah kerja.
 Intensif/reward.
 Refreshing.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN MUTU

Penatalaksanaan mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk
atau jasa yang diberikan kepada sasaran. Penatalaksanaan mutu pada unit pelayanan promosi
kesehatan UPTDD Puskesmas Wonosari diperlukan agar terjaga kualitasnya sehingga
memuaskan masyarakat sebagai sasaran. Penjaminan mutu kesehatan pelayanan dapat
diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu manajemen
yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan
menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continous improvement) atau kaizen mutu
pelayanan promosi kesehatan.
Penatalaksanaan mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program penatalaksanaan
mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan penatalaksanaan mutu pelayanan klinis meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu standar.
2. Pelaksanaan, yaitu :
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara
capaian dan rencana kerja).
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung untuk
memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.
Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik yang melakukan proses.
Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan.
Contoh : monitoring pelayanan pasien, monitoring kinerja tenaga kesehatan.

Sedangkan untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan pelayanan klinis, dilakukan
evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang diperoleh melalui metode
berdasarkan waktu, cara dan tehnis pengambilan data.
a. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas ;
1) Retrospektif
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh : survey kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
2) Prospektif
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh : waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.
b. Berdasarkan sumber pengambilan data, terdiri atas :
1) Langsung (data primer).
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
Contoh : survey kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan klinis.
2) Tidak langsung (tidak langsung).
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh : catatan riwayat penyakit yang lalu.
c. Berdasarkan Cara pengambilan data ;
1) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh : survey kepuasan pelanggan.
2) Observasi.
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan ceklist
atau perekaman.
d. Pelaksanaan evaluasi terdiri dari :
1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang
berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja
tersebut. Oleh karena itu audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan pelayanan klinis secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit yaitu :
a) Audit Klinis.
Audit Klinis yaitu analisis klinis sistematis terhadap pelayanan klinis, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumberdaya, hasil yang
didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan berbasis
bukti.
b) Audit Profesional.
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan klinis seluruh tenaga medis dan
paramedis terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan
sumberdaya dan hasil yang diperoleh.
Contoh : audit pelaksanaan sistem manajemen mutu.
c) Review (pengkajian).
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelayanan klinis tanpa
dibandingkan dengan standar.
Contoh : kajian penggunaan antibiotik.
Indikator mutu Pencegahan dan Penatalaksaan penyakit Antraks meliputi :
1. Input
No Uraian Standar Kompetensi Target
1 Sumber Daya Untuk dokter penanggung jawab, pelaksana
Manusia program dan Petugas paramedis harus 100 %
memiliki :
- STR

2. Proses

No Standar Kompetensi Target


1. SOP Penatalaksanaan Antraks Ada
2. SOP Kunjungan Rumah Ada
3. Kepatuhan Petugas Terhadap SOP 100 %

3. Out Put
No Uraian Target
1 Kepuasan Pelanggan 80 %
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pecegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis (Antraks) Puskesmas


Wonosari ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas Wonosari
diperlukan komitmen dan kerjasama semua pihak. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan
semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah kerja
puskesmas Wonosari. Sehingga kepuasan masyarakat pengguna layanan kesehatan Puskesmas
Wonosari pun meningkat.

Mengetahui, Wonosari, 05 Januari 2021


Kepala Puskesmas Wonosari Pengelola Program Zoonosis

dr. Lukman Hakim, M.MKes Novita Andriyani, S.Kep.,Ns


NIP. 19740514 200212 1 009 NIP. 19801115 200701 2 010

Anda mungkin juga menyukai