PENDAHULUAN
pilar utama yang harus diperhatikan, yakni keseimbangan antar aspek ekonomi, aspek
yang terjadi di dalam sebuah kota cenderung akan selalu meningkat, untuk itu akan
selalu menjadi tantangan bagi sebuah kota untuk memenuhi dan memiliki tempat
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
dan pelayanan umum dan lain-lain. Prasarana yang harus ada, seperti jalan, drainase,
listrik, telepon, sanitasi, persampahan dan air bersih. Keberadaan sarana dan
1
dengan kondisi yang baik juga diperlukan dalam mendukung kelancaran kegiatan
Industri Kecil Menengah (IKM) seperti tersedianya jaringan jalan yang baik, listrik,
perencanaan suatu kota. Hal ini karena pada hakekatnya kota adalah tempat
permukiman tidak terlepas dari perencanaan kota. Praktek perencanaan kota atau
permukiman modern terkait dengan membentuk dan menata lingkungan fisik buatan
dan sosial manusia melalui desain maupun kebijakan yang rasional. Perencanaan kota
ini merupakan respon terhadap buruknya lingkungan fisik buatan dan sosial kota yang
unliveable, antara lain lingkungan yang tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman, tidak
tersedianya lapangan pekerjaan, tidak tersedianya perumahan yang layak dan tuntutan
ruang dan lingkungan alam, kelembagaan dan finansial maupun sumber daya lainnya.
2
Kecamatan Mandau merupakan kawasan strategis dalam pengembangan
wilayah karena berada pada wilayah yang diarahkan sebagai kota dengan kegiatan
utama perdagangan dan jasa, industri dan teknologi tinggi. Selain itu, Kecamatan
dikarenakan adanya PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai perusahaan migas yang
komersial, dan lain-lain. Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1,34% per
terbatasnya ruang terbuka hijau, terjadinya pencemaran lingkungan, krisis air bersih,
sanitasi yang buruk, timbulnya kerawanan dan pengelolaan limbah yang tidak sehat
yang berbatasan dengan kawasan industri Mandau sehingga tidak sesuai dengan daya
tampung lahan. Laju alih fungsi lahan sulit dikendalikan karena tigginya
secara cepat namun tidak teratur (acak), tidak terkendali dan tidak terencana yang
3
Pertumbuhan fisik kawasan permukiman dalam pengelolaannya belum
memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan ekologi yang terintegrasi. Akibat dari
ditunjukan dengan keberadaan industri kecil dan menengah berupa sentra industri
serta kegiatan perdagangan dan jasa yang terletak diantara kawasan permukiman
yang padat, muncullah suatu harmonisasi antara berbagai sektor yang ada, yakni
sektor hunian, sektor industri kecil dan menengah, serta sektor perdagangan dan jasa.
Upaya terciptanya kondisi yang harmonis antar beberapa sektor yang ada di
yakni aktivitas permukiman, perdagangan dan jasa, serta kegiatan industri. Terlihat
kondisi jalan yang berada di kawasan tersebut dibeberapa tempat masih ditemukan
penyumbatan sehingga aliran limbah tidak lancar. Menjadi pertanyaan bagi peneliti
mengapa permasalahan infrastruktur serta kondisi hunian warga masih berada dalam
kondisi yang buruk dan menjadi masalah yang muncul ke permukaan ketika
masyarakat Kecamatan Mandau sendiri memiliki potensi ekonomi yang begitu baik
dibidang ekonomi.
4
Mandau menjadi permasalahan tersendiri terhadap wilayah tersebut. Hingga saat ini
pengelolaan ruang dan terhadap pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dengan kondisi wilayah yang semakin padat terutama
Berdasarkan latar belakang dan kondisi yang telah diuraikan tersebut maka
Bengkalis?
Dari rumusan masalah yang telah diungkapkan tersebut maka tujuan yang
Bengkalis.
5
2. Menganalisis indeks dan status keberlanjutan kawasan permukiman di Kecamatan
berkelanjutan.
Perkembangan wilayah dipicu oleh faktor pendorong (push factor) dan faktor
penduduk akibat dari pengadaan lahan untuk pemenuhan kebutuhan ruang yang
dampak sosial, ekonomi terhadap prasarana dan sarana wilayah yang telah ada serta
6
tanpa memperkirakan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap kondisi awal
kota-kota kecil tanpa perencanaan tata kota yang tepat berakibat pada memburuknya
permukiman di Kecamatan Mandau menjadi tidak tertib dan tidak teratur. Dengan
kata lain, pemanfaatan ruang tidak konsisten dengan rencana tata ruang yang berlaku
dalam rencana ruang Kabupaten Bengkalis, banjir pada musim penghujan, kebakaran
lahan dan kekeringan pada musim kemarau, penurunan kualitas lingkungan hidup
menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu
dan dinilai secara cepat (rapid rural appraisal) sehingga diperoleh status
7
penyusunan alternatif-alternatif kebijakan strategis dalam pengelolaan kawasan
· Konversi Lahan
· Degradasi Lingkungan
· Konflik antar Stakeholder
· Ketidakberlanjutan Pembangunan
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
secara perlahan dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya bahkan tanpa suatu
perencanaan yang baik seiring bertambahnya jumlah penduduk, perdagangan dan jasa
serta industri sehingga dapat mengakibatkan timbulnya permukiman yang tidak layak
huni. Permukiman yang tidak layak huni terjadi karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana
Kota pada umumnya berawal dari suatu kawasan permukiman kecil yang
secara spasial mempunyai lokasi yang strategis bagi kegiatan perdagangan. Seiring
9
dengan berjalannya waktu, kota mengalami perkembangan sebagai akibat dari
pertambahan penduduk, perubahan kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta interaksi
dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Pertumbuhan perkotaan (urban growth)
merupakan proses spasial dan populasi multidimensi dimana kota dan permukiman
perkotaan dianggap sebagai pusat fokus populasi karena fasilitas ekonomi dan sosial
Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang
semakin bertambah padat, bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun
lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial ekonomi kota (Sujarto,
adanya kawasan industri tidak serta merta langsung mendekati lokasi kawasan
perkembangannya dimulai dari titik kota (kecamatan) yang terdekat dengan lokasi
kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu: (1) kota metropolitan dengan penduduk
berjumlah > 1.000.000 jiwa; (2) kota besar dengan penduduk berjumlah 500.000 –
1.000.000 jiwa; (3) kota sedang dengan penduduk berjumlah 100.000 – 500.000 jiwa;
dan (4) kota kecil dengan penduduk berjumlah < 100.000 jiwa. Kota sebagai bagian
10
kota yang menyeluruh dan terpadu serta tidak betul-betul direncanakan untuk dapat
menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam kurun waktu yang singkat.
2.2. Urbanisasi
penduduk yang tinggal di perkotaan (urban area). Urbanisasi merupakan tren dari
signifikan. Tahun 1971 penduduk kota di Indonesia sebesar 17,2% dan terus
meningkat mencapai 49,8% di tahun 2010 serta diproyeksikan akan mencapai 67,5%
dengan banyaknya penduduk kota maka suatu kota harus mempersiapkan diri dalam
menampung jumlah penduduk yang lebih besar melalui penyiapan infrastruktur yang
lebih baik, membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas, dan meningkatkan investasi
dapat dipengaruhi oleh kurang majunya sektor pertanian (untuk negara dengan
perekonomian terbuka).
11
Perambahan lahan pertanian produktif di perdesaan untuk permukiman
lebih didominasi oleh karakteristik perdesaan mulai berubah menjadi kota-kota kecil
dan wilayah terbangun yang cenderung terus berkembang secara sporadis. Dalam
lahan pertanian dan berimplikasi pada perubahan struktur ekonomi masyarakat petani
yang memaksa buruh tani beralih mata pencaharian di sektor perdagangan dan jasa
semakin sedikitnya lahan kosong di daerah perkotaan sebagai ruang untuk kelancaran
lalu lintas kendaraan dan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena lahan
kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan para urban
dilakukan pemerintah, meliputi: (a) perlu meningkatkan kualitas hasil panen dan daya
beli petani; (b) membangun kawasan desa dengan meningkatkan sarana prasarana
infrastruktur dan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan; dan (c)
12
mendorong masyarakat untuk memperoleh pendidikan hingga perguruan tinggi agar
Lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan. Lahan mempunyai fungsi secara ekologis sebagai muka bumi,
tempat dimana ada kehidupan, namun lahan juga memiliki fungsi sosial ekonomi
yang dipandang sebagai sarana produksi, benda kekayaan bernilai ekonomi, dan
mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum. Ada tiga kepentingan
pokok sumber daya lahan bagi kehidupan manusia, yaitu: (1) lahan diperlukan
manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, berternak, memelihara ikan,
dan lainnya; (2) lahan mendukung berbagai jenis vegetasi dan satwa; dan (3) lahan
mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia. Sumber daya lahan
adalah bagian dari bentangan lahan yang mencakup pengertian lingkungan termasuk
iklim, topografi atau relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang
2009).
Penggunaan lahan (land use) dan penutup lahan (land cover) merupakan dua
istilah yang keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Lillesand dan Kiefer
pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik
obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek
13
tersebut. Penggunaan lahan diartikan sebagai perwujudan fisik obyek yang menutupi
lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan. (Sitorus, 2004)
menyatakan bahwa makna penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan
intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
faktor utama yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain: tanah,
air, iklim, pola musiman, landform, erosi dan kemiringan lereng. Faktor manusia
berpengaruh lebih dominan dibandingkan faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan
sosial ekonomi dan pengaruh dari luar, seperti kebijakan nasional dan internasional
produksi dan hasil penggunaan lahan yang erat kaitannya dengan kondisi sosial
masyarakat agraris yang telah berlangsung sejak lama menuju ke budaya nonagraris
(Prihatin, 2015).
14
sebagai konsekuensi logis dari hasil pembangunan. Menurut Rustiadi (2001), proses
alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari
yang sedang berkembang yang tercermin dari: (1) adanya pertumbuhan aktivitas
penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per
kapita, dan (2) adanya pergeseran kontribusi sektor pembangunan dari sektor primer
(manufaktur) dan tersier (jasa). Yunus (2000) menyatakan bahwa selain faktor
ekonomi yang menjadi penentu penggunaan lahan, masih ada faktor-faktor lain yang
juga mempengaruhi penggunaan lahan, seperti faktor sosial dan politik, tetapi faktor
ekonomi masih merupakan faktor yang dominan dan tidak dapat diabaikan dalam
alokasi dan distribusi sumber daya menuju keseimbangan yang lebih optimal namun
berlangsung menjadi tidak efektif. Umumnya proses alih fungsi lahan didahului
adanya proses alih penguasaan lahan dan di balik proses alih fungsi lahan terdapat
proses memburuknya struktur penguasaan sumber daya lahan (Rustiadi et al., 2003).
juga terdapat kawasan untuk kegiatan ekonomi (perdagangan, jasa, rekreasi, industri
15
kecil) dan kegiatan sosial. Dalam istilah lain kawasan permukiman sering disebut
manusia, bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek
sosial, ekonomi dan budaya dari penghuninya. Tidak hanya menyangkut tempat
hunian tetapi juga tempat kerja, berbelanja, bersekolah, bersantai dan wahana untuk
bepergian oleh karena permukiman tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
memangsa lahan pertanian untuk dijadikan perumahan dan sering terjadi suatu
dibangun pengembang dengan skala luas dan dikelilingi rumah-rumah yang dibangun
dikembangkan oleh masyarakat sendiri sehingga pemukim adalah unsur utama yang
16
pembangunan kota berkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial,
ekonomi dan kualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti
yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung jawabkan, 2)
pembangunan yang secara politis dapat diterima, 3) pembangunan yang layak secara
berbasis sumber daya alam. Tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan adalah
daya dukung sehingga daya dukung fisik kawasan permukiman diartikan sebagai
berkelanjutan maka hal ini ditentukan oleh kapasitas pendukung, kapasitas asimilasi
17
permukiman berkelanjutan dijabarkan menjadi status keberlanjutan permukiman,
permukiman untuk menampung penduduk, dan alokasi optimal dari sumber daya
keberlanjutan yang mencerminkan status keberlanjutan dari obyek yang dikaji. CSD
perpektif bidang tertentu saja sehingga kurang sesuai jika digunakan untuk
indeks keberlanjutan ini CSD memberikan pedoman yaitu 1) bersifat fleksibel dan
subyektif, dan 3) bobot prioritas tidak selalu sama untuk setiap wilayah dan tidak
Salah satu metode yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan indeks
18
aspek/atribut keberlanjutan, juga mampu memvisualisasikan keberlanjutan untuk
setiap dimensi maupun secara agregat dalam suatu dimensi sederhana atau secara
horizontal dengan rentang skala keberlanjutan antara 0 (bad) sampai 100 (good)
(CSD, 2001).
MDS yang dikembangkan untuk membantu penerapan The Code of Conduct for
Responsible Fisheries yang diluncurkan FAO tahun 1995 (Pitcher, 1999). Rapfish
perikanan didasarkan pada skoring yang bersifat transparan dan semi kuantitatif pada
aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan etik. Teknik ini menggunakan ordinasi
relatif pada kondisi dengan data atau informasi kuantitatif tidak tersedia dengan
cukup. Data diperoleh dari pendapat pakar yang mendefinisikan ketidakpastian dalam
melihat perubahan ordinasi apabila sejumlah indikator atau atribut dihilangkan dari
analisis. Pengaruh setiap atribut atau indikator dilihat dalam bentuk perubahan RMS
(Root Mean Square) ordinasi, khususnya pada aksis horizontal atau skala
keberlanjutan. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut
atau indikator, semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan
19
Posisi titik keberlanjutan pada analisis MDS divisualisasikan dalam dua
dimensi yaitu sumbu vertikal (Y) dan sumbu horizontal (X) yang diproyeksikan pada
garis mendatar dengan titik ekstrem buruk bernilai 0% dan titik ekstrem baik bernilai
100%. Jika nilai yang dikaji mendapatkan nilai lebih dari 50% berarti dapat
dikategorikan berkelanjutan, akan tetapi jika kurang dari 50% berarti dapat
2.6.1. Ekologis
daya dukung yang optimal dan selaras bagi kelangsungan hidup masyarakat. Menurut
drainase dan sanitasi lingkungan, kondisi lalu lintas (kemacetan), ketersediaan air
kondisi aksesibilitas.
rumah dapat dilihat dengan penempatan lokasi pembangunan perumahan yang tidak
ruang, membangun ruang terbuka hijau, ruang tangkapan air hujan, dan
20
secara maksimal (angin, matahari, dan vegetasi) untuk mendukung konsep rumah
2.6.2. Sosial
Dimensi sosial merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap
hidup.
2.6.3. Ekonomi
kebutuhan dasar sandang, pangan dan perumahan juga dianggap rendah. Sebaliknya
dengan tingkat perekonomian yang tinggi, maka pemenuhan kebutuhan dasar juga
akan semakin tinggi (Widodo dan Yuliastuti, 2013). Menurut Hidajat et al. (2013),
21
berkelanjutan, meliputi: jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk di sektor
umum, akses ke pusat kegiatan, luas lahan yang dapat dikembangkan untuk
ekonomi lahan.
2.6.4. Kelembagaan
topik penelitian ini di Kecamatan Mandau, berikut beberapa hasil penelitian terdahulu
Bengkalis, pemanfaatan ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2004.
22
Mandau agar terciptanya tertib ruang, hal ini dilakukan dengan arahan peningkatan
melaksanakan insentif dan disinsentif agar pemanfaatan ruang kedepan bisa lebih
menunjukkan kondisi yang cukup berkelanjutan dengan nilai 55,93%. Demikian juga
kondisi keberlanjutan kawasan untuk dimensi sosial dengan nilai 57,61% dan dimensi
ekonomi dengan nilai 64,82% tergolong cukup berkelanjutan. Namun untuk dimensi
ekologi kurang berkelanjutan dengan nilai 45,35%. Hal ini menunjukkan bahwa
kegiatan pengelolaan kawasan permukiman yang dilakukan selama ini masih kurang
mendatang adalah alih fungsi lahan pertanian produktif, pengembangan prasarana dan
sarana dasar, kohesi sosial, dan perkembangan penduduk serta penyebarannya. Selain
ke empat faktor tersebut, faktor kondisi sub DAS Cisadane merupakan faktor yang
Implikasi dari hal ini adalah bahwa sub DAS Cisadane merupakan faktor kritis yang
23
BAB III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2021.
Bengkalis Provinsi Riau. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Pemilihan
penduduk, kultur sosial yang berbeda dan wilayah ini memiliki sumber daya minyak
Lokasi Penelitian
24
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa Global Positioning System
(GPS), kamera digital, alat tulis untuk mencatat aktivitas penelitian dan kamera untuk
digunakan untuk mengumpulkan data primer, lembar tilik telaah dokumen untuk
mengumpulkan data sekunder dari instansi pemerintah terkait penelitian ini dan
keadaan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan
utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau
kelembagaan/institusi.
25
2. Analisis kondisi pengelolaan meliputi analisis terhadap elemen-elemen sebagai
Perkembangan Kawasan
Permukiman (Desk Study)
Pengelolaan kawasan
Permukiman
Berkelanjutan
26
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data kualitatif dan kuantitatif yang
bersumber primer dan sekunder. Sumber data primer melalui survei dan penyebaran
kuesioner. Sumber data sekunder adalah dari berbagai literatur yang terkait dengan
penelitian ini.
Observasi
kawasan. Hal ini untuk memperkuat keyakinan peneliti dalam melakukan analisis
terhadap data yang digunakan dan untuk memperoleh data/informasi terbaru terkait
Kuesioner
kelembagaan.
27
Wawancara
Populasi (N) dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk di lokasi penelitian
sehingga sampel (n) atau responden penelitian mewakili populasi tersebut. Penentuan
N
n= ............................................................................................................(1)
1+ N . e 2
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = nilai kesalahan yang ditetapkan (10%)
1 = angka konstan
Mandau dengan populasi 163.414 jiwa, dengan ketelitian 10%, maka jumlah
163.414
n=
1+163.414 . ¿ ¿
163.414
n=
1635,14
28
n = 99,93
Dari hasil diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel dalam
penelitian ini adalah 99,93 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang. Sedangkan
teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah Teknik Cluster Random
Sampling. Pengambilan sampel metode ini berdasar kelompok wilayah dari anggota
Tujuannya antara lain untuk meneliti tentang suatu hal pada bagian-bagian
yang berbeda di dalam suatu wilayah tertentu, baik pada tingkat kecamatan, desa,
hingga dusun. Untuk memudahkan dalam pencarian data informasi serta untuk lebih
jelasnya tentang populasi dan sampel dalam penelitian ini maka dapat dilihat dalam
Dari tabel diatas dapat dilihat dengan populasi 163.414 jiwa dan sampel
penelitian ini berjumlah 100 orang. Serta informasi tambahan di dapat dari Dinas
29
Perumahan, Permukiman dan Pertanahan, Camat Kecamatan Mandau dan koordinasi
yang dinyatakan dalam kriteria yang dapat diukur (Sudaryono, 2017). Definisi
Tabel 3.2.
Skala
Konsep Operasional Variabel Indikator
Ukur
Ekologi Keadaan fisik lingkungan a) Kepadatan penduduk di permukiman Ordinal
yang dapat memberikan b) Kepadatan bangunan
daya dukung yang c) Ketersediaan air bersih
optimal dan selaras bagi d) Luas lahan terbangun
kelangsungan hidup e) Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
masyarakat f) Kondisi aksesibilitas
g) Pengelolaan persampahan
Sosial Keadaan yang a) Tingkat pendidikan penduduk Ordinal
mempengaruhi aspek b) Laju pertumbuhan penduduk
sosial masyarakat dan c) Konflik sosial
memiliki pengaruh d) Tingkat keamanan/kriminalitas
terhadap kelangsungan e) Tingkat pelayanan kesehatan
hidup masyarakat di f) Pemberdayaan masyarakat
suatu kawasan g) Tingkat pelayanan pendidikan
permukiman
Ekonomi Keadaan yang a) Jumlah penduduk miskin Ordinal
mempengaruhi aspek b) Jumlah penduduk di sektor pertanian
ekonomi masyarakat dan c) Ketersediaan jaringan dan
memiliki pengaruh infrastruktur
terhadap kelangsungan d) Ketersediaan angkutan umum
hidup masyarakat di e) Akses ke pusat kegiatan
suatu kawasan f) Nilai ekonomi lahan
permukiman
Kelembagaan Stakeholder yang dapat a) Kerjasama antar pemerintah daerah Ordinal
memberikan suatu b) Ketersediaan RTRW
kebijakan dan dapat c) Koordinasi di bidang lingkungan
mempengaruhi hidup
kelangsungan hidup d) Koordinasi di bidang penyediaan
masyarakat di suatu sarana dan prasarana
kawasan permukiman e) Ketersediaan rencana rinci (RDTR)
f) Penegakan sanksi dalam pelanggaran
30
Skala
Konsep Operasional Variabel Indikator
Ukur
tata ruang
Kabupaten Bengkalis diperoleh dari data dimensi ekologi, sosial, ekonomi dan
2006).
appraisal) yaitu Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan perangkat lunak Rap-fish
(Fauzy dan Anna, 2005) yang dimodifikasi menjadi Rap Residential Areas(Hidajat et
al., 2013). Dimensi keberlanjutan yang dianalisis adalah dimensi ekologi, sosial,
31
(2) Sedang (151-200 jiwa/ha)
(3) Rendah (<150 jiwa/ha)
2 Kepadatan bangunan 0;1;2 2 0 (1) Tinggi (>100 unit/ha)
(2) Sedang (60-100 unit/ha)
(3) Rendah (<60 unit/ha)
3 Ketersediaan air 0;1;2 2 0 (1) Tidak mencukupi
bersih (2) Kurang mencukupi
(3) Mencukupi
4 Luas lahan terbangun 0;1;2 2 0 (1) >70%
(2) 50-70%
(3) <50%
5 Ketersediaan Ruang 0;1 1 0 (1) Tidak mencukupi (<30%)
Terbuka Hijau (2) Mencukupi (>30%)
6 Kondisi aksesibilitas 0;1;2 2 0 (1) Tidak baik
(2) Cukup
(3) Baik
7 Pengelolaan 0;1;2 2 0 (1) Tidak dilakukan
persampahan (2) Dilakukan tapi tidak maksimal
(3) Maksimal dilakukan
B SOSIAL
1 Tingkat pendidikan 0;1;2;3 3 0 (1) Tidak sekolah dan hanya lulusan
masyarakat SD
(2) Lulusan SMP
(3) Lulusan SMA
(4) Lulusan D1-S3
2 Laju pertumbuhan 0;1;2 2 0 (1) Cepat (>2% tiap tahunnya)
penduduk (2) Sedang (1-2% tiap tahunnya)
(3) Lambat (<1% tiap tahunnya)
3 Konflik sosial 0;1;2 2 0 (1) Banyak
(2) Beberapa
(3) Sedikit
4 Tingkat keamanan/ 0;1;2 2 0 (1) Tidak baik
kriminalitas (2) Cukup
(3) Baik
5 Tingkat pelayanan 0;1;2 2 0 (1) Tidak baik
kesehatan (2) Tersedia tapi tidak mencukupi
(3) Tersedia dan mencukupi
6 Pemberdayaan 0;1;2 2 0 (1) Tidak ada
masyarakat (2) Ada namun tidak efektif
(3) Ada dan efektif
7 Tingkat pelayanan 0;1;2 2 0 (1) Tidak baik
pendidikan (2) Tersedia tapi tidak mencukupi
(3) Tersedia dan mencukupi
C EKONOMI
1 Jumlah penduduk 0;1 1 0 (1) >5%
miskin (2) ≤5%
2 Jumlah penduduk di 0;1 1 0 (1) >5%
sektor pertanian (2) ≤5%
3 Ketersediaan 0;1 1 0 (1) Tersedia namun tidak mencukupi
32
jaringan dan (2) Tersedia dan mencukupi
infrastruktur
4 Ketersediaan 0;1;2 2 0 (1) Tidak tersedia
angkutan umum (2) Tersedia namun tidak mencukupi
(3) Tersedia dan mencukupi
5 Akses ke pusat 0;1;2 2 0 (1) Sulit
kegiatan (2) Sedang
(3) Mudah
6 Nilai ekonomi lahan 0;1;2 2 0 (1) Menurun
(2) Tetap
(3) Meningkat
D KELEMBAGAAN
1 Kerjasama antar 0;1 1 0 (1) Ada namun tidak efektif
pemerintah daerah (2) Ada dan efektif
2 Ketersediaan RTRW 0;1;2 2 0 (1) Tidak tersedia
(2) Tersedia namun tidak efektif
(3) Tersedia dan efektif
3 Koordinasi di bidang 0;1;2 2 0 (1) Tidak ada
lingkungan hidup (2) Ada namun tidak efektif
(3) Ada dan efektif
4 Koordinasi di bidang 0;1;2 2 0 (1) Tidak ada
penyediaan sarana (2) Ada namun tidak efektif
dan prasarana (3) Ada dan efektif
5 Ketersediaan rencana 0;1;2 2 0 (1) Tidak tersedia
rinci (RDTR) (2) Tersedia namun tidak terlaksana
(3) Tersedia dan terlaksana
6 Penegakan sanksi 0;1;2 2 0 (1) Belum diimplementasikan
dalam pelanggaran (2) Diimplentasikan, tapi tidak
tata ruang efektif
(3) Diimplementasikan dan efektif
Sumber: Budihardjo (2015), Dewi (2010), Direktorat Jenderal Cipta Karya (2006),
Ervianto (2019), Fazalloh (2017), Observasi dan Wawancara
Dimensi yang menjadi variabel penelitian ini, meliputi: dimensi ekologi, sosial,
ekonomi dan kelembagaan. Nilai skor yang merupakan nilai indeks keberlanjutan
setiap dimensi ditafsirkan dalam skala 0 hingga 100 pada 4 (empat) kategori nilai
33
Tabel 3.4. Kategori Keberlanjutan Berdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis MDS
untuk mengetahui atribut yang paling sensitif dan intervensi yang perlu dilakukan.
dengan melihat bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi pada sumbu X.
Semakin besar nilai RMS maka semakin besar peranan atribut tersebut terhadap
(2001), analisis Monte Carlo dilakukan guna menduga pengaruh galat pada selang
kepercayaan 95%. Analisis ini merupakan metode simulasi statistik untuk mengetahui
pengaruh random error pada proses pendugaan dan diperlukan untuk mempelajari
efek ketidakpastian dari beberapa faktor, seperti pengaruh kesalahan pembuatan skor
atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum
sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor
atribut, pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian
peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, kesalahan
34
35