Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap
Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap
Oleh :
Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
limpahan rahmatNya-lah maka saya bisa menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah tentang “Perlawanan Rakyat Aceh Vs
Portugis dan VOC”, yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari berbagai sejarah tentang cikal bakal Bangsa Indonesia dan bisa mengetahui perjuangan
dari rakyat-nya itu sendiri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Dengan ini, saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat untuk
semua pihak.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………
1
1.1 Latar belakang………………………………………………………………………………..…1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………………2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………2
1.4 Manfaat ………………………………………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….4
2.1 Latar Belakang Perlawanan Teuku Umar dalam Menentang Kolonialisme
Belanda……….4
2.2 Periode Perang
Aceh…………………………………………………………………………….5
2.3 Strategi Teuku Umar dalam Menentang Kolonialisme Belanda……….
…………………….5
2.4 Alasan Teuku Umar Kembali Menyerah………………………………………………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………….7
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………7
3.2 Saran …………………………………………………………………………………………….7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….……8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Terdapat sekitar 3000 laskar pejuang Aceh yang bersiaga disepanjang pantai dan 4000
pasukan lain yang menjaga istana Sultan. Masyarakat Aceh mengobarkan semangat juang untuk
mempertahankan negerinya dari serangan Belanda.
Peran Ulama dan Uleebang dalam perang Aceh juga sangat besar. Karna masyarakat Aceh sebagian
besar adalah pemeluk agama Islam yang kuat sehingga begitu ulama menyerukan kepada umat
untuk perang fisabilillah maka rakyat Aceh dengan serentak akan menyerahkan jiwa dan raganya
untuk berjuang dijalan Tuhan dan demi mempertahankan negerinya dari serangan Belanda.
Salah satu tokoh yang berjuang melawan Belanda adalah Teuku Umar bersama pejuang-
pejuang Aceh lainnya. Teuku Umar mencari Strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak
Belanda, Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Ketika bergabung dengan
Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar
secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Dan
taktik tersebut akhirnya berhasil. Pada tahun 1896 Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda. Ia
melancarkan serangan berdasarkan siasat dan strategi perang miliknya, Teuku Umar dibantu Teuku
Panglima Polim dan para pengikutnya membantai Belanda. Gubernur Deykerhof sebagai gubernur
yang telah memberi kepercayaan kepada Teuku Umar selama ini telah dikhianati Teuku Umar. Ia
lantas memerintah Van Heutsz bersama pasukan besarnya untuk menangkap Teuku Umar. Serangan
mendadak kedaerah Meulaboh itulah yang merenggut nyawa Teuku Umar. Ia ditembak dan gugur
di medan perang, tepatnya dikampung Mugo pada Februari 1899.
Maka Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “Strategi Teuku Umar
dalam Menentang Kolonialisme Belanda (1873- 1899)”.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang perlawanan Teuku Umar dalam menentang Kolonialisme
Belanda.
2. Untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan Belanda di Aceh Besar.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Teuku Umar dalam menentang kolonialisme
Belanda di Aceh.
2
1.4 Manfaat
a. Untuk mengetahui sejarah perlawanan rakyat Aceh.
b. Untuk meneladani sikap kepahlawanan rakyat Aceh.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Perlawanan Teuku Umar dalam Menentang Kolonialisme Belanda
Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkam wilayah Deli, Langkat,
Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda,
berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian
London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan
tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura.
Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga
kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh
ini didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh
menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian London
1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda
untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka.
Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana
Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatra 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan
Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Aceh juga
mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Akibat upaya diplomatik Aceh tersebut,
Belanda menjadikannya sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan
Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta
keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi
Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
2.2 Periode Perang Aceh
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud
Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat
dipatahkan, di mana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh hari kemudian,
perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut kembali Masjid Raya
Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk,
Lampu'uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan
dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.
Perang Aceh Kedua (1874-1880). Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Jan van Swieten.
Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat
pertahanan Belanda. Pada 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh
Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874,
digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indrapuri.
Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, di mana pemerintah masih berjalan
mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-
tempat lain.
4
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi
sabilillah. Di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1903. Dalam perang
gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada
tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar
gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang
gerilya.
Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan
perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan
Kesultanan.
6
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perang Aceh merupakan perang yang berlangsung antara kerajaan Aceh dan Belanda.
Perang tersebut berlangsung kurang lebih sekitar tahun 1873 -1904. Semangat juang rakyat Aceh
yang tidak pernah surut membuat pihak Belanda kesulitan untuk menakhlukkan Aceh. Apalagi
dengan semangat perang sabil yang semakin membuat rakyat Aceh semangat dalam menyerang
Belanda. berbagai strategi perang telah digunakan Belanda untuk melemahkan rakyat Aceh, tetapi
usaha tersebut selalu mengalami kegagalan. Sampai pada akhirnya Belanda meminta nasihat dari
seorang pengamat masyarakat aceh yakni Snouck Hurgronje untuk menyelidiki kelemahan rakyat
Aceh. Dengan adanya bantuan dari snouck Hurgronje, akhirnya Pemerintah Hindia Belanda dapat
melaksanakan siasat licik untuk menakhlukkan Aceh dan hal tersebut ternyata berhasil dan pada
tahun 1903 sultan Muhammad Daud Syah menyerah kepada Belanda.
Walaupun akhirnya Belanda berhasil menguasai Aceh dan mengikat Sultan Aceh dengan
perjanjian, tetapi perlawanan-perlawanan dari rakyat Aceh kepada pihak belanda masih terus
berlangsung selama awal abad 20.
3.2 Saran
Perang Aceh dapat menjadi suatu pembelajaran bagi bangsa Indonesia akan pentingnya rasa
persatuan dan persaudaraan antar seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya rasa persatuan dan
persaudaraan yang terjalin kokoh, maka suatu bangsa akan sulit untuk dihancurkan.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://imansofyan-bisanet2014.blogspot.com/2015/03/makalah-perlawanan-rakyat-aceh-
terhadap.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Aceh