2.1 Tsunami
Tsunami adalah sebuah gelombang besar air laut yang diakibatkan adanya
gangguan di dasar laut, seperti gempa atau longsor yang terjadi di laut. Perbedaan
antara tsunami dan gelombang biasa adalah tsunami melibatkan air dari permukaan
mencapai dasar laut, sehingga hal ini yang menjadikan energi pada tsunami lebih
yang tinggi gelombang tsunami tidak akan terasa oleh nelayan yang berada ditengah
laut. Kecepatan gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman laut yang di lalui
yang menjangkau hingga dasar laut, maka saat laut dangkal, energi yang
dasar perairan di sekitar pantai. Jika pantai tersebut banyak terdapat terumbu
Tsunami jarak dekat adalah tsunami yang terjadi di sekitar jarak 200 km dari
Tsunami jarak jauh adalah tsunami yang terjadi di daerah pantai yang berjarak
tsunami jarak dekat dengan kerusakan yang luas di daerah dekat sumber
serta kerusakan di pantai yang berjarak lebih dari 1000 km dari sumber
Dari tahun 1600 sampai dengan tahun 2007, Indonesia telah mengalami
beberapa kali tsunami besar dan hampir 90% kejadiannya disebabkan oleh gempa
bumi di laut, 9% diakibatkan oleh letusan gunung api dan 1% karena longsoran
Gambar 2.2. Peta sebaran sumber tsunami Idonesia Tahun 2000 – 2017
(Sumber : BMKG., 2019)
suatu wilayah. Energi gelombang akan lebih besar apabila pesisir pantai
membentuk huruf V atau membentuk suatu teluk hal ini disebabkan adanya
penyempitan yang membuat gelombang saling bertemu.
Pemicu paling umum dari tsunami adalah gempa bumi yang terjadi di laut,
dimana gempa tersebut ditimbulkan oleh pertemuan dua lempeng dimana salah satu
lempeng mendesak lempeng yang lain. Saat kondisi dimana desakan antara lempeng
patahan atau sesar yang ada di dasar laut. dimana pergerakan lempeng tersebut
menimbulkan energi yang menyebabkan naiknya air laut. Umumnya gempa dengan
kekuatan magnitudo di atas 7,0 yang dapat memicu terjadinya tsunami. Puspito
sesar naik, 20% karena sesar geser, dan 5% karena sesar normal.
Gambar 2.3 Proses tsunami akibat pertemuan dua lempeng Sumber : U.S.
(Geological Survey, Circular 1187)
Gambar 2.4 Proses terjadinya tsunami akibat pergerakan patahan
(Sumber : howstuffworks.com)
Aktifitas gunung api yang berada di laut dapat memicu terjadinya gelombang
tsunami. Saat terjadi aktifitas vulkanis gunung api meningkat akan mengeluarkan
material yang ada didalam gunung tersebut. Energi dari aktifitas gunung api tersebut
dapat menyebabkan bagian dari gunung tersebut longsor. Jumlah longsoran yang
cukup besar secara tiba-tiba dapat memicu terjadinya gelombang tsunami. Besarnya
gelombang tsunami yang timbul sangat bergantung kepada jumlah material longsor
yang jatuh kelaut. Semakin besar material yang jatuh kelaut semakin besar
terjadi longsor pada tubuh Gunung Anak Krakatu dan gelombang tsunami tersebut
akan menerjang wilayah pesisir Selat Sunda dengan tinggi yang berbeda-beda
bawah laut tanpa pengaruh gempa sangat jarang terjadi. Longsor bawah laut dapat
curam, berintensitas tektonik dan juga gempa bumi yang besar. Semakin besar
gempa bumi, semakin besar longsoran yang akan terjadi dan berpotensi
menimbulkan tsunami.
Dimana :
hasil kajian BNPB yang merupakan lampiran dari Perka No. 2 BNPB Tahun 2012
kemiringan lereng dihasilkan dari data raster DEM dan koefisien kekasaran
permukaan dihasilkan dari data tutupan lahan (landcover). Indeks bahaya tsunami
dihitung berdasarkan pengkelasan inundasi sesuai Perka No. 2 BNPB Tahun 2012
pada pertemuan dua lempeng utama dunia yang aktif, yaitu Lempeng Samudera
kepulauan yang berkarakteristik adanya palung samudera, busur non gunung api
yang tersusun oleh prisma akresi, busur gunung api, dan cekungan busur
belakang.
terjadi 90 tsunami dalam kurun 250 tahun terakhir karena letusan gunung berapi.
korban jiwa sekitar 35.500 orang merupakan tsunami vulkanik paling besar. Ada
kondisi tektonik tersebut, dengan zona penunjaman yang memanjang dari ujung
utara Pulau Sumatera membelok di Selat Sunda, memisahkan antara dua system
barat Sumatera dengan sistem penunjaman tegak (frontal) di perairan selatan Jawa
dalam Yudhicara dan Budiono, K., (2008), telah tercatat adanya beberapa kali
kejadian tsunami di Selat Sunda. Puncaknya adalah saat terjadi letusan Gunung
Krakatau pada tahun 1883 yang memicu tsunami besar dan perubahan iklim
global.
4 Mei 1851 Di Teluk Betung, di dalam Teluk Lampung di pantai selatan pulau
Sumatera, teramati
Segera setelah gelombang
18:00, dirasakanpasang naik 1,5
gempabumi m dimenyebar
yang atas air pasang
dari
bagian barat Jawa hingga bagian selatan Sumatera, dirasakan juga
9 Januari 1852
di Jakarta, dan gempa-gempa susulannya dirasakan pula di Bogor
dan Serang. Pada 20:00 terjadi fluktuasi air laut yang tidak seperti
10:02, terjadi erupsi yang sangat dahsyat dari gunung api Krakatau,
yang diikuti oleh gelombang tsunami. Ketinggian tsunami maksimum
teramati di Selat Sunda hingga 30 meter di atas permukaan laut, 4 meter
27 Agustus 1883
di pantai selatan Sumatera, 2-
Di Cikawung di pantai Teluk Selamat Datang, teramati gelombang laut
10 Oktober 1883 yang membanjiri pantai sejauh 75 m.
Lima bulan setelah kejadian erupsi Gunung api Krakatau, tsunami
Februari 1884 kecil teramati di sekitar Selat Sunda, diakibatkan oleh suatu erupsi
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (Ketentuan Umum, angka 8);
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
10);
7. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
angka 17);
13. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang
14. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa
keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai
masyarakat yang sangat kurang akan risiko bencana di daerah tempat tinggalnya,
dilakukan melalui:
darurat;
tsunami dapat tiba di pantai Indonesia dalam 20-40 menit atau bahkan lebih cepat
bencana sangat penting dimiliki oleh individu, keluarga, dan institusi untuk
masyarakat sendiri.
Gambar 2.8 Pendekatan Terstruktur dalam Pengembangan Kapasitas
Kesiapsiagaan Tsunami
(Sumber : GIZ-International Service, 2013)
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun
2007). Bencana tsunami adalah suatu bencana yang terjadi secara alami dan tidak
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
bencana.
Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi
non struktural
a) Mitigasi Struktural
bencana terjadi.
b) Mitigasi Non-Struktural
Penanggulangan Bencana (UU PB) Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang
pelatihan evakuasi saat ada suatu bencana. Ini semua dilakukan untuk, oleh semua
dilakukan oleh semua pihak dan melibatkan seluruh penduduk di suatu wilayah
masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana selalu waspada dan siap saat
Diharapkan dengan simulasi tersebut masyrakat lebih siap saat terjadi bencana
tsunami.
Tahap – tahapan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan msayarakat
6. Simulasi sitem peringatan dini tsunami dan proses evakuasi (Tsunami Drill)
rentan terhadap bencana tsunami merupakan suatu hal yang sangat penting.
dilakukan apabila bencana tsunami datang harus dimiliki oleh semua masyarakat
yang tinggal didaerah rawan bencana tsunami. Kegiatan tersebut dapat dilakukan
Early warning system merupakan suatu peringatan dini yang diberikan atau
muncul ketika potensi tsunami akan terjadi di suatu wilayah. Tujuan dar
terancam bahaya untuk bersiap siaga dan bertindak tepat waktu dan benar agar
(UNISDR, 2006).
teknologi baru yang disebut Decision Support System (DSS). Sistem DSS bekerja
simulasi tsunami, monitoring tsunami, dan deformasi kerak bumi setelah gempa
terjadi.
tsunami, tembok penahan tsunami juga dapat berfungsi untuk menahan erosi pada
daerah pantai berpasir. Membangun tembok penahan tsunami termasuk salah satu
mitigasi yang sulit dilakukan karena membutuhkan dana yang besar, selain itu
Struktur tembok penahan tsunami harus mempunyai kekuatan yang cukup kuat
untuk menahan gelombang tsunami yang datang di daerah tersebut, karena apabila
tidak kuat makan akan dapat menimbulkan bahaya lain saat struktur tembok
Menjaga ekosistem pantai seperti pohon mangrove atau sejenisnya tetap ada
mangrove menjadi salah satu mitigasi yang biayanya tidak terlalu mahal dan dapat
merupakan hal sangat penting. Jalur evakuasi berfungsi sebagai jalan bagi
masyarakat saat melakukan evakuasi saat bencana tsunami terjadi. Jalur evakuasi
evakuasi saat adanya peringatan akan terjadi tsunami di daerah tersebut. Jalur
2.8 Evakuasi
cepat ke tempat yang lebih aman untuk menjauh dari bahaya atau kejadian yang
dianggap berbahaya dan berpotensi mengancam jiwa manusia atau mahluk hidup
lainnya. Kegiatan evakuasi umumnya dilakukan pada saat suatu wilayah terjadi
untuk memindahkan manusia dari area berbahaya ke zona aman. Beberapa tujuan
sebelum, selama, dan setelah bencana. Berikut ini adalah urutan evakuasi pada
umumnya:
ancaman.
tanda peringatan dini bencana tsunami diberikan. Waktu yang sangat singkat
ditentukan oleh kondisi jalanan dan kecepatan berlari. Kondisi jalan seperti lebar,
manusia berlari pada jalan menanjak, datar, dan turunan sangat berbeda. Demikian
pula kecepatan lari manusia di tanah keras/aspal dan pasir juga berbeda. Hasil
pengukuran kecepatan manusia ditanah berpasir disajikan pada tabel dibawah ini.
area ke area yang lebih aman dari suatu ancaman atau bencana. Jalur evakuasi
yang baik adalah jalur yang dapat dengan mudah dilalui oleh masyarakat dan
tidak adanya bottleneck saat evakuasi berlangsung. Berdasarkan kajian Safrizal
(2013) Bottleneck adalah suatu keadaan yang sangat serius dan panik ketika
warga berusaha untuk menyelamatkan diri menuju daerah yang lebih aman.
Terjadinya masalah bottleneck ini disebabkan karena kondisi jalur evakuasi yang
kurang memadai dan tidak layak untuk dijadikan sebagai sebuah jalur evakuasi
1. Keamanan jalur
3. Kelayakan jalur
penentuan jalur evakuasi. Untuk itu dalam membuat jalur evakuasi kondisi
topografi menjadi hal penting agar jalur evakuasi tersebut menjadi efektif saat
digunakan.
klasifikasi daerah rawan dan juga ditulis prinsip-prinsip dalam pembuatan jalur
3. Di buat jalur evakuasi pararel dan diprioritaskan daerah pantai terbuka tanpa
4. Pada daerah padat penduduk jalur evakuasi berupa sistim blok yang dibatasi
oleh alirarn sungai, dimana pergerakan massa setiap blok tidak bercampur
5. Untuk daerah yang terlalu landau dimana tempat tinggi cukup jauh, dibuat
sistim kawasan aman sementara berupa bangunan yang aman sebagai tempat
evakuasi sementara.
jalur evakuasi dapat digunakan beberapa jalan raya pada perkotaan yaitu :
1. Arteri Primer : lebar minimum jalan 10 meter
masyarakat dari suatu wilayah atau situasi terancam oleh terjadinya peristiwa
bencana tsunami, terdapat dua jenis evakuasi antara lain evakuasi horizontal
dilakukan dengan menjauhi diri dari tepi pantai, kemudian evakuasi vertikal
yaitu penduduk tetap berada di pantai namun menaiki bangunan yang lebih
alternatif evakuasi selain evakuasi horizontal yang sering kali berjalan tidak
seperti terjadi kemacetan yang parah pada zona berbahaya. Dengan evakuasi
vertikal setidaknya akan berpengaruh terhadap volume orang dan kendaraan di
mengungsi ke lokasi yang aman saat terjadi bencana. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi waktu evakuasi seperti kondisi lebar sempitnya jalan, ada atau
Vertical Evacuation from Tsunamis, untuk sumber tsunami yang jauh dari
daratan, maka perkiraan waktu peringatan untuk melakukan evakuasi lebih dari 2
jam. Untuk tsunami yang sumbernya agak jauh dari daratan namun getaran
evakuasi adalah antara 30 menit sampai dengan 2 jam. Sedangkan untuk sumber
tsunami yang dekat (getaran gempa dirasakan sangat kuat saat di daratan)
maka waktu peringatan yang dibutuhkan untuk evakuasi adalah kurang dari 30
2.11 Shelter
Shelter adalah suatu tempat atau lokasi yang aman dari suatu ancaman dan
digunakan untuk tempat berkumpul atau mengungsi sementara pada saat suatu
berupa:
1. Escape hill berupa daerah dataran tinggi alami maupun buatan dengan
Bangunan vertikal untuk evakuasi ini mempunyai kriteria memiliki lantai > 2
lantai atau bangunan dengan ketinggian lantai paling atas minimal 15 meter di
seseorang untuk berjalan kaki keluar dari daerah berbahaya yang di akibatkan
suatu peristiwa mendadak seperti tsunami, banjir bandang, atau lahar vulkanik.
ketinggian permukaan tanah, jenis tutupan lahan dan bangunan yang ditemui
menghasilkan peta waktu seorang pejalan kaki ke tempat tinggi untuk setiap
1. Microsoft Windows 7
Tabel 2.6 Input dan Jenis File yang dibutuhkan dalam Pengolahan Data
Sumber : USGS
Untuk itu sebelum memulai pemodelan kita harus membuat terlebih dahulu
data-data yang diperlukan seperti disebutkan dalam tabel di atas. Tanpa membuat
pada program ArcGIS, maka sebelum mejalankanya kita harus terlebih dahulu
akan kita lakukan, mulai dari nama dan lokasi output hasil pekerjaan akan di
tempatkan
Gambar 2.14 Tampilan Jendela Kerja Portofolio Management
Disni kita memasukkan peta raster daerah yang akan kita modelkan
memasukkan data tutupan lahan atau Land Cover. Data ini merupakan data peta
tutupan lahan pada lokasi yang akan dimodelkan. Pada tutpan lahan ini mencakup,
Pada proses ini kita memasukkan batasan wilayah aman dan wilayah yang
tidak aman.
Pada tahap ini data DEM, data tutupan lahan dan zona bahaya, akan
diproses sehingga akan di dapatkan jarak yang akan di tempuh dari zona tidak
data jarak perjalanan dari hasil proses sebelumnya akan di proses dengan data
kecepatan perjalanan. Pada proses ini kita harus memasukkan data kecepatan
berjalan dalam beberapa kategori dan nantinya akan didapat jarak dan waktu
perjalanan.
Proses selanjutnya adalah Time Map Generation, pada tahap ini data hasil
dari proses Evacuation Time Surface Creation akan dikonvert menjadi data raster
dan vector.
Gambar 2.20 Tampilan Jendela Kerja Time Map Generation
8. Vertikal Evacuation
Pada tahap ini seluruh data yang ada akan di proses untuk simulasi apabila
Pedestrian Evacuation Analyst ini adalah berupa grafik waktu perjalanan dalam
bentuk grafik dan jumlah atau persentase penduduk yang bisa mencapai daerah
aman.
Gambar 2.22 Tampilan Grafik perjalanan penduduk
titik evakuasi, jaringan jalan, data topografi, coastal proximity, dan tutupan lahan.
Hasil dari analisis SIG didapatkan 12 titik evakuasi tsunami di daerah Pelabuhan
Ratu diantaranya; Desa Citarik 3titik evakuasi, Desa Pelabuhan Ratu 5 titik
evakuasi, dan Desa Citepus 4 titik evakuasi. Sedangkan jalur evakuasi tsunami
yang didapatkan yakn 15 jalur evakuasi, diantaranya: Desa Citarik 3 jalur, Desa
Pelabuhan Ratu 8 jalur, dan Desa Citepus 4 jalur. Adapun urutan jalur evakuasi
tsunami efektif berdasarkan waktu tempuh menuju titik evakuasi dengan konversi
kecepatan berlari orang dewasa yakni 1 Kilometer dalam waktu 5 menit 30 detik
(1 Km/5’30”) diantaranya adalah jalur 3-5- 13- 10- 12- 4- 11- 14- 5- 1- 6- 2- 7- 9-
dan jalur 8.
menggnakan data tsunami yaitu WinITDB dan NOAA sedangkan untuk data
seismisitasnya menggunakan data USGS dan Global CMT. Kemudian data diolah
gelombang tsunami dari sumber ke semua target area, travel-timenya dan run-up
evaluasi terhadap bencana tsunami di suatu daerah. Data yang digunakan yaitu
data satelit penginderaan jauh (Landsat, SPOT-5 dan DEM) dan data sekunder
(batas administrasi dan data lapangan) untuk melakukan simulasi jalur evakuasi
dan membuat peta dasar kota Padang. Penentuan daerah rawan tsunami dan
pantai dan kondisi topografi wilayah. Informasi tutupan lahan dan infrastruktur
(jalan, jembatan dan bangunan) diekstraksi dari citra SPOT. Semua informasi
yang diperoleh dari data penginderaan jauh dan data sekunder diintegrasikan dan
menggunakan metodologi yang terdiri dari dari tiga fase: pengumpulan data,
tahap analisis data dari proses analisis jaringan dalam perangkat lunak ArcGIS
dan fase analisis. Area layanan dihasilkan menggunakan alat analis jaringan.
sekitar 9,5% dan 10,9% pengungsi di daerah rawan tsunami. Untuk mengatasi hal
ini, penambahan potensi bangunan tempat tinggal baru harus dialokasikan di area
penentuan rute evakuasi. Analisis mengindikasikan berikut ini: (1) Kota Palu
memiliki potensi yang besar terhadap rendaman tsunami, (2) kawasan bahaya
tsunami mencakup 9,63% dari total luas kota, (3) kawasan rentan tsunami 9,83%
total luas kota, (4) kawasan resiko tsunami 3,83% total luas kota, dan (5) terdapat
50 shelter sebagai lokasi evakuasi dan 108 rute evakuasi di seluruh kota.
Gelombang tsunami yang terjadi pada daerah teluk seperti Teluk Lampung, akan
terjadi pada daerah teluk seperti Teluk Lampung, akan terjadi penyempitan
gerakan gelombang tersebut sehingga akan lebih merusak kawasan teluk tersebut.
Daerah pantai selatan Kota Bandar Lampung dan sekitarnya dibagi menjadi 3
2010. Terdapat 4 model yang digunakan untuk pemodelan tsunami yaitu model
1 dari ISOLA, model 2 dari IRIS, model 3 dari USGS dan model 4 dari Global
Pantai Batimongga 2,24 meter (model 1 dan model 4), Pantai Ghobi 1,73 meter
(model 1 dan model 4), Pantai Tumele 4,29 meter (model 2), Pantai Pasangan
2,64 meter (model 1 dan model 4), Pantai Sabeugunggu 6,34 meter (model 2) dan
Pantai Asahan 3,16 meter (model 1). Nilai strike dan ocean bottom
oleh bentuk dasar permukaan laut dan parameter sumber gempa bumi (strike, dip,
dan logistik menggunakan metode SWOT. Dari hasil kajian didapatkan bahwa
(1) Kabupaten Bungo merupakan wilayah yang sesuai untuk dijadikan sebagai
posisi dan kondisi baik karakter bencana yang ada dan kondisi lingkungan
eksisting yang ada. (2) Berdasarkan kajian yang dilakukan maka jalur evakuasi
Kerinci, Provinsi Jambi. (3) Pembukaan lahan untuk jalur evakuasi tidak
dalam jalur evakuasi tidak ditemukan flora fauna yang langka yang dilindungi.
Kasus : Kota Maumere). Penelitian ini dilakukan untuk membuat Peta Jalur
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menyusun model informasi
program mitigasi bencana dengan metode Network Analysist. Pada penelitian ini
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Maumere pada Tahun 2017 yang terdiri
Daerah belum mencakup semua daerah yang berada pada zona Rawan Tsunami.
Shelter, masih ada titik yang berada pada area atau cakupan daerah rawan
atas 16 shelter tambahan pada Blank Area berdasarkan ketinggian yang lebih dari
15 meter diatas permukaan laut agar dapat terhindar dari bencana tsunami.
Penambahan shelter dilakukan agar bisa mencakupi daerah zona rawan tsunami.
Jalur Evakuasi Tsunami Pesisir Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan
dengan cara mempelajari pemetaan jalur evaluasi yang sudah ada. Jalur evakuasi
tipe pasang surut yang terjadi dilokasi pengukuran (Tanjung Buton) merupakan
tipe pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) dimana dalam 1 hari terjadi 2
kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir sama dan dapat
disesuaikan dengan grafik tipe pasang surut harian ganda. Faktor penilaian
simulasi yang terdiri dari korelasi, RMSE dan kesalahan relatif berdasarkan
korelasi sebesar 0,87208 dengan kategori korelasi sangat kuat menurut Suwarno
(2008), nilai RMSE sebesar 0,44506 meter, dan nilai kesalahan relatif rata-rata
sebesar 11,8060 %.
Penelitian ini menghasilkan pemetaan jalur evakuasi dan pengungsian di dua Desa
yang terdapat di Kecamatan Bati-bati. Desa Benua Raya memiliki 4 jalur evakuasi
dan 4 titik lokasi pengungsian, Desa Bati-bati memiliki 2 jalur evakuasi dan 3 titik
dengan cara menjauhi lokasi banjir dan menuju ketempat yang lebih tinggi.