Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOTERAPI I

“SEPSIS”

DOSEN PEMBIMBING:
JULIA TOTONG, SSI, M. FARM, APT

DISUSUN OLEH:
1)
IMELDA MATRUTY (16190000005)
2)
PRUDENTISIMA OKI (16190000001)
3)
PUTRI YOGI SELVIANA (16190000004)
4)
WIDI MIFTAHUL JANAH (161900000012)
5)
MARIANA RENA (16190000016)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INDONESIA MAJU (STIKIM)
Jalan Harapan No. 50 Rt 7 Lenteng Agung Kec. Jagakarsa Jakarta Selatan
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Telp (012) 78894043
2021
KATA PENGATAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karna atas berkat dan rahmat Nya kami diberi kemudahan dalam
menyusun makalah ini dan Mampu menyelesaikan dengan tepat waktu. Dalam
penyusunan makalah ini penulis berterima kasih kepada dosen mata kuliah
Farmakoterapi I, Julia Totong, Ssi, M.farm,Apt. Karena telah membimbing
sehingga ilmu yang diberikan dapat diterapkan dan digunakan dalam pembuatan
makalah ini.
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Sepsis.
Sehingga para pembaca dapat memperdalam ilmu mengenai materi tersebut
lebih baik lagi. Apabila ada kesalahan dalam penulisan, kritik dan saran sangat
membantu dan akan ditampung untuk memperbaiki makalah ini kembali.

Jakarta, 14 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGATAR.................................................................................................................ii

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5

2.1 Definisi Sepsis.............................................................................................................5

2.2 Etiologi........................................................................................................................5

2.3 Faktor resiko sepsis...................................................................................................6

2.4 Tanda dan Gejala......................................................................................................8

2.5 Diagnosis.....................................................................................................................9

2.6 Penatalaksanaan......................................................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................13

3.2 Saran.........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari
pertama perawatan. Jutaan penderita tersebar diseluruh dunia dan rata-rata sebanyak
1400 pasien meninggal setiap hari. Tingginya biaya perawatan, kualitas hidup
setelahnya, dan beban ekonomi yang harus ditanggung, semua ini membuat sepsis
menjadi masalah kesehatan yang besar. Sepsis merupakan suatu penyakit yang
berspektrum mulai dari respon inflamasi yang ringan hingga gangguan multi organ.
Pengenalan dan terapi lebih awal diperlukan untuk mencegah perburukan penyakit
dan dapat memperbaiki kemungkinan harapan hidup (Dhilon and Bittner, 2010).
Saat ini sepsis telah menjadi sindroma penyakit yang dapat dijumpai secara luas
dibelahan bumi manapun. Oleh karena itu selain pengenalan dini dan penanganan
secepat mungkin. Maka memperkirakan prognosis mejadi salah satu hal yang tidak
dapat dipisahkan dalam penanganan pasien sepsis. Dengan demikian diperlukan
sarana pemeriksaan yang dapat menunjang usaha prognostik tersebut. Apalagi bila
pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan uji yang lebih sederhana dan dapat
dilakukan sekalipun di rumah sakit perifer. Disamping pemeriksaan yang lebih dulu
digunakan sebagai prediktor mortalitas, dalam hal ini kadar asam laktat dan penilaian
defisit basa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan sepsis?
2. Bagaimana etiologi dari sepsis?
3. Seperti apa tanda dan gejala sepsis?
4. Bagaimana cara mendiagnosa sepsis?
5. Bagaimana penatalaksanaan sepsis?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sepsis


Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di
klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest
Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan
sepsis, sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/ SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Terminologi dan definisi sepsis :
a. Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory response
syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih
keadaan berikut:
- suhu >38°C atau <36°C
- frekuensi jantung >90 kali/menit
- frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
- leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
b. Sepsis : keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.
c. Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.
d. Ranjatan septik : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi
cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan
tekanan darah dan perfusi organ.

2.2 Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur
darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan
gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau
gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif,
penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau
pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa
infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab
paling umum dari sepsis (Shapiro, 2010). Penyebab umum sepsis pada orang sehat
yaitu sebagai berikut :
No Sumber Lokasi Mikroorganisme
1 Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk
cocci lainnya
2 Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang
lainnya
3 Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
4 Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
5 Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob

2.3 Faktor resiko sepsis


a. Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang baik dbandingkan
usia tua. 19 orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkai
sepsis di segala usia, terapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur
35-44 tahun dan 45-54 tahun. Pola yang sam amuncul diantara orang Indian
Amerika/Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit purih, orang asia lebih
cenderung mengalami kematian yang berhubungan sengan sepsis di masa kecil dan
remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan usia tua.
b. Jenis kelamin
Perembuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis dibandingkan laki-laki disemua kelompok ras/etnis. Laki-laki 27%
lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria
asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian/Alaska
Pribumi kemungkin mengalami kematian sehubungan dengan sepsis hanya 7%.
c. Ras
Tingkat mortilitas terkait sepsis tertingi diantara orang kulit hitam dan
terendah di antara orang Asia.
d. Penyakit komorbiditas
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal
ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada
pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan
disfungsi organ akut yang lebih berat.
e. Genetik
Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme umum
dalam gen untuk Lipopolysaccharide Binding Protein (LBP) dalam kombinasi
dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil
yang menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator penting
dari LBP di sepsis gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat
membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan
untuk infeksi gram-negatif.
f. Terapi kortikosteroid
Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan
terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid
dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling
umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen
intraseluler Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang
dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap mengakibtak sepsis.
g. Kemotarapi
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan
antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-
selkulit. Orang yang menerima kemoterapi berisiko untuk terkena infeksi ketika
jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel dalah putih adalah pertahan utama tubuh
terhadap infeksi. Kondisi ini, disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima
kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius
dengan cepta. Menurut Penack O, et al, sepsis merupakan penyebab utama
kematian pada pasien kanker neutropenia.
h. Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortilitas pada pasien
dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al.
didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen
terkait dengan kejadian sepsis dimasa depan. Lingkar pinggang adalah prediktor
risiko sepsis dimasa depan yang lebih baik daripada BMI. Namun pada penelitian
Kuperman EF, et al. diketahui bahwa obesitas berdifat proteksif pada mortilitas
sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan
adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.

2.4 Tanda dan Gejala


Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda
penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala
berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap
pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah
normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada
pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan
takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi.
Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular,
petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia),
dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah 3 bulan dan pada orang
dewasa diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Infeksi menjadi keluhan utama
pada pasien (Hinds et.al,2012). Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan
(LaRosa, 2010) juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan
gejala disseminated intravascular coagulation (DIC) meningkatkankan angka
mortalitas (Saadat, 2008). Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi
mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2
<75 mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam meskipun sudah
diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70 mmHg,
FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi
organ (Weber & Fontana, 2007). Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada
pasien usia lanjut yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan,
takikardia dan takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output
urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya (Hinds et.al,2012).
2.5 Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi
jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk
membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010). Bila pasien mengalami
penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari
pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu untuk intubasi), pernapasan (laju
pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan
darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat resusitasi (Russell,
2012). Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa
pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien sepsis.
Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas, masalah
tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan temuan
takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian pada pasien
dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci untuk infeksi
fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran timpani, dan
ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah
riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus
dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat.
Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut, dan
bising usus, sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian
khusus harus diberikan temuan fisik memberi kesan sumber umum infeksi atau
penyakit tanda Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney
menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan
pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk
kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan neurologis terperinci
adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin menunjukkan penyakit
neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang,
disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital. Riwayat
seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga harus
diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva.
Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran prostat,
konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-
ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan,
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat
selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit
untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi
Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari
pathogen seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiro
et.al,2010). Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel dibawah dijelaskan
hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis.

2.6 Penatalaksanaan
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
a. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan melakukan
ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
b. Farmakologi
Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor
yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum
laktat dan mengobati sumber infeksi.
1) Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan
2) Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-
rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi
saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan
norepinefrin menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien dengan syok
sepsis
3) Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik, bukan dengan memberikan bikarbonat.
4) Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang luas
bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi secara
klinis).
5) Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika
aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat
dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor>24); bila dikombinasikan
dengan terapi konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas

Sepsis kronis menggunakan terapi antibiotik


Pemberian terapi mikroba harus dimulai secepatnya setelah darah dan
spesimen lainnya dikultur. Apabila hasil pemeriksaan kultur belum didapatkan,
maka dapat dilakukan terapi empirik yang aktif melawan bakteri gram positif dan
negatif. Pemilihan antimikroba dapat merupakan hal yang kompleks dan harus
memperhatikan riwayat pasien, komorbiditas, sindroma klinis, data pewarnaan
gram dan pola resistensi lokal. Dosis maksimal antimikroba yang diberikan secara
intravena dengan penyesuaian pada gangguan renal jika dibutuhkan. Apabila hasil
kultur telah didapat, maka regimen dapat lebih disederhanakan, karena sering kali
antimikroba dapat adekuat untuk pengobatan patogen yang diketahui.
Tabel antimikroba emprik untuk sepsis
Indikasi Terapi Empirik
Tidak cenderung pada sepsis akibat Vankomisin ditambah dengan:
pseudomonas - Sefalosporin generasi 3 atau 4
(misalnya: seftriakson atau
sefotaksin)
- Beta laktam/betalaktamase
inhibitor (misal: piperasilin-
tazobaktam, tikarsilin-klavulanar,
ampisilin-sulbaktam).
- Karbapenem (misal: imipenem
atau meropenem).
Apabila pseodomonas merupakan Vankomisin ditambah dengan 2 dari:
patogen yang mungkin menjadi - Sefalosporin generasi 3 atau 4
penyebab sepsis (misalnya: seftriakson atau
sefotaksin).
- Beta laktam/betalaktamase
inhibitor (misal: piperasilin-
tazobaktam, tikarsilin-klavulanar,
ampisilin-sulbaktam).
- Karbapenem (misal: imipenem
atau meropenem).
- Fluorokuinolon dengan aktvitas
anti-pseuodomonas yang baik
(misal: siprofloksasin).
- Aminoglikosida (misal:
gentamisin atau amikasim).
- Monobaktam (misal: aztreonam).
Pasien dengan sakit berat (severely fill Vankomisin (disesuaikan dengan difungsi
patient) dengan manifestasi sepsis renal) hingga kemungkinan sepsis akibat
dengan etiologi yang belum jelas MRSA (methicillin-resistant S. aureus)
disingkirkan
*pemilihan 2 agen dari satu kelas yang sama, misalnya 2 beta-laktam, tidak
dianjurkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi.
2. Dari hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis.
Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi
sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme.
3. Tanda dan gejala sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling
sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia
atau alkoholisme (Munford, 2008). Pasien dalam fase awal sepsis sering
mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008).
Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok
(40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan
nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Gejala ringan,
takikardia dan takipnea menjadi satu-satunya petunjuk
4. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga
menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan
terapi (Shapiro et.al,2010). Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum
evaluasi diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit
perhatikan jalan nafas (perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan,
gangguan pernapasan, denyut nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah,
tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat resusitasi (Russell, 2012).
Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan
fisik untuk mencari etiologi sepsis.
5. Penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
a. Nonfarmakologi, dengan mempertahankan oksigenasi ke jaringan
b. Sepsis Akut, dengan menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi
cairan IV dan vasopressor
c. Sepsis kronis, dengan terapi antibiotik minimal selama 2 minggu.

3.2 Saran
Sepsis merupakan suatu penyakit yang menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas di masyarakat. Banyak penderita yang meninggal setiap harinya karena
kejadian ini. Maka dari itu untuk pasien yang telah mengalami tanda dan gejala yang
menyerupai penyakit ini ada baiknya pasien harus segera melakukan tes diagnostik
untuk memastikan terkena atau tidaknya penyakit tersebut. Dan jika pasien positif
terkena sepsis, pasien wajib diberikan terapi pengobatan sesuai dengan tipe sepsisnya.

DAFTAR PUSTAKA

A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43.

Baron EJ, Miller JM, Weinstein MP, et al. A guide to utilization of the microbiology
laboratory for diagnosis of infectious diseases: 2013 recommendations by the
Infectious Diseases Society of America (IDSA) and the American Society for
Microbiology (ASM). ClinInfect Dis 2013; 57:e22–e121

Chen K Dan Pohan H.T. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Iv:
Penatalaksanaan Syok Septik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.

Dhillon, A., And Bittner, E., (2010). Nonantibiotic Therapies for Sepsis. In: Critical Care
Handbook of the Massachusetts General Hospital. 5-Thed. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins

Munford RS. Sepsis, Severe Sepsis, and Spetic Shock. In: Mandel GL, Bennet JE, Dolin R.
Mandell, Douglass, and Barnett’s: Principles and Practice of Infectious Diseaese. 6 th
Edition. Vol. 1. USA: Elsevier Churcill Livingstone; 2008.

Shapiro NI, Howell MD, Talmor D, et al. Serum lactate as a predictor of mortality in
emergency department patients with infection. Ann Emerg Med. 2005;45(5):524-528
Shapiro NI, Howell MD, Talmor D, Donnino M, Ngo L, Bates DW. Mortality in Emergency
Departement Sepsis (MEDS) Score Predicts 1-Year Mortality. Crit Care Med. 2007;
35: 192-8
https://id.scribd.com/document/354838105/Makalah-Sepsis-Farmakoterapi. Diakses pada 14
Juli 2021

PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.

R. Phillip Dellinger, MD. Consultant: Volume 54 - Issue 10 - October 2014 The Surviving
Sepsis Campaign 2014: An Update On The Management And Performance
Improvement For Adults In Severe Sepsis

Anda mungkin juga menyukai