ISBN : 978-979-799-255-5
Eddy Z Gaffar
Puslit Geoteknologi – LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
ABSTRAK: Pengukuran topografi dan kedalaman laut pada areal kota Bengkulu dan laut sekitar kota
Bengkulu telah dilakukan oleh Puslit Geoteknologi-LIPI bersama ITB. Modeling tsunami juga telah dibuat
seandainya terjadi gempa dan tsunami pada daerah Bengkulu. Beberapa rekomendasi juga telah dibuat untuk
menjadi masukan pada pemerintah daerah dalam pengembangan daerah dan penanggulangan bencana gempa
dan tsunami pada daerah Bengkulu.
PENDAHULUAN
Tulisan ini adalah sebagai salah satu bentuk
Latar Belakang sosialisasi penelitian kepada masyarakat dan
Sehubungan dengan terjadinya tsunami terbesar pemerintah daerah. Kami mengucapkan terima kasih
dalam sejarah modern pada 26 Desember 2004 lalu kepada Bapak Hamzah Latif, Aditya Riadi,
yang mengenai wilayah yang sangat luas meliputi Mohamad Ali, Hasanudin dan rekan yang
wilayah Asia Tenggara, Asia Selatan sampai ke berpartisipasi atas kontribusinya pada penelitian ini.
Afrika Timur. Indonesia dalam hal ini daerah Aceh
dan Nias khususnya merupakan wilayah yang paling Tujuan
parah terkena karena berada pada daerah Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini yaitu
pembangkit tsunami yaitu gempa tektonik di meningkatkan kesiapan penduduk dalam
wilayah Pulau Simeulue. menghadapi bencana tsunami yang akan terjadi
Propinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan dengan menghasilkan beberapa sarana pendukung
Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang yang dapat dipublikasikan kemasyarakat seperi jalur
lebih kurang 433 kilometer. Berdasarkan kondisi di evakuasi dan peta resiko bencana tsunami.
atas, maka Pemerintah memberikan perhatian
terhadap kemungkinan terjadinya Tsunami di
Deskripsi Lokasi
Propinsi bengkulu dengan memperkirakan daerah-
daerah yang akan terkena tsunami berdasarkan Ibu kota Propinsi Bengkulu adalah Kota Bengkulu
model-model tsunami yang dapat dibuat. Model- dengan luas wilayah 19.788,70 km dan Jumlah
model ini dibuat berdasarkan gempa-gempa besar Penduduk 1.598.177 (Tahun 2005). Propinsi
yang pernah terjadi di kawasan ini. Bengkulu terbagi menjadi 9 kabupaten/kota yang
Untuk keperluan tersebut pihak Geoteknologi - sebelumnya hanya ada 4 kabupaten/kota. Jumlah
LIPI melakukan kerjasama dengan Tsunami Penduduk Propinsi Bengkulu pada tahun 2004
Research Group, Pusat Pengembangan Kawasan adalah 1.541.551.
Pesisir dan Laut (PPKPL) serta Kelompok Keahlian
Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB).
31
Tabel 1. Jumlah penduduk per Kabupaten/Kota 15-30 menit), maka selanjutnya receiver bergerak
Propinsi Bengkulu Tahun 2004 menuju titik-titik berikutnya.
Daerah Tingkat II Jumlah Penduduk
Bengkulu Selatan 391.218
Rejang Lebong 438.702
Bengkulu Utara 450.193
Kota Bengkulu 261.438
Propinsi Bengkulu 1.541.551
Sumber : Bengkulu Dalam Angka 2004
32
719 , yang dipasang didalam kapal, tepat di bawah
antena GPS. Pengukuran dilaksanakan di sepanjang
jalur perum (sounding) yang sudah ditetapkan dalam
desain survei. GPS yang digunakan adalah GPS
GARMIN 60Cs.
KAJIAN RESIKO
Gambar 2. Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur
sounding Hazard - Pemodelan Tsunami
Sebagai faktor utama dari kajian resiko, maka
Sebelum dan sesudah pekerjaan pemeruman hazard diidentifikasi dengan tinggi tsunami dan
dilaksanakan, dilakukan kalibrasi terhadap jarak rendaman tsunami ke darat. Sebagai sumber
echosounder yang dilaksanakan dengan metode perhitungan tsunami digunakan hasil riset dengan
Barcheck. pemodelan tsunami yang dilakukan oleh Tsunami
Research Group, Pusat Pengembangan Kawasan
Pengukuran Pasang Surut Pesisir dan Laut (PPKPL) ITB. Pemodelan ini
Pengukuran pasang surut laut dimaksudkan untuk: dilakukan berdasarkan kejadian gempa 1797 dan
- menetapkan Ketinggian Datum Peta untuk 1833, dengan beberapa skenario posisi dan
pemetaan batimetri kedalaman sumber gempa. Dalam kajian resiko ini
- meneliti karakteristik pasang surut di daerah digunakan simulasi gempa 1833.
survei
- menetapkan ketinggian Muka Laut Rata-rata Perkiraan Rendaman Tsunami
(Mean Sea Level-MSL), dan muka Air Rendah Selanjutnya untuk perkiraan rendaman tsunami ke
Purnama (Lowest Water Sping - LWS) dan lain- darat menggunakan rumusan yang disusun oleh
lain. Natural Environment Research Council, Conventry
University, London. Rumusannya adalah:
Pengamatan pasang surut dilaksanakan
menggunakan peilschaal (papan duga air) dengan 4
H 3
interval skala 1 (satu) cm pada 3 titik secara X max = 0,06 O2
simultan dan bersamaan dan dilakukan selama 15 n
hari dengan pembacaan ketinggian air setiap satu dimana :Xmax adalah jarak rendaman maksimum, Ho
jam. adalah tinggi tsunami di pantai, n adalah koefisien
Pengolahan data pasang surut dengan alur kekasaran permukaan.
sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Perhitungan
konstanta pasang surut dilakukan dengan Kelas Ketinggian Tsunami
menggunakan metode Admiralty. .
Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut Klasifikasi kelas tsunami dibangun untuk melihat
untuk 15 hari yang dipilih bersamaan dengan masa tingkat bahayanya. Klasifikasi ini disusun
pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan ini berdasarkan pada asumsi dan kriteria sebagai
dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi penting berikut:
pasang surut yang menjadi ciri daerah tersebut. • Tinggi tsunami di pantai merupakan elevasi
tertinggi sebagai batas atas kelas.
33
• Kelas ketinggian tsunami ditentukan berdasarkan Tabel 3. Kelas Jarak Dari Pantai
tingkat bahaya terhadap manusia dan bangunan. No Jarak dari pantai Kelas tinggi tsunami
Kelas ketinggian tsunami disusun sebagai berikut:
1 Sangat dekat L > 0,5 km
2 Dekat 0,5 < L < 1,5 km
¾ tsunami dengan ketinggian lebih tinggi dari 3
3 Cukup dekat 1,5< H < 2,5 km
meter menyebabkan tidak mungkin manusia
4 Jauh H < 2,5 km
dapat selamat dan bangunan sebagai tempat
peluang penyelematan akan hancur.
Kriteria Ketinggian atau Elevasi
¾ tsunami dengan ketinggian antara 1,5 sampai 3
m diasumsikan akan mematikan manusia tapi Faktor elevasi merupakan salah satu kriteria
masih ada peluang bangunan-bangunan tidak kerentanan terhadap bahaya tsunami di Kota
hancur semuanya. Bengkulu. Klasifikasi kelas ketinggian berdasarkan
¾ tsunami dengan ketinggian cukup asumsi dan kriteria berikut :
membahayakan dengan ketinggian antara 0,5 • Elevasi yang dianggap sangat berbahaya adalah
sampai 1,5 meter sampai ketinggian 2,5 meter.
¾ tsunami dengan ketinggian di bawah 0,5 meter. • Kelas berbahaya antara 2,5 sampai 5 meter masih
potensial untuk terkena tsunami.
Berdasarkan kriteria di atas, maka kelas • Kelas 5 sampai 9 meter. Asumsi 9 meter diambil
ketinggian tsunami disusun pada Tabel 2. dari sejarah terjadinya tsunami 1833 yang
mencapai ketinggian 9 meter.
Tabel 2. Kelas Ketinggian Tsunami • Ketinggian 9 sampai 25 meter dianggap kurang
No Klasifikasi bahaya Kelas tinggi tsunami berbahaya.
1 Sangat berbahaya H > 3 meter
2 Berbahaya 1,5< H < 3 meter Berdasarkan kriteria di atas, maka kelas
3 Cukup berbahaya 0,5< H < 1,5 meter ketinggian tempat atau elevasi disusun seperti Tabel
4 Kurang berbahaya H < 0,5 meter 4 berikut:
Variabel yang terlibat sebagai kriteria kerentanan No Klasifikasi bahaya Kelas tinggi tsunami
adalah variabel jarak dari pantai, elevasi, 1 Sangat berbahaya E < 2,5 m
kemampuan evakuasi, kepadatan penduduk dan 2 Berbahaya 2,5< E < 5 m
kepadatan pemukiman. 3 Cukup berbahaya 5< E < 9 m
4 Kurang berbahaya 9 < E <25 m
Kriteria Jarak Dari Pantai 5 Tidak Berbahaya E > 25 m
Kelas kriteria jarak dari pantai dibangun berdasarkan
aspek ketinggian tsunami atau run up serta peluang Analisis Peluang Evakuasi
waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi. Klasifikasi Sasaran utama dari pemodelan evakuasi ini adalah
kelas tsunami dibangun berdasarkan pada asumsi waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi kurang dari
dan kriteria sebagai berikut : waktu kedatangan tsunami atau dengan formulasi:
• Jarak run in maksimum ke darat yaitu 2.347 “waktu evakuasi < waktu tiba tsunami – waktu
meter. persiapan early warning system”
• Kelas jarak didasarkan pada kemampuan atau
kecepatan lari untuk evakuasi. Asumsi dasarnya T < 37 menit – 10 sampai 15 menit
adalah 10 menit perkilometer. Sementara travel T < 27 menit atau T < 22 menit
time tsunami adalah 37 menit. Jadi waktu yang
cukup aman adalah sekitar 25 menit atau a. Membangun klaster evakuasi
dikonversi menjadi jarak adalah 2,5 kilometer. Untuk mendapatkan daerah mana saja yang
• Selanjutnya kelas kedekatan dengan pantai. termasuk berbahaya atau tidak berbahaya, maka
Berdasarkan kriteria di atas, maka kelas jarak ke zona-zona rendaman dibagi atas beberapa klaster.
pantai dibagi seperti Tabel 3 berikut. Kriteria pembangunan klaster ini adalah dengan
memperhatikan kedekatan klaster atau kelompok
penduduk dengan jalur utama evakuasi. Untuk
34
membangun klaster-klaster evakuasi ini Tabel 5. Kelas Waktu Evakuasi
digunakan asumsi sebagai berikut:
No Klasifikasi bahaya Waktu evakuasi
1. Klaster merupan poligon dimana 1 Sangat berbahaya T > 27 menit
penduduknya yang berada di dalamnya 2 Berbahaya 22 < T < 27 mnt
cenderung untuk menyelamatkan diri 3 Cukup berbahaya T < 22 menit
(evakuasi) ke arah atau jalan tertentu.
2. Kecederungan di atas memilih jarak terdekat Kelas Kepadatan Penduduk
dan mengambil arah menjauh dari pantai.
Kelas kepadatan penduduk sebagai salah satu faktor
3. Kencenderungan ini akhirnya memilih jalan-
kerentanan di bangun atas asumsi sebagai berikut:
jalan utama di kawasannya masing-masing.
4. Batas klaster ditentukan oleh jarak terdekat
• Perhitungan jumlah penduduk yang akan terkena
ke jalur evakuasi dan sungai-sungai besar
5. Rata-rata kemampuan lari dalam kondisi oleh tsunami adalah penduduk yang tinggal pada
normal adalah 10 menit perkilometer. suatu kelurahan. Waktu terjadi tsunami, jenis
6. Kebutuhan ruang untuk dapat berlari normal aktifitas, tempat aktifitas tidak diperhitungkan
adalah 1 meter persegi perorang. dalam hal ini.
• Penduduk dianggap tersebar merata sesuai dengan
b. Perhitungan Waktu Evakuasi kelurahannya, sehingga faktor kepadatan
Perhitungan tingkat bahaya suatu klaster adalah dirumuskan dengan jumlah penduduk kelurahan
dengan melihat kemampuan jalan sebagai jalur dibagi dengan luas kelurahan.
evakuasi untuk melewatkan orang untuk evakuasi.
Ukuran dari kemampuan ini adalah waktu yang Dari kriteria di atas, maka kelas kepadatan
dibutuhkan untuk kerluar dari zona bahaya. disusun sebagai berikut (Tabel 6):
Perhitungan kelas bahaya klaster-klaster evakuasi
adalah sebagai berikut: Tabel 6. Kelas Kepadatan Penduduk
No Sebaran Jumlah Kelas Sebaran
1. Kapasitas outlet ditentukan oleh lebar jalan. Penduduk Penduduk
1 Padat sekali >250
2. Berdasarkan kebutuhan ruang untuk dapat 2 Padat 150< P < 250
berlari normal adalah 1 meter persegi, maka 3 Cukup Padat 75 < P < 150
kemampuan suatu outlet dapat melewatkan 4 Kurang Padat P < 75
penduduk adalah : lebar jalan dibagi
kebutuhan ruang lari normal dikalikan dengan
kecepatan normal. MITIGASI BENCANA TSUNAMI
Tidak kurang dari 460 gempa dengan magnitudo M
3. W (meter) > 4.0 terjadi setiap tahunnya (Ibrahim, dkk., 1989).
TEv = x100m / menit = 100Worg / menit
1m 2 / org Banyak di antara gempa-gempa besar menimbulkan
TEv = Waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi kerusakan yang sangat besar serta jumlah kematian
sejumlah orang yang sangat tinggi. (Latief, dkk, 2000). Banyak
W = Lebar jalan diantara gempa dangkal yang besar yang terjadi di
bawah laut membangkitkan tsunami-tsunami besar.
4. Hasil dari nomor 2 di atas adalah jumlah Tsunami ini juga menimbulkan kerugian serta
orang yang lewat outlet permenit. kematian jiwa yang cukup tinggi. Selain
dibangkitkan oleh gempa.
5. Penduduk / kapasitas outlet didapatkan waktu
yang dibutuhkan untuk evakuasi. Tindakan Mitigasi Bencana di Kota Bengkulu
Secara umum tujuan pengkajian resiko dan mitigasi
6. Perhitungan kelas bahaya klaster adalah bencana tsunami adalah untuk mengurangi dampak
berdasarkan klasifikasi waktu minimal yang buruk yang ditimbulkannya agar menjadi sekecil
dibutuhkan untuk selamat dan jangka waktu mungkin. Secara khusus dari mitigasi bencana
yang dibutuhkan. tsunami ini (dimodifikasi dari ADB, 1991) adalah:
Meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko
bencana tsunami di tingkat masyarakat dan
35
memperkenalkan tindakan lokal yang perlu Saat ini mulai diperkenalkan serta direalisasikan
diambil untuk mengurangi resiko. penggunaan vegetasi sebagai penyangga yang
Merangsang kewaspadaan perencana di tingkat berfungsi untuk mereduksi gempuran gelombang
nasional maupun regional untuk merefleksikan badai dan tsunami. Penggunaan vegetasi sebagai
mitigasi bencana dalam perencanaan pelindung pantai sangat ekonomis dan efektif dari
pengembangan nasional, usulan perencanaan tata sudut pandang perawatan dalam jangka waktu lama
guna lahan, serta dalam disain proyek terutama serta berwawasan lingkungan, yaitu: sebagai tempat
di daerah rawan bencana. pembijakan biota laut, berfungsi sebagai filter
terhadap penetrasi air laut, dan tempat tinggal
Membantu politisi serta pemerintah untuk unggas. Daun-daun vegetasi ini dapat berfungsi
memahami sifat dari jenis resiko yang dihadapi sebagai filter untuk menahan pasir-pasir yang
serta membantu memahami dampak ekonomi diterbangkan oleh tiupan angin di pantai, sehingga
yang ditimbulkan bencana tsunami terhadap udara di belakang daerah hutan penyangga ini
pertanian, perdagangan, industri dan lain-lain. menjadi bersih.
Mendemonstrasikan cara mengurangi resiko- Hutan mangrove adalah salah satu yang mungkin
resiko tersebut, pada lingkup nasional dan dapat digunakan sebagai hutan pelindung, karena
regional atau dalam konteks sosial ekonomi kekuatan akar-akarnya maka mangrove ini
lokal serta sosial ekonomi budaya. merupakan penyangga yang sangat efektif untuk
melawan terjangan gelombang besar atau tsunami.
Memperkenalkan tindakan yang efektif dalam Simulasi konfigurasi vegetasi seperti diameter
mengimplementasikan rencana mitigasi bencana batang, kerapatan (densitas), yang optimal dalam
tsunami pada tingkat administrasi publik mereduksi energi gelombang badai telah diteliti baik
berdasarkan kajian resiko dan analisis melalui penyelesaian analitik, numerik maupun
kerentanan. melalui eksperimen di laboratorium (Latief, 2000, ,
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan Harada dkk, 2000, Latief, 2002, dan Hadi, dkk,
untuk menunjukkan pada semua tindakan untuk 2002).
mengurangi dampak dari tindakan untuk mengurangi Pesisir kota Bengkulu yang juga relatif memiliki
dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan kawasan lahan kosong selain pemukiman di daerah
sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan pesisir memiliki peluang yang sangat besar untuk
tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka dapat mengurangi kerentanan terhadap tsunami.
panjang. Salah satunya yaitu dengan menggunakan vegetasi
Mitigasi bencana tsunami meliputi : sebagai pemecah gelombang jika terjadi tsunami.
a. Structural measures : konstruksi bangunan pantai Lokasi Kota Bengkulu yang cukup berdekatan
(seawall, breakwaters, pintu air dll.) dengan sumber pusat gempa, mengakibatkan waktu
b. Non structural measures: misalnya sistem penjalaran tsunami dari pusat gempa ke daerah
peringatan dini, pembuatan peta bencana tsunami pesisir akan cukup singkat. Oleh karena itu perlu
dll. dibangun zona aman gelombang tsunami di daerah –
Pesisir kota bengkulu dengan sebagian besar daerah yang tinggi rawan bencana tsunami
wilayahnya merupakan daerah pemukiman padat diperlukan (selain penanaman mangrove).
yang memiliki kerentanan tinggi terhadap tsunami
serta kurang memiliki perlindungan pantai terhadap
tsunami. Oleh karena itu diperlukan perencanaan
yang baik mengenai mitigasi bencana tsunami
sehingga dapat mereduksi korban jiwa dan
kerusakan infrastruktur.
Tindakan mitigasi yang banyak dilakukan
sekarang ini secara garis besar meliputi:
a. Pengkajian Hazard (identifikasi serta peta
potensi rendaman tsunami)
b. Monitoring secara real time terhadap tsunami
serta sistem peringatan dini (pendistribusian
informasi kepada penduduk)
c. Pendidikan masyarakat (respons komunitas dan
Gambar 4. Contoh bangunan dengan dua aplikasi
awareness penduduk).
36
Seperti di negara Jepang desain dari bangunan di bagi masyarakat sekitar untuk lari menyelamatkan
daerah pesisir memiliki dua fungsi misalkan seperti diri.
contoh pada Gambar 4.
Bangunan sekolah ini mempunyai fungsi lain DAFTAR PUSTAKA
sebagai tempat untuk evakuasi dari penduduk
sekitarnya jika gelombang tsunami datang. Dapat Asian Development Bank, (1991): Disaster
dilihat bahwa terdapat lubang di bawah bangunan Mitigation in Asia and The Pasific, Manila,
sekolah ini. Hal ini dimaksudkan jika gelombang Philipina, 392p.
tsunami datang energi dari gelombang akan Hadi, S.., J.Latief, A.Supangat (2002) : Model of
berkurang karena air masuk pada bagian bawah Coastal Protection Againts Storm Surges or
bangunan. Tsunami by using Vegetation: Case Study:
Di daerah dekat pelabuhan dibangun sebuah Pancer Bay which attacked by the 1994 East
bangunan yang di desain seperti Gambar 5. Java Tsunami, Hibah Bersaing X/1, working
Bangunan ini digunakan untuk tempat evakuasi bagi paper (In Indonesia)
masyarakat yang tidak memiliki waktu untuk lari ke Harada. K., H.Latief, and F.Imamura (2000). Study
zona aman. on ehe Mengrove control forest to reduce
tsunami impact, Proceeding of 12th Congress of
the IAHR-APD, Bangkok.
Ibrahim,G., Untoro, M.Ahmad, dan R.Hendrawan,
(1989): Earthquake Statistic in
Indonesia,Technical Report, Institut Teknologi
Bandung, Indonesia.
Latief, H., N.T.Puspito, F.Imamura (2000) Tsunami
Katalog and Zoning in Indonesia, Journal of
Natural Disaster, Japan.
Latief, H (2000): Study on Tsunamies and their
Mitigation by using A Green Belt in Indonesia,
Disertasi Ph.D, Civil Eng. Tohoku Univ. Japan.
37